Nabila JKT 48

“Sampai jumpa, Nabilah!!”

“Sampai jumpa!!” aku melambaikan tanganku pada kedua temanku, Melody dan Cleopatra yang sudah menggandeng kekasih mereka masing-masing, lalu menghela nafas.

Hari ini aku pulang sendiri lagi. Biasanya kami bertiga selalu pulang bersama karena rumah kami searah. Tapi sejak mereka memiliki kekasih, kami jadi jarang pulang bersama.

Mereka sering menyuruhku agar berpacaran dan tidak sekali mereka mengenalkanku pada laki-laki. Tapi aku terlalu malas untuk berpacaran. Entahlah, mungkin belum ada yang membuatku nyaman. Yeah, kalian tahu kenapa? Karena saat berpacaran, pergi kencan, seks itu hal yang sudah biasa. Dan aku yakin, kedua temanku itu sudah pernah melakukannya. Tapi aku ingin melakukannya dengan seseorang yang benar-benar istimewa untukku.

”Meooong…”

Suara itu menyadarkanku dari lamunan. Tidak terasa aku sudah berjalan cukup jauh dari sekolah. Kucari-cari di mana suara itu berasal dan kutemukan seekor kucing dengan bulu hitam pekat sedang tergeletak di bawah pohon Akasia besar di tepi jalan. Sepertinya kucing itu sudah tidak punya tenaga. Kuhampiri lalu kuambil. Badannya benar-benar lemas. Tapi hei, mata kucing ini berwarna biru. Sangat keren.

Kuputuskan untuk membawanya pulang. Setidaknya aku masih punya teman di rumah. Kunamakan ia ‘Hiru’ karena bulunya yang hitam dan matanya yang berwarna biru. Ah, kucing ini sepertinya benar-benar kelelahan.

Sampai di rumah, aku langsung membawanya ke kamar. Kuletakkan ia di atas karpet kamarku lalu memberinya susu. Ia minum dengan lahap. Lalu aku berjalan menuju lemari dan melepas bajuku. Aku merasa agak tidak nyaman saat melepas pakaianku. Kulihat Hiru, ia sedang menatapku, tajam. Ayolah, ia hanya seekor kucing. Kulanjutkan kegiatanku tapi tidak segera berganti pakaian. Aku berjalan menuju cermin besarku dan menatap diriku yang telanjang di sana. Kulihat dari cermin, Hiru masih menatapku. Apa ia berfikir aku ini cantik?

Kuraba perut rataku lalu mengelus payudaraku sendiri dan memilin puntingnya. Sebenarnya aku ingin melakukannya. Ingin seseorang menyentuhku seperti ini. Hanya saja aku belum menemukan orang itu. Aku menghela nafas pelan lalu masuk ke dalam kamar mandi.

***

Kucing itu ternyata sangat penurut. Sepertinya ia mengerti apa yang kuucapkan. Setiap aku pulang sekolah, ia selalu menyambutku di depan pintu. Ia juga tidak pernah buang kotoran di dalam rumah dan tubuhnya selalu bersih. Ia kucing yang pintar. Sekarang aku tidak sendirian lagi, Hiru selalu menemaniku. Saat makan, nonton tv, belajar, tidur, bahkan mandi.

Selama ini aku memang hidup sendiri. Kedua orang tuaku sudah meninggal. Hidupku dibiayai oleh pamanku yang tinggal di luar negeri. Aku tidak mau ikut mereka ke Amerika jadi aku tinggal sendiri di sini. Itulah sebabnya kenapa aku tidak ingin main-main dalam urusan cinta seperti teman-temanku. Aku tidak ingin merusak hidupku sendiri karena aku sendiri di dunia ini. Tidak akan ada yang menjagaku saat aku sakit, dan tidak akan ada yang menghiburku saat aku terpuruk.

Setelah mandi, kupakai baju tidurku yang transparan. Aku tidak pernah memakai dalaman saat di rumah kecuali pada saat-saat tertentu. Aku lebih nyaman seperti itu karena tubuhku terasa bebas oleh baju-baju ketat. Kuambil Hiru yang sedang menjilati bulunya di atas meja belajarku lalu kubawa ke tempat tidur. Aku merebahkan tubuhku di ranjang sambil bersandar pada bantalku. Kuletakkan kucing itu di atas perutku.

