Seoul Meltdown
Prologue Ada beberapa saat dalam hidupmu saat kau mengatakan, ‘bagaimana ini semua bisa terjadi?’ Seperti saat kau bangun di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pertamamu, atau saat kau tertipu oleh salah satu teman sekolahmu yang tiba-tiba mengajak bertemu setelah sekian lama lost contact, teman yang kemudian menawarimu salah satu investasi atau bisnis yang tak mungkin gagal, yang jika saja kau pikirkan sedikit pasti jelas merupakan sebuah penipuan. Aku sedang mengalami momen itu, bukan hal yang buruk jika kau lihat sekilas namun adalah sebuah masalah besar yang tak mungkin, tak membuatku mengalami penderitaan yang lama dan berlarut-larut. Pagi ini bangun dengan kepala yang pusing setelah semalaman minum di bar, aku tak pernah terbiasa olehnya namun itu adalah harga yang sudah sejak lama aku terima untuk bisa mabuk dan melupakan semuanya untuk sejenak. Aku ternyata sudah kembali ke kamar hotelku, samar-samar aku ingat bahwa memberikan tip yang besar kepada bartender yang ada di bar semalam untuk mengirimkanku ke kamar hotelku jika aku terlalu mabuk untuk berjalan kembali ke kamarku. Semalam aku memang berencana untuk mabuk karena aku ingin merayakan bonus besar yang aku terima setelah aku menjadi sales dengan angka penjualan tertinggi di perusahaan tempatku bekerja, dan dengan cuti dua hari yang bosku izinkan, aku memutuskan untuk pergi ke Busan untuk mabuk selama dua hari berturut-turut. Tentu aku bisa pergi ke Gangnam atau itaewon hanya untuk minum, namun mabuk terlalu dekat dengan rumah selalu mengingatkanku pada pekerjaan, karena itu kuputuskan untuk pergi jauh ke Busan untuk mabuk dan makan seafood. Sampai beberapa saat yang lalu aku masih menikmati liburanku, setelah rasa pusingku hilang aku berencana untuk sedikit berjalan-jalan di pantai sebelum mencari restoran yang bagus untuk makan siang, lalu aku berencana untuk kembali ke bar dan minum sebelum aku pulang dengan kereta api cepat terakhir yang berangkat tepat tengah malam. Aku masih tersenyum lebar memikirkan bagaimana semua kerja kerasku bulan ini terbayarkan dengan liburan singkatku ini, boros memang, aku tahu, namun tak ada artinya bekerja keras saat kau tak bisa menikmatinya. Namun kebahagianku itu sirna saat aku melihat ada sosok lain yang tidur disebelahku, aku tak ingat mengajak siapapun untuk tidur denganku semalam. Dia tidur menyamping sehingga aku hanya bisa melihat punggung dan rambut pendek sebahu miliknya. Aku berusaha mengingat apakah aku semalam berbicara dengan seorang gadis berambut pendek di bar, namun berusaha mengingat apa yang terjadi semalam membuat kepalaku semakin pusing. Siapa gadis ini? Lalu kenapa dia tidur denganku? Lalu hal-hal buruk mulai terlintas dipikiranku, apakah aku memperkosanya? Apakah aku membawanya ke kamarku saat dia terlalu mabuk semalam? Apakah aku telah menghamilinya? Semua hal buruk itu berkecambuk didalam pikiranku, namun pikiranku mendadak kosong saat dia berbalik dan aku bisa melihat wajahnya. Tidak mungkin ini terjadi, bagaimana mungkin aku bisa tidur dengannya? Melihat siapa yang ada disampingku membuatku semakin yakin bahwa aku baru saja melakukan hal yang buruk, karena tak mungkin dia mau suka rela berhubungan badan denganku. Apa yang akan terjadi saat dia bangun nanti dan menyadari apa yang telah terjadi dengannya. Aku yakin dia akan berteriak, akan terjadi keributan dan polisi akan terlibat. Hidupku akan hancur karena label yang menaunginya akan menggunakan