MISTERI SIXTH SENSE
Saya hanyalah pendatang baru dan tentunya masih newbie, karena itu saya mohon izin pada seluruh penghuni forum ini untuk sekedar berpartisipasi dalam LKTCP 2018.
Cerita ini mungkin masih jauh dari kata sempurna, tapi saya berharap semua bisa menikmatinya.
————————————————————-
Manusia adalah makhluk paling sempurna di antara makhluk ciptaan Tuhan. Manusia yang terlahir sempurna sudah dibekali lima indra yang akan membuat hidupnya penuh warna.
Indra penglihatan untuk melihat keindahan dunia dan isinya.
Indra pendengaran untuk mendengar alunan tinggi rendahnya suatu nada.
Indra penciuman untuk mencium aroma pembangkit jiwa.
Indra pengecap untuk merasakan asam manisnya kehidupan manusia.
Dan, indra peraba untuk merasakan hangatnya sebuah kasih sayang setiap manusia.
Tapi selain itu, sebagian manusia diberkahi dengan tambahan indra spesial, sebuah indra yang akan membuat manusia akan lebih peka dalam melihat lingkungan sekitarnya melebihi manusia yang hanya mempunyai lima indra.
Indra keenam istilah itulah yang biasa kita kenal, tapi dunia lebih mengenal istilah “SIXTH SENSE”.
——————————————————
SIXTH SENCE
“Panasnya hari ini!!, ditambah aku harus berdiri di tengah lapangan seperti ini, panassss. Tapi salahku juga tadi aku kelupaan sesuatu jadi dapat hukumannya sekarang, hah menyebalkan” gerutuku tidak jelas di dalam hati.
“Apa kemarin kurang jelas perintah yang kami sampaikan?, hal yang mudah saja tidak bisa kalian lakukan, generasi seperti kalian ini yang nanti akan merusak masa depan bangsa ini” teriakan penuh amarah kakak BEM pembina OSPEK di kampusku.
Saat ini aku dan sembilan orang MABA (Mahasiswa Baru), sedang di hukum kakak pembina karena lalai membawa perlengkapan OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus).
“Kamu yang di ujung paling kanan, kamu sadar apa kesalahan kamu?” tanya seorang pembina wanita dengan mimik muka marahnya.
Seorang MABA perempuan di sebelahku cuma menganggukkan kepalanya, entah takut atau memang dia malas menjawab.
“Dan kalian semua tentu sudah tahukan apa kesalahan masing-masing dari kalian!” seru seorang laki-laki tinggi besar, yang menurutku dia adalah ketua BEM di kampus ini tapi aku belum mengenalnya atau mungkin lupa, ah sudahlah.
“Sudah kak” jawabku dan ke sembilan teman MABA ku yang belum satupun aku kenal.
“Ini peringatan pertama dan terakhir, kalau besok kalian ber-sepuluh sampai membuat kesalahan lagi, siap-siap saja menanggung sendiri hukumannya” jelas laki-laki itu lagi.
“Sekarang bubar dan kembali ke kelas kalian masing-masing” tambahnya.
Tanpa salam ataupun penghormatan kami ber-sepuluh membubarkan diri ke kelas kami masing-masing.
“Padahal cuma lupa pakai ikat pinggang doang dimarahin dan di hukum sampek segitunya” gerutuku dalam hati.
Dari sepuluh orang yang di hukum tadi, tiga diantaranya dari kelasku dan salah satunya tentu aku, “Maya Cantika mahasiswi baru di salah satu perguruan tinggi di kota S”, mungkin itu saja pengenalanku.
MAYA CANTIKA
“Ma’af kamu Maya kan?, tanya seorang lelaki yang tiba-tiba muncul dari belakangku, dan sejenak menahan langkahku.
“Iya kak, ada apa kak?” jawabku dengan penuh kebingungan.
“Gak ada apa-apa, cuma mau kenalan saja. Ehmmm, oh ya, kelasmu di ujung sana kan?” ucapnya sambil menunjuk arah kelasku.
“Hati-hati kelas itu banyak hantunya” tambah lelaki yang aku kira dia adalah salah satu kakak pembinaku.
“Hmmmmm, apa sih kak, hari gini percaya hantu, mereka tuh cuma mitos” jawabku dengan acuh sambil beranjak pergi dari hadapan kakak pembina usil yang tidak aku kenali itu.
“Aku cuma mengingatkan, percaya atau tidak itu hak kamu” teriaknya dari arah belakangku.
“Iya kak, terimakasih sudah mengingatkan” jawabku sambil membalikkan badan. Tapi saat kulihat kearah lelaki itu, dia sudah lenyap dari tempatnya tadi.
“Wihhhh, cepat juga dia perginya” fikirku tanpa rasa curiga sedikitpun.
Karena obrolan singkat tadi, aku jadi sendirian sampai di kelasku. “Mungkin semua MABA yang lain termasuk dua orang yang tadi dihukum bersamaku, mereka semua sedang istirahat” fikirku.
“Sudah jam 12 siang ternyata, huh capek juga” ucapku lirih saat melihat jam di kelasku sambil berjalan ke tempat duduk ku.
“Kok sendirian saja?” suara perempuan dari arah belakangku yang sedikit banyak membuat aku terkaget.
“Eh, ada orang ya?, ma’af tadi kukira gak ada orang makanya aku tidak menyapa kamu” jawabku ramah sambil melihat kearah perempuan itu.
Perempuan cantik dengan pakaian yang sama denganku sedang berdiri di belakangku dengan senyuman manisnya. “Pasti dia MABA juga” fikirku.
“Tadi aku tiduran di kursi pojok situ, makanya kamu gak lihat” jelasnya padaku sambil menunjuk kesebuah kursi.
“Oohhhh, hehehehe….. Tadi aku gak lihat soalnya, oh iya aku Maya, kamu siapa?” ucapku sambil mengajak dia berkerkenalan.
“Aku Ajeng, salam kenal” jawabnya sambil menjabat tanganku.
AJENG
“Tangan Ajeng kenapa sangat dingin?, dan aku lihat mukanya juga pucat” gumamku dalam hati.
Sejenak aku merasakan keanehan dari Ajeng. “Mungkin cuma karena aku lelah” fikirku.