“Bulumu halus sekali…” kataku sambil mengelus-elus punggungnya. Hiru hanya menatapku dengan mata birunya itu. Lalu ia mengendus-endus bajuku hingga ke putingku. “Aah…” aku mendesah pelan saat ujung hidungnya mengendus-endus putingku yang ada dibalik baju tidurku.

Kubiarkan ia bermain-main disana, sementara aku hanya memejamkan mata menikmatinya. Lama-kelamaan aku tertidur.

***

“Nabilah, kamu tidak ikut dengan kami nanti?” tanya Melody.

“Ada yang ingin berkenalan denganmu lho,” sahut Cleopatra.

Aku menoleh dan menatap mereka dengan malas “Siapa?” tanyaku.

“Iqbal CJR, dia sangat tampan. Ah, andai saja aku belum punya pacar…”

Tuuuk!

“AUW!” Cleopatra meringis sambil mengusap-usap keningnya yang baru saja kulempar penghapus.

“Kenapa tidak kamu pacari juga dia?!” dengusku.

“Kamu tidak mau berkenalan dengannya, hah?” tanya Melody.

Aku memalingkan wajahku malas. “Tidak. Aku tidak ingin pergi malam ini,”

“Tapi kudengar nanti bulan purnama, pasti terlihat cantik di taman nanti, apalagi ini akhir minggu,” Cleo terus berusaha membujuk.

“Benar,” dukung Melody.

“Ada film favoriteku, aku harus menontonnya nanti!” sahutku tanpa menoleh.

“Tapi…” kata-kata Cleo terputus saat seorang guru memasuki kelas dan mereka segera pindah ke tempat duduknya masing-masing.

***

Aku menguap pelan saat film yang kutonton habis. Hiru masih ada dalam dekapanku. Rasanya hangaaaat… tiba-tiba saja aku teringat kata-kata Cleo dan Melody tadi. Malam ini adalah malam purnama, benarkah? Pasti bulan terlihat sangat cantik. Aku beranjak dari sofa dan melirik jam dinding. Sudah jam sebelas malam. Kugendong Hiru dan berjalan menghampiri jendela di kamarku.

Tepat saat sinar bulan yang masuk melalui jendela mengenai tubuhku, seperti ada yang meledak di hadapanku. BLAM!!!

“Gyaaaaaaaaaaaaa…!!!” aku menjerit sambil memejamkan mata. Kurasakan punggungku membentur lantai dengan keras. Lalu hening. Ada sesuatu di hadapanku, dan dia hidup karena aku dapat mendengar deru nafasnya. Kubuka mataku perlahan dan terbelak. Mata biru itu…

Ada seorang laki-laki yang menindih tubuhku. Wajahnya… Apakah dia malaikat yang turun ke bumi? Rambutnya terjuntai berantakan, telinganya lebih panjang seperti kurcaci dan matanya berwarna biru. Sama dengan kucingku. Aku tersentak seketika. Kucingku?

Nafas laki-laki itu tersegal dan… oh my god! DIA TIDAK MEMAKAI BAJU!!!

“Gyaaaa! Hmmf…” aku menjerit, tapi langsung terputus saat bibirnya membungkam mulutku. Mataku terbelak dan sepertinya jantungku juga sudah berhenti.

Ia melepaskan bibirnya sambil menatapku. Aku tidak bisa bergerak. Bahkan untuk berkedip. Sepertinya rohku sudah melayang jauh. “Beri aku waktu sebentar…” bisiknya.

Apakah dia manusia? Atau malah siluman?

“Akhirnya kau melihatku…” bisiknya sambil tersenyum.

Aku mengerjap pelan “Si-siapa kau?”

“Kau tidak ingat? Kau selalu memelukku, menggendongku, dan memanggilku dengan nama ‘Hiru’,”

Aku terbelalak. “K-kau Hiru? Kucingku? K-kau si-siluman!!!” aku menelan ludahku dengan tubuh gemetar.

