Nadine part 1

 

Gubuk itu terlihat kumuh dan kotor. Dinding-dindingnya yang terbuat dari papan dan anyaman bambu sudah bolong di beberapa tempat. Semak dan rumput tinggi melebat di sekitarnya. Atapnya yang terbuat dari anyaman daun dan rumput sebagian sudah lepas dari tempatnya. Gubuk itu sendiri merupakan satu-satunya bangunan yang ada di tempat itu. Satu-satunya tempat yang dihuni manusia sepanjang radius seratus km.
Desahan-desahan nafas memburu terdengar dari balik dinding bambu. Sesekali terdengar erangan halus suara wanita ditingkahi oleh suara berat yang bisa dipastikan suara pria. Suara decitan persendian kayu yang tidak terpasang sempurna terdengar berirama mengiringi desahan dan erangan yang berasal dari dalam gubuk.
Di dalam gubuk, di atas sebuah ranjang kayu kasar yang berlapis kasur usang, terlihat sepasang manusia yang berbeda jenis kelamin sedang bergumul dalam keadaan telanjang bulat. Keringat membasahi tubuh mereka. Yang pria adalah seorang berkulit gelap, kurus dan renta, sedangkan yang digumulinya adalah seorang wanita yang sangat cantik, masih muda dan segar. Kulitnya putih mulus dengan tubuh yang indah yang jelas terlihat kalau tubuh itu adalah tubuh yang sangat terawat baik.

“ohh…,” desah manja meluncur dari bibir mungil wanita itu. Wajahnya sangat cantik, bulat telur dengan mata bening. Rambutnya yang sebahu bergoyang liar seirama dengan gerakan tubuhnya.
“Ohh.. ohh..,” pria tua yang menggumuli tubuh mulus telanjang gadis cantik itu mendengus penuh nikmat. Pria itu berwajah keriput dengan rambut jarang-jarang nyaris botak. Giginya yang nyaris habis membuat pipinya yang kurus menjadi makin cekung.
“Ohh.. Neng Nadinesuka kan beginian sama saya?” kata si pria di tengah usahanya menggauli wanita cantik yang berada di bawah tindihannya. Wanita yang dipanggil dengan sebutan Nadineitu tersenyum samar antara ya dan tidak.
“Ohh.. iya Pak.. Ahh.. Saya suka..” wanita itu menjawab dengan nada manja, matanya menyipit merasakan gairah seksual yang mendesak-desak tubuhnya, sementara suara berdecak dari kemaluan mereka yang bersatu ketat terdengar cukup keras. Mendengar itu pria tua itupun kian bersemangat menggenjotkan penisnya ke dalam vagina si wanita membuat ranjang yang mereka pakai berdecit-decit keras.
“Ohh.. ohh.. ohh.. ” pria tua itu mengejang. “Oohh.. ohh.. saya mau ngecrot Neng Nadine ohh.. ahh..!!”
Nadinemerespon desakan penis pria tua itu pada vaginanya. Genjotan dan sodokan penis pria itu membakar sensasi seksualnya, tubuhnya yang muluspun menggeliat penuh nikmat.
“Oohh.. ohh.. ahh.. aahh..!” Nadinemengerang keras, kepalanya bergoyang liar, tubuhnya mendadak melengkung membuat payudaranya yang kenyal, putih dan mulus mencuat menggemaskan. Sesaat kemudian Nadinemerasakan semburan cairan hangat memenuhi liang vaginanya, rupanya pria itu telah berejakulasi di dalam rahimnya. Sesaat kedua tubuh itu menegang sebelum akhirnya melemas kembali.
Untuk beberapa saat lamanya pria itu tetap menindih tubuh telanjang Nadineseolah sedang meresapi setiap kenikmatan yang bisa dia peroleh dari tubuh putih mulus itu. Kemudian pria itu tergolek di sebelah tubuhNadine nafas keduanya terengah setelah mencapai kenikmatan seks yang begitu tinggi. Pria itu menoleh menatap wajah cantik Nadinememalingkan wajahnya. Sebutir air mata mengembang di sudut matanya. Perlahan Nadinebangkit dan duduk bersimpuh di ranjang dengan kedua tangan mendekap payudaranya yang telanjang. Pria itupun duduk, kemudian memeluk pundak Nadine.