“Ajeng, apa kamu sakit?” tanyaku sambil melihat kewajah teman baruku ini.
“Gak kok, aku gak apa-apa, kamu gak ke kantin?, mumpung jam istirahat” ucapnya sangat ramah padaku tapi menurutku itu cuma alasan dia supaya aku tidak terlalu tahu dengan kondisinya saat ini.
“Nanti saja, aku masih mau duduk dulu, capek nih tadi dihukum” jawabku sambil melipat kedua tanganku di atas meja untuk kugunakan sebagai bantal kepalaku, dan sejenak kututup mataku.
“Hukuman seperti itu belum ada apa-apanya dibanding hukumanku waktu itu May” kata Ajeng sambil seperti jalan entah kemana.
“Ah…kamu tuh ngomong apa sih Jeng” ucapku sedikit bingung sambil bangkit dari rebahanku dan melihat sekelilingku.
“Loh, Jeng kamu di mana?” sedikit teriakku, karena tak kujumpai Ajeng di kelas ini.
“Aneh tuh anak, muncul dan hilang kayak setan saja” gumamku lirih.
“Dari pada bingung memikirkan Ajeng, mending aku pergi ke kantin” ucapku lirih.
Dengan langkah setengah malas aku berjalan kearah pintu keluar kelasku.
Belum sempat kakiku melangkah keluar, aku merasa seseorang menarik tubuhku dari belakang dengan kasarnya.
Sreekkkk….Bruukkkk…. Bunyi yang ditimbulkan oleh tubuhku yang terjatuh cukup keras kebelakang.
“Auhhh, saa..sakitt…” ucapku lirih, dan setelahnya aku tak sadarkan diri.
————————————————————-
“Auhh, kok kepalaku sakitt?” ucapku setelah kesadaranku berlahan mulai kembali, ingin rasanya tanganku ini memegang luka di kepalaku, tapi aku tak bisa sedikitpun menggerakkan kedua tanganku.
“Tolloooooongggg….ehhhggggg….” suara teriakan seorang perempuan cukup keras tertangkap pendengaranku.
“Brughhh, agghh…su,,suudahhh..tolongg lepaskan dia” kali ini suara benda jatuh dan rintihan seorang lelaki yang aku dengar.
Ingin rasanya aku segera bangkit dan melihat apa yang sebenarnya terjadi, tapi tubuhku terasa lemas seperti tak ada tulang yang menyangga tubuhku.
“Sii,,siappaa di saanaa?” teriakku sedikit terbata, tapi tak ada jawaban apapun.
“Hahahahahaha….” kembali aku hanya mendengar suara dari arah belakang kelasku, kali ini suara tawa lelaki yang sangat keras.
“Suu.sudah lepaskann diaa, aku mohonn, akkghhhmmm, hueekkk,,, bruakkk” sebenarnya suara apa ini, tadi ketawa, sekarang rintihan, dan barusan bunyi benda yang dilempar jatuh yang aku dengar.
“Kenapa tubuhku ini tidak bisa bergerak sedikitpun?, dan apa sebenarnya yang terjadi?” fikirku, kini aku hanya bisa terdiam dalam kebingunganku.
Belum hilang rasa bingungku, aku kembali mendengar sesuatu, kali ini bukan jeritan atau tawa, tapi suara langkah beberapa orang dan seperti suara benda diseret sedang menuju ke arah tempatku terjatuh tak berdaya.
“Syukurlah ada orang, toloong!” ucapaku dengan suara lirihku.
Tapi saat sumber suara itu tepat berada di depanku, seketika itu rasa takut yang amat sangat segera aku rasakan.
Seorang lelaki penuh luka di sekujur tubuhnya sedang di seret di hadapanku oleh dua orang lelaki.
“Mampus lo, hahahaha” tawa seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di belakang mereka.
Lelaki bertubuh tinggi besar, dan bermuka sangar. “Mereka siapa dan mau apa?” fikirku dalam perasaan tak menentu antara bingung dan takut.
“Astaga itukan lelaki yang tadi menyapaku” gumamku saat kulihat lelaki yang sedang terluka dengan darah mengalir dari kening, hidung, telinga, dan mulutnya.
“Kalian apakan kakak itu?, PEMMBBUUNUHHH” teriakku dengan sepenuh tenaga, tapi tak ada satupun dari mereka yang peduli dengan teriakanku. Bahkan tidak ada satu orangpun yang menghiraukan keberadaanku.
“Kenapa?, kenapa mereka tidak sedikitpun mendengarku” ucapku lirih.
“Sudah cukup, cepat bawa kakak itu kerumah sakit” lagi-lagi kucoba teriak ke arah mereka, tapi bukannya peduli dengan aku, justru mereka seperti sibuk berfikir.
“Sudah, kuburin saja nih orang sialan, biar gak mengganggu kita lagi” ucapan tanpa rasa dosa lelaki yang tadi datang paling terakhir.
“Siap Bos, kita kubur di pekarangan kosong belakang Aula, gimana Bos?” jawab seorang lelaki yang masih asik memegangi lengan lelaki yang tadi sempat menyapaku.
“Hahahahaha….. Cerdas juga kamu, sudah kuburin sana, aku mau icip-icip tubuh ceweknya dulu kayaknya, hahahaha” tawa keras lelaki yang benar-benar tidak punya perasaan yang di ikuti perginya dua orang lelaki sambil menyeret lelaki yang terluka parah dengan kasarnya.
Setelah mendengar dan melihat semua kelakuan mereka, rasa takutku semakin menjadi-jadi.
Saat rasa takut, rasa bingung, dan rasa penasaranku belum hilang, tiba-tiba ada sepasang tangan yang menutup mata dan telingaku sehingga aku tidak bisa lagi mendengar dan melihat apapun yang terjadi.
Dengan semua sisa tenagaku, kucoba berteriak sekencang-kencangnya berharap ada yang mendengar teriakanku. “TOLOOOOONGGG”……
————————————————————-
“Maya, May,, bangun Maya sayang, kamu kenapa?, bangun May, bangun” suara lembut wanita berlahan terdengar di telingaku, tapi kedua mataku masih tidak bisa melihat apapun.