pengacara mahal untuk memastikan aku mendapatkan hukuman yang berat. Lalu saat akhirnya aku bebas dari penjara, itu semua tak akan ada artinya karena aku yakin semua orang sudah tahu apa yang telah aku lakukan, mereka semua akan memandangiku dengan rasa jijik dan mungkin saja memutuskan untuk menghajarku. Belum lagi akan kehilangan pekerjaanku, dan setelah aku menjadi salah satu orang yang dibenci di negeri ini, mencari pekerjaan lain adalah hal yang mustahil. Semua anggota keluargaku pasti memutuskan hubungan denganku, mereka akan meminta maaf dan mengatakan mereka merasa malu memiliki hubungan darah denganku, kuyakin mereka akan pindah ke tempat yang jauh dan menganti nama mereka. Aku akan hidup sebatang kara seumur hidupku sebelum mati dengan memalukan di salah satu tong sampah tempatku menghabiskan sisa hidupku, semua ini karena aku memutuskan untuk mabuk. Ini seharusnya menjadi liburan kecil untuk mengembalikan semangatku, karena besok aku sudah menjadwalkan pertemuan dengan kepala yayasan sekolah nam go ek, itu seharusnya menjadi salah satu deal yang akan membuat angka penjualanku aman selama beberapa tahun kedepan, aku bekerja keras untuk deal itu dan sekarang semuanya hancur karena aku tak bisa menahan diriku saat sedang mabuk. Mungkin seharusnya aku menyewa salah satu model atau trainee dari salah satu label kecil yang kekurangan uang saja, dengan begitu aku masih dapat bersenang-senang dan tak melibatkan diriku dalam kekacauan ini. Apa sebaiknya aku kabur saja? Tidak, itu hanya akan memperburuk semuanya. Hotel ini sudah memiliki identitasku saat aku check in kemarin, dan kuyakin wajahku sudah terekam di salah satu cctv hotel ini. Jika aku kabur maka akan semakin menunjukan bahwa aku bersalah, dan kuyakin akan digunakan untuk memperberat hukumanku di pengadilan nanti, satu-satunya harapanku adalah minta maaf dan berharap dia mau memaafkanku. Mungkin jika aku bersujud dan menangis dengan keras, dia akan melihat bagaimana aku menyesali semua ini dan mau memaafkanku. Saat aku sibuk menghasihani hidupku yang hancur, aku melihat kedua kelopak matanya terbuka. Dia hanya diam dan memandangiku, aku tak bisa membaca ekspresi wajahnya. Aku sendiri tak tahu harus berkata apa, aku hanya bisa diam dan berharap dia tak berteriak dan mau mendengarkan permintaan maaf dariku. Lalu sebuah senyum tergaris diwajahnya, aku benar-benar tak tahu maksud dari senyumannya itu. Tatap matanya pun berubah, itu menjadi lembut seperti tatapan yang berikan saat melihat seekor anjing kecil yang lucu. “Pagi!!” ucapnya sebelum memelukku, aku tak membalas pelukannya itu karena pikiranku masih mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. “Kenapa? Apa kamu sudah tak mencintaiku lagi? Apa semua yang kamu katakan itu bohong agar aku mau tidur denganmu?” Serangkaian pertanyaannya itu semakin membuatku binggung, apa yang mungkin kukatakan kepadanya sehingga dia memelukku begitu erat dan marah saat aku tak membalas pelukannya? Tunggu apa ini artinya aku tak memperkosanya? Apakah artinya hidupku tak akan hancur dan aku tak akan mati sendirian disamping tong sampah? “Jawab!! Apa yang kau katakan semalam itu bohong? Apa kau hanya mempermainkanku?” “Tunggu, aku tahu ini terdengar seperti sebuah kebohongan, tapi aku semalam minum terlalu banyak sehingga aku lupa apa yang terjadi semalam. Kumohon kau jangan marah dulu, aku tak bermaksud mempermainkanmu atau apapun. Jadi kumohon Eunha, bisa kau katakan apa yang sebenarnya terjadi semalam?