Perjalanan Asmara Aji

Aji, di usianya yang memasuki 33 tahun sudah memiliki banyak pengalaman asmara yang berwarna. Ketampanan dan tubuh idealnya, membuatnya mudah mendapatkan hati wanita. Tak hanya hati, juga dengan mudah mendapatkan tubuhnya.

Ia sudah bercinta dengan banyak wanita. Dari usia muda hingga nenek-nenek. Termasuk dengan keluarganya sendiri, sudah banyak saudara yang ia nikmati tubuhnya.

Wanita dengan latar belakang berbagai macam juga sudah pernah ia cumbu. Dari ibu-ibu pemulung hingga istri pejabat sudah ia embat. Dari wanita pendiam hingga PSK kelas kakap sudah ia rasakan.

Bagaimana kisah Perjalanan Asmara Aji? Sima cerita bersambung ini.

***

#1
Ponakan yang Pintar

Aji sudah menyelesaikan urusan pekerjaan di Malang, Jawa Timur. Ia melihat jam di tangannya, menunjukkan pukul 10 malam. Baru saja ia meeting dengan rekan bisnisnya di sebuah kafe. Kini ia akan kembali ke Surabaya.

Aji tancap gas mobilnya. Berjalan pelan-pelan, sambil menikmati suasana malam Kota Malang. Tubuhnya sudah kelelahan, seharian sejak pagi sudah menemui beberapa orang untuk untuk urusan pekerjaan.

Meski capek, Aji berusaha kembali ke Surabaya malam itu. Karena besok pagi, ia sudah ada urusan pekerjaan lagi.

Sekitar 15 menit ia mengendarai mobil, kantuk mulai datang. Seharian, tak ada waktu untuk istirahat membuat matanya kini berat. Aji tak mau memaksakan diri. Ia menepi ke sebuah minimarket untuk istirahat sejenak.

Setelah membeli kopi, ia duduk di depan minimarket. Rokok ia bakar dan menyeruput kopinya. Tapi kantuk tak juga hilang. Rasanya ia perlu tidur, tak bisa memaksakan untuk langsung ke Surabaya. Daripada kenapa-napa di jalan.

Biasanya dirinya ditemani temannya untuk bergantian nyetir jika keluar kota. Namun karena ada jadwal bersamaan, ia harus pergi sendirian.

Aji berpikir untuk tidur hotel, namun nanggung, ia besok pagi sudah harus cabut. Kemudian Ia berpikir tidur di tempat temannya, namun justru pasti tak akan istirahat. Ada beberapa temanya yang tinngal di kos, kontrakan, atau rumah sendiri. Namun saat ia ke sana, pasti akan diajak aneh-aneh. Minimal minum alkohol. Aji tak mau, ia harus ada di Surabaya besok pagi untuk urusan pekerjaan.

Ia pun teringat ponakan yang kuliah di Malang. Bisa kali untuk menumpang tidur di kosnya bentar. Aji coba menghubungi via Whatsapp.

“Dek Tania, ada di Malang?” tulisnya. Tak lama langsung di balas. “Iya, kenapa om? jawab Tania.

“Om ada di Malang kecapekan, besok pagi harus ke Surabaya lagi. Bisa numpang istirahat? tanya Aji.

“Iya boleh om,” Tania dengan cepat menyetujui. Karena ia sudah akrab dengan Aji sejak kecil. Bahkan Aji sangat baik ke Tania. Aji sering menuruti permintaan Tania saat masih sekolah, minta apa, ia belikan.

Tania sendiri sudah memasuki semester 6. Ia kuliah di sebuah universitas ternama di Malang. Tania dikenal pintar memang sejak kecil.

“Boleh ya cowok nginap di sana? tanya Aji. “Nanti aku bilang ibu kos, ada saudara mau ke sini. Biasanya diizinin aja,” jawab Tania.

“Ya wes. Shareloc. Eh, sudah makan? mau nitip apa? tanya Aji.

“Oke. Belikan martabak aja om, es apa aja wes. Aku udah makan nasi. tadi sore,” jawab Tania.

Tania memang sedikit makan nasi. Tubuhnya kecil. Payudaranya juga tak besar, hanya segenggam tangan orang dewasa. Ia masih terlihat polos.

Setelah beli martabak dan es pesanan ponakannya, Aji langsung menuju ke tempat kos Tania.

“Aku di depan. Mobil taruh depan sini gpp ya? pesan WA Aji ke Tania.

“Iya bentar aku turun. Dipepetin aja mobil gpp,” jawab Tania.

“Ayo masuk om,” ajak Tania sambil salim ke Aji.

“Ini martabak dan esnya,” kata Aji sambil menyerahkan pesanan Tania.

Keduanya pun langsung masuk kamar Tania di lantai dua.

“Sendirian ya sekamar, berapa sewa sebulan? tanya Aji.

“600 ribu om. Bayarin ya bulan depan,” hehe, jawab Tania.

“Doakan ada rezeki nanti kukirimi,” ucap Aji.

“Om udah lama gak kasih aku uang,” jawab Tania.

“Kan lama gak ketemu,” timpal Aji.

“Kan bisa tranfer,” ucap Tania bergurau.

“Kamu gak minta,” haha, jawab Aji sambil tertawa.

“Kalau mau mandi dulu, silahkan om,” kata Tania sambil menikmati martabak.

“Om mau tiduran dulu, nanti aja kalau gak males. Ngantuk sekali,” ucap Aji.

Aji pun merebahkan tubuhnya di kasur Tania yang di atas lantai, tanpa ranjang. Dia lega sekali bisa merebahkan tubuhnya.

Sementara di sampingnya, Tania masih asik menikmati martabak. Tania sangat nyaman dengan Aji. Tak ada kecurigaan apapun, ia bersama Aji. Karena hubungan ponakan dan om keduanya, begitu erat. Bahkan keduanya sempat tinggal bersama beberapa tahun saat Tania masih SD.

Ternyata Aji kesulitan untuk tidur. Ia menoleh ke ponakannya yang memakai celana pendek. Paha putih dan mulusnya pun kelihatan. Untuk atasnya, Tania memakai kaos berwarna putih tipis. Kacamata masih melekat di mata Tania.

“Kuliahmu gimana? lancar-lancar aja?” tanya Aji.

“Lancar om,” jawab Tania singkat.

“Gak usah pacaran kalau mau lancar,” celetuk Aji sambil tertawa. Namun matanya masih tertutup, berusaha untuk tidur.

“Halah, sama aja, punya pacar atau tidak, tetap tidak terganggu,” jawab Tania.

“Iya sih, paling kamu kalau pacaran ya ngajak pacaramu belajar,” hahaha, tawa lepas Aji.

“Emang mau ngapain lagi,” jawab Tania.

“Pernah kamu ajak ke sini? tanya Aji. Tania hanya diam tersenyum.

“Yang penting jangan aneh-aneh,” ucap Aji.

“Wes… wes… Sana ndang tidur,” kata Tania mengalihkan pembicaraan.

(bersambung)

Gallery for Perjalanan Asmara Aji