Sampan Sekali Dayung

Sampan Sekali Dayung

MINGGU siang saya pergi ke rumah Fahri, teman saya. Maksud saya mau mengajak Fahri mancing ikan gurami di kolam ikan Haji Soleh.

Sudah hampir 4 bulan kami tidak pergi mancing, karena kesibukan kami masing-masing. Fahri sudah punya istri, anaknya satu orang berumur 4 tahun.

“Istri gua lagi sakit, Del. Tuh, lagi diurut di kamar. Kita ngobrol di sini aja, ya?” kata Fahri.

“Ya udah, nggak apa-apa, lain kali aja. Istri lo sakit apa?” tanya saya.

“Kecapean, adiknya baru habis menikah kemaren. Maaf ya Del, gua nggak ngundang lo.”

“Adiknya yang mana?”

“Irah…”

“Irah…? Irah yang baru kemaren lulus SMA itu…?

“Iyaa…! Tadinya gua siapin buat lo, Del… nggak taunya sudah gini duluan…” Fahri memperagakan wanita hamil dengan tangannya. “Sudah 4 bulan baru ketahuan….”

“Lupakan saja, Ri…”

“Lo mau minum apa, gua buatkan lo kopi hitam aja ya… gua dapat kopi Tor@ja dari teman gua…”

“Boleh….” jawab saya.

Fahri pergi ke dapur.

Lebih baik saya pergi ke dapur juga, kalau mau ngobrol masalah cewek, kata saya dalam hati, lebih aman di dapur, daripada disini nanti kedengaran bini Fahri.

Saya bangkit dari duduk saya di ruang tamu, dan sewaktu kaki saya melangkah sampai di depan kamar yang pintunya setengah terbuka, oooalaaa…. astagaaaa…. bini Fahri tengkurap telanjang bulat di atas kasur!

Bongkahan pantat Zaskia sedang diurut oleh seorang wanita yang mengenakan jeans biru panjang dan berkaos hitam ketat….

Buru-buru saya berlari ke halaman menghirup udara segar untuk melonggarkan pernapasan saya.

Setelah jantung saya sudah tidak begitu berdebar, saya baru kembali ke ruang tamu, karena saya melihat Fahri sudah datang dari dapur membawa kopi.

“Tukang urutnya bisa dipanggil ke rumah nggak, Ri?” tanya saya. “Boleh nih, kalau bisa,” kata saya.

“Rumah lo kejauhan, Del. Kasihan kalau dia harus ke rumah lo naik angkot. Lebih baik lo ngurut di sini aja kalo mau ngurut. Nanti gantian setelah istri gua selesai,” jawab Fahri.

“Nggak kecapean dia? Minggu depan aja gua ke sini lagi,”

“Ah… minggu depan kelamaan, Del. Sekarang aja kenapa?”

“Mmm… mmm… maaf Ri, biasanya Zaskia kasih berapa sekali ngurut?”

“Sudahlah, nanti sama gua aja sekalian.” jawab Fahri.

Maksudnya, Fahri yang akan membayarkan saya. Nggak enak saya dengan Fahri. Fahri bukan orang kaya. Rumah masih sewa dan tanggungannya banyak.

Ia harus mengirim duit pada mertuanya, pada kedua orang tuanya, dan membayar uang kuliah adiknya.

Fahri bangun dari duduknya. Dia melangkah ke depan kamar. “Mbak, masih kuat ngurut temen saya, nggak?” tanya Fahri.

“Deli mau ngurut ya, Pih… ini Mami sudah selesai kok… suruh masuk aja ke sini…” balas Zaskia

“Del, sini…” panggil Fahri. “Bini gua sudah selesai…”

Tanpa curiga saya melangkah ke depan kamar. Ooouuu… Zaskia memang sudah selesai diurut, tetapi tubuhnya yang mengkilap berlumuran minyak itu masih telanjang bulat dan kedua tangannya terangkat ke atas sedang mengikat rambutnya yang sebahu itu yang biasanya ditutupi dengan kerudung.

Tapi Zaskia berdiri membelakangi Fahri dan saya. “Sebentar lagi aja kali, Ri… biar Mbaknya istirahat dulu…” kata saya beralasan untuk menghindari tatapan mata Zaskia.

Saya kembali duduk di ruang tamu minum beberapa teguk kopi dan sewaktu saya melihat Zaskia yang berbalut kain sudah pergi dari kamar, saya baru pergi ke kamar.