“Sayang, bangun sayang, Ya Tuhan, kenapa anakku?” lagi dan lagi hanya suara yang aku dengar, tapi berlahan sepasang tangan yang menutupi mataku berlahan terbuka, setitik cahaya kini berlahan mulai terlihat di mataku.
“Tooloonggg….” suara lirih yang coba aku keluarkan.
Berlahan aku mulai bisa melihat sekelilingku, putih dan putih itu yang pertama terlihat olehku.
“Syukurlah nak, kamu sudah bangun”
“Ibu…..” ucapku saat aku lihat kearah sumber suara yang sedari tadi terus-terusan memanggil namaku.
Entah dapat tenaga dari mana, aku segera bangkit dan memeluk Ibuku, rasa takut, dan semua rasa yang tadi kurasakan seolah lenyap saat aku melihat Ibuku di hadapanku.
“Ada apa sayang?, sudah kamu jangan berfikir yang macam-macam dulu” tutur lembut ibuku sambil memeluk tubuhku.
“Iya Bu, aku tidak apa-apakok, tadi cuma mimpi saja Bu” ucapku setelah aku merasakan ketenangan.
“Sudah itu cuma mimpi, yang jelas Ibu selali akan menjagamu nak, dan sekarang kamu tiduran lagi ya?, biar cepat pulih” suruh Ibuku padaku.
“Mendengar ucapan Ibuku aku tersadar akan sesuatu, bukannya aku tadi terjatuh di kampus!, terus tentang kejadian gak jelas tadi!, dan aku dimana sekarang?” gumamku lirih sambil tanganku memegangi kepalaku, tapi, “Auh, kok sakit” teriak ku.
“Sayang, tuh tangan kamu jangan megang kepala kamu yang luka” ucap Ibuku.
“Eh, luka ya Bu?, pantesan sakit, hehehehe” sedikit candaku.
“Dasar kamu tuh, ehmm kalau Ibu boleh tahu, kamu tadi kenapa May?, kok sampai luka dan pingsan” tanya Ibuku dengan mimik muka kawatirnya.
“Tadi kepleset di kelas Bu” sedikit bohongku, karena aku tidak ingin membuat Ibuku lebih kawatir lagi.
“Ya sudah, lain kali hati-hati, dan sekarang kamu istirahat dulu ya!, Ibu mau keluar dulu beli makanan”
“Siap bos” jawabku dengan senyuman kearah Ibuku, dan setelahnya Ibu meninggalkanku, kini aku kembali sendirian.
“Apa ini beberan rumahku?, dan apa sekarang aku sudah di dunia nyata?, kenapa semua ini membuatku semakin bingung” batinku.
Saat aku sedang bingung dengan semua kejadian ini, sekilas di balik jendela kamar yang tertup tirai tipis berwarna putih, aku seperti melihat bayangan seseorang.
“Siapa disana?” ucapku cukup keras.
Tak ada jawaban apapun, bahkan bayangan tadi seperti menghilang entah kemana.
Tiba-tiba suhu di kamarku ini semakin dingin, padahal jendela dan pintu sudah tertutup.
“Hik,hik,hik,hik….” suara tangisan perempuan terdengar dari samping kamarku.
“Siapa disana?” tanyaku dengan rasa takut yang tiba-tiba menghampiriku.
Lagi dan lagi tak ada jawaban, tapi suara tangisan itu tetap ada. Dengan mengumpulkan segenap tenaga dan keberanianku, berlahan aku bangkit dari tempat tidurku dan berjalan kearah jendela kamarku. Kubuka jendela kamarku, tidak ada apa-apa, cuma angin yang menyapaku, dan anehnya suara tangisan tadi sudah menghilang.
Seketika tubuhku terasa merinding, dengan cepat kututup jendela kamarku dan kembali aku ke tempat tidurku, “Ibu cepat pulang aku takut” ucapku lirih.
Sejak Ayahku meninggal, aku cuma hidup dengan Ibu dan Kakakku, tapi setelah Kakakku menikah, aku cuma tinggal dengan Ibuku, sedang Kakakku ikut dengan istrinya.
“Tok…tok…tok…Maya, May” terdengar bunyi ketokan pintu, dan seseorang memanggilku.
“Iyy..iyaaa…siapa?” teriakku dari dalam kamar.
“Ya elah, ini Aku Mona, bukain pintu kenapa!.”
MONA
“Kak, Mona!” ucapku sambil berlahan keluar dari kamarku, dan membuka pintu rumahku yang memang letaknya di samping kamarku.
“Haa..iiii…May kenapa tuh pala?” ucap Kak Mona yang terkejut dengan kondisiku, Kak Mona ini anak Om aku, dia juga kakak tingkatku di kampus, tahun depan jadwal wisudanya, katanya.
“Oh, tadi jatuh di kelas, yuk masuk Kak!” ajakku.
“Ya elah baru juga masuk kuliah dah jatuh, jatuh cinta sih enak, la itu jatuh sampai di perban, hahahahah” sindirnya.
“Dasar gak punya perasaan, eh kok bawa koper segede gaban gitu Kak?, mau pindahan ya?” tanyaku sedikit terkejut saat kulihat Kak Mona masuk kerumahku sambil membawa tas ukuran jumbo.
“Hehehehe, iya pindahan kerumah kamu, kan kos ku sedang di renovasi, Tante belom cerita ya May?”
“Sama sekali belom cerita, dan pantes saja dari kemaren tuh kamar tamu di bersihkan sama Ibuku” ungkapku.
“Kak nanti tidur dengan aku ya, pengen di temanin Kakak, sudah lama juga kan gak tidur bareng” tambahku.
“Ok deh, tapi nih aku taruh barang-barangku dulu ya!, eh Tante kemana?” tanya Kak Mona.
“Ibu beli makanan, sebentar lagi mungkin sudah balik” jawabku sambil menutup pintu rumahku.
Tak beberapa lama, aku mendengar suara mobil terparkir di garasi rumahku, ups rumah Ibuku maksutnya.
“Kok lama Bu?” tanyaku saat Ibuku sudah masuk kedalam rumah.
“Lah, kok kamu bangun May?, bukannya istirahat” tanya Ibuku.
“Tuh Kak Mona tadi datang, makanya aku bangun Bu” jelasku ke Ibuku.