“Neng Nadinememang hebat ngentotnya,” kata pria itu sambil mencium pipi mulus Nadine.Nadinediam saja diperlakukan begitu rupa, perasaannya campur aduk tak karuan.
“Ngomong-omong bener nggak sih namanya Neng itu Nadine Chandrawinata?” tanya pria tua itu sambil tetap menciumi pipi Nadine. Nadinehanya mengangguk pelan.
“Dan Neng bilang Neng Nadine adalah penyiar TV?”
Nadinekembali mengangguk, ingatannya menerawang ke kejadian beberapa hari yang lalu.

 

Sebagai seorang presenter, melakukan perjalanan ke luar Jakarta bukanlah hal baru bagiseorang Nadine Chandrawinata. Meski begitu saat tugas ke Sumatera itu dia terima ada sedikit rasa ragu di hatinya. Rasa ragu itu makin menjadi ketika, karena cuaca buruk, penerbangan mereka terhambat dan memaksa mereka meneruskan perjalanan melalui darat.
Di tengah jalan cuaca terus tidak bersahabat, hujan lebat terus menyiram bumi sejak mobil mereka bergerak. Jalan yang rusak membuat sopir harus ekstra hati-hati dalam mengemudikan mobil, beberapa kali mereka nyaris selip karena jalan berlumpur begitu licin. Nadinemerasa agak ngeri melihat keadaan di sekelilingnya, yang bisa dilihatnya hanyalah pohon-pohon besar yang terlihat menyeramkan. Nadinetiba-tiba merasa ngeri membayangkan kemungkinan yang akan mereka alami.
Tiba-tiba mereka semua dikejutkan oleh suara keras dari arah depan.
“Awas..!” teriak salah satu kru. Sebatang pohon tumbang berderak mengerikan dan langsung melintang di tengah jalan. Sopir tidak sempat menghindar karena jaraknya yang terlalu dekat, seketika itu pula mobil terpental ke atas saat rodanya menggilas batang pohon tumbang itu. Seluruh penumpang menjerit saat mobil menjadi liar tak terkendali dan meluncur keluar dari jalan utama. Nadinemenjerit ketakutan saat mobil berguncang keras, kepalanya membentur sesuatu yang keras, dan seketika semuanya menjadi gelap.
Nadinemembuka matanya, pandangannya kabur, kepalanya terasa berputar, sekujur badannya terasa sakit, tapi saat melihat keadaannya, Nadineberusaha merangkak keluar dari mobil yang sudah ringsek itu, mengabaikan rasa sakitnya, mengabaikan wajahnya yang berdarah-darah. Samar-samar dia melihat mobilnya yang sudah rusak berat. Keempat rodanya mencuat miring ke atas. Nadineterguncang melihat keadaan itu. Pandangannya kembali mengabur, kemudian Nadineterkulai lemah. Saat itulah,antara sadar dan tidak, Nadinemelihat sekilas ada bayangan yang bergerak di dekatnya, kemudian Nadinemerasa tubuhnya seperti diangkat oleh bayangan itu. Nadinesama sekali tak mampu menahan hal itu. Dia merasakan bayangan itu membawanya pergi, setelah itu Nadinekembali pingsan.
Nadinemembuka matanya, dia menemukan dirinya terbaring lemah di atas ranjang kayu, bau kain usang menguar di sekelilingnya. Nadinemencoba untuk bangun tapi rasa sakit menderanya.

“Ohkk…!” Nadinemerintih menahan sakit yang makin menghebat tiap mencoba bangkit. Akhirnya Nadinemenyerah, dia kembali berbaring lemah di ranjang. Air matanya bercucuran menahan rasa sakit yang menderanya.
Nadinemelihat ke sekelilingya. Dia berada di sebuah bilik kecil berdinding bambu. Beberapa lubang menganga di dindingnya membuat berkas sinar menerobos masuk. Sebuah jendela ada di dekat ranjang tempatnya terbaring, tertutup oleh kain kumuh. Sebuah meja dan kursi kayu ada di sudut. Nadinemelihat ada piring dan gelas di atas meja, bau makanan hangat menguap tercium oleh hidung Desy.
