The Bastian’s Holiday [DISCONTINUE]

THE BASTIAN’S HOLIDAY
From The Story of ” The Blue Heaven” Selamat datang di Cerbung ane yang baru. Kali ini ane akan membuat cerita tentang hari hari Bastian semasa Liburan. Jadi Cerita ini masih ada kaitanya dengan cerita ane yang sebelumnya yang berjudul The Blue Heaven : Pelajaran Hidup Sebagai Mahasiswa Perantauan. Ceritanya ya cuma berkutat pada bagaimana mahasiswa ngisi liburannya, bagaimana dia ngelakuian hal hal menarik dengan sahabat sahabat SMAnya yah seputar itu saja sih jadi gak Meluas banget seperti The Blue Heaven. jadi semoga agan agan dan suhu suhu suka dengan cerita ini. Kritik dan Saran selalu ditunggu buat kebaikan penulis kedepanya. Dan kiriman Cendol dan Thanks juga boleh biar penulis makin semangat ngelanjutinya. Kalau ada hal yang kurang berkenan mengenai isi cerita ini silahkan tuangkan melalui kolom komentar atau bisa PM ko. hehe. Terimakasih segitu aja pembukanya. Selamat menikmati DISCLAIMER

1. Cerita ini adalah Fiktif belaka, kesamaan tokoh, kejadian, Tempat dan lain sebagainya bukanlah suatu kesengajaan. Ini adalah murni dari buah imajinasi penulis semata 2. Penulis tidak mensensor tempat ataupun nama wilayah yang ada dicerita ini. Tidak ada maksud untuk menghina suatu tempat karena ini hanya karangan dan imajinasi saja 3. Penggunaan istilah agama seperti Jilbab, Ustad, Pendeta atau Istilah daerah dan lain sebaginya, merupakan pelengkap untuk jalannya cerita tidak ada unsur kesengajaan untuk melecehkan suatu golongan, suku atau agama tertentu (No SARA) 4. Penulis sampai saat ini masih belajar untuk menulis yang baik dan benar. Kesalahan seperti TYPO dan kesalahan penulisan lainya silahkan diutarakan melalui kolom komentar. Penulis dengan senang hati menerima Saran dan Kritik sepedas apapun 5. Siapkan Tisu, penulis akan merasa senang apabila karya tulisan ini dapat membangkitkan gairah para pembaca. hehehe.

THE BASTIAN’S HOLIDAY PROLOGUE By : Marucil​
Tahun ini adalah tahun keduaku sebagai mahasiswa di sebuah Universitas Negeri yang paling ternama di kota Yogyakarta. Selama tiga Semester ini, aku telah memperoleh Ilmu dan pengalaman yang sangat berharga. Di Bangku kuliah aku mempelajari ilmu agar kita sebagai manusia bisa memahami manusia lainnya. Aku memahami bahwa di Dunia ini manusia tidak akan pernah bisa untuk hidup seorang diri, kita adalah makhluk lemah yang sangat bergantung dengan manusia lain. Maka dari itu semenjak aku mempelajari ilmu sosiologi, aku sedikit demi sedikit mampu memahami dan merasakan apa yang terjadi di tengah Masyarakat kita. Aku bersyukur dulu aku memilih jurusan ini sebagai tempat aku menimba Ilmu. Ilmu tidak hanya didapat dari bangku kuliah semata. Ilmu bisa dicari bahkan bisa kita ciptakan melalui suatu fenomena yang ada. Melihat dan merasakan langsung apa yang terjadi dilapangan merupakan sumber Ilmu yang paling berharga. Kita tidak akan tahu karakter setiap manusia bila kita tidak mau bersentuhan langsung dengan mereka. Berbekal Ilmu yang aku dapat dari bangku kuliah, kini aku dapat dengan mudah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dahulu aku dalah seorang anak yang cenderung malu untuk berinteraksi dengan orang lain terlebih kepada orang yang lebih tua. Tetapi kini tak ada batasan bagiku untuk berinteraksi dengan siapapun. Tua muda, Lelaki, perempuan, Jompo, Hingga anak anak sekalipun. Dengan bekal ini sekarang aku dengan mudahnya memperoleh teman dan sahabat baru. Kehidupanku selama merantau di kota Yogyakarta tidak hanya sebatas Kuliah dan kuliah saja. Tetapi aku juga menjalani sebuah kehidupan ganda yang sekarang sangat aku nikmati. Memang benar seperti yang banyak orang katakan. Bahwa Mahasiswa tidak akan pernah lepas dari sebuah gaya hidup yang berhubungan dengan seks. Yah bukan rahasia lagi kalau di setiap perjalanan hidup seorang mahasiswa pasti diiringi dengan kehidupan Indah yang seharusnya belum mereka rasakan. Sejak pertama kali aku merasakan berhubungan intim dengan wanita yang usianya sangat jauh dariku. Aku menjadi seseorang yang mengidam idamkan sebuah kenikmatan dari seorang wanita. Tidak didasari cinta tetapi berlandas atas dasar kesadaran dan kemauan satu sama lain. Itulah Hal yang aku dapatkan setelah hampir dua tahun aku menimba Ilmu di kota dengan julukan kota Pendidikan. Terkadang aku merenung dan meratapi apa yang sudah aku jalani ini. Kadang aku merasa apa yang kulakukan ini adalah kesalahan. Tetapi aku juga tidak bisa lepas dari hal itu. Akhirnya kuputuskan saja untuk tetap menjalani hal itu bersamaan dengan kehidupan normalku sebagai seorang Mahasiswa. Atas apa yang terjadi, atas kebohongan yang sudah terucap aku anggap semua itu sebagai sebuah,
Pelajaran Hidup Sebagai Mahasiswa Perantauan​
Libur semester pun telah tiba. Kepenatan akan tugas-tugas terstruktur dan penelitian lapangan yang begitu memeras otak tenaga sudah aku jalani semua. Petualang dari sisi kehidupanku yang lain juga sudah kutuntaskan. Sudah tidak ada lagi tunggakan yang mengganjalku saat ini. Aku sudah tidak sabar bertemu Mama dan Papaku di rumah. Aku juga sudah tidak sabar memperlihatkan nilai nilaiku semester ini. Orang tuaku pasti akan bangga melihat anaknya memperoleh nilai yang sangat baik. Semester ini aku memperoleh Ip 3,7. Ya Nilai itu memang membutuhkan usaha yang sangat keras. Tetapi pengorbanan itu rasanya seimbang. Well, setidaknya pasti ada reward dari semua pengorbanan. Intinya aku senang dan sudah tak sabar untuk memperlihatkannya. Selain rindu dengan kedua orang tuaku. Aku juga sangat rindu pada 4 orang sahabatku yang paling berharga. Kami sudah saling bersahabat sejak kami masih SMP. Semua hal menarik sudah kami lakukan. Dan sekarang aku sudah tidak sabar berjumpa dengan mereka lagi. Sahabat-sahabat yang paling mengerti aku. Aku telah berjanji untuk menghabiskan sisa waktu liburanku bersama mereka. Aku tak sabar petualangan apa yang akan kita buat. Aku tak peduli. Bisa berkumpul bersama mereka saja aku sangat senang. Karena mereka tak hanya kuanggap sahabat, tetapi mereka adalah Keluarga bagiku.