Fahri memperkenalkan tukang urutnya pada saya. Panggilannya Mbak Ayu. Umurnya saya taksir sekitar 40 tahunan. Wajahnya bulat berminyak, hidungnya juga bulat, bibirnya tebal tanpa senyum. Mungkin agak judes. Teteknya lumayan besar. Dan rambutnya digelung.

Tapi dia tersenyum pada saya setelah Fahri pergi. “Buka pakaiannya, dong…” katanya pada saya. “Saya telepon suami saya sebentar…” lalu Mbak Ayu pergi dari kamar membawa hapenya.

Saya buru-buru melepaskan pakaian saya dan hanya tinggal celana dalam, saya meraih BH Zaskia yang digeletakkan di tempat tidur bersama celana dalamnya.

Saya cium BH Zazkia yang harum pewangi pakaian. BH Zaskia kecil, mungkin hanya nomor 34 ukuran teteknya, sedangkan celana dalamnya bau asem dan bau kencing.

Jantung saya berdebar-debar sewaktu Mbak Ayu kembali ke kamar. Saya lalu segera tengkurap di kasur, tempat Fahri dan Zaskia bercinta dan tadi tubuh telanjang Zaskia juga tengkurap disini.

 

“Tinggal di mana, Mas?” tanya Mbak Ayu berdiri di depan tempat tidur mulai memijit pundak saya.

“Bojong, Mbak. Mbak sendiri?” saya balik bertanya.

“Dekat, hanya di belakang sini. Satu kantor ya dengan Fahri?”

“Bukan, teman sekolah dan teman mancing,”

“Sudah punya anak berapa?”

“Oo… belum, saya belum punya istri,” jawab saya. “Mbak, anaknya berapa?”

“Tiga, sudah besar-besar.”
Enak juga Mbak Ayu diajak ngobrol, nggak terasa dia sudah mengurut sampai di pinggang saya. “Mas sering ngurut, ya?”

“Nggak, entah kenapa tadi pengen,” jawab saya.

“Barangkali sudah jodohnya kali ya…”

“Haa.. haa.. bukan…” balas saya.

“Apa dong…?”

“Tukang urutnya cantik…”

Tiba-tiba Mbak Ayu memeluk saya dari belakang, menindih punggung saya dengan teteknya yang terasa keras.

“Maa..ass…” desahnya.

Saya segera menggulung Mbak Ayu. Tubuhnya yang gempal berkeringat basah itu saya terlentangkan di kasur hanya sampai di pinggang saja, sedangkan dari pinggang ke bawah melengkung di tepi tempat tidur dengan kedua kakinya yang telanjang menapak di lantai.

Bibirnya saya lumat… ritsleting celana jeansnya saya tarik turun, lalu tangan saya merogoh celana dalamnya untuk mendapatkan memeknya.

Peduli amat saya dengan Fahri dan Zaskia setelah tangan saya memperoleh memek Mbak Ayu yang berzembut lebat itu, tiga jari saya masukkan ke lobang memeknya yang basah kuyup.

Sewaktu lobang memeknya saya rogoh, Mbak Ayu menghisap lidah saya kuat-kuat, napas di hidungnya mendengus-dengus… bersamaan dengan itu saya mendengar suara sepeda motor Fahri.

“Kalau Deli sudah selesai ngurut, nyuruh tunggu sebentar ya Mih, jangan pulang dulu,” kata Fahri memesan Zaskia.

Saya mencopot celana jeans Mbak Ayu bersama celana dalamnya. Saya tarik Mbak Ayu ke kasur, meskipun memeknya bau busuk menyengat hidung, tetap saya jilat memek Mbak Ayu.

Mendapat serangan saya Mbak Ayu menggeliat-geliat, apalagi sewaktu biji itielnya saya sedot, Mbak Ayu meremas-remas kedua teteknya yang ditelanjanginya sendiri.

“Oooggghh… oooogghh… ooogghh…” suara yang keluar dari tenggorokannya persis seperti suara kerbau.

Saya masih menjilat. Takkan saya lepaskan sebelum ia orgasme. Benar saja…

Rambut saya ditarik, kepala saya terkepit erat oleh pahanya, lalu tubuhnya melengkung ke atas seperti menyambut datangnya sang orgasme itu, tetapi tidak sampai 1 menit pantat Mbak Ayu sudah roboh.