“Lah tu anak sudah datang ya?, ma’af Ibu belum cerita tentang Mona ke kamu” ucap Ibuku sambil menghampiriku dan mengajak aku duduk di tempat makan.
“Gak apa-apa kok Bu, tadi Kak Mona juga sudah cerita kok” jawabku.
“Ya sudah, nih kamu makan dulu ya May, makan yang banyak ya!” suruh Ibuku padaku.
“Iya Bu” jawabku singkat. Segera aku makan makanan yang dibelikan Ibuku, soto daging kesukaanku pasti segera habis.
“Hayo….makan gak ajak-ajak”
“Uhukk..uhgmmm…apaansih kamu tuh Kak!, kaget tau” gerutuku atas ulah Kak Mona yang mengagetkanku.
“Kalian tuh sudah dewasa tetep saja masih jahil kayak dulu” ucap Ibuku yang muncul dari belakang Kak Mona.
“Tuh Adik kamu masih sakit, jangan di jahilin dulu” tambah Ibuku.
“Hehehehe… Iya Tante ok” jawab Kak Mona.
“Dasar orang nyebelin, huuhhhh” cibirku.
“Sudah-sudah, yuk makan. May cepat dihabiskan terus istirahat, dan kamu juga Mon, cepat istirahat juga” suruh Ibuku.
“Siap Tanta” jawab semangat Kak Mona.
Tidak butuh waktu lama semua makanan sudah habis kami bertiga makan.
“Oh, iya May, ini ada surat dari kampus kamu, tadi di titipkan ke Ibu”.
“Surat apa Bu?” tanyaku penasaran.
“Surat kegiatan camping gitu, mungkin salah satu kegiatan wajib di kampus kamu, tapi jelasnya nih kamu baca sendiri” jelas Ibuku sambil menyerahkan secarik kertas padaku.
“Tuh kegiatan wajib kok May, setiap MABA harus ikut, dulu aku juga kok” imbuh Kak Mona.
“Camping, wajib berpartisipasi, hari Sabtu nanti di hutan pinggir kota, bikin males saja” gerutuku.
“Yuk istirahat ngantuk aku, tuh wajib dan jangan malas Ok” ucap Kak Maya.
“Ya sudah yuk semua istirahat” ajak Ibuku.
Seperti permintaanku tadi, akhirnya aku tidur ditemanin Kak Maya. Aku belum berani cerita apapun ke Kak Maya ataupun Ibu tentang semua yang tadi aku alamin. Tapi satu hal yang aku yakin, saat ini aku sudah kembali ke duniaku yang sebenarnya, bukan lagi dunia gak jelas itu.
————————————————————-
“Maya cepat..! nanti kamu telat” teriak Ibuku dari luar rumah.
“Dasar lelet, woiii….cepat aku juga ikut telat ini nanti, ada kuliah pagi nih” imbuh si cerewet Mona bin Lisa ups.
“Iya…iyaaa…nih sudah” jawabku sambil beranjak keluar dari dalam rumah.
“Wuih cantik nih nona satu” ucap Kak Mona.
“Biasa saja, sudah dari dulu kali, baru tahu ya situ, dasar telat” sedikit candaku.
“Dasar dipuji sedikit saja langsung nglunjak”
“Sudah, yuk berangkat nanti telat” ajak Ibuku.
“Ok” jawabku kompak dengan Kak Maya.
Hari ini hari Sabtu, hari dimana aku harus ikut kegiatan camping, sebenarnya aku sangat malas ikut, tapi karena wajib dan harus ikut, terpaksa aku ikut juga.
“Sudah sampai” ucap ibuku.
“Mona kuliah yang benar, dan untuk anak Ibu tercinta, hati – hati dan jangan macam – macam” pesan Ibuku.
“Siap Tante”
“Iya Ibu sayangku”
Setelahnya aku menuju ketempat MABA berkumpul, disana sudah komplit berkumpul semua kayaknya, dan aku yang terakhir datang, “fiuuhh”.
“Telat kamu May” ucap Ayu teman baikku sejak SMP.
AYU
“Hehehehe…ma’af biasa cewek rempong” jawabku.
“Dasar, yuk naik ke bus, kamu satu bus denganku dan wajib duduk di sebelahku” ucap Ayu.
“Iya-iya Ayu yang beneran Ayu” sedikit godaku.
Setelah semua siap, bus berjalan keluar kampus menuju tempat camping. Dari obrolan teman-temanku di dalam bus aku baru tahu kalau sudah sepuluh tahun terakhir ini lokasi yang kami tuju itu telah menjadi tempat camping sekaligus tempat pengesahan MABA kampusku.
“Selamat pagi rekan-rekan sekalian, perkenalkan saya Rian, saya disini selaku sebagai ketua BEM yang kebetulan satu bus dengan kalian, selain itu saya juga ketua di kelompok ini, jadi jika ada apa-apa silahkan dilaporkan ke saya” ucap seorang lelaki tinggi besar yang dari kemarin-kemarin sudah aku yakini sebagai ketua BEM kampusku. Tapi kali ini orangnya tidak terlihat seram seperti kemarin tapi, justru terlihat ramah dan senyumnya begitu menentramkan.
RIAN
“Haloooo…segitunya lihatnya non” tegur Ayu yang menyadarkanku dari lamunan.
“Apaan sih, ganggu orang saja, sudah aku mau tidur dulu ya masih ngantuk” ucapku pada Ayu.
“Dasar pelor, yasudah sono tidur” sindir Ayu padaku.
Karena rasa kantuk akupun tertidur, entah berapa lama aku tertidur, saat aku bangun bus sudah sampai di tujuan.
“Segar ya Yu udaranya, betah nih aku disini” ucapku saat pertama kali kuinjakkan kaki di tempat camping.
“Benar-benar segar May, pohonya juga masih rimbun, yuk kita kumpul dengan yang lain” ajak Ayu.
“Yuk” jawabku sambil berjalan mengikuti Ayu.
“Selamat siang semuanya, di tempat inilah kegiatan camping akan kita lakukan, dan untuk lebih jelasnya kalian baca selebaran ini” jelas seorang Dosen sambil menyerahkan beberapa kertas untuk dibagikan ke semua MABA.
