Undercover Mask
silahkan tinggalkan komentar, kritik dan saran jika suhu berkenan.
TRRRRT….TRRRT…TRRRT
Suara alarm HP membangunkanku dari buaian alam mimpi di pagi subuh yang dingin dan terasa damai ini.
HOOAMMMS…
Aku menguap dan merenggangkan kedua tanganku ke atas pertanda mataku masih berat dan enggan beranjak dari kasur, kalau saja mengingat hari ini hari pertama mulainya masa SMA ku, aku takkan bangun di pagi yang dingin ini ditambah lengkingan emak yang membahana seisi rumah demi membangunkan anak satu-satunya ini. Aku wajib bangun kalau tidak ingin merasakan tinju kanan emak yang lumayan membuat sesak nafas selama tiga hari itu. Ya, babe dan emak dulu sebelum aku lahir adalah preman dan jawara di kampungnya, ilmu Silat yang mereka miliki sangat tinggi tak pelak mereka menjadi preman jawara yang paling disegani dan ditakuti preman lainnya seantero kampung Dusun Ciremai. Kampungku memang dikenal dengan kampungnya para jawara dengan babe ku yang bertahta di pucuk paling atas.
Sebagai orang tua wajib bagi mereka menurunkan ilmu silatnya kepadaku, mereka mulai mengajariku silat saat aku berumur 7 tahun. Dengan bakat alami yang diturunkan orang tuaku, aku cepat belajar memahai dan memraktekkan ilmu silat yang bisa ku bilang memiliki teknik-teknik yang mematikan dengan sapuan, kuncian dan bantingannya tak lupa ilmu tenaga dalamnya tapi itu untuk pertahanan terakhir. Hingga semua ajaran ortuku semuanya dapat kupahami saat aku menginjak 15 tahun. Walaupun ilmu yang kumiliki hampir menyaingi ilmu orang tuaku, aku tak besar kepala dan sok jagoan dengan menindas yang lemah, BANCI, menurutku itu, aku tetap bersikap seperti pelajar biasa yang baik dan bersahabat.
Dengan sikapku yang seperti membuat masalah tak pergi begitu saja, ketenangan yang kuingini tak selamanya mulus. Aku memiliki tingkat emosi yang tinggi yang tak dapat kukuasai saat ada yang berani menghina orang tuaku atau merendahkanku. Pernah ketika SMP aku mematahkan kaki dan tangan lima orang siswa bandel nan urakan yang menghinaku dengan anak haram padahal aku tahu mereka hanya bercanda tapi aku tak suka! Mereka ini memang sering buat onar di lingkungan sekolah, sudah lama aku menahan-nahan diri agar tak menghajar mereka dan saat itu sudah di ujung batasnya. Dan berbagai kasus-kasus perkelahian lainnya menghiasi masa SMP ku. Orang tuaku bangga dengan semua itu karena mereka tahu bukan aku yang memulainya dan mereka tetap mendukungku, beginilah kalau nasib punya ortu preman :V.
Namaku M. Rafa, menurut temanku aku memiliki wajah yang lumayan namun karena seringnya aku berkelahi dan menghabisi lawanku banyak yang takut untuk dekat denganku mereka takut anggota badannya tak berbentuk lagi haha. Hari ini aku akan masuk SMA Tunas Rambutan, salah satu sekolah favorit dikotaku yang siswanya rata-rata anak gedongan, entah keberuntungan apa aku bisa diterima di sekolah ini tapi aku senang bisa masuk sekolah favorit ini.
“Thong, emak ingetin sekali lagi ya, di sekolah ini pokoknya lu harus jaga kelakuan sama emosi lu, lu bukan bocah lagi lu dah besar sekarang, utamain selesaikan masalah dengan kepala dingin, musuh jangan dicari tapi kalo musuh datang lu jangan lari tapi hadapi” ucap emak ku mewanti-wanti agar aku sebisanya meminimalisir terjadinya masalah sudah berkali-kali beliau mengingatkan hal ini.
“Iye mak, Rafa bakalan lebih ngejaga diri lagi supaya gak gampang emosian” balasku sementara babe ku hanya diam sambil sesekali memerhatikanku dibalik Koran yang dibacanya.
Selesai sarapan aku kembali ke kamarku untuk memakai seragam putih abu-abu yang masih tercium aroma barunya. Dan kali ini keputusanku sudah bulat aku akan mengubah penampilanku seperti siswa culun kutu buku. Dengan bantuan minyak rambut gat*by aku menyisir rambutku belah pinggir, baju seragam kumasukkan ke celana, celanaku pun ku atur sedikit di atas pinggang dan terakhir kacamata berframe tebal namun tidak ada minusnya karna mataku masih normal kusampirkan di mataku. Kupatut diriku di cermin, KLOP, aku sudah mirip pelajar culun kutu buku dengan begini aku berharap takkan ada masalah yang kudapatkan nanti.
“Ya ampun Rafa, lu yakin dandanan beginian?” tanya emak ku yang kaget akan penampilan sementara babeh ku hanya tertawa cekikikan.
“Yakinlah mak, biar orang-orang gak gangguin Rafa ntar kalo dandanan yang beginian” jawabku diplomatis
“Yaudah nih uang saku lu, sana gih berangkat salim dulu sama babe lu sono” Aku pun salim pamit sama kedua orang tuaku.
Perjalanan ku ke sekolah memakan waktu 30 menit menggunakan jasa angkot, setelah sampai aku turun dengan dandanan “culun” ku. Apa yang kulihat sungguh luar biasa, para siswa lelakinya yang keren dengan seragam yang ngepress di badan mereka yang rata-rata berisi itu dan yang lebih membuat mataku terpana adalah para siswinya mata ku seakan susah berkedip, baju seragam yang rata-rata ngepas dengan tubuh mereka yang seksi ditunjang dengan ukuran buah dada yang matang sebelum waktunya, rok ketat yang menampilkan sedikit paha mulus dan bokong yang begitu menggoda iman berhasil membuat jakun ku naik turun.
“Hah, semoga aku kuat bertahan di sekolah ini” gumamku pelan lalu melanjutkan langkah memasuki sekolah