Rahasia Asrama

Halo semua, kembali lagi bersama Liberta Publisher di Musim Spring 2024. Musim kali ini saya berusaha menghadirkan lebih banyak cerita dan meningkatkan kualitasnya . Saya harap suhu-suhu di sini suka

 

CHAPTER 1
Aku menatap kagum ke arah bangunan besar dua lantai di depannya. Bangunan itu bercat putih bersih layaknya susu dengan halaman yang cukup luas dihiasi oleh beberapa tanaman hias yang terawat rapi. Bagian depannya ditopang dengan dua pilar putih yang kokoh dengan sepasang daun pintu berukir menambah kesan mewah yang dipancarkan bangunan tersebut.

Oh ya, perkenalkan namaku Anita. Aku adalah mahasiswi baru di salah satu kota besar di jawa Barat. Aku berasal dari salah satu kota kecil. Butuh semalaman untuk sampai ke tempat ini. Sebuah tempat yang akan menjadi tempat tinggalku selama berkuliah di sini.

Mulustrasi Anita

Dengan perlahan aku mengetuk pintu rumah dan mengucapkan salam.

“Waalaikum salam.”balas sebuah suara bersamaan dengan salah satu daun pintu yang berderak terbuka.

Di bawah pintu terlihat ada seorang perempuan sekitar 40 an yang memakai jubah berwarna hijau muda dan jilbab berwarna senada. Ada sehelai cadar yang menutup wajahnya sehingga aku hanya bisa melihat sepasang matanya yang dihiasi bulu mata lentik.

Mulustrasi Ummi Nayla

“Cari siapa ya?”tanya perempuan bercadar.

“Perkenalkan saya Anita. Saya mau ketemu sama Bu Nayla.”

“Oh, Anita yang mau tinggal di sini ya?”seketika wajah perempuan itu langsung cerah.

“Iya, Bu. Bu Naylanya ada?”

“Saya Bu Naylanya,”tukas perempuan itu.

“Oh maaf bu saya gak sadar.”

“Ah, gak papa. Ayo masuk sekalian masukin kopernya.”

Perempuan yang rupanya bernama Bu Nayla itu lantas mengajakku masuk ke dalam ruang tamu rumah. Lagi-lagi aku berdecak kagum melihat ruang tamu itu dilengkapi dengan berbagai perabotan dan pajangan murah seperti guci dan lukisan.

“Saya ambilkan dulu minumnya ya. Silahkan duduk dulu.”

Akupun duduk sambil memperhatikan setiap detail dari ruang tamu itu.

Tak lama kemudian Bu Nayla datang membawa nampan dengan gelas dan teko berisi minumuan segar di atasnya.

“Aduh jadi ngerepotin ini bu.”

“Alah, gak usah malu-malu begitu. Toh nanti kamu bakal tinggal di sini.”

“Iya bu.”

“Eh, kalau bisa jangan dipanggil ibu ya. Panggil ummi saja. Biasa anak-anak sini manggilnya begitu.”

“Baik ummi.”kataku sambil menyeruput minumanku.

“Dek Anita sudah daftar ulang kampusnya?”

“Eh, belum ummi. Rencananya besok saya baru daftar ulang.”

“Oh kalau begitu sekalian saja nanti saya minta salah satu anak sini nemenin. Kebetulan dia ketua BEM kampus kamu.”

“Makasih ummi.”

“Ya sudah. Kita ke kamarmu dulu yuk.”

“Baik ummi.”

“Sini ummi bantu bawakan barangnya.”

“Jangan. Saya bisa sendiri.”

“Sudah, santai saja.”ujar Ummi Nayla yang cekatan langsung mengangkat koperku.

Kami berdua lekas menaiki tangga menuju lantai dua. Disana ada beberapa pintu yang berjajar dengan sebuah ruangan luas yang dilengkapi dengan karpet, sofa, dan juga tv lcd. Ada juga dapur kecil di bagian ujung yang hanya dibatasi dengan lemari.

“Bagian ini ruang bersama. Kamu boleh pakai sepuasmu. Yang penting hargai juga penghuni yang lain.”

“Baik ummi.”

“Oh iya. Kebetulan anak-anak pada di sini semua. Ummi panggilin mereka dulu ya.”ummi bergegas mnurunkan koperku lalu mengetuk pintu kamarnya satu persatu.

Sementara itu aku hanya berdiri dan masih mengagumi tempat yang akan menjadi rumah baruku. Aku sama sekali tak menyangka mendapatkan kesempatan untuk tinggal di sini.

Buat yang belum tahu, sebenarnya aku hanyalah anak petani di desa yang hanya punya uang pas-pasan. Bahkan sebenarnya ayahku tak ingin aku melanjutkan kuliah di kota ini karena dia hanya punya sedikit uang yang untuk makan saja sulit.

Tapi sejak awal aku memang sudah berkeras untuk bisa kuliah di luar kota. Aku tak ingin terjebak selamanya di desa terpencil itu tanpa mengetahui dunia luar. Karenanya, aku berusaha semaksimal mungkin untuk mencari cara dapat berkuliah secara gratis di sana.

Setelah perburuan yang panjang dan melelahkan, akhirnya aku menemukan sebuah postingan dari Ummi Nayla. Dia mengelola sebuah yayasan kecil dari uang pribadinya yang siap membiayai kuliah beberapa mahasiswi berprestasi.