Kali ini yang melaksanakan camping cuma dari anak-anak yang satu kejurusan denganku. Jurusan Bahasa Inggris, jumlahnya tidak banyak mungkin sekitar 95 orang saja.
“Untuk pembagian tenda silahkan kalian semua tentukan sendiri, yang jelas cewek sama cewek, dan cowok dengan cowok, tidak ada istilah campur. Di sini kami para Dosen akan menjadi pengawas untuk kalian semua” jelas seorang Dosen wanita.
“Baik Bu” jawab kompak kami semua.
Setelah debat beberapa waktu, akhirya pembagian tenda selesai, setiap tenda di isi lima orang, tapi karena jumlah orangnya kurang, tendaku cuma di isi empat orang, aku, Ayu, Siska, dan Wulan.
“Hari ini kan belum ada kegiatan jadi kita bebas nih mau kemana-mana” tutur Ayu.
“Ah, gak usah aneh-aneh deh, mending di sini saja diem di tenda” ajakku ke teman-temanku.
“Dasar malas, kalian berdua ikut aku apa ikut si pemalas satu ini?” tanya Ayu pada Wulan dan Siska.
“Kita sih ikut kamu aja Yu, ya kan Sis?” ucap Wulan.
“Akusih Yes, hehehehe” jawab Siska sambil ketawa kecil.
“Ya sudah kalian hati-hati saja” pesanku ke mereka.
“Ok nona cantik” jawab serempak mereka bertiga.
Kini aku sendiri di dalam tenda, “capek juga mendirikan dan menata tenda, hahhhh…jadi ngantuk” ucapku lirih.
Kucoba berbaring di dalam tenda yang sudah tertata rapi, tapi belum sempat kunikmati istirahatku, ada seseorang yang memanggilku.
“May.. Kok tiduran saja?, yuk jalan-jalan jangan malas” ucap seorang wanita.
Kulihat kearah sumber suara. Seorang wanita dengan pakaian santai yang sangat menunjukkan aura kecantikannya sedang berdiri menatapku dari depan tendaku.
“Ajennggg, huh males lah Jeng, capek. Lagian mau jalan kemana?” tanyaku dengan mimik muka malesku.
“Sudah yuk ikut saja” ajak Ajeng.
“Gak kamu, gak Ayu hobinya kok jalan, ya sudah yuk jalan” jawabku, dengan sedikit malas kuikuti kemauan Ajeng.
“Kemana nih Jeng?, jangan jauh-jauh!” ucapku.
“Tuh kepondok di sana, enak tuh kayaknya buat nyantai” ucap Ajeng sambil menunjuk sebuah pondok tua di sekitaran lokasi camping.
“Ya sudah yuk, aku duluan ya, kamu lama jalannya”
“Tadi malas sekarang semangat, dasar Maya aneh” cibir Ajeng sambil tersenyum geli.
Kini aku berjalan di depan Ajeng, tapi saat aku semakin dekat ke arah pondok yang tadi di tunjuk Ajeng, aku tidak lagi mendengar langkah kaki Ajeng di belakangku, dan benar saja saat aku menoleh kebelakan, aku sudah tidak menjumpai lagi keberadaan Ajeng.
“Ajeng, kamu di mana?, jangan main petak umpet serem tau” ucapku sambil melihat sekelilingku mencari keberadaan Ajeng.
“Sudah Kak, sudah lepaskan aku, aku tidak mau melakukan ini” suara yang mirip suara Ajeng samar-samar aku dengar.
“Ajeng, di mana sih?, ini sudah gak lucu” ucapku mulai kawatir.
“Tolongggg…akhhhhh” teriakan sangat keras.
“Ajeng……” segera aku berlari kearah sumber suara.
“Kalian apakan Ajeng?” ucapku ketika melihat tiga orang lelaki yang beberapa waktu yang lalu juga sempat kulihat berbuar keji ke seorang lelaki.
“Kalian jawab jangan sok tidak melihat aku” bentakku ke mereka, tapi lagi-lagi kejadian itu terulang, mereka seolah tidak mendengarku dan tidak melihat keberadaanku.
Aku segera berlari kearah mereka, tapi sejarak beberapa meter dari mereka, tiba-tiba seluruh tubuhku diam mematung, hanya mataku saja yang bisa bergerak. Kini aku hanya mendengar obrolan mereka.
“Son, kita apain enaknya nih cewek?” kata seorang lelaki yang postur tubuhnya paling kecil.
“Kita bikin dia K.O saja Sep” kata lelaki di sebelahnya sambil menyeringai menatap tubuh tak berdaya Ajeng.
“Septian, Sony, mending kita nikmatin nih hidangan nikmat ini” ucap lelaki yang bertubuh paling besar diantara mereka.
“Siap bos Edo” jawab dua orang lelaki kompak.
Setelah obrolan mereka selesai, aku melihat kejadian yang sangat tidak pantas kulihat di depan kedua mataku. Ingin rasanya aku menutup mata dan telingaku, tapi percuma, mataku tidak mau tertutup dan tanganku tidak bisa bergerak menutup telingaku.
Dengan tatapan penuh nafsu, dua lelaki Sony dan Septian mendekati tubuh Ajeng. Ajeng yang sadar akan kondisinya sekarang mulai semakin ketakutan memandang sekelilingnya. Apa yang akan terjadi samar-samar mungkin mulai terbayang di mata Ajeng. Jelas sekali dia akan diperkosa oleh ketiga orang itu. Rupanya mereka ber-tiga sudah tidak sabar lagi untuk segera memperkosa Ajeng. Tangan-tangan mereka mulai merobek-robek pakaian Ajeng dengan sangat kasar, tanpa perduli teriakan ampun maupun tangisan Ajeng.
Setelah menelanjangi Ajeng hingga tubuhnya benar-benar telanjang bulat. Dengan sekali sentak Sony menjambak rambut Ajeng dan menariknya, sehingga tubuh Ajeng yang tekulai dilantai terangkat keatas dalam posisi berlutut menghadap Sony.
“Bos… Enaknya aku apain dulu nih cewek?” kata Sony sambil melirik kearah Edo.
“Terserah mau kamu apakan, emang aku pikirin!” jawab Edo dengan ketusnya.