Act 1 NIGHT TRAIN By : Marucil​
Kereta Taksaka malam mulai melaju dari Stasiun Tugu Jogja. Masinis membunyikan bel yang menandakan kereta sudah siap melaju menuju Jakarta. Pasti butuh waktu untuk segera sampai, dan pasti perjalanan ini akan sangat panjang dan begitu membosankan. Untungnya aku ditemani oleh mbak Icha, Teman sekaligus Kakak bagiku. Dia seorang wanita yang sangat cantik. Tetapi yang membuatku begitu mengaguminya adalah kebaikan dan kepeduliannya akan sesama termasuk diriku. Dia kerap membimbingku dalam berbagai hal, itulah yang membuatku menganggapnya sebagai kakakku sendiri. Di dalam kereta aku dan mbak Icha saling mengobrol. Kita mulai saling melempar topik. Mbak Icha memang perempuan yang sangat asyik diajak mengobrol, bahkan ia akan tetap menyenangkan walau topik yang aku lontarkan terkadang tidak penting–seperti baju kondektur yang lecek, tukang pecel di Malioboro, Harga hotel di jalan ‘Pasar Kembang’. Dari sekian banyak topik yang sudah kita bahas, semuanya selalu bermuara pada photoghraphy. Dua bulan ini kita memang secara intens membicarakan ini, bahkan mbak Icha tak segan membagikan ilmu yang ia miliki, dan selalu berusaha membujukku agar memiliki satu unit kamera–intinya dia berusaha mencari teman hunting foto, itu saja tidak lebih. Lama kami ngobrol akhirnya bahan obrolan kami habis. Kami tak tahu harus berbicara apalagi. Akhirnya kami berdua asyik dengan Gadget masing-masing. Mba Icha memainkan game di iPadnya sementara aku memilik membuka aplikasi chat asyik dan bersenda gurau di group chating ‘Serigala’. Sudah tidak sabar aku ingin berjumpa dengan mereka. Hampir setahun ini kami tidak saling berkumpul. Kami berlima sepakat bila aku sudah di Jakarta kami akan mengadakan pertemuan. Dan kami akan menggila seperti masa SMA dulu. Lima Serigala akan berkumpul kembali. Awuuuwww… Suara dari pengeras suara membangunkanku. Tadinya kupikir kami sudah sampai, rupanya kami masih ada di Stasiun Cirebon. Sialan sedang enak tidur malah ke bangun. Tapi tak lama masinis kembali melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. Suasana di dalam gerbong sangat sunyi. Yah, karena ini memang kereta malam dan semua penumpang memanfaatkannya untuk Istirahat agar sesampainya ditujuan mereka bisa fit dan langsung melanjutkan aktivitas. Kulihat dikursi belakang dan depan semua penumpang sudah tidur. Beberapa dari mereka menggunakan selimut yang disediakan untuk menahan dingin di dalam gerbong ini. Aku duduk sisi luar kursi sementara mbak Icha disisi dalam, sejenak aku tertawa kecil mengingat kejadian sebelum berangkat. Kami sama-sama berebut ingin duduk disisi dekat jendela, padahal perjalanan malam duduk dimanapun bukannya sama saja. Kulihat ia tertidur begitu pulas. Kepalanya ia sandarkan pada sudut jendela dengan beralaskan bantal melindungi kepalanya. Wajahnya begitu sayu ketika tidur, seolah tanpa dosa setitikpun. Kupandangi terus wajahnya yang sangat cantik dan anggun. Aku tak menyangka kemarin malam aku sudah berhubungan badan dengannya. Aku memang sangat senang akan semua yang terjadi kemarin malam. Seolah itu adalah yang kudambakan selama ini. Tetapi yang membuatku bahagia bukan karena aku dapat merasakan dan bersentuhan dengan kulitnya. Tetapi secara tak langsung aku telah merubah paradigmanya selama ini tentang sosok laki laki. Ya selama ini dia memang seorang lesbian, dan baginya berhubungan lagi dengan seorang laki-laki adalah sebuah kekalahan. Tetapi aku berhasil merombak persepsi yang telah tertanam di jiwanya selama bertahun tahun. Aku tersenyum bila mengingat kejadian itu. Lalu tak lama mbak Icha menggerakkan tubuhnya hingga selimut yang menutupi tubuhnya sedikit tersingsing. Malam ini ia mengenakan sebuah Kaos hitam tanpa lengan yang memperlihatkan bentuk lengannya yang sempurna. Entah karena udara dingin atau sedari tadi aku mengingat akan kejadian kemarin malam, aku merasa sedikit terangsang. Kemaluanku mulai menggeliat, terlebih ketika melihat belahan dada mbak Icha yang sedikit terpampang karena kaos yang ia kenakan memiliki belahan kerah yang sedikit terbuka, serupa dengan tank-top. Walau kemarin malam aku sudah sangat puas meremas dan mengulum puting yang ada dibalik kaos itu. Tetapi rasanya situasi ini telah mempengaruhiku untuk melakukan sesuatu hal yang sedikit nakal. Lalu tanpa aku sadari tanganku mulai bergerak. Kulihat lagi semua penumpang masih tertidur lelap. Lalu kini tanganku sudah semakin dekat menuju dada mba Icha–walaupun kecil ukuranya tetapi tetap membuat jantung ini berdetak. Haaap. Akhirnya Telapak ini sudah berada di depan dada mbak Icha. Ia tidak bergeming yang membuatku semakin berani. Lalu kuberanikan diri untuk sedikit meremas. Perlahan lahan aku meremas payudaranya. Namun…. ” NGAPAIN LOE BAS?” ” Lepas kagak, kalau nggak gue Tabok nihh.”Gertak mbak Icha dengan suara lirih. Oh tidak, sial. Ternyata mbak Icha sadar apa yang tengah aku lakukan segera kutarik tanganku dari payudaranya. Lalu mbak Icha menarik kembali selimut dan menutup lagi tubuhnya. Aku malu sekali dan tiba-tiba aku takut. Apa yang sudah aku lakukan. Oh tidak ini kan tempat umum. Aduhh bodoh bodoh bodoh Yang aku takutkan bukan karena mbak Icha akan marah atas perlakuanku padanya. Tetapi sebuah kemungkinan dia akan menjadikan hal ini sebagai bahan bulian utnukku nanti kalau aku sudah balik ke Jogja.