Pintu bilik terbuka, sesaat sinar redup menerobos masuk, sebuah siluet manusia seperti terbingkai di sana.
“Sudah bangun ya?” terdengar suara berat, seorang pria berjalan masuk dan mendekati .Nadine. Nadineterkejut sesaat, ada rasa takut merayapi dirinya, Nadineberusaha menjauh, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk digerakkan.
Pria itu makin mendekat. Nadinebisa melihat sosoknya sekarang. Pria itu sudah tua, mungkin lebih dari 60 tahun. Kulitnya coklat gelap, badannya kurus dan agak bungkuk, rambutnya yang putih tipis nyaris botak sedangkan kumis dan janggutnya tumbuh liar tak teratur. Wajahnya keriput seperti terbungkus jaring laba-laba, kantong matanya menggelambir, bibirnya agak tebal dan kempot karena nyaris tak ada gigi tersisa di mulutnya. Pria itu memakai baju kumal dan bertambal.
“Di mana saya? Siapa kamu?” tanya Nadinegugup.
“ Sugi, panggil saja Sugi Neng,” kata pria itu sambil duduk di tepi ranjang, membuat Nadineberingsut menjauh.
“Jangan Pak.. Jangan..” Nadineberusaha mundur, tapi Pak Sugi menahannya.
“Tenang Neng Nadine. jangan banyak bergerak dulu,”
Nadineterkejut saat Pak Sugi menyebut namanya.
“Saya tahu dari KTP Neng Nadine kata Pak Sugi menjawab kekagetan Nadine
“Teman-teman saya…” Nadineteringat rekan-rekannya
“Meninggal Neng..” jawab Pak Sugi lirih. “Dan sungguh ajaib Neng Nadinebisa selamat dari kecelakaan itu, mobil Neng Nadinemasuk jurang sedalam 30 meter dan terbakar beberapa saat setelah Neng Nadinesaya selamatkan.”
Nadineseketika menangis dan menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Tubuhnya ter guncang disela tangisnya. Dia merasa amat syok mendengar berita itu. Perasaan itu seperti menciptakan sebuah lubang kosong di perutnya. Emosinya campur aduk, tenggorokannya seperti tersumbat.
“Sudah Neng, sudah..” Pak Sugi berusaha menghibur. “Seharusnya Neng Nadinebersyukur bisa selamat.”
Ucapan itu, meski terdengar klise tapi cukup ampuh untuk menenangkan emosi Nadineyang teraduk tak karuan. Perlahan nafas Nadinekembali teratur, meski masih terisak tapi Nadinemerasa sedikit lebih tenang.

 

“Sebaiknya Neng Nadineistirahat,” kata Pak Sugi. “Tubuh Neng Nadinemasih sangat lemah. Saya sudah buatkan obat untuk Neng Nadine
Pak Sugi berdiri dan berjalan menuju meja. Dia mengambil gelas yang ada di meja lalu memberikannya pada Nadine Nadinemelihat isinya, cairan kental berwarna kehijauan, baunya seperti bau jamu.
“Minum Neng, ini baik untuk kesehatan,” kata Pak Sugi. Nadineagak ragu meminumnya, tapi setelah dipaksa beberapa kali oleh Pak Sugi,Nadineakhirnya mencoba seteguk. Rasanya memang pahit, tapi khasiatnya sangat mujarab. Tubuh Nadineyang semula tidak karuan perlahan menjadi hangat dan ringan, seolah rasa sakitnya tersapu habis oleh khasiat jamu itu. Pak Sugi juga memberi Nadinemakanan dan minum. Nadineyang memang lapar segera menghabiskannya. Dari Pak Sugi Nadinetahu kalau dia pingsan selama dua hari. Malam itu Nadinebisa tidur dengan pulas setelah minum obat dari Pak Sugi.
