GAIRAH TUAN MUDA 2

GAIRAH TUAN MUDA

Bab 2. Masalah Besar

   Malam itu, suasana mencekam menyelimuti ruang makan kediaman besar Keluarga Zhang.

Alan Zhang, pria berusia 65 tahun, ayah dari Dastan Zhang, raut wajahnya begitu buruk.

Dastan Zhang dan Aurora, duduk berseberangan, mereka berdua duduk di sisi kiri dan kanan Alan Zhang. Tidak ada yang makan, sedangkan makan malam yang disajikan mulai dingin.

BRAKKK!

Alan Zhang, memukul meja begitu keras.

“Jika kau tidak mau mengikuti program bayi tabung, berapa lama aku harus menunggu seorang cucu bermarga Zhang, lahir? Tidakkah kau tahu, betapa banyak pihak yang ingin menjatuhkan bisnis kita. Satu rumor beredar, maka harga saham kita akan terjun bebas!” tuntut Alan Zhang.

Dastan, seperti biasa selalu terlihat tenang. Bahkan, emosi sang ayah tidak pernah berpengaruh pada dirinya.

“Seperti yang Ayah ketahui, banyak pihak yang ingin menjatuhkan perusahaan dan itu artinya, sama dengan ingin menjatuhkan diriku! Bagaimana Ayah bisa, memintaku melakukan program itu, di mana resiko wanita lain mungkin akan hamil keturunanku! Apakah Ayah lupa, bagaimana repotnya mengurus semua anak haram, layaknya parasit itu?” cibir Dastan Zhang.

“KURANG AJAR!” raung Alan Zhang, yang murka, mendengar ucapan penuh ejekan putranya sendiri.

“Maaf, tapi aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Ayah tahu, bagaimana sulitnya aku menjaga, agar tidak ada anak haram milikku yang dilahirkan, tanpa sepengetahuanku? Jadi, program bayi tabung, tidak akan pernah aku setujui!” tegas Dastan, yang begitu tenang dalam menghadapi amarah sang ayah.

Lima, lima anak haram milik ayahnya, datang dan menuntut hak mereka. Hak! Ya, dengan tidak tahu malu, menuntut hak yang sama sekali bukan milik mereka. Pada akhirnya untuk memenangkan kelima anak haram dari wanita yang berbeda, sang ayah mau tidak mau memberikan anak perusahaan untuk mereka masing-masing. Serta menjamin, seumur hidup mereka akan hidup dalam gelimang harta.

Dastan, muak. Ia yang membantu sang ayah, membangun dan membesarkan perusahaan. Karena melihat hal tersebut, Dastan selalu memastikan tidak ada celah, anak haram miliknya lahir ke dunia ini. Tidak ada.

“Lalu, apakah kamu akan terus menunggu, sampai istrimu bisa hamil?” ejek Alan Zhang.

Ayah dan anak itu berbicara, seakan-akan Aurora Goh tidak ada di sana. Aurora, seorang putri dari pengusaha kaya, diperlakukan sangat tidak berharga dalam keluarga ini. Tangan indah milik Aurora, mencengkeram sendok begitu erat, menahan amarah. Siapa yang ingin sakit? Tidak ada! Sebenarnya, ini bukanlah masalah, masih ada jalan lain untuk hamil, yaitu dengan program bayi tabung. Namun, jalan itu langsung di tutup oleh suaminya sendiri.

“Aku, akan memberi ayah seorang cucu. Ayah hanya butuh seorang cucu bukan? Keturunanku! Jadi, tunggu dan bersabar. Akhir tahun, rumah ini akan bertambah satu orang anggota keluarga,” ucap Dastan, yakin. Ia memiliki rencana sendiri, rencana yang aman serta nyaman.

“A-Apa maksudmu?” tanya Aurora, dengan suara yang begitu lemah.

“Wanita lain akan hamil anakku. Saat dia hamil, kamu juga harus pura-pura hamil dan tinggal di luar negeri. Setelah wanita itu melahirkan, maka bayi itu akan menjadi milikmu, milik kita,” tandas Dastan, sama sekali tidak peduli dengan raut wajah istrinya yang memucat.

“T-Tapi, tapi–”

“Tidak ada tapi! Aku pastikan, anak itu akan menjadi milikmu dan wanita yang melahirkannya, tidak akan pernah muncul di hadapan kita! Tidak akan pernah!” tegas Dastan, memotong ucapan Aurora, yang jelas-jelas keberatan.