__________________​
“Selamat datang di Stasiun Gambir., kepada penumpang mohon memperhatikan barang bawaan…….” Suara dari pengeras suara itu membangunkanku dari tidurku. Rupanya sekarang sudah sampai di stasiun Gambir Jakarta. Aku membangunkan mbak Icha yang tertidur di atas pundakku. Lumayan pegal sih semalaman pundakku jadi tumpuan. Kami berdua segera turun dari kereta. Aku menelepon papahku yang katanya mau menjemputku. Tak lama aku pun bertemu dengan papah yang sudah menunggu di bawah. Aku memperkenalkan mbak Icha kepada papah lalu kami bergegas menuju rumah. Beberapa menit kemudian kami sampai di rumah. Papah langsung memarkirkan mobilnya di dalam Garasi. Aku dan mbak Icha pun turun lalu segera masuk ke dalam. Rupanya mama belum tidur, sengaja ia menunggu aku sampai. “Maamaaaa,” Soraku ketika bertemu dengan mama “Uhhh … anak mamah udah pulang, mama kangen tahu gak?. kamu disuruh pulang gak pulang-pulang bandel yaah” sahut mamah yang terlihat senang dengan kepulanganku. “Tian juga kangen Maaah,” jawabku sambil memeluk mamah. “Oh iya ma ini kenalin temenku yang waktu itu aku ceritain.” Kataku sambil memperkenalkan mbak Icha pada Mamah. “Marissa Tante, salam kenal” “Wah namanya secantik orangnya yaah, saya mamahnya Bastian, dek Marissa gak usah sungkan yah anggep saja rumah sendiri.” “Iya Tante makasih loh sudah di izinin nginap.” “Iya sama-sama, dek Marissa laper gak mau makan dulu .. atau mau langsung istirahat aja?” Tanya mama. ” Makasih, tapi kayaknya langsung Istirahat saja Tante.” “Oh Ya sudah, yuk Tante anterin ke kamar” ajak mama mengantar mbak icha ke kamar tamu yang sudah dipersiapkan mama sebelumnya. “Maaaah, kalao gitu Tian juga kekamar langsung yah, masih ngantukk nihhh.” Mama mengantar mbak Icha ke kamar tamu dan aku juga menuju Kamarku sendiri. Ahhhh Rasa rinduku sudah terobati. Cukup lama aku meninggalkan kamar ini. Komputer kesayanganku, game consoleku tercinta, koleksi-koleksi komik dan action figureku.. Ohhh aku rindu sama kalian semua “Ohhhh Iron Man, kamu kok berdebuu gituuu, pasti Bi Dijah gak pernah bersihiin kamuu yaah, yah ampun kasihaaan” “Yaaah, ini Goku sama Lufy juga berdebu. Aduhhh sabar yahh, besok pasti aku bersihin kalian semua, kalian sabaar yaaahhh. Aku mau tidurrr dulu, ngantuk nih.” Kataku pada semua koleksi action fiugureku. Setelah puas melepas Rindu dengan benda benda kesayanganku. Aku segera merebahkan tubuhku diatas kasur empuku. Kutarik selimut dan segera memejamkan Mata. Semoga tidurku dapat nyenyak malam ini. Ahh sudah setengah 3 rupanyaa…… Aaahhhh……
ZZZZ….. _____________​
“Yayang, yaaayaaang, bangun dong sayaang sudah siang niih, ayo sarapaan duluuu”

“Yaaayaaang, ayooo Banguuuuun!!!”

“Yayaang” “Yayaaaang” Tok tok tok tok “Yayang, bangun sayang, sudah pagi ayoo sarapan dulu itu ditunggu papa sama dek Marissa looh!!!” “Bangun yayaang” suara mama mengetuk pintu dan terus membangunkanku sedari tadi. “Iya iyaaa iyaaaa maah, Yayang udaaah banguuun kook” “Yah udah ni buka pintunya dulu dong sayaaangggg.” Akhirnya dengan kondisi yang masih sangat mengantuk, aku berjalan menuju pintu dan membukakan pintu kamarku untuk mamah. Lalu aku kembali ke atas kasur kesayanganku dan menjatuhkan tubuhku dengan posisi telungkup. “Aduhh yayang, kok malah tidur lagii” “Ayoo ayoo banguun, tidurnya udah puaas kan. “Ayooo dong bangun, lihat tuh dek Marissa saja udah bangun dari tadi” “Ayo ayooo, cuci muka cuci mukaa.”Bujuk mamah agar aku bangun. “Iya iya mamah, ini aku banguuun kokk” kataku sambil berusaha bangkit lagi dari kasur. “Nah gitu, yah udah kamu mandi cepet mama tunggu dibawah, kita sarapan bareng soalnya papah mau pergi” “Iya maaahhhh.” Akhirnya kukumpulkan tenagaku, kuregangkan tubuhku agar teras fresh kembali. Lalu bergegas kumasuk kedalam kamar mandi cuci muka sikat gigi lalu kurapikan sedikit rambut singaku Kulihat kumis dan berewokku sudah mulai tumbuh lagi. Emm tapi nanti sajalah aku cukur, aku masih punya banyak waktu untuk melakukannya. Seusai membersihkan diri aku segera turun dari kamarku dan bergegas menuju ruang makan. Sesampainya di sana, papa Mama dan mbak Icha telah siap di meja makan. Ku sapa mereka semua dan memberikan kecupan pagi untuk hari ini. “Pagii pahh, Maaah, Mba Ichaaa” “Pagiiiii, ayooo duduk kita sarapan dulu” Jawab papah “Kamuu ini kalau di rumah bangunnya susaaah sekali, ya sudah ayoo sarapan duluu” kata mama sambil menuangkan makanan diatas piring lalu memberikannya padaku. “Memang kalau di kos juga suka begitu ya dek Marissa?” Telisik mama mencoba mengorek kebiasaanku kalau di kosan. “Wahh kalau di kosan malah lebih gawat Tante, waktu itu kan pernah kita semua janjian buat Jogging pagi, dan yang bikin rencana itu yah Bastian sendiri. Tapi yang gak ikut justru malah dia sendiri, eh pas kita dah pulang jogging dia masih tidur juga” jelas Mba Icha panjang, berhasil membongkar semua aibku “Sampai segitunya.. Yah ampuun yayang, kamu tu lohhh jangan keseringan begadang ah, ndak baik buat kesehatan.” Kata mama menasihatiku. “Iya maaah iyaa. Ah mbak ichaa nihhh pake diceritain segalaa.” Kataku sedikit malu. “Udah gak apa apa, jaman papa kuliah juga kaya gitu kook, ” kata papa membelaku. “Asiiik ada yang ngebelaiin, tos duluu paaah” Sahutku sambil Tos dengan papah. “Haduuuh ini anak sama papanya sama aja memang, ya sudah yu kita makan duluuu” “Ayoo papah jangan baca koran terus ahh.oran kemarin kok yo dibaca hari minggu, ” Sahut Mamah menyuruh papa berhenti membaca koran. “Baca koran kan nda ada batasan hari mau di baca kapan, lagian ini ada berita menarik, sedang hangat dibincangkan di media.” “Memanggg beritaaaaa apaaan paaah” kataku dengan makanan yang sudah aku masukan kedalam mulut. “Berita tentang jaringan kelompok mafia di Indonesia, nah yang bikin menarik itu ternyata yang memimpin itu adalah kelompok aliran sesat. Ngeri yah, ternyata di Indonesia ada kaya gitu juga” Jawab papa sambil menekuk korannya dan mulai menyantap makanan yang sudah disajikan. “Ohhh beritaa ituuu.” “Hmmm, maaah ini yang masak siapa mah? Kok rasanya beda sama masakan mamah” “Ini yang masak dek Marissa, tahu ndak dari tadi pagi dek Marissa udah bantuin mamah loh, nemenin kepasar bantuin masak juga, kamu malah molor terus” jawab mamah. “Iyaaa Mba, ini kamu yang masak” Tanyaku. Mba icha hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Akhirnya kami meneruskan makan buatan mbak Icha ini. Kami sudahi dulu mengobrol