Kemudian Edo menatap sebentar kearah Ajeng yang sudah sangat ketakutan, air matanya nampak mengalir dan “PLAK..!” tamparan cukup keras Sony melayang kepipi Ajeng.
Sedangka Edo dan Septian mulai membuka pakaiannya masing-masing, sehingga dalam sekejap orang-orang yang berada dalam tempat itu semuanya telah telanjang bulat. Ajeng yang terduduk dilantai karena dicampakkan Sony kembali menerima perlakuan serupa dari Septian yang kembali menjambak rambutnya, hanya saja tidak menariknya keatas, tetapi kebawah, sehingga sekarang Ajeng dalam posisi telentang. Sony dan Septian kemudian memegangi kedua tangan dan kaki Ajeng, sedangkan Edo duduk tepat diatas kedua buah dada Ajeng. Penis Edo yang sudah mengeras dengan panjang 18cm ditempelkan kebibir Ajeng.
“Ayo isep penisku..!” bentak Edo yang mulai gak sabar.
Karena Ajeng tidak juga mau membuka mulutnya, Edo dengan kasarnya menampar Ajeng berkali-kali. Karena tidak tahan, akhirnya Ajeng mulai membuka mulut mungilnya. Tanpa ampun Edo yang sudah tidak sabar dari tadi menunggu, memasukkan penisnya sampai habis, tonjolan kepala penis Edo nampak ditenggorokan Ajeng. Edo mulai memaju mundurkan penisnya dimulut Ajeng dengan sangat kasarnya selama kurang lebih 5 menit tanpa memberi kesempatan Ajeng untuk bernafas.
Ajeng kelihatan sangat kesakitan dan mulai kehabisan nafas, Edo bukannya kasihan tetapi malah semakin brutal menancapkan penisnya ke mulut Ajeng.
Aku yang melihat, hanya bisa meneteskan air mata. Tapi, itu belum selesai. Selanjutnya mereka bertiga semakin kejam menyiksa tubuh Ajeng.
Selang beberapa saat, Edo mengeluarkan penisnya dari mulut Ajeng dan segera diganti oleh penis Sony yang panjangnya hampir sama dengan penis Edo. Septian yang sedari tadi memegang kaki Ajeng mulai menjalankan aksinya. Paha Ajeng ditarik keatas dan mengarahkan penisnya ke memek Ajeng. Penis Septian yang paling besar diantara kedua temannya kelihatan sangat kesulitan menembus memek Ajeng yang memang terlihat sangat sempit, karena sepertinya Ajeng masih perawan. Namun Septian tidak peduli, penisnya terus ditekan kedalam memek Ajeng dan tidak berapa lama kulihat Ajeng meringis menahan rasa sakit, namun tidak mampu bersuara karena mulutnya tersumbat penis Sony yang dengan kasarnya menembus hingga tenggorokannya.
Septian memaju-mundurkan penisnya dengan kasar kedalam memek Ajeng, dan tampak darah mulai menetes dari memek Ajeng. Keperawanan Ajeng sepertinya telah dikoyak Septian. Sony yang tidak puas dengan pelayanan mulut Ajeng nampak kesal.
“Ayo isep atau aku cekik kamu..!” bentaknya kearah Ajeng yang terlihat sudah dingin pandangannya.
Ajeng yang sudah putus asa hanya dapat menuruti keinginan Sony. Mulutnya dimaju mundurkan sambil menghisap penis Sony.
“Ayo lebih cepat..!” ujar Sony lagi
Karena dalam posisinya yang telentang, agak sulit bagi Ajeng menaik turunkan kepalanya untuk mengulum penis Sony, namun Sony rupanya tidak mau peduli. Ajeng berusaha melingkarkan tangannya kepinggang Sony, sehingga dia sekarang dapat sedikit mempercepat gerakannya sesuai keinginan Sony.
Sekitar setengah jam berlalu, Sony hampir ejakulasi, rambut Ajeng ditarik kebawah sehingga wajahnya menengadah keatas. Sony mencabut penisnya yang besar dari mulut Ajeng.
“Buka yang lebar dan keluarin lidahmu..!” bentak Sony lagi
Ajeng-pun membuka mulutnya lebar-lebar dan menjulurkan lidahnya keluar. Sony memasukkan kembali setengah penisnya ke mulut Ajeng dan, “Aaaahhhhh.. Crot…Crot…Crot..!” pejuh Sony yang cukup banyak masuk kedalam mulut Ajeng.
“Telan semuanya..!” perintah Sony dengan sedikit membentak Ajeng.
Ajeng dengan terpaksa menelan semua pejuh Sony yang masuk kedalam mulutnya, walau sebagian ada yang mengalir di sela-sela bibirnya. Septian yang juga hampir ejakulasi, kemudian mencabut penisnya dari memek Ajeng setelahnya dia merangkak keatas dada Ajeng dan bersamaan dengan Sony yang mencabut penisnya dari mulut Ajeng. Septian memasukkan penisnya kedalam mulut Ajeng sampai habis masuk hingga ketenggorokan Ajeng.
Dan, “Crot.. Crot.. Crot..!” kali ini pejuh Septian langsung masuk melewati tenggorokan Ajeng. Edo yang sedari tadi menonton perbuatan kedua rekannya, mulai bangkit dan memasukkan penisnya yang sudah sangat mengeras kedalam memek Ajeng dengan sangat kasar.
“Kakk.. Su..suu..dah, tolonggg, aku sudah tidak kuat lagii” ucap lirih Ajeng yang memelas.
Bukannya mendengar Ajeng, Edo justru semakin kencang menggenjot memek ajeng, penisnya yang besar, keluar masuk dengan kasarnya ke memek Ajeng. Terlihat Ajeng semakin tidak berdaya.
Sekitar dua puluh menit Edo menggenjot memek Ajeng, dan sepertinya dia akan ejakulasi. Tapi bukan mencabut penisnya dari memek Ajeng, Edo justru semakin dalam memasukkan penisnya ke memek Ajeng.
Dan, “Akhhhhh… Crot…croot..croot…” semburan pejuh Edo membanjiri memek Ajeng sampai terlihat meluber keluar memeknya membasai pahanya.