Ia tertawa kecil. “Kau tahu,” ia mendekatkan bibirnya ke telingaku “… semua yang kau lakukan padaku dan di hadapanku itu membuatku sangat… terangsang! Hhhh…” ia mendesah pelan, membuat mukaku langsung terasa panas.

“Saat kau melepas bajumu dihadapanku…” ia menghembuskan nafasnya di leherku, membuat tubuhku semakin menegang. Dan anehnya aku tidak dapat bergerak. Aku tidak bisa berteriak. Suaranya yang sehalus angin seperti menghipnotisku.

“Saat kau mengusap payudaramu sendiri…” ia mengecup kulit leherku, membuatku mendongak sambil memejamkan mata.

“Uuuugghh…” tanpa sadar aku mendesah pelan saat ada yang mengusap payudaraku lembut. Tanganku mengepal erat, tubuhku menegang.

“Saat kau memilin putingmu, hhhh…”

“Nghhhh…” nafasku mulai tersengal saat jari itu memilin salah satu putingku dari luar baju tidur transparanku.

“Kau membuatku tersiksa, Nabilah Ratna Ayu Azalia…” bisiknya masih sambil mengecupi leherku, membuatku menggeliat di bawahnya. Perutku terasa geli, seperti ada yang menggelitik.

“Si-siapa kau… ahhh…” tanyaku dengan susah payah.

“Mmmhh…” ia menghisap kulit bahuku, menyingkirkan tali bajuku lalu membuat cupangan disana. “Panggil saja aku… Hiru.”

“Hiru… aaahhh!” aku mendesah keras saat tangannya mengusap pahaku.

Mengapa tubuhku tidak bisa menolak sentuhannya? Mengapa begitu mudah ia menguasaiku? Dan mengapa aku menyukai sentuhannya? Apakah aku sudah gila? Aku membiarkan siluman menyentuhku.

Hiru menurunkan tali bajuku hingga ke bawah payudara lalu menyapukan hidungnya di kedua payudaraku. Menghirup aroma tubuhku dalam-dalam karena tidak ada bra yang menghalangi. Deru nafasnya membuatku bergairah.

“H-Hiru… a-apa kau siluman? Oooohh…” aku memekik pelan saat sesuatu yang basah mengusap putingku. Lidahnya. Dan entah sejak kapan tanganku melingkar di lehernya, menyusupkan jari-jariku ke dalam rambut halusnya. Meremasnya perlahan.

“Untuk saat ini, ya…” ia menjawab berbisik.

“Nghhh… aaahhh…” aku mendesah saat bibirnya melumat putingku lembut. dikulumnya sambil disedot-sedotnya. Melumuri dengan air liurnya dan memainkannya dengan lidahnya.

“Uuughh… ssshhh…” aku mendesis pelan. Apakah seks itu senikmat ini?

“Tapi kau akan membantuku menjadi manusia, mmmhh…” tambahnya lalu melumat putingku lagi.

“Nghhh… aaahh… ba-bagaimana… uughh… caranya?”

“Bercintalah denganku,” jawabnya singkat.

“Aaahhh…” aku mendesah saat tangannya menyusup dari bawah baju tidurku yang pendek, mengelus pinggangku.

“Dan kau tidak bisa menolaknya, karena aku telah memilihmu!!” bisiknya, lalu tiba-tiba menarik tubuhku bangun dan mengangkat pinggangku, otomatis aku melingkarkan kakiku pada pinggangnya.

“Aaahhh…” ia mendesah pelan saat merasakan vaginaku yang basah menekan perutnya. Aku tidak pernah memakai dalaman, dan tidak pernah menyangka kalau beberapa hari ini aku tinggal bersama siluman kucing. Dan bahkan aku mengajaknya mandi bersama. Oh tuhan, aku benar-benar gila!

“Ngh,” ia membenturkan tubuhku pada dinding, menghimpit tubuhku. Aku menurunkan kakiku lalu ia mengecup bibirku. Kubiarkan baju tidurku itu meluncur turun ke bawah dengan mudahnya.