“Huuu…uuuhhh…!!!” ia melepaskan napasnya, “Gilaa… nikmatnyaaa…”

Saya mencium bibirnya. “Terima kasih ya, sayang. Kamu bikin saya bahagia sekali siang ini. Lega rasanya… plonggg…” ucap Mbak Ayu membuka lebar pahanya siap menerima penis saya di lobang memeknya.

Lalu saya mendorong masuk penis saya yang keras ke lobang memek Mbak Ayu.

Bleessss….

Masih ketat lobang memek Mbak Ayu.

Saya segera ngentot Mbak Ayu. Saya pompa lobang memeknya yang basah itu dengan gerakan cepat sampai kedua teteknya berayun-ayun dan pontang panting saling bertabrakan.

Ia mengambil celana dalam Zaskia lalu dicium, membuat saya bertambah gila menggenjot lubang memeknya.

Hingga sekitaran 15 menit, saya pun menyemburkan air mani saya di dalam lobang memeknya yang nikmat.

Theesss… thessss… thesss… crroottt… croottt… crooott…

Saya cabut penis saya, lalu menggunakan celana dalam Zaskia saya membungkus memek Mbak Ayu yang lobangnya digenangi oleh air mani itu.

Ia mau terima pemberian saya. “Terima kasih ya, Mas… saya terima, tetapi bukan untuk ini ya saya ngajak Mas ngentot… suami saya kerja di bank.” katanya. “Saya mengurut hanya untuk tetangga di sekitar sini, bukan cari duit. Kalo Mas gak percaya, boleh tanya Fahri atau Zaskia.” ujar Mbak Ayu takut saya menganggapnya tukang pijit ÷÷.

Mbak Ayu pergi ditemani Zaskia, saya baru masuk ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Zaskia sudah menyediakan saya handuk bersih.

Selesai saya mandi, di kamar Zaskia sedang membersihkan tempat tidur dengan sapu lidih.

Saya peluk Zaskia dari belakang, lalu saya mencium lehernya. Zaskia tidak menolak, malah ia menggeliat-geliat dengan napas yang tergesa-gesa, saya melepaskan handuk saya.

Lalu saya angkat daster panjangnya. “Gila lu Del… jangan dimasukin…”

Zaskia bilang jangan dimasukin, tapi ia nungging di depan tempat tidur.

Blesssss… blaaassss…

“AAAGGHH… DELLL…. OOOHH… GILA, LO YAH…. OOOHHH… OOOHH…” rintih Zaskia saat penis saya memompa lobang memeknya yang basah.

“Saya tertarik dengan tubuh telanjang lo yang tadi diurut Ayu…” seru saya.

“Mampus gua, Del… kalo nanti lo pergi Fahri ngentot gua… sudah seminggu dia belum ngentot… brengsek, lo…!”

Saya tidak peduli ocehan Zaskia, penis saya terus menghujam-hujam lubang memeknya dari belakang.

Lobang yang basah becek dan licin itu sungguh nikmat. Hingga akhirnya…

“Ooohhh…. Delll… Delll… jangan buang di dalam, Del…”

Crrooottt…. crrootttt…. crrooottt… crrootttt….

“Terlambat lo ngomongnya… sekarang asli lo jadi bini gua…” kata saya.

“Konyol lo…. sialan…. brengsex, lo…”

Mau ia ngomel apapun, saya terima saja, karena setelah omelannya selesai… Zaskia melepaskan daster panjangnya, terlentang di kasur membiarkan saya menjilat tubuh telanjangnya senti demi senti sampai ia orgasme.

Zaskia benar-benar telah menjadi istri saya kalau Fahri tidak ada di rumah, saya sering datang menginap di rumah Fahri.

Beruntung Zaskia tidak hamil. Yang hamil justru Mbak Ayu yang hanya sekali saya entot.

Maka itu Zaskia terus saja selingkuh dengan saya sampai bertahun-tahun, sampai saya bosen dengan memeknya, baru saya minta izin ‘logout’.

Kalau dipikir-pikir, sebentarnya saya yang licik teman makan teman, atau Fahri yang bod*h?

Masa lobang memek istri sendiri diterjang penis laki-laki lain sampai bertahun-tahun nggak bisa dibedakan sensasinya?

Aduhh… Fahri…. Fahri…. kasian deh lo…