Berbeda dengan beasiswa kebanyakan, beasiswa itu selain mencakupi biaya pendidikan juga mencakupi akodomasi tempat tinggal yang akan menggunakan rumah pribadinya. Ummi Nayla juga menyiapkan bahan makanan untuk penerima beasiswa. Melihat penawaran tersebut, dengan yakin akupun mendaftar untuk mendapatkan beasiswa darinya.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya aku diterima beasiswa tersebut. Maka di hari ini, aku resmi memulai kehidupan baruku di tempat ini.

Pintu-pintu kamar berderak terbuka menampilkan diikuti beberapa akhwat dalam balutan pakaian syari mereka. Mereka semua ada 5. Tiga orang adalah akhwat dimana salah satunya memakai jilbab yang sangat lebar. Sementara 2 lainnya tidak memakai jilbab.

“Selamat pagi semua,”ucap Ummi Nayla.

“Selamat pagi, ummi”balas mereka serempak.

“Kenalkan semua, ini Anita. Mulai hari ini dia akan tinggal di sini bersama kalian. Nah, Anita, silahkan kenalkan diri.”

Dengan gugup aku maju dan mulai menyebutkan nama serta asalku. Kulihat tatapan mereka berbinar memandangi wajahku.

“Nah sekarang giliran kalian perkenalkan diri satu-satu.”

“Baik. Mulai dari aku ya.”Ucap seorang perempuan yang bertumbuh mungil. Mungkin hanya sepundahkku. Dia mengenakan celana panjang dari bahan dan kaus lengan panjang berwarna biru. Rambutnya panjang tergerai ke belakang.

“Kenalkan ana Rara. Ana satu kampus juga kayak anti.”

“Rara ini ketua BEM di tempatmu loh,”jelas Ummi Nayla.

“Wah beneran?”kataku bersemangat.

“Ah, biasa saja kali.”

“Oh ya Ra. Besok kamu anter Anita ke kampusnya ya.”

“Siap ummi. Beres pokoknya.”

“Terus kamu coba, Nurul.”

“Baik ummi.”jawab seorang perempuan dengan postur tubuh sedang dan kulit berwarna cokelat terang. Dia mengenakan gamis berwarna cokelat dan jilbab lebar hingga sepinggang.

“Kenalkan aku Nurul. Kuliah di Universitas ****. sekarang sudah semestar terakhir.”

“Wah, lagi buat skripsi ya.”

“Hehehehe. Doain ya.”

“Ok. Lanjut kamu Lita.”

“Baik Ummi.”tukas seorang perempuan dengan tubuh tinggi dan kulit agak gelap. Tubuhnya agak berisi namun terbentuk sempurna seperti atlet. Rambutnya pendek dan terlihat beberapa gurat keras di wajahnya.

“Kenalkan, aku Lita. Aku satu almet sama Nurul.”

“Nah, si Lita ini atlet karate di kampusnya. Sampai main di sea games.”

“Waduh. Hebat banget.”ucapku tak menyangka dapat bertemu dengan orang yang begitu berprestasi.

“Gak juga ah. Gak dapet medali juga ini.”

“Tapi hebat loh bisa main di sea games.”

“Maksih.”ucap Lita seperti tak ingin terus mendapatkan pujian dariku.

“Nah, sekarang coba Kamila kenalin dirimu.”

“Iya Ummi,”jawab seorang perempuan dengan jilbab dan jubah putih. Sehelai cadar menutupi wajahnya sehingga aku sekilas hanya memiliki postur agak gemuk dan pendek.

“Kenalin aku Kamila. Mahasiswa di kampusmujuga.”

“Nah, kalau Kamila ini paling alim di sini. Hafalan Q*** sudah selesai.”

“Masa?”tanyaku penuh dengan rasa takjub.

“Ah, masih banyak yang kelupaan. Gak lancar-lancar amat kok.”tukas Kamila merendah.

“Ok, Kamila sudah…terakhir kamu Iffah.”

“Baik Ummi.”balas seorang perempuan dengan perawakan tinggi dan wajah yang juga tertutup cadar.Dia mengenakan gamis hitam polos dengan jilbab berwarna putih sehingga membuatnya memancarkan aura yang menenangkan.

“Kenalkan aku Iffah. Dari kampus sebelah.”

“Kalau Iffah ini mahasiswa berprestasi di kampusnya. Sudah juara internasional juga,”imbuh Ummi Nayla.

“Ih Ummi, jadi malu ini.”

“Tapi hebat banget. Kok bisa jadi juara dunia sih?”

“Ah, gak sampe dunia. Cuma tingkat asia saja kok.”

“Ya sudah. Semuanya, tolong baik-baik sama Anita ya. Awas loh nanti anak orang dibikin gak betah.”

“siap Ummi.”jawab mereka berlima serempak.

“Ok Anita, nanti ini kamarmu ya.”ujar Ummi Nayla seraya menunjuk salah satu kamar yang berada di ujung lantai dan dekat kamar mandi.”Nanti kalau butuh apa-apa, jangan sungkan panggil Ummi atau mereka. Nanti mereka pasti mau bantu. Iya kan?”

“Pasti ummi,”tukas Iffah.

“Terima kasih Ummi.”