sembari makan. Rupanya Masakan mbak Icha cukup enak juga. Gak kalah sama masakan mamah. Gak nyangka dehh. Tak lama kami pun selesai makan, mama segera membereskan piring dan membawanya kebelakang. “Wahhh masakan kamu memang enak yah dek Rissa, Gak salah kamu pilihh pacar Bas..” Kata papah yang sedikit membuat aku dan mba Icha terkejut. “Memang kalian sudah berapa lama pacaran? Kok kamu nda pernah bilang papa sih? ” Tanya papa. “Ahhh, siapa yang pacaran paah, kami cuma teman kokkk. Papa ini mengada-ada deh” Bantahku. “Halaaah, gak mau ngaku kamu ini.” Pancing papa lagi. “Beneran Paahh, aku sama mbak Icha ini cuma temen, lagian kan mbak Icha lebih tua 6 tahun dari Bastian, gak mungkinlah kita pacaran” sanggahku lagi. “Loohh yah gak masalah, Nabi saja sama siti Maryam beda 20 tahun tapi mereka bisa saling mencintai. Umur gak jadi masalah” sahut Papah mulai bersemangat. “Aduh papa ini pagi pagi kok yo bahasnya pacaran mbok yo bahas yang lain toh yoo”. Mama mencoba menghentikan papa. “Hahaha, yah gak apa apa lah mamah.” “Maaf yah dek Marissa papanya Bastian ini memang kaya gitu, orangnya suka ceplas ceplos.” Kata Mamah sambil duduk lagi di meja makan. “Ah gak apa apa kok Tante,” Jawab Mba Icha sambil tersipu malu. Sialan nih papa pagi-pagi dah buat geger aja. “Eh dek Marissa jadi pergi jam berapa?” Tanya mama tiba tiba. “Acaranya si Siang Tante, tapi palingan saya jalan jam 9an biar nda telat.” “Memang dek Rissa mau ke mana?” Tanya papa menyambung. ” Anu Om saya ada hunting Foto siang ini.” Jawab mbak Icha singkat. “Lohhh , rupanya kamu ini photographer tohh? ” “Iya om, ya cuma sekedar hobi sih om, tapi ya hobi yang menghasilkan sihh” jawab mbak Icha mulai mencair. “Wahhh om pikir malah kamu yang jadi modelnya, eh malah kamu yang jadi photographer, kamu pakai gear apa dek?” Tanya papa. “Saya pake Nikon Om dari dulu.” Jawab Mba Icha. “Waaahhhh kalau gitu kita sama dong dek? Om juga dulu pakai Nikon” ” Jadi Om suka photography juga?” Tanya mbak Icha terpancing. “Yah jaman muda duluu sih, kalau sekarang sudah nda sempat.” “Lah papa kok gak pernah bilang sih kalau hobi foto?” Tanyaku. “Yah kamu gak pernah tanya kan? Lagian dari dulu papa lihat kamu gak ada tanda tanda bakal suka foto sih jadi papa gak pernah kasih tahu kamu ..” Jelas papa. “Ahh papa mah gituuu” “Yahh kan papa lupaa Bass. Hahaha” Jawab papa sambil. Tertawa. “Yah sudah kalau gitu nanti kamu bareng om saja ya kesananya” “Memang gak ngerepotin Om?” “Halaah enggak lah, masa sama calon mantu sendiri ngerasaa direpotiin.” Canda papa lagi. “Papaaa, Udaah dong kasihan Marissa tuh dari tadi papa candain terus.” Kata mama “Tahuu nih papah mah gak berubah nih dari dulu suka ngejailin temenya babas…” “Hahahahaha” ” Kan gini-gini papa masih berjiwa muda, hahahaha” “Papah papah” mama menggelengkan kepala Sementara itu mbak Icha semakin dibuat tersipu. Kulihat pipinya mulai memerah, membuatnya terlihat begitu manis dengan rambutnya yang ia gulung kebelakang. “Oh iya Mah Pah Bastian jadi lupa kan gara gara papa becanda terus” “Nahh bastian mau kasih tunjuk ini niiih” kataku sambil menyodorkan amplok berisi KHS ku semester ini. “Apa ini” kata mama sambil membuka amplop dan melihat isinya. “Nahhh gituu dong, ini baru anak mamah yang pinter, lihat Pah Bastian dapet IP 3 lagi” “Nah sesuai janji donggg paaah?” “Yah yah, karena papa udah janji bakal kasih kamu reward kalau kamu dapet IP 3 lagi makannya papa akan penuhin semua. Sekarang kamu apa sebagai rewardnya.” “Ehmmm apaa yaaah?” Agak sedikit bingung. “Kalau satu set kamera pro boleh gak pah?” “Deal” tanpa basa basi papa langsung menjulurkan tangannya kearahku. “Jadi boleh nihhh.” “Bolehh banget lah, kalau kamu mintanya itu, akan segera papa penuhi biar kamu semakin serasi sama dek Marissa ini, Hi hi hi hi” kata papa sambil berjabat tangan denganku. “Ahh papa mah ngomongnya kaya begitu terus, aku jadi gak enak nihh pah sama mbak Icha” Kataku lirih “Tapi beneran kan jadi beliin Kamera?” tanyaku memastikan. “Beneeer, besok deh papah cariin yang terbaru.” “Asiikkk, Makasih ya paaah. Akhirnya keriuhan di meja makan pun berakhir. Papa ini ada-ada saja mana mungkin aku sama mbak Icha pacaran. Dia gak tahu aja kalau mbak Icha itu lesbian. Dasar papa gara-gara omongannya mbak Icha jadi malu kaya gitu. Yah namanya juga papa, dia memang orangnya seperti itu. Senang sekali menjaili teman-temanku yang main kerumah. Tapi aku senang berkat nilaiku di semester ini yang kembali mendapat IP 3 aku akan mendapat seperangkat kamera sebagai reward atas keberhasilanku. Senangnya hatiku. Setelah itu, Papa langsung masuk kekamarnya untuk bersiap diri. Katanya dia ada pertemuan dengan klien atau apalah dia tidak bilang. Papaku ini bekerja sebagai head manager disebuah perusahaan yang berjalan dibidang Property di Jakarta. Ya, itulah yang membuat keluarga kami terbilang berkecukupan. Sedangkan mama dia adalah seorang pengajar di sebuah universitas Swasta di Jakarta, selain itu mamah juga memiliki sebuah sanggar rias dibilangan Menteng Jakarta. Yah makanya mama selalu terlihat cantik di berbagai kesempatan. Aku berasal dari keluarga yang beragama, namun mama dan papa cukup moderat selama ini. Sekarang saja mama sudah tidak lagi menyuruhku untuk sholat. Baginya aku sudah cukup dewasa untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Sehingga sudah tidak ada kekangan lagi dari mereka terhadapku terkait masalah keimanan. Baik tidaknya aku, bergantung pada diriku sendiri. Itulah yang selalu mereka ajarkan padaku sedari kecil. Tetapi disamping itu semua, ada satu hal yang selalu ditanamkan pada didiriku oleh kedua orang tuaku terutama papa. Papa selalu mengajarkan padaku bagaimana kita harus senantiasa bertenggang rasa kepada semua orang. Hal terkecil adalah baik kepada tetangga sekitar. Sifat ayah yang satu itu membuatnya sangat di hormati dilingkungan tempat kami tinggal. Semua penduduk di perumahan ini sangat mengghargai keluarga kami. Karena kebaikan papah kepada para tetangga aku juga ikut dihormati dan disayangi oleh semua warga. Kemanapun aku pergi pasti diberi senyuman dan sapaan yang ramah. Tak jarang juga aku kerap dijamu makan oleh beberapa tentanggaku. Beruntungnya. Aku membuat kopi seorang diri, karena di rumah pembantu hanya datang hari senin hingga jumat. Setelah membuat kopi aku duduk di teras depan. Ingin sekali aku menghisap rokok, tetapi sampai sekarang kedua orang