Pagi harinya Nadineterbangun dengan tubuh segar. Meski beberapa bagian tubuhnya masih terasa sakit tapi Nadinemerasa jauh lebih baik. Kepalanya sudah tidak lagi pusing, suhu badannya juga sudah kembali normal. Hanya saja, Nadinemerasa badannya tidak nyaman. Sekujur tubuhnya terasa lengket karena tiga hari tidak mandi. Yang paling diinginkannya saat ini adalah mandi berendam dengan air dingin. Hanya saja, ini bukan di kota dimana dia bisa mendapatkan segala kebutuhan dengan mudah. Gubuk yang ditempatinya jauh dari mana-mana. Nadinebahkan tidak menemukan kamar mandi atau WC di tempat itu. Mungkinkah dia harus mandi di sungai?
“Wah.. kalau mau mandi atau ke WC ya musti ke sungai Neng,” kata Pak Sugi ketika Nadinemenanyakan dimana dia bisa mandi.
“Sungai?” Nadineragu-ragu. Dia belum pernah mandi di sungai sebelumnya.
“Iya. Di sana,” Pak Sugi menunjuk ke arah timur. “Nggak jauh, paling sekitar 200 meter dari sini. Airnya jernih, nggak kayak sungai-sungai di kota.”
Nadinetidak menjawab ucapan Pak Sugi. Didalam pikirannya sekarang sedang sibuk berpikir apakah dia akan meneruskan niatnya untuk mandi atau tidak. Tapi godaan yang kuat ditambah tidak tahan dengan tubuhnya yang lengket akhirnya membuat Nadinemdneruskan rencananya. Dia berjalan menyusuri jalan setapak yang tadi ditunjukkan Pak Sugi. Ternyata benar. Agak turun ke lembah, sebuah sungai yang cukup lebar mengalir jernih. Udara terasa menyejukkan oleh hembusan angin semilir. Sesaat Nadinemdnikmati pemandangan di sekelilingnya. Balutan hijau pepohonan dibelah oleh aliran sungai yang berkilau keperakan. Perlahan dan hati-hati, Nadineturun menuju sungai. Rasa dingin menyegarkan terasa nikmat ketika Nadinemencelupkan kakinya. Selama beberapa menit lamanya Nadinemenikmati air sungai yang jernih dan menyegarkan dengan mencuci muka berulang-ulang. Rambut pendeknya ikut basah sehingga seperti dihiasi oleh untaian mutiara yang berkilau diterpa sinar matahari. Wajah Nadinekelihatan makin cantik dalam keadaan basah.
Tapi masih ada ganjalan di dalam diriNadine Haruskah dia membuka seluruh pakaiannya, yang memang sangat diinginkannya, atau harus berendam dengan pakaian lengkap. Nadinemelihat ke sekelilingnya, mencoba mengamati situasi. Setelah yakin tidak adaorang lain, perlahan Nadinemulai melepaskan pakaiannya satu persatu sampai telanjang bulat.
Untuk sesaat Nadinemengamati tubuh telanjangnya sendiri. Tubuh yang putih mulus itu memang sangat indah. Ramping tapi padat. Payudaranya mulus, berukuran sedang tapi bulat dan ketat dengan puting merah segar. Perutnya kencang dan rata membentuk pinggang yang ramping, berakhir pada pinggul dan pantat yang bulat dan padat. Kakinya yang panjang terlihat berkilau karena basah. Vagina Nadinetampak masih sangat bagus, ditumbuhi rambut halus dan rapi. Jelas sekali kalau tubuh itu adalah tubuh yang terawat dengan sangat baik.
Selama hampir sejam Nadinebermain air di sungai dalam keadaan bugil. Tubuhnya terasa segar. Segala kepenatannya seolah lenyap dibawa air sungai. Segala keinginannya untuk mandi setelah tidak tersentuh air selama empat hari benar-benar diluapkannya saat itu. Dan itu rupanya membuat Nadinetidak waspada ada gerakan aneh yang bersembunyi di balik semak-semak di dekat tempatnya mandi.
“Ohh… oohh… Astaga..” terdengar desahan dari orang yang mengintip setiap gerakan .Nadine“Mulus.. ohh… montok banget.. ahh..” sosok bayangan yang bisa dipastikan pria itu tampak begitu menikmati pemandangan indah di hadapannya. Seorang wanita muda dan cantik bertelanjang bulat seolah menantang untuk ditiduri.