“B-Bagaimana kamu menghamilinya?” tanya Aurora. Ia tidak lagi peduli dengan ayah mertua yang duduk bersama mereka, di meja makan.

“Bagaimana?” ulang Dastan.

Aurora mengangguk, tanda mengharapkan jawaban.

“Seks!”

***

Keesokan harinya, Harry, tangan kanan Dastan Zhang, mulai menyebar kabar untuk menemukan wanita yang akan melahirkan anak, untuk Tuannya itu.

Tentu itu tidak dilakukan terang-terangan. Jaringan bisnis gelap yang digunakan untuk menemukan wanita itu. Tentu saja, wanita baik-baik tidak akan mau melakukan hal seperti ini. Namun, standar Dastan Zhang amatlah tinggi. Sebab, ia akan membayar sangat mahal untuk wanita itu dan pihak yang menggaransi.

***

Lyra Yee, sibuk mengantarkan minuman beralkohol ke ruang VIP, klub malam Zero. Hari ini, malam minggu. Klub amat ramai dan dipenuhi orang-orang mabuk. Bekas muntahan berceceran dan Lyra juga harus membersihkan kekacauan itu.  Namun, sisi baiknya adalah saat orang mabuk, maka mereka lebih royal dalam memberikan tip.

Kedua tangan memegang nampan, yang di atasnya tersusun botol-botol minuman keras. Menggunakan pinggul, Lyra mendorong pintu ruang VIP hingga terbuka lebar dan melangkah masuk.

Sekelompok pria dan wanita, menari liar di dalam sana, mengikuti dentuman musik yang memekakkan telinga. Lyra melihat di atas meja tersebar butiran obat, ini adalah tanda tidak bagus. Mereka teler dan Lyra harus segera meletakkan minuman ini, lalu pergi. Orang mabuk alkohol masih bisa dihadapi, tapi jika dengan obat-obatan, lebih baik menyingkir.

Lyra berlutut di depan meja dan mulai menata botol minuman itu. Tangannya amat cekatan, ia harus segera keluar, sebelum sekelompok orang itu memperhatikan keberadaannya.

Namun, sial. Karena terburu-buru, siku tangan Lyra menyenggol botol anggur di samping dan terjatuh. Ya, botol itu pecah dan semua mata langsung tertuju padanya.

Lyra buru-buru berdiri dan membungkukkan badan. Mulutnya sibuk mengucapkan permintaan maaf.

Di lantai bawah klub, tepatnya di ruangan boss. Pemilik klub ini adalah seorang janda yang amat cantik. Bisnis ini diwariskan oleh sang suami yang sudah meninggal.

“Nyonya Kwan, ada keributan di ruang VIP Jade,” seroang pengawal, melangkah masuk dan memberi laporan.

Amy Kwan, berusia 50 tahun. Namun, orang-orang yang tidak tahu usia aslinya, maka mengira ia masih berusia akhir 30-an.

Amy menurunkan rokok yang dijepit di antara jari telunjuk dan tengah. Menghembuskan kepulan asap dari bibir merahnya, lalu memadamkan rokok itu di atas asbak kristal yang indah.

Dengan anggun, Amy berdiri dari duduknya dan melangkah, keluar dari ruang kantornya itu. Cheongsam merah dengan panjang selutut, memeluk tubuh indahnya dengan begitu lekat. Rambut panjangnya, selalu digelung ke atas kepala dan ditahan dengan tusuk konde emas asli, yang bertahtakan berlian. Kulitnya yang seputih susu, tampak bersinar saat berpadu dengan cheongsam merah terang itu.

Stiletto merah mengkilap, membuat setiap langkah kaki Amy, terlihat begitu indah.

Ada apa lagi ini? Pikir Amy yang masih begitu penat, akibat permintaan seorang taipan yang tidak masuk akal. Namun, karena bayarannya yang spektakuler, maka Amy harus berpikir keras untuk memenuhi permintaan itu. Hanya saja, permintaan itu cukup aneh, untuk zaman sekarang ini. Begitulah, mereka yang memiliki uang dapat mengajukan permintaan tidak masuk akal dan orang-orang seperti dirinya, yang akan berusaha keras untuk memenuhi hal gila tersebut.

Begitu keluar dari ruangan kantor, lima orang pengawal, mengekorinya.

Amy naik ke lantai atas, menuju ruang VIP Jade, yang sedang ada masalah. Jika sampai Amy harus turun tangan, ini artinya adalah masalah besar.