Begitulah selanjutnya, masing-masing dari mereka kembali memperkosa Ajeng berkali-kali sehingga baik Edo, Sony dan Septian dapat merasakan nikmatnya memek Ajeng dan hangatnya kuluman bibir Ajeng yang melingkari penis mereka. Mereka benar-benar sudah melampaui batasan.
Aku melihat tubuh Ajeng sudah tidak bergerak sama sekali, apa dia pingsan?, atau dia????, “Ya Tuhan tolong Ajeng” do’aku dalam hati.
Melihat tubuh Ajeng yang antara pingsan atau sudah tak beryawa, bukannya menolong atau apa, tiga lelaki itu justru merencanakan sesuatu yang menurutku sangat kejam.
“Mati ya nih cewek..?” ucap Edo tanpa rasa berdosa sedikitpun.
“Ehmmm, mungkin” jawab Sony sambil meraba tubuh telanjang Ajeng yang sudah terbaring tak berdaya.
“Kalian berdua cepat gali lubang buat nguburin nih cewek, daripada keburu ketahuan orang” perintah Edo dengan santainya.
“Jangan…!, tolong bawa Ajeng kerumah sakit tolong…!” teriakku dalam hati yang tentu tak ada satupun orang yang bisa mendengarnya.
Sony dan Septian dengan cepat membuat lubang untuk mengubur Ajeng, dengan kayu yang ada di tempat ini mereka mulai menggali tanah. Tak sampai dua jam lubang dengan ukuran lebar 1×2 meter dan dalam 1 meter lebih sedikit sudah mereka buat.
Edo yang sedari tadi hanya melihat kedua temannya, kini dia bangkit dari duduknya. Di gotongnya tubuh mungil Ajeng yang masih telanjang ke arah lubang buatan Sony dan Septian. Berlahan tubuh Ajeng di letakkan di dalam lubang.
Tapi sepintas terlihat olehku, mata ajeng sedikit berkedip.
“Astaga, kalian jangan kubur Ajeng!, dia masih hidup” teriak ku lagi dari dalam hatiku.
Tanpa peduli kondisi Ajeng yang masih hidup mereka bertiga mengubur tubuh Ajeng hidup-hidup.
“Hahahahah, selesai sudah, kemaren cowoknya sekarang ceweknya. Hidup sono berdua di neraka, Hahahahah..” tawa tanpa dosa Edo yang di ikuti gelak tawa Sony dan Septian.
“Kalian semua yang akan ke neraka” teriakku dengan keras, aku cukup kaget aku sudah bisa berbicara.
Belum hilang rasa kagetku, dari arah depanku kini muncul sebuah cahaya yang sangat menyilaukan mataku.
“Cahaya apa ini, tolong pergi jangan ganggu aku!” teriakku.
Cahaya itu benar-benar membutakan mataku sesaat, tapi tidak lama, cahaya itu berlahan memudar dan hilang. Tapi aku kembali dibuat kaget, saat cahaya itu lenyap, aku tersadar kalau aku sudah ada di dalam tendaku kembali.
“Apa yang sebenarnya terjadi..? Ajeng, aku harus menolongnya..!” gumamku lirih.
Segera aku bangkit dan buru-buru ingin keluar dari tenda. Namun tiba-tiba tanganku di pegang seseorang dari belakang.
“A..aa..ajeng..!” ucapku sedikit gagap saat kulihat ternyata Ajeng yang memegang tanganku.
Dia tersenyum padaku sambil menggelengkan kepalanya. Entah apa maksutnya.
“May, aku sudah lama mati. Aku ini hanya Arwah yang butuh pertolonganmu” ucap Ajeng sangat lembut.
Mendengar itu yang seharusnya aku takut. Tapi aku malah semakin sedih mendengar kenyataan Ajeng sudah Mati.
“May, jangan sedih..! Aku tidak apa-apa kok, aku cuma butuh satu pertolonganmu” ucapnya lagi.
“Aa..aapa itu Jeng..? Aku bisa bantu apa..?” tanyaku padanya.
“Kuburkan jasadku dengan layak, aku ingin pergi dengan tenang” pinta Ajeng padaku.
“Pasti, aku akan turutin permintaan kamu” jawabku dengan pasti.
“Terimakasih, kamu memang baik May, ingin rasanya aku terus di dekatmu, tapi aku harus pergi” kata terakhir yang kudengar dari Ajeng.
Dan bersamaan dengan angin yang menerpaku, Ajeng menghilang dari hadapanku.
Aku cuma mematung menyaksikan kepergian Ajeng, dan kehadiran beberapa orang di tendapun tidak aku sadari.
“May, kamu kenapa..? Kamu sakit..?” sapa seorang wanita.
“May..Maya.., kesambet ya kamu..?” tambahnya.
“Eh…., gak kok, aku cuma ada urusan sebentar.” ucapku sembil beranjak keluar dari tendaku dan berjalan menjauh dari tenda.
“Tunggu..!, aku ikut pokoknya” teriak Ayu dari arah belakangku.
Aku akhirnya pergi ditemani Ayu.
“Kamu sebenarnya mau kemana sih May?” tanya penasaran Ayu.
“Aku mau ketemu kak Rian, ada yang mau aku tanyakan” jawabku sambil terus berjalan.
“Ehm..ehm.., apa tuh yang mau kamu tanyakan ke Kak Rian?” tanya Ayu dengan sedikit menggodaku.
“Sudah, kamu ikut saja, nanti kamu juga tahu sendiri” jelasku pada Ayu.
Di kejauhan kulihat kak Rian sedang asik mengambil beberapa gambar di kawasan camping dengan kameranya.
“Kak Rian..!” panggilku.
Dia menoleh dan tersenyum padaku, kemudian dengan santai berjalan kearahku.
“Iya, ada yang bisa aku bantu dek……?” terlihat Kak Rian kebingungan.
“Maya kak” jawabku saat kulihat kak Rian kebingungan dengan namaku.
“Eh, iya, ada yang bisa aku bantu?” tanyanya kembali.
“Mending kita cari tempat duduk dulu Kak” ajakku.
“Ya sudah tuh disana ada tempat santai, yuk kesana?, sepertinya enak ngobrol disana” ajak kak Rian padaku.