“Ohh… ohh.. aahh..” pria itu mengerang. Rupanya sambil mengintip Nadineyang sedang mandi, pria itu juga melakukan onani dengan mengocok penisnya.
“Oohh.. ahh.. ahh..” pria itu mengejang. “Harus.. Malam ini harus bisa.. Dapatkan dia, harus..”
“AAGGHH.. AHH..!” pria itu mengerang saat spermanya menyembur tak terkendali. Kemudian dia kembali meneruskan mengintip tubuh telanjang Nadine Chandrawinata.
Puas membersihkan dirinya, Nadinesegera mengenakan pakaiannya lagi dan segera meninggalkan tempat itu, kembali ke gubuk Pak Sugi. wajah Nadinemenjadi terlihat makin cantik dan segar.
“Dari sungai ya Neng?” tegur Pak Sugi yang sedang nongkrong di depan gubuk sambil mengisap rokok yang dilintingnya sendiri. Nadinemencium bau asap tembakau bercampur bau dupa ketika asap rokok itu terbang ke arahnya.

 

“Eh.. i.. iya Pak..” jawab Nadineagak gugup, ada perasaan aneh berdesir di dadanya saat menatap Pak Sugi.
Sepanjang hari itu Nadinemenghabiskan waktunya dengan berjalan-jalan di hutan sekeliling gubuk, meski begitu Nadinetidak berani terlalu jauh, masih banyak hewan buas, kata Pak Sugi.
Matahari beranjak turun ke barat, menghasilkan sinar jingga lembut yang membuat suasana menjadi romantis, kalau suasananya berbeda mungkin suasana ini akan sangat pas untuk bercinta. Cahaya jingga memancar dari dalam gubuk saat matahari benar-benar tenggelam. Rupanya Pak Sugi menyalakan lampu minyak di dalam gubuk. Ketika masuk ke gubuk, Nadinemerasa agak janggal karena gubuk sempit itu tiba-tiba berubah bersih dan rapi. Bau kain tua yang tadinya menguar sekarang berkurang drastis. Nadinebahkan melihat kain yang melapisi dipan kayu sekarang sudah diganti dengan yang lebih bersih
.Silakan Neng, kalau Neng Nadinemau istirahat,” kata Pak Sugi. “Saya juga sudah buatkan obat buat Neng Desy.” Pak Sugi menyodorkan gelas di tangannya.
“Terima kasih Pak..” Nadinemenerima gelas itu dengan gugup. Dia merasa agak ganjil dengan perubahan Pak Sugi, apalagi saat melihat matanya. Mata itu mirip mata srigala lapar yang sedang mengincar mangsa. Meski begitu Nadineberusaha menepis keganjilan itu dari pikirannya. Lalu, setelah Pak Sugi keluar dari gubuk, Nadinepelan-pelan meminum obatnya, kemudian merebahkan tubuhnya.
Tatapan mata Nadinemenerawang memandangi atap gubuk yang bergetar tertiup angin. Angannya menerawang pada teman-temannya yang tewas. Apakah saat ini ada tim SAR yang mencarinya? Kalau ada, apakah ada kemungkinan mereka akan menemukan dirinya? Nadinesendiri tidak tahu di mana dia berada atau seberapa jauh dia dari lokasi kecelakaan.
Lelah memikirkan semua itu, ditambah pengaruh obat yang diminumnya, Nadineakhirnya tertidur. Dalam tidurnya Nadinebermimpi, dia melihat teman-temannya berkilasan di depannya, beberapa diantaranya saling bicara dengan bahasa yang sama sekali asing bagi Nadine lalu pelan-pelan mimpi Nadineberubah. Seekor ular sebesar lengan orang dewasa menggeluti tubuhnya yang ternyata dalam keadaan bugil. Gerakan ular itu menimbulkan sensasi aneh dalam diri Nadine seolah setiap sentuhan ular itu membangkitkan hasrat seksualnya secara gaib. Nadinemendesah tertahan saat ular itu merayap di sekujur tubuhnya. Tapi pelan pelan Nadinemerasakan belaian ular di tubuhnya jadi makin nyata.

