R a h a s i a k u

R a h a s i a k u

SEMULA aku mengontrak sebuah rumah dengan teman-teman sedaerahku, tapi setelah beberapa bulan aku mengalami ketidakcocokan dengan mereka, sehingga aku putuskan untuk mencari kost.

Dengan bantuan teman, aku mendapatkan kost dengan cepat dan sesuai dengan keinginanku. Kostnya selain bersih, penghuninya sedikit, kamar mandi berada di dalam, ibu kostnya juga ramah dan baik.

Aku memanggilnya Tante Lidya, umurnya kurang lebih 45 tahun, kurasa begitu, karena tempatnya Tante Lidya umur berapa, aku tidak tau secara pasti, sebaliknya aku juga tidak asal nebak umur orang.

Suaminya seorang pengusaha yang jarang di rumah. Karena mereka tidak mempunyai anak, aku begitu sering dimanjakan oleh Tante Lidya dengan makanan yang enak-enak.

Kami sering berdua saja nonton televisi kalau tugas kuliahku lagi kosong. Menurut ceritanya ia masih segar dan awet muda diusianya yang sudah 45 tahun, dan menstruasinya juga masih lancar seperti wanita berumur 30 tahun karena selain olahraga secara teratur, ia juga menguasai terapi pemijitan sexual.

Tidak ada salahnya kucoba keahlian yang dimiliki ibu kostku itu. Ia mengajak aku masuk ke kamarnya, ia menyuruh aku telanjang.

Setelah aku telanjang, ia menyuruh aku berbaring di tempat tidur dan ia memuji bulu kemaluanku yang lebat, karena katanya memiliki bulu kemaluan yang lebat itu indah asal terawat.

Aku merasa tersanjung dengan pujiannya itu sehingga ia melepaskan pakaiannya telanjang menyuruh aku mencium vaginanya, akupun menurut.

Vaginanya wangi, sedangkan vaginaku berbau amis, katanya. Ia menjilat vaginaku dan ia juga menyuruh aku menjilat vaginanya.

Lama kelamaan aku merasa ada suatu keanehan yang kualami dalam tubuhku. Darahku terasa berkumpul semua di kepalaku, aku tidak tahu kenapa.

Tante Lidya berkata, “Karmila, aku membutuhkanmu,”

Tante Lidya menatapku, matanya menusuk ke dalam jiwaku, kurasakan getaran keibuan dalam matanya.

“Tante mencintai kamu. Maukah kamu?”

Kakiku terasa lemah dan bergetar karena aku tak pernah merasakan hal itu dari teman-teman priaku yang mencoba merayuku.

“Tante, kenapa berkata begitu?” kucoba berkata dengan sepatah kata.

Aku lemas dan tak berdaya. Aku seperti patung dan tak ada sepatah katapun yang sanggup kukeluarkan lagi. Pada saat yang sama kurasakan bibirnya menyentuh bibirku. Aku diam saja ketika lidahnya mulai masuk ke dalam mulutku.

Kurasakan tangannya yang lembut menyentuh dan membelai diriku. Tante Lidya mulai mendekapku. Aku merasakan sensasi yang aneh dalam diriku, karena aku memang belum pernah dicium oleh siapapun atau belum pernah bercinta.

Saat itu aku berada dalam dekapan wanita yang jauh lebih tua dariku dan lalu bibirnya mulai menari di bibirku, aku memberontak walau tak terlalu kuat pemberontakanku.

Kucoba melepaskan bibirnya dari bibirku, tapi ia semakin mendekapku, tangannya mencengkeram payudaraku, dan lidahnya makin liar memainkan lidahku, hingga aku sesak dan tak bisa bernapas.

Kucoba mendorongnya tapi tangannya makin merajalela meremas semua tubuhku yang sintal, dan akhirnya aku berhenti memberontak.

Kucoba merasakan sensasi luar biasa ini, kupejamkan mataku. Entah kenapa keberanianku muncul untuk mencoba hal yang baru itu.

Aku mulai membalas pagutan bibirnya, kuikuti kemana arah lidahnya menari, dan akhirnya aku mulai belajar darinya.

Tangannya menjelajah di seluruh tubuhku, aku mulai terbawa dalam kehangatannya.

Aku sandarkan tanganku di bahunya agar aku tidak terjatuh, dan ia mulai meremas-remas kedua daging kenyal dadaku.

Aku sangat kelabakan ternyata ia begitu bernafsu, pantatku juga diremas-remas olehnya, aku seperti mainan boneka barunya.

Entah kenapa aku pasrah dan menyerahkan tubuhku padanya, mungkin didukung oleh suasana malam sehabis hujan, dan kesunyian di rumah itu. Lidahnya mulai menjilat leherku yang jenjang, tangan-tangannya berusaha memainkan vaginaku.