tuaku belum tahu kalau aku sudah mulai merokok. Jadi kalau di rumah aku selalu menekan keinginanku untuk merokok. Tersiksa memang, tapi mau bagaimana lagi. Di depan teras kulihat para tetangga sedang menikmati minggu pagi dengan melakukan jogging di sekitar lingkungan. Sesekali mereka berhenti di depan rumah dan menyapaku dengan ramahnya. Berulang kali aku harus membalas senyuman mereka hingga mulut ini terasa pegal. Banyak orang beranggapan, hidup diperkotaan akan mengikis rasa solidaritas sebagai manusia. Tapi nyatanya tidak, aku cukup beruntung tinggal dilingkungan yang peduli dengan sesama. Asyik menikmati kopi, tiba tiba mbak Icha datang menghampiri. Ia telah siap dengan perlengkapan photographynya. Ia berpenampilan sangat casual, Blue Jeans ketat, sepatu boot, atasan tank top putih dengan paduan kemeja flanel. Rambutnya ia ikat ke belakang dan hanya menggunakan riasan sederhana saja. Dia sudah tidak terlihat seperti model lagi. Saat ini ia sudah terlihat seperti seorang seniman, seorang photographer. “Ngopii sendiriaan ajaa loo, bagii dong” Sapa Mba Icha sambil duduk dan mengambil gelas kopiku dan menyeruputnya. “Habis tadi aku teriak teriak mbak Icha gak jawab yah udah aku buat satu ajaa” Jawabku membela diri. Padahal aku sama sekali tidak menawarkannya tadi. “Eh Mbaaa” sahutku “Yee pa aan” “Maaf yaah atas omongan papa tadi…” “Omongan yang mana dah?” Tanya dia. “Yang nyangka kalau kita Pacaran. Aku jadi gak enak sama kamu mbak” jelasku “Halaaah, sante aja kali, guanya ja gak masalaah kaan” “Lagian bokap lu emang lucu sihh. Eh tapi si bokap emang beneran suka motret yah” “Yah gak tahu, aku aja baru tahu tadi kan, papa emang gak pernah ngasih tahu ini sebelumnya.” Jawabku “Ohh gituuu. Ehhh asikkk dong lo mau dibeliin Kamera, jadi gue ada temen hunting sekarang” “hehehe, namanya aja hadiah mba musti di syukurin.” Tak lama papapun keluar dia juga telah siap. Mama membawakan tas papa dan menaruhnya di dalam mobil kemudian kembali lagi kepada kami di sofa teras depan. “Marissa kita berangkat sekarang ajaa yah? Sudah siap kan?” Tanya papa “Sudah kok om,” jawab Mba Icha singkat. “Mah papa berangkat yaah’ “iyaa ati ati, pulangnya jangan kesorean” “Enggak kok mah, kan cuma sampai siang saja. Sore juga sudah pulang kok.” “Oh ya sudah, dek Rissa juga hati-hati yah, kalau ada apa apa bilang saja ke Bastian” “Iya Tante, makasih loh sebelumnya saya sudah disambut dengan hangat sama om dan tante.” Kata mba Icha. “Sudah nda udah ngerasa sungkan, anggap saja sama keluarga sendiri” jawab mama dengan ramah “Yah dah Tante saya jalan duluu. Bass Gue jalaan yaa” Kata mbak Icha berpamitan “Bastian, jangan maraah yah pacarnya Papa yang nganteer” hehehe” Canda papa lagi “Ahh terserah papa dehh” Jawabku sedikit kesal “Ayoo kita jalan calon mantuku” Kata papa kepada mbak Icha Akhirnya papa pun pergi dengan mobil fortunernya bersama mbak Icha. Papa pergi dengan disupiri oleh mang Ujang supir keluarga kami yang sedari pagi sudah menunggu dimobil. Setelah papa dan mbak Icha pergi mama kembali duduk di sampingku ia ingin melepas rasa rindunya lagi dengan anak satu satunya ini “Maahh, lihat deh si papa, masa nyangka aku sama mbak Icha pacaran, kan Bastian jadi gak enak sama Mba Ichanya maah….” curhatku “Yah mau gimana lagi papa kamu kan orangnya memang seperti itu, tapi sebenernya kamu sama Marissa itu ada hubungan apa? Tanya mama “Gak ada hubungan apa-apa maah, Dia kan cuma temen kosan Tian ajaa maah.” “Ehh tapi mah, kalau misalnya aku punya pacar kaya gitu gimana mah?” Tanyaku “Kaya gitu gimana maksud kamu…” Kata mama Balik bertanya “Yah yang penampilannya seperti mba Icha gitu loh mah, Rambutnya diwarnain badannya tatoan.” Tanyaku lagi “Yah kalau mama sih memang kepengennya kamu dapet pacar nanti yang soleh, baik, baik sama mama sama papa. Tapi kan yang jalanin kamu kan, jadi yah … terserah kamu saja mau memilih yang seperti apa. Mamah sih ya gak mempermasalahkan penampilan yang penting akhlaknya baik..’ Jawab mama langsung sedikit berceramah. “Mamah kan gak pernah ngelarang kamu buat pacaran sama siapa saja. Yah asal setidaknya seiman lah.: lanjut mamah “Lahh dulu waktu SMA kok aku gak diizinin pacaran sih” “Yah kan beda, dulu kamu masih SMA, masih labil, sekarang kamu sudah kuliah udah bisa membedakan mana yang baik atau yang buruk. Lagian kenapa mama dulu ngelarang kamu buat pacaran, karena mama kepengen masa sekolah kamu dulu itu diisi dengan kegiatan yang positif, cari temen yang banyak, cari pengalaman. Kalau mama dulu izinin kamu buat pacaran. Takutnya kamu malah keasyikan pacaran jadi lupa belajar dehh.” Jelas mama panjang. “Iya sih memang ada benernya. Makasih yah mah dulu udah ngajarin aku hal kaya gitu, sekarang Bastian jadi bisa ngerti alesan mama suka ngelarang aku..” Jawabku sambil mencium pipi mama. Mamapun tersenyum kepadaku. Ia mengusap rambutku dengan lembut. Tiba Tiba….. “Kaaaakaaaaaa…….” Suara anak kecil memanggilku dengan kencang “Ehh si Bryyaaan…..” Aku langsung menghampiri suara itu rupanya itu adalah suara Bryan anak tetanggaku yang selama ini menjadi teman bermainku. “Ehhh Bryaan sekarang udah gedeee..” “Kaak bastiaan udah pulang kok gak ngasih tahuu akuu sihh” Tanya anak berusia 9 itu kepadaku. “Ini kakak baru mau kerumah kamu, ehh kamunya sudah nyamperin kesini duluaan”. “Kamuu sehaaat kaaan, kakak kangeen deh sama kamu” Kataku sambil memeluknya. “Tuhh udah ketemuu kan sama kak Bastiannya.” Kata mbak Melanie ibunya Bryan sambil berjalan menghampiri kami. “Dari tadi pagi ribut terus mbak, sampe pusing aku, katanya “Mah itu Kak Bastian pulang yah maah ayo mah kesana mah ayo mah” “Aduuh ni anak kalau ngelihat Bastian sudah kayak kakaknya sendiri” Kata Mba Melanie kepada mamah. Mamah hanya senyum senyum saja melihat anak tetangga ini begitu manjanya kepadaku layaknya kakaknya sendiri. Yah aku memang sayang dengan dia. karena aku adalah anak tunggal dan aku sangat mengharapkan kehadiran seorang adik dari dulu. Makanya aku sangat menyayangi Bryan bagai adikku sendiri. “Gak apa apa dek namanya juga anak kecil,kan wajar. lagian kan Bryan kan memang gak punya kakak laki-laki dan bastian juga anak tunggal yah wajar lah mereka bisa akrab” Aku terus bermain dengan Bryan, kugendong dan kulemparkan atas. Aku sangat merindukan anak ini. Lalau ketika aku melihat Ibunya, mbak Melanie, ada yang berbeda darinya. Ohhh ternyata. “Lohhh, Mba Hamil lagi yah sekarang”…….