Nadinebenar-benar bisa merasakan sentuhan sentuhan meraba raba tubuhnya, terutama di daerah vagina, perut dan payudaranya.
Seketika Nadineterbangun. Betapa terkejutnya dia saat melihat Pak Sugi sudah ada di dekatnya. Tangan Pak Sugi lah, bukan ular yang dari awal menelusuri tubuhnya. Nadinemendapati bajunya sudah tersingkap lebar, menampakkan tubuhnya yang mulus. Nadinemencoba berteriak tapi Pak Sugi lebih dulu membekap mulut Nadinedan menerkam tubuh presenter cantik itu. Nadinemeronta mencoba membebaskan diri, tapi entah kenapa, Nadinemerasa seolah tubuhnya tidak punya daya untuk melawan.
“Jangan menolak ya Neng.. Bapak pingin sekali..” kata Pak Sugi dengan nafas yang memburu. “Saya janji nggak akan kasar sama Neng Nadineasal Neng Nadinenurutin saya.”
Nadinemencoba mundur sambil mendorong Pak Sugi, tapi Pak Sugi terus mendesak sambil menciumi bagian tubuh Nadineyang bisa dijangkaunya.
“Jangan Pak..” Nadinetetap menolak, tapi anehnya setiap sentuhan Pak Sugi membuat tubuhnya bereaksi, seolah ada yang menggetarkan gairahnya tanpa Nadinemenyadarinya.
“Tidak apa-apa Neng, lagian tempat ini jauh dari mana-mana.”
“Jangan Pak, jangan kurang ajar..” Nadinemulai menangis. Dia tidak habis mengerti bagaimana orang yang dari luar kelihatan baik ternyata tega berbuat keji seperti ini.
“Ayolah Neng .Nadine. anggap saja ini sebagai balas budi karena saya sudah menyelamatkan Neng ”Nadine kata Pak Sugi sambil terus mendesak Nadine Lagipula toh saya sudah pernah lihat Neng Nadinetelanjang..”
“Bapak mengintip saya mandi..?” Nadineterkejut mendengar hal itu.
“Ayolah Neng, jangan menolak.” Pak Sugi makin gencar mendesak “Nadine kalau saya mau, saya bisa memperkosa Neng Nadinetpi saya tidak mau..”
Nadineterdiam dalam kebimbangannya. Pak Sugi memanfaatkan kebimbangan
diNadine dia a meluncurkan sentuhan dan ciuman lembut pada pundak dan leher Nadine.
Nadinemenggeliat mencoba melawan desakan Pak Sugi. Sebagai wanita kota sekaligus selebriti, Nadinetidak mau orang seperti Pak Sugi menodainya. Nadinetak rela kalau kehormatannya direnggut paksa. Tapi pada saat yang bersamaan Nadinejuga merasa ucapan Pak Sugi ada benarnya, apalagi Nadinejuga ternyata merasakan sensasi kenikmatan dalam setiap sentuhan Pak Sugi, meskipun Nadinetidak pernah tahu itu adalah akal Pak Sugi yang menaruh ramuan perangsang dalam obat yang diminum Nadine.Campuran dari itu semua membuat Nadineakhirnya mulai mengendorkan perlawanannya. Maka ketika bibir Pak Sugi mulai mendesak-desak bibirnya
Nadinehanya meronta pelan, pun ketika lidah Pak Sugi mulai membuka paksa mulutny, alih-alih melawan, Nadinejustru meresponnya dengan kepasrahan.

“Ohh.. mmh.. mmh.. ohh..” Nadinemendesah tertahan saat lidah Pak Sugi mengulum lidahnya. Selama beberapa menit, bibir kedua insan yang sangat jauh berbeda itu saling melekat, seolah ada lem yang sangat kuat menyatukannya.