Aku iyakan ajakan kak Rian, sambil menarik tangan Ayu yang sedari tadi diam, kuikuti langkah kaki Kak Rian sampai kami tiba di tempat yang dimaksut Kak Rian tadi.
Sebuah tempat santai yang terbuat dari potongan batang pohon.
“Sudah kalian berdua duduk juga” suruh Kak Rian padaku dan Ayu.
“Iya Kak” jawabku dan Ayu bersamaan.
“Jadi apa yang bisa aku bantu?” tanya Kak Rian sambil melihat kearahku.
Aku tarik nafas dalam-dalam untuk menghilangkan keteganganku. Setelah aku merasa nyaman baru aku mulai berbicara.
“Kak, apa di kampus kita dulu ada Maya si sepi namanya Ajeng? orangnya cantik kulitnya putih” tanyaku ke Kak Rian.
“Kenapa kamu tanya soal itu?, dan kok kamu bisa tahu tentang Ajeng?” Kak Rian balik bertanya padaku.
“Aku cuma ingin tahu saja tentang Ajeng Kak, Kak Rian bisa kan sedikit cerita tentang Ajeng?” jelasku.
“Hahhh baiklah aku akan sedikit cerita, memang dulu ada mahasiswa bernama Ajeng. Ajeng adalah teman sekelasku dulu, orangnya baik, pintar, cantik dan sangat ramah. Dan kecantikannya membuat dia jadi primadona para MABA saat itu, dan para anggota BEM yang cowok banyak yang saat itu menaruh hati padanya. Tapi sayang tiga tahun yang lalu saat camping di tempat ini Ajeng menghilang dan sampai sekarang dia belum ditemukan. Ada yang bilang dia dibawa kedunia lain ada juga yang bilang dia dimakan hewan buas di hutan ini. Berbagai cara sudah di tempuh pihak sekolah dan keluarga Ajeng untuk mencari keberadaan Ajeng, tapi tidak ada satupun cara yang membawakan hasil” penjelasan Kak Rian yang sangat kumengerti.
“Dia sudah tiada kak” gumamku lirih yang di dengar Kak Rian maupun Ayu.
“Siapa maksut kamu dia itu May?” tanya Ayu yang kembali bersuara setelah sedari tadi diam.
“Iya siapa yang kamu maksut?” imbuh Kak Rian.
“Ajeng kak, dia sudah tiada” jelasku kembali.
“Jangan mengada-ngada kamu tuh, bukan karena kamu tahu ciri-ciri Ajeng, kamu jadi seenaknya mengambil kesimpulkan Ajeng sudah tiada” ucap Kak Rian yang tidak percaya dengan ucapanku.
“Iya May, jangan bercanda” tambah Ayu.
Sambil menundukkan kepalaku, aku kembali menjelaskan ke mereka.
“Ajeng diperkosa dan jasadnya di kubur di dekat bangunan tua, kalau kalian tidak percaya, aku bisa tunjukkan dimana letaknya” jelasku untuk meyakinkan mereka.
Ayu hanya diam, sedangkan Kak Rian terlihat sedang berfikir. Entah apa yang sedang dia fikirkan.
“Baiklah, tunjukkan tempatnya, tapi kita temui Pak Darmono dulu” suara tegas Kak Rian memecah keheningan.
“Siapa Pak Darmono itu Kak?” tanya Ayu.
“Dia dosen yang tadi pertama kali berpidato saat kita sampai di tempat ini, dan dia orang yang gigih melakukan pencarian, saat Ajeng hilang” ucap Kak Rian.
“Ya sudah tunggu apa lagi Kak, cepat kita ke tempat Pak Darmono” ajakku ke Kak Rian dan Ayu.
Kami bertiga akhirnya mencari keberadaan Pak Darmono, setelah bertemu dengannya, Kak Rian menjelaskan maksut kedatangan kami. Sempat kulihat Pak Darmono tidak percaya, tapi entah karena apa, setelah melihat keseriusan wajahku Pak Darmono jadi percaya.
Dengan ditemani Pak Darmono, Kak Rian, Ayu dan ketiga dosen yang lain aku menuju tempat dimana aku melihat kejadian yang sangat mengerikan itu terjadi.
Disamping sebuah pohon di dekat rumah tua, aku menyuruh semua orang menggali kecuali Ayu, aku dan Ayu hanya melihat. Dengan menggunakan alat seadanya semua menggali. Tak butuh waktu lama, terdengar teriakan Kak Rian.
“Tengkorak…..” teriakan nyaring Kak Rian.
“Segera semua orang membersihkan area sekitar tengkorak itu dan kini di depan mereka terlihat dengan jelas kerangka manusia. Semula mereka masih belum yakin itu jasad Ajeng. Tapi saat sebuah kalung yang melingkar di leher tengkorang itu terlihat tulisan Ajeng, barulah semua orang yakin itu Ajeng.
Semua orang terlihat sedih, Ayu pun ikut sedih menyaksikan semua itu. Tapi dibalik kesedihan itu, terlihat sebuah tanya besar di setiap orang di situ, siapa yang melakukan semua kekejaman ini.
“May apa kamu tahu siapa yang melakukan semua ini?.” tanya Kak Rian yang sudah berada di dekatku.
“Edo, Sony, Septian…” tiga nama yang mulus keluar dari mulutku.
“Darimana kamu tau mereka pelakunya?” kembali Kak Rian bertanya dengan herannya.
“Sudahlah nak Rian, mending kita hubungin polisi dan keluarga Ajeng” ajak Pak Darmono yang seolah tahu akan apa yang aku lihat dan yang akan aku ucapkan ke Kak Rian.
Terlihat Kak Rian sedang menghubungi polisi sedangkan Pak Darmono sibuk menghubungi keluarga Ajeng dan sesaat menenangkan keluarga Ajeng. Setelah selesai dengan keluarga Ajeng. Pak Darmono mendekatiku.
“Terimakasih, kamu telah menemukannya, dia adalah anak teman baikku, dan aku sangat menyayanginya. Kini tinggal seorang lagi yang belum diketemukan” ungkap Pak Darmono padaku.
“Siapa Pak yang belum diketemukan?” tanyaku penasaran.