Chapter I
Act 3 THE NEIGHBOR By : Marucil Tetangga adalah keluarga terdekat yang kita miliki.
Maka Hargailah mereka seperti kita menghargai keluarga sendiri​
Keluargaku tinggal di sebuah perumahan di bilangan Menteng Jakarta pusat. Perumahan yang terbilang cukup elite bila kita lihat jenis pekerjaan para warga disini. Rata-rata yang warga yang tinggal di perumahan ini adalah mereka yang haus akan kerjaan. Tidak kenal tetangga samping kanan kiri depan belakang, apalagi tetangga yang letaknya berjauhan. Tetapi tidak dengan keluargaku. Papah terkenal orang yang mudah sekali berbaur. Dimata tetangga dia adalah orang yang sangat baik dan ramah terhadap warga sekitar. Bahkan tak hanya kepada warga komplek saja. Warga dari perkampungan yang tak jauh dari perumahan kami saja mengenal papa. Ya selain humoris dia memang orang yang sangat peka terhadap lingkungan sosial. Unit rumah di kompleks ini memang jarang yang berpagar. Hal itu membuat antar sesama warga dapat hidup berdekatan dan berdampingan. Jadi bila satu warga mendapat masalah akan sangat mudah diketahui oleh tetangga lainya. Kami memiliki tetangga yang sangat dekat dengan keluargaku. Rumahnya persih disebelah kanan rumah. Sebuah keluarga kecil sangat ramah terhadap kami. Hendrik adalah kepala keluarganya, ia memiliki Istri dan 2 orang anak. mas Hendrik biasa aku menyapanya seperti itu, dia memiliki pekerjaan yang sangat gemilang dibidang Bea dan Cukai. Istrinya mbak Melanie juga bekerja sebagai akuntan di sebuah bank swasta. Mereka sudah cukup lama bertetangga dengan kami kira-kira sekitar 6 tahun yang lalu mereka pindah di sebelah rumahku. mas Hendrik dan mbak Melanie memiliki dua orang anak, anak pertama mereka bernama Melly masih duduk dibangku SMA dan Bryan yang masih duduk dikelas 4 SD. Bryan sangat dekat denganku, karena memang mbakMelanie kerap menitipkan Bryan di rumahku ketika ia bekerja. Aku senang senang saja ketika harus dimintai tolong untuk mengasuh Bryan karena dia sudah aku anggap sebagai adikku sendiri. Sebagai anak tunggal kehadiran seorang Adik memang sebuah hadiah besar.
__________​
Setelah Papa pergi untuk mengantar mbak Icha ke tempat hunting foto, Bryan dan mbak Melanie menyapa kami. Bryan terlihat sangat girang ketika mengetahui aku sudah pulang ke rumah. Aku segera memeluk dan menggendongnya. Aku sudah sangat rindu padanya, pasti begitu juga dengan Bryan. “Loh Mba Mel Hamil lagi yaah?” Tanyaku ketika sadar perut mbak Melanie sudah membesar. “Kamu sih Bas jarang pulang jadi gak tahu kabarnya kan.” “Yah bastian kan gak tahu mah?” “Memang sudah berapa bulan mba??”Tanyaku. “Ini sudah masuk 7 bulan” jawabnya. “Wah bakal makin repot dong Mba?” “Yah mau bagai mana lagi Bas, maunya cuma dua eh kebablasan, yah akhirnya mba hamil lagi deh.”Sahut mba Melanie “Tapi yah gak apa lah kata orang. Kan banyak anak banyak rejaki, bener kan mah” kataku. “Iya bener,”jawab mama singkat. “Nah makanya, bikin dede lagi dong maah, biar aku punya ade beneran” Rayuku sedikit bercanda. “Kamu ini, wong mama udah tua kayak gini kok yo minta dede, yo ngawur kamu.” Jawab mama sambil ketawa. “Hehehehe, becanda doang maaah.” “Ehh mba, si Melly sama mas Hendik kemana mba?” “Melly ada didalem gak tahu lagi ngapain dikamarnya.” Jawab mbak Melanie “Kalau mas Hendrik kan sekarang kerjanya dipindahin ke Batam” tegasnya “Lohh sejak kapan mba?” “Yah dari bulan september tahun kemarin, yah mau gimana lagi kalau sudah dirotasi yah gak bisa nolak.” Jawab mba Melanie “Lah terus kan mbak lagi Hamil, nanti kalau ada apa apa gimana?” “Itulah gunanya tetangga Bas, kalau ada kondisi mendesak yah tinggal minta bantuan tetangga dong….” Sambung mama. “Iya Bas, yah untung ada mama kamu yang nemenin kalau ke dokter, yah beruntung lah punya tetangga yang dah kaya saudara sendiri.” Jawab mbak Melanie sambil senyum menatap mama. “Ohh gitu, iyaa bener bener bener.” “Eh Bas, mumpung ada kamu … mbak minta tolong ya …. Nanti mbak kan ke dokter ditemenin mama kamu, nanti kamu ajak main Bryan yah, soalnya kalau ajak dia Ribet, bentar-bentar pasti minta sesuatu.” “Ahhh beresss itu Mba, serahin aja ke Bastian” “Makasih loh, mba repotin lagi, ya … mumpung kamu dirumah. Hihi”