Nadinetidak kuasa menahan setiap serangan Pak Sugi, yang meskipun kelihatannya kasar dan tidak berpendidikan, tapi sangat lihai dalam membangkitkan gairah wanita. Pelan tapi pasti Nadinemerasakan getaran birahinya meningkat.Nadinepun mulai merespon ciuman dan belaian Pak Sugi. Hal itu membuat Pak Sugi merasa mendapat peluang yang selama ini dia tunggu. Pelan-pelan serangan Pak Sugi meningkat. Sambil terus mencium dan melumat bibir Nadine tgnnya juga mulai beraksi. Disusupkannya tangannya ke balik baju presenter cantik itu dan mulai meraba-raba bagian perutnya yang licin. Nadinemerasa sedikit kegelian saat tangan kasar itu menelusuri perutnya. Sentuhan itu meningkatkan libido Nadine apalagi saat tangan Pak Sugi menyentuh payudaranya.
“Oohh… aahh..” Nadinemendesah dan menggeliat saat tangan kasar itu meremas-remas payudaranya. Sesekali Nadinejuga merasakan sentilan dan cubitan tangan Pak Sugi pada puting payudaranya. Pak Sugi juga memilin-milin dan menarik-narik puting payudara Nadinedengan lembut sambil bibirnya sibuk menciumi leher jenjang. , Nadine hal itu membuat presenter cantik itu menggeliat menahan nikmat.
Rangsangan demi rangsangan yang dialami Nadinemembuat gadis itu akhirnya menyerah. Karena itu ketika Pak Sugi melolosi baju dan BH nya, Nadinetidak melawan sedikitpun. Maka sekarang terpampanglah sepasang payudara kenyal yang putih mulus di hadapan Pak Sugi. Bentuknya bulat dan padat dengan puting yang mencuat.
“Uohh.. muluss..” Pak Sugi melotot menyaksikan keindahan payudara Nadinedari dekat. Tanpa membuang waktu Pak Sugi segera merabai payudara mulus itu.
“Ohh.. lembut banget…” kata Pak Sugi saat jari tangan kasarnya merasakan mulusnya payudara putih itu. Kemudian dengan kasar, Pak Sugi meremas payudara Nadine
“Ohh.. aahh..” Nadinemengerang dan menggeliat merasakan tangan kasar menjamah bagian tubuhnya yang sensitif itu membuat birahinya semakin meledak-ledak. Apalagi saat Pak Sugi dengan ganas mulai menjilati dan mengenyot payudara .NadineTerkadang Pak Sugi juga menggigit-gigit puting payudara itu dengan bibirnya dan menyentil-nyentil puting payudara Nadinedengan lidahnya membuat Nadinemendesah merasakan kenikmatan seks yang makin menggelora.

“Ogh.. oohh.. Pak.. ohh.. oohh..” Nadinemendesah, antara mau dan tidak mau menerima perlakuan Pak Sugi. Hal itu membuat Pak Sugi kian bernafsu. Payudara Nadinedicengkeramnya dengan kasar seolah ingin membetot lepas payudara mulus yang membusung indah itu. Terus-menerus mendapat rangsangan hebat seperti itu akhirnya membuat pertahanan Nadineakhirnya jebol juga. Tubuhnya mengejang keras seperti batu. Wajahnya yang cantik menjadi merah padam menahan desakan orgasme.
“OHH.. AAHH.. AHH… AHHKH..!” akhirnya, karena tak tahan lagi, Nadinemengerang keras, orgasmenya meledak tak tertahan seperti banjir yang menjebol bendungan. Nadinemerasakan vaginanya jadi becek dan ada cairan lengket yang membasahi celana dalamnya. Akhirnya tubuh Nadinemelemas di dalam dekapan Pak Sugi. Nadinemerasakan tubuhnya begitu lemas, tapi dia juga merasa sangat puas. Orgasmenya begitu hebat seolah ada cakar baja yang mencabik-cabik tubuhnya dari dalam. Kenikmatan luar biasa yang dialaminya membuat Nadineseperti pasrah menerima perlakuan Pak Sugi selanjutnya.Pak Sugi kemudian merebahkan tubuh Nadineke dipan. Dilihatnya payudara gadis cantik itu bergetar naik turun dengan lembut seirama nafasnya yang terengah. Lalu dengan sigap Pak Sugi mulai melucuti celana panjang yang dipakai Nadinesekaligus dengan celana dalamnya, dan tubuh putih mulus itu sudah sempurna dalam keadaan bugil.