Aku diam, menatap matanya yang sekarang berwarna biru gelap. Ia sama diamnya sambil menatapku. Lalu perlahan, wajahnya mendekat dan aku memejamkan mata. Ia mengecup bibirku lembut dengan teramat pelan. Manis… bibirnya terasa manis saat menekan bibirku lembut. lalu dikecupnya lagi, lagi, lalu dilumatnya bibirku pelan. Itu ciuman pertamaku…

“Mmhh…” ia menghisap bibir atas dan bawahku bergantian. Mengulumnya sambil menekan-nekannya lebih dalam.

Jemariku meremas rambutnya dan dadaku bergesekan dengan dadanya. Aroma tubuhnya memabukkan. Wangi yang tidak terlalu tajam namun lembut. Dibukanya bibirku dengan lidahnya, lalu menyusup masuk ke dalam. Tangannya menahan tengkukku, memperdalam ciuman kami.

“Ngghhh…” lidahnya menari-nari di dalam mulutku, menjilati lidahku, mencampur air liur kami. Tangannya bergerak turun, mengusap punggungku, pinggangku, lalu pahaku, dan mengangkat satu kakiku lalu dilingkarkan ke pinggangnya.

“Uggghh…” aku melepaskan ciuman kami sambil meringis pelan saat merasakan sesuatu menerobos vaginaku.

“Sakit?” bisiknya di telingaku lalu mengecupi bahuku.

“Ngghhhh…” aku meremas rambutnya kuat. Rasanya perih. Seperti luka saat terjatuh. Dan tanpa sadar, air mataku mengalir.

Dijilatinya air mataku lalu dikecupnya mataku. “Aaahh…” ia mendesah pelan ketika penisnya masuk semua ke dalam vaginaku. Rasanya sesak! “Sekarang aku menjadi milikmu, Nabilah. Kamu tidak akan bisa mengusirku dari hidupmu.”

“Uuughhh…” aku membenamkan wajahku ke dalam lehernya saat ia mulai bergerak. Tangan Hiru memeluk pinggangku, menarikku lebih rapat.

“Nghhh… aahh… aaahh…” aku mulai mendesah saat rasa perih itu bercampur rasa nikmat yang belum pernah kurasakan. Kukecup lembut bahunya. Menghirup aromanya dalam-dalam. Tanganku turun ke bawah mengusap punggungnya yang basah oleh keringat.

“Aaahh… sshhh…” dia mendesah, terlihat begitu menikmati rasa tubuhku.

“Nghh… nghhh… aaahh… aasshh…” tubuhku terhentak-hentak saat ia mempercepat gerakannya. Aku bisa merasakan gesekan penisnya di dinding vaginaku. Membentur-bentur dinding rahimku.

“Mmmhh…” Hiru menciumi tengkukku sementara satu tangannya memilin-milin putingku.

“Aaahhh… uuughh… ngghhhh… hhh…” perutku terasa di aduk-aduk dan vaginaku berkedut-kedut cepat.

“Ssshh… mmmhh… aaahhh…” demi apapun, aku sangat menyukai suara desahnya. Bunyi benturan alat kelamin kami menggema di kamarku yang mungil.

“Ooouughh… aaah…. Na-naa… b-bi… laah… oooh…” desahnya putus-putus.

Kuusap peluh yang ada di dahinya dengan lembut. Ia mempercepat tempo gerakannya membuatku menggelinjang. “Hiru, aaah… aah… ngghh…” penisnya menggesek dinding vaginaku dan menghentak kuat di dinding rahimku, menyentuh G-spot ku.

“Aaah… ssshh… mmmh…” desahannya terdengar semakin keras.

“Hhh… oooh… aaahh… l-lebih cepat… Hiru… oooh… uuugh…” Dihisapinya kulit leherku sementara ia semakin mempercepat gerakannya. “Aaah… uummhh…” pinggulku bergoyang mengikuti gerakannya. Bunyi benturan alat kemaluan kami terdengar sangat menggairahkan.