______________________​
“Ehh Bryan ikut kakak yuk keatas, ada sesuatu yang mau kakak kasih nihh.” “Haahhh apaan memang kaaak? Pasti mainan?” Tanta Bryan sangat girang. “Udah ikut ajaa yuuuk” kataku sambil menggandengnya. Akhirnya aku mengajak Bryan ke kamarku, aku mengajaknya bermain seperti biasanya. Aku memberikan dia sebuah Action Figure lamaku sebagai Hadiah. Dia sangat senang lalu dengan segera memainkannya. Lama kami bermain hingga akhirnya kami lelah sendiri. Mama dan mbak Melanie pergi ke dokter kandungan untuk memeriksa kondisi kandungan mbak Melanie. Kata mbak Melanie tidak lama, paling sekitar sejam–tapi yang kutahu sekitar sejam kalau di Jakarta akan berubah menjadi Sekitar 3 Jam bahkan lebih, apalagi ini hari minggu, jalanan pasti padat. Setelah puas bermain bersama Bryan, aku mengajaknya makan. Setelah makan ia mengajaku bermain lagi dikamarku. Aku keluarkan saja semua koleksi mainanku dari lemari, lalu dia bermain sendiri. Tapi tak lama ia akhirnya tertidur, tidur sangat pulasnya. Akhirnya Dia sudah tidur, jadi aku sekarang bisa merokok. Asam sekali mulut ini sedari pagi belum bertemu dengan rokok. Kubuka jendela dan kunyalakan sebatang rokok kesukaanku. Ahhhh nikmatnya. Sembari merokok aku teringat aku belum memberitahukan kabarku kepada Tante Ocha. Lalu segera kuambil handphoneku dan segera menghubunginya. Beberapa kali aku hubungi tetapi belum ia angkat. Mungkin dia sedang berada jauh dari hpnya. Atau mungkin dia hpnya ketinggalan. Terus kuhubungi nomor tante hingga 5 kali panggilan, akhirnya pada panggilan keenam tante mengangkatnya juga. “Halooo tantee” Sapaku membuka obrolan “Halooo Bastiaan, sudah dirumah?” “Sudah kok, ni lagi santai santai saja. Ditanyain mamah tuh tadi katanya mamah dah kangen sama tante kepengen ketemu” “Ohh yaa, iya juga tante sama mama kamu sudah lama banget nda ketemu ik. Ya udah nanti Tante hubungin mama kamu deh. Kamu lagi ngapain sayang, kok baru nelpon sekarang, Icha mana?” “Ini lagi dititipin anaknya tetangga, jadi dari tadi nemenin main deh. Mbak Icha masih motret tadi pagi dia berangkat dianterin papah” “uhhh, Bastiannya tante memang baik deh.” “Oh ya, Tante sendiri lagi ngapain” tanyaku “ehhhhh, Tante lagi di rumah temen, habis dirumah kan sepi gak ada siapa-siapa jadi tante keluar dehhh…..” jawab Tante agak sedikit ragu, “Ohh gituuu. Tante baru …. sehari aja aku udah kangeen nihh” Kataku manja. “Hmmm kamu ini …. Tante juga kangeen kok..” “Oh iya Tian map tante nda bias lama yoo, iki gak enak sama temen tante, Nanti Telponan lagi, tante yang nelpon, yaaah dadaaahh” “Daaa.” Yaaa elaah dah ditutup ajaaa nih si Tante, tumben-tumbennya, biasanya pake mesra mesraan dulu kalau mau nutup obrolan, ahhh bodo ahhh gumamku sembari menutup telpon. Setelah menutup obrolan dengan Tante, seperti biasa kubalas beberapa chat dari teman sekedar menanyakan kabarku. Tak lama berchating bosan segera melanda, main Game males, baca komik belum ada komik baru yang kubeli, nonton bokep hmmm, tapi ada Bryan sedang tidur, gimana kalau tiba-tiba bangun. Lalu harus ngapain lagi. Mama kayaknya masih lama pulangnya. Mama dan mbak Melanie baru pergi selama satu jam. Lalu apa yah. Setelah bosan melanda kuputar otak untuk mencari cara mengisi kebosananku. Kubuka lagi aplikasi messenger, ku kirim pesan di group gang serigala, tapi tak ada satupun dari mereka yang merespon. Pasti mereka lagi pada jalan atau kemana gitu aku gak tahu. Ahaa, kenapa aku gak bbm Bu Arum saja. Oke kukirim pesan melalui Mesenger BBM.

Bastian . Siang Bu Arum. Apa kabar…

Wah ternyata tidak ada respon juga. Sebelumnya aku juga sempat berchating dengan Eva, namun setelah beberapa balasan ia tidak melanjutkan chat-nya. Kududuk di pinggir Jendela dan kembali kubakar sebatang rokok. Sembari menikmati asap tembakau yang kuhisap ini, kupandangi rimbunnya pepohonan yang menghijaukan perumahan dimana aku tinggal. Sudah sangat rimbun sekarang. Hmm kayaknya jogging enak. Tapi hari masih cukup panas, yang ada malah puyeng entr. Aduuhh “Aduuhh Ngapain Lagiii yaaah” Tingdung (Suara Notif BBM) Ada balasan chat dari siapa yah kira kira. Segera kuambil hpku yang tadi kuletakan dimeja. Kubuka home screen dan segera masuk kedalam aplikasi chat favoritku. Yap, ada balasan dari Bu Arum.

Arum Setyaningrum . Siang juga Nak Bastian, apa kabar. . Sedang apa? Sudah di Jakarta? Bastian . Baik bu, Sudah diJakarta ni Bu, ni sedang santai saja di rumah. Ibu sendiri. Arum Setyaningrum . Sama saja, saya juga sedang dirumah, Nak Bastian sampai hari apa? Bastian . Tadi pagi Bu, oh iya Bu Arum sedang apa yah kalau boleh tahu? Arum Setyaningrum . Sedang siapkan laporan untuk besok terkait kunjungan kerja saya di Jogja kemarin. Bastian . Wah maaf bu saya nda Tahu kalau ibu sedang kerja, Arum setyaningrum . Enggak juga, ini juga sudah selesai sebenarnya. Cuma laporan kecil jadi gak terlalu banyak. . Oh iya Nak Bas sudah cek Email Bastian . Email? Maksud ibu? Arum Setyaningrum . Loh kamu ini gimana? Katanya minta dikirimin foto-foto ibu yang waktu itu,. . Itu sudah saya kirim semuanya. Bastian . Oh iya, maaf bu lupa malah saya. . Terima kasih loh jadi ngerepotin malah. Arum setyaningrum . Halah gak apa apa. Bastian . Nanti saya cek Emailnya yah Bu. Arum setyaningrum . Saya lanjutkan kerja sebentar yah Nak, kalau sudah selesai bisa dilanjut lagi. Bastian . Oh iya Bu selamat bekerja, maaf sudah mengganggu waktunya.