Selama beberapa saat Pak Sugi diam untuk menikmati kemolekan tubuh presenter cantik itu. Belum pernah sekalipun dalam hidupnya dia bisa menikmati tubuh yang seindah itu, seperti mimpi yang jadi kenyataan. Pak Sugi jtga melihat kemaluan Nadinebasah oleh cairan kewanitaan, menandakan kalau gadis itu sudah siap untuk disetubuhi. Maka Pak Sugi segera melepaskan pakaiannya sampai bugil. Maka kedua insan itu kini telah siap untuk menyatu secara badaniah.
Pak Sugi mulai mengatur posisi kaki Nadinehingga mengangkang. Daerah vaginanya yang dihiasi rambut tipis halus terlihat membuka lebar. Lalu dengan lembut Pak Sugi mulai menindih tubuh mulus itu Payudara Nadineyang menonjol ketat menekan dada Pak Sugi yang kurus. Pak Sugi menggerakkan dadanya untuk merasakan kelembutan payudara Nadineyang menekan dadanya.
Untuk sesaat Nadinemenatap wajah pria yang menindih tubuhnya, yang akan menyetubuhinya, tapi kemudian Nadinemenutup matanya, membiarkan naluri seksualnxa yang membimbing jiwa dan raganya.
Pak Sugi mulai menggesekkan penisnya pada bibir vagina Nadinemembuat Nadinemenggeliat geli. Lalu perlahan Pak Sugi membimbing penisnya menerobos vagina Nadine Pelan-pelan penis hitam itu melesak masuk ke liang vagina Nadine
“Ohhkh..” Nadinemerintih kesakitan saat penis Pak Sugi memperawani vaginanya. Vagina Nadineyang perawan terlalu sempit untuk penis Pak Sugi yang besar. Pak Sugi merasakan jepitan liang vagina Nadinebagaikan cengkeraman tangan yang meremas penisnya.
“Ohh…” Pak Sugi mengerang merasakan kenikmatan yang menghantam setiap titik syaraf seksnya. Kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya itu membuatnya kian bersemangat. Pak Sugi mendorong pantatnya menghimpit selangkangan Nadinemembuat penisnya masuk sepenuhnya di dalam liang vagina gadis itu. Keduanya sekarang telah benar-benar menyatu secara ragawi. Tubuh putih mulus Nadine Chandrawinata bersatu dengan tubuh hitam kurus Pak Sugi.
Setelah diam selama beberapa saat, Pak Sugi mulai menggerakkan pantatnya untuk memompa vagina Nadinedengan penis legamnya. Nadinemendesah saat vaginanya disodok oleh penis Pak Sugi. Nadinemerasa liang vaginanya yang masih sempit seperti robek diterjang penis Pak Sugi. Setiap gesekan penis Pak Sugi pada dinding vaginanya menimbulkan rasa pedih tapi sekaligus, karena orgasme yang tadi dialaminya, juga menimbulkan kenikmatan aneh dalam diri .Nadine. Syaraf-syaraf seksnya seperti digedor lagi secara berulang-ulang. Hal itu membuat tubuh Nadineakhirnya memberi respon. Pak Sugi merasakan perlawanan gadis itu mengendor dan mulai rileks menerima sodokan demi sodokan penis Pak Sugi. Erangan Nadinepun mulai teratur seirama dengan gerak persetubuhan mereka.
Pak Sugi yang mengetahui hal itu menjadi yakin kalau gadis cantik yang sedang dia setubuhi itu sudah berhasil dia taklukkan sepenuhnya, karena itu Pak Sugi mulai meningkatkan tempo permainannya. Sodokan penisnya kian ganas menggenjot vagina ,Nadine. lalu sambil sibuk memompa vagina Nadinedengan penisnya, Pak Sugi sibuk pula menciumi dan melumati bibir Nadineyang merintih-rintih sehingga rintihan Nadineteredam oleh bibir tebal Pak Sugi. Kemudian Pak Sugi membimbing kaki Nadineuntuk melingkari pinggang kurusnya sehingga dia bisa menikmati kemulusan paha putih itu dengan tangannya.