“Aaakhh… Nabilah… oohhh… ssshh…” Ia memperdalam tusukannya dan mempercepat gerakannya. Ada yang ingin meledak di dalam vaginaku. Ruangan terasa panas, padahal jendela kamar tidak tertutup. Tubuh kami sudah basah dan lengket oleh keringat juga cairan-cairan dan air liur dari kecupan-kecupan.

Tubuh Hiru mengejang. Ia semakin kuat menghentak ke dalam vaginaku. Ujung penisnya membentur keras dinding rahimku. Vaginaku terasa semakin sesak karena penisnya yang semakin membengkak.

“Aaah… uuumhh… aaahh… sshhh… Hiru, ooh… aah… ahh… aah…” Hiru menghujamkannya dalam-dalam, lalu…

“Aaaaaaaaarrrgghh…!!!” tubuh kami mengejang sambil melenguh bersamaan saat kenikmatan itu meledak membuat vaginaku berdenyut kuat mengeluarkan cairanku dan aku merasakan sesuatu mengalir di bawah perutku. Spermanya.

Tubuhku melemas. Ia menahanku agar tidak jatuh merosot ke bawah. Diangkatnya tubuhku lalu dibawanya ke tempat tidur. Dibaringkannya tubuhku diranjang. Aku masih memeluk erat lehernya. Kami saling bertatapan dan kusadari kalau kini telinganya sudah berubah sama seperti telinga manusia. Lalu ia mengecup bibirku lembut berkali-kali.

“Ngghhh… Hiru!” aku menggeliat hingga payudaraku menggesek dadanya. Kulingkarkan kakiku ke pinggangnya, memeluknya erat.

“Aaahhh…” ciumannya turun ke daguku, leherku, belahan dadaku.

“Uuuunghhh…” aku melenguh saat ia mengulum putingku. Melumurinya dengan air liur. Perutku terasa geli, seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang di dalamnya. Membuat vaginaku berkedut-kedut hingga tanpa sadar, aku menggerakkan pinggulku, menggesek penisnya yang masih berada di dalam vaginaku.

“Mmhhh… aaahh…” Hiru melenguh pelan, dia tarik penisnya hingga terlepas dari jepitan vaginaku. Ia mengulum putingku. Dipilin-pilinnya yang sebelah kiri. Digigitnya kecil-kecil lalu dimainkan dengan lidahnya.

“Aahhhsss…” aku meraba pinggangnya, membuatnya melenguh pelan. “Aaahhh… Nabilah, mmmhh…” ia pindah pada putingku yang satunya, memperlakukannya sama. Decakan kecupannya membuat perutku menegang berkali-kali.

Hiru turun mengecupi perutku, membuatku semakin menggelinjang, “Ooohhh… ssshhh…” tanganku meremas sprei kuat-kuat. Ia membuka pahaku lebar-lebar lalu menunduk, menyapukan lidahnya pada daging vaginaku, membasahinya dengan air liur.

“Mmmhh… sshhh… aaahhh…” aku mendesis-desis sambil menggeliat. Lidah Hiru menari-nari di vaginaku. Dibelahnya lipitan daging vaginaku yang memerah kini, lalu menjilat klitorisku.

“Aaahhh… sshhh…” aku mendesah keras. Vaginaku terasa berkedut cepat. Dikulumnya klitorisku. Dihisapinya pelan. “Nghhh…” Bunyi decakan bibirnya di vaginaku terdengar merdu. Aku terus menggeliat merasakan tarian lidahnya.

Setelah puas mengulum klitorisku dan membuat vaginaku membengkak, lidah Hiru turun menyapu lubang vaginaku. “Oohhh… hhh…” aku mengerang nikmat. Lidahnya yang basah terasa lembut.

“Mmmhh… sshh… Hiru, aaah…” dijilatinya lubang vaginaku seperti saat ia menjilati susu waktu masih jadi kucing. Aku hanya bisa merintih dan meremas rambutnya kuat-kuat.

“Aaakkh…!!!” aku menjerit tertahan. Ia menyedot kuat lubang vaginaku dan menggelitiki bagian dalamnya dengan lidahnya yang menari dengan lincah.