Click to expand…

Segera kuletakan hpku diatas meja, lalu kukeluarkan laptopku dari dalam tas dan langsung menyalakannya. Setelahnya kusambungkan ke koneksi internet lalu kubuka akun email ku. Yup, Seperti biasa banyak file file sampah yang masuk dan mengganggu dan. Ahaaaa. Kubuka sebuah Email dari alamat harumisetyaningrum@dprri.go.id. Wait .. tunggu, Bu Arum mengirimnya menggunakan email resmi instansi. Gila ni orang dalam benakku. Lalu segera ku Download file dengan extensi Zip. Lalu segera kuextrak isinya. Well.. Setelah proses Ekstrak selesai kuklik pada sebuah folder dan wala, ratusan Foto ada di dalamnya dan semua menampilkan beragam adegan sex antara bu Arum, bang Robert dan tante Elin. Beberapa sudah kulihat di hp bu Arum ketika masih di Jogja kemarin. Tetapi foto yang belum aku lihat. Oh tuhan itu sangat luar biasa. Foto-foto itu memperlihatkan secara detail proses permainan yang mereka lakukan waktu itu. Kulihat tubuh gendut tante Elin mulai diikat oleh para pengawal bang Robert. Tubuhnya semakin dibentangkan. Lalu kulihat juga ia ditindis, dicambuk menggunakan cemeti kecil Bahkan dikencingi oleh bang Robert dan Juga bu Arum. Oh My God. Bu Arum ternyata benar benar ekstrem. Sesekali bulu kudukku merinding ketika melihat ekspresi kesakitan dari tante Elin. Sejenak aku kasihan dengan tante Elin, namun setiap kesakitan yang kulihat membuat penisku semakin bereaksi. Ohh tidak, bisa gawat ini. Kuremas sendiri penisku sembari terus kugeser untuk melihat foto yang lain. Yah setidaknya lumayan ada sedikit hiburan pada hari pertamaku di rumah. “Hhhh” Ohhh bu Arum Bu Arum, ternyata tidak hanya seponganmu saja yang dahsat, permainanmu juga sangat luar biasa gumamku sembari terus menatap layar lapptop Kugoyangkan terus kontolku dari balik celanaku. Tak apa lah hari ini aku onani saja yang penting bisa sedikit disalurkan. Oke sedikit lagi, semakin keras kugerakkan tanganku di kontol sendiri, ahhhh dann ouuchhh.. “Kaaaak Baaaastiaaan……”Suara seorang perempuan mengagetkanku tiba tiba. “Ehhhhhh” Sangat kaget aku dibuatnya, segera aku close gambar yang kulihat dan kulepas tanganku dari atas penisku. Sial kaget sekali aku. Rupanya itu suara Melly anak mbak Melanie yang pertama. Aku lupa aku tadi tidak menutup pintu karena yakin dirumah tidak ada orang karena mama sedang mengantar mbak Melanie. “Haiiii kaaaa” kata dia menyapa. “Heeeii, Melly, kirain siapaaa” Jawabku kaget. “Lagi ngapain kaak?” Tanya dia “L-lagiii…. Main game ajaa di laptop” jawabku, dan semoga dia tidak sempat melihat apa yang tadi kulihat. “Ohhh…, si Bryan mana kak?” “Itu lagi tidur, tadi habis makan langsung tidur dia kecapean.” Kataku sambil bangkit dari kursi. “Kak Bas kapan pulang, semalam yah?” Tanya dia tidak begitu penting “Iyaa semalam.” “Looh kokk Melly sekarang agak beda yaaah?” “Beda apanya kak, dari dulu perasaan sama deh” “Ahhhh, sekarang kamu lebih tinggian apa yah?” Kataku melihat sedikit perbedaan dari si Melly “Ohh iya dong, niih sekarang sama kak Bas aja lebih tinggi Melly kaan hehehehe” “Hehehe, Iya yaa” Sial ni anak malah ngeledek aku. “Eh mama udah pulang tuhh, ni Melly kesini suruh jemput Bryan, tapi kalau dia masih tidur yah biarin.” “Ohhh udah pada pulang yaah.” Untung tadi yang masuk bukan mama. Kalu gak bisa gawat nanti. “Yah udah Melly balik lagi kalau gitu yaah, dah Kak Bas.” Akhirnya dia pergi juga. Sial gara-gara dia, coliku jadi gagal. Moodku tiba-tiba berantakan. Dasar Melly, dari dulu gak berubah masuk kamarku gak pernah ketuk pintu, setidaknya bilang permisi kek. Melly adalah anak pertama dari mas Hendrik dan mba Melanie. Saat ini dia sudah kelas 3 SMA. Yah dia memang sedikit lebih tinggi sekarang, ya wajar pasti keturunan bapaknya. Wajah si Melly sedikit oriental, karena ibunya campuran Tionghoa dan ayahnya campuran Jerman. Tubuhnya masih tergolong kecil namun wajahnya kini cukup manis dengan mata sipit serta lesing pipi yang membuatnya sangat imut. Sedikit kesal karena dikagetkan oleh kehadiran Melly aku turun dari kamarku. Aku menuju Dapur dan kuambil minuman dingin dikulkas. Lalu kubawa minuman itu ke ruang keluarga kunyalakan TV dan kurebahkan tubuhku di atas Sofa. “Ahhh, jadi lemes nih gara gara tadi” kataku dalam hati. “Ehhh kok cepet mah?” Tanyaku pada mama yang berjalan melewatiku. “Iya tadi pasienya ternyata nda banyak, jadi yah bisa cepat. Kamu sudah makan?” “Udah Mahh…” “Yah udah mamah kekamar dulu yah kepengen rebahan” Mamapun masuk ke kamarnya dan aku kembali menonton TV. Setengah Jam aku menonton tayangan televisi dan sudah tidak ada lagi acaranya yang menarik. Ngapain lagi yah. “Kakkk Bastiaaan.” Ahhh sial suara anak itu lagi, mau ngapain lagi sih tu Si Melly. “Kaaak, mau ikut Jogging gak? “Jogiiing dimana? Sama siapa” “Keliling komplek aja kak, sekarang kan di ujung udah ada jogging track” “Ohhh yaa, yah udah kakak ikut deh, kamu tunggu diluar yah, kakak siap siap dulu”
______________​
Akhirnya ada kegiatan yang sedikit bermanfaat. Tak apalah sudah lama juga aku sudah tidak olahraga. Lumayan peregangan otot dari kegiatanku seminggu kemarin. Aku segera mengganti pakaianku dengan pakaian olahraga. Lalu kucari sepatu lari lamaku. Setelah memakai semuanya segera kumenuju ke depan untuk menemui si Melly yang tadi mengajaku. Ketika sampai didepan rupanya Melly sudah menunggu bersama 3 orang temannya, mungkin teman sekolahnya. Melly terus menyorakiku agar segera berlari. Tapi kuhampiri dulu mba Melanie. yang berdiri diteras rumahnya. “Gimana tadi mba pemeriksaanya.?” tanyaku “Ya, puji tuhan normal Bas, yah paling seperti biasa harus istirahat dan sedikit terapi. Eh Bryan mana Bas?” Tanya dia “Dikamar aku mbak, tidur nyenyak banget” “Oh ya udah biar nanti mbak yang bangunkan saja” “Ya dah kalau gitu aku lari dulu yah mba, ni si Mellynya bawel mulu niihhh” Seruku sambil bersiap diri untuk lari “Iyaaaa” Jawab mba Melanie sambil sedikit tertawa. Kuhampiri Melly dan kawan kawannya. Dua orang cow dan satu cew. Hmmm kayaknya aku paham nih situasi ini. Melly pun memperkenalkan temanya itu padaku. Sial, rupanya anak SMA dibawah generasiku pertumbuhannya sangat cepat. Waktu aku SMA rasanya anaknya pendek-pendek. Atau mungkin, hanya aku saja sih yang pendek diantara teman sekolah lainnya. Hehe . “Kak kenalin nih temen temenku” “Haaaiii Kak, salam kenal” kata mereka bertiga menyapaku “Dah siap kak?” “Siap dong, mau lomba apa?” tantangku “Hmmm memang kuat?” Tanya Melly meragukan “Jangankan sama kamu, sama kalian semua kakak berani, paling nanti kalian ketinggalan jauh dibelakang kakak!!.” “okee siapa takut. Ayoo guys kita kalahin kak Bastiaan”