Aku tak kuasa menahan beban tubuhku lagi, ketika mulutnya menghisap puting susuku. Aku terjatuh tetapi dengan kepiawaian Tante Lidya aku ditopangnya, kedua tangannya memegang punggungku, sehingga aku mendongakkan wajahku ke belakang membentuk setengah lingkaran. Sehingga dengan leluasa mulutnya menguasai kedua buah dadaku.

Kenikmatan yang kurasakan adalah ketika lidahnya memilin putingku yang sudah menegang.

“Oh.. Tante, oh.. Tante,” hanya kata-kata itulah yang kuucapkan berkali-kali sembari mendesah nikmat, sedangkan Tante Lidya menikmati tubuhku seperti permen. Sedangkan tangannya asyik bereksplorasi menjelajah vaginaku, dan ia sangat mahir membuat kejutan-kejutan yang membangkitkan gairahku.

Gairahku semakin menyala. Dalam hati aku berkata aku sudah menjadi seorang lesbian.

Malam itu begitu sunyi, hanya suara jangkrik dan desahan napasku yang tak tertahankan dari gempuran nafsu Tante Lidya, ia menjilati pantatku, menyusuri pahaku yang indah dan berisi, lidahnya tak henti-hentinya berputar-putar, membuatku lemas dan tak berdaya.

“Tante, aku tak tahan lagi…”

Aku menjatuhkan tubuhku, dan Tante Lidya menangkapku walau ia sudah berumur tapi ia cukup kuat menggendongku dengan berat badanku yang hanya 45 kilogram ini menuju ke kasur kenikmatannya.

Ia membaringkanku, dan dengan sikap pasrah kurentangkan kedua tanganku di atas kepalaku. Lalu Ia mencium bibirku dengan dahsyat pada saat yang cepat.

Tante Lidya menindihku, memagut bibirku, kurasakan hangat tubuhnya berpacu dengan birahinya.

Aku lebarkan selangkanganku dan kedua kakiku melilit tubuhnya. Aku pun membalas ciuman bibirnya, kami berciuman dengan memasukan lidah masing-masing ke dalam mulut.

Lalu bibirnya mulai berpetualang ke leherku, lalu memutar-mutar di kedua puting payudaraku yang sudah menegang. Walau udara saat itu dingin karena AC di ruangan, tapi kurasakan keringat yang membasahi kami sangat banyak.

Benar-benar pengalaman yang luar biasa, entah bagaimana rasanya aku seperti ingin pipis tapi tak bisa. Lidahnya memainkan klitorisku, dan mengacak-ngacak seluruh bulu kemaluanku, semua ototku menegang, dan aku mengerang kencang.

Sepertinya Tante Lidya tak peduli dengan eranganku ia bahkan semakin membabi buta memainkan lidahnya.

Akhirnya kurasakan cairan keluar dari vaginaku, tapi lidahnya tak berhenti disitu.saja, pahaku dan seluruh kaki yang jenjang juga dimakannya.

Lalu ia berdiri di atas kasur berjalan mendekati wajahku dan menyodorkan payudaranya yang sudah berkeriput, tapi aku mengulumnya juga dan tangannya tak henti-hentinya bermain di klitorisku.

Aku juga ingin sedahsyat ia walaupun aku masih canggung untuk melakukan ini-itu. Tapi birahiku berkata lain aku mulai menjilati seluruh tubuhnya juga dan ia juga menjilati tubuhku.

Tubuh kami saling terkunci, hingga kemudian kami berada pada posisi 69.

Kurasakan klitorisnya sangat aneh bagiku, tapi karena keahliannya aku tak peduli kami saling memuaskan napsu birahi kami, yang kudengar hanya erangan suara kecipak air yang membasahi masing masing vagina kami, dan aku kaget ketika cairan itu keluar.

Semula jijik tapi aku sudah dilingkupi birahi yang memuncak, sehingga aku nikmati semuanya, dan akhirnya aku mencapai orgasme duluan. Lalu aku lemas dan ia masih menjilati tubuhku, dalam keadaan lemas itu ia menindihku.

Setelah itu aku amat lemas tulangku seperti patah-patah, tapi pengalaman tadi malam memang luar biasa.

Aku merasakan Tante Lidya adalah kekasihku walaupun aku sudah jauh melangkah tapi aku tetap menjaga diriku sebagai seorang gadis.

Ada satu hal yang aku suka dari hubungan kami berdua, aku dapat melakukan dengan aman tanpa ada akibat kehamilan, dan rahasia kami akan terjaga selamanya