“Aah… aah… Hiiirruuuu… aahku…” kurasakan sesuatu ingin meledak dari dalam tubuhku. “Aaaaarrgh…!!!” aku melenguh dan mengeluarkan cairan dari vaginaku. Rasa nikmat itu datang lagi, menjalar ke seluruh tubuhku, membuatku bergetar.

Hiru masih menghisap lubang vaginaku. Menelan seluruh cairan yang keluar. Aku diam memejamkan mata mengatur nafasku. Lalu, ada sesuatu yang kenyal dan lembut menyentuh bibirku. Mengolesi bibirku dengan cairan kental.

Aku membuka mataku dan melihat penisnya berada tepat di depan mulutku. “Kamu tidak ingin mencicipinya?” tanya Hiru sambil mengangkat kepalaku, membenarkan posisiku agar tidur lebih tinggi.

Secara naluri, kupegang penisnya lalu kukecup lembut ujungnya. Testisnya terlihat mengerut. Kukecupi penisnyanya hingga ke pangkalnya. “Aaahhh… nghhhh…” Hiru mendesah keras, keenakan.

Kukocok dan kuremas pelan penisnya yang sudah membengkak. Urat-uratnya jelas terlihat. “Aaaggh… terus, Nabilah… hhhsss…” desah Hiru dengan mata terpejam dan mulut terbuka.

Kujilati terus dengan lembut, melumurkan air liurku. Lalu, kusedot buah zakarnya. “Uuugghh… aaaahhh…” Hiru mengerang keras sambil meremas rambutku kuat.

Kukulum ujung penisnya yang terasa asin. Memainkannya dengan lidah di dalam mulutku. Kusibak belahan tetisnya dan kuhisap kuat. “Enghhhhh…” Hiru melenguh pelan.

“Aaahhh… hhh… hhhh…” kumasukkan penisnya ke dalam mulutku hingga mencapai tenggorokanku, lalu kukulum naik turun sambil mengocoknya dengan tanganku.

“Oohhh… terus… engghhhh…” Hiru merintih nikmat. Penisnya sudah basah dengan air liurku, sementara aku masih terus mengulumnya. Mempercepat gerakanku.

“Na-Nabilah, berhenti… ooohh…” ia melepaskan penisnya dari dalam mulutku, lalu turun ke bawah, mengangkat kakiku dan melingkarkannya ke lehernya.

“Ooohh…” bibirku mulai mendesah lagi saat merasakan ujung penisnya yang menggesek-gesek lubang vaginaku. “Ngghhh…” aku mencengkeram kuat seprei saat ia memasukkan miliknya perlahan hingga terbenam sempurna. Bibirnya mengecupi bagian bawah telingaku hingga ke bahu.

“Aaahh… mmmmhh… ssssshhhhh…” Hiru mulai menggerakkan pinggulnya perlahan. Aku mengimbangi permainannya dengan menggerakan pinggulku berlawanan arah dengannya. “Ngghh… oooohh… aaaaahhh…” desahnya terdengar jelas di telingaku. Nafasnya menggelitik leherku.

“Hiru, oooh… uuumhh… aaah…” aku mendesis penuh kenikmatan.

“Hhh… uuuggh… sssshhh…” Hiru membalas tak kalah nikmat. “Nabilah, ooohh…” Aku merasakan tubuhnya semakin menegang, hentakannya semakin kuat. Rasa ngilu dan nikmat bercampur menjadi satu.

“Uuuhh… aaaaah… oooohhh… sssshhhh…” aku merintih semakin keras.

“Mmhhh… nghhh… hhhh…” begitu juga dengan Hiru.

“Aaah… aaah… aaaaaaaarrrghh…” jeritan panjangku.

“Aaaaaaaaaaarrrrggghh…” dibalasnya dengan teriakan yang tak kalah panjang.

Cairanku dan spermanya keluar bersama dengan lenguhan panjang itu. Bercampur menjadi satu, mengalir di dalam rahimku, dan sebagian menetes keluar. Vaginaku dan penisnya masih berdenyut-denyut kuat.

“Aaah…” Hiru melepas penisnya, lalu tubuhnya ambruk di atas tubuhku. Aku memejamkan mata, mengatur nafas. Ia menarik selimut dan menutupi tubuhku. “Terima kasih…” bisiknya lembut.

Aku membuka mataku lalu menatapnya. Kusentuh ujung matanya dengan jari-jariku. “Matamu…” gumamku pelan saat menyadari warna mata itu kini berubah menjadi coklat gelap.

Hiru tersenyum lembut. “Aku manusia kini, seutuhnya…” jawabnya.

“Aku membutuhkan dongeng sebelum tidur,” bisikku manja, kubiarkan tangannya membelai puncak dadaku.

“Akan kuceritakan,” ia membenarkan posisi kami. Menyelipkan lengannya ke bawah leherku lalu memelukku dari belakang dan merapatkan selimut.

Aku menarik lengannya yang melingkar di pinggangku hingga tubuhnya menempel di punggungku dan ia mulai bercerita. “Aku tinggal di dunia yang lain dari bumi, di sana hampir sama dengan bumi, tapi kami mempunyai sedikit kelebihan dan perbedaan fisik, seperti warna mata dan bentuk telingaku. Bangsa kami memiliki jiwa yang setia. Begitu mereka mengabdikan diri kepada sesuatu, mereka akan menyerahkan diri mereka untuk hal itu hingga akhir hidup. kami mempunyai kelebihan seperti hewan. Dapat berlari cepat, memandang dengan fokus, penciuman yang tajam, dan daya ingat yang kuat. Itulah kenapa saat makhluk dari kami dibuang ke bumi, maka evolusinya adalah menjadi hewan,”

“Lalu, bagaimana bisa kau berada di sini?” aku bertanya.

“Aku tidak lulus ujian karena sering bermain. Ayah tiriku murka dan membuangku ke bumi dalam wujud kucing. Aku hanya punya waktu sebelum purnama ke tujuh. Aku bisa berubah menjadi manusia, atau menjadi kucing selamanya. Untuk menjadi manusia, aku harus bercinta dengan seorang gadis di saat malam purnama,”

“Jadi… ini purnama yang ke berapa?”

“Ke-enam! Selama ini aku tidak bisa melakukannya karena aku belum menemukan gadis yang tepat. Aku tidak bisa melakukannya dengan sembarang gadis karena ini pertama kalinya untukku. Dan saat pertama kali kau menemukanku, aku sudah terpikat kepadamu…”

Aku sedikit bergidik mendengarnya. Apakah ini benar-benar nyata? “Ini… juga pertama kalinya untukku.” gumamku pelan.

“Benarkah? Terima kasih sudah melakukannya denganku. Sekarang aku milikmu, aku tidak akan bisa pergi darimu meskipun kau mengusirku kecuali jika kau membunuhku karena saat tubuh kita menyatu, hidupku sudah menjadi milikmu,”

“Jadi kau tidak akan meninggalkanku?”

“Tentu saja, dan alasan kedua adalah, karena aku sudah… jatuh cinta kepadamu,” ia menatap mataku.

“Mungkin… a-aku juga, sudah jatuh cinta kepadamu, Hiru.”

Aku merasakan senyumnya. “Aku sangat bahagia bisa menjadi manusia, Nabilah, karena aku bisa menyentuhmu, mendekapmu seperti ini,” bisiknya di telingaku.

“Jadi sebelumnya saat… saat aku… saat aku tidak tahu kalau kamu adalah si-siluman, ka-kamu melihat semuanya?” tanyaku gugup.

“Tentu saja. Dan kau benar-benar menyiksaku. Selalu telanjang di depanku, hanya memakai baju tidur transparan tanpa dalaman apapun, bahkan mengajakku mandi bersama, kau tidak tahu betapa tersiksanya aku.”

“M-maaf, aku tidak tahu…”

Hiru tertawa kecil. “Tidak apa-apa, sekarang tidurlah… mulai kini, aku akan selalu ada di saat kau akan memejamkan mata dan saat kau membuka matamu,”

“Kau berjanji tidak akan menghilang besok pagi?” kupegang tangannya.

“Aku berjanji…” dan Hiru meremas jari-jariku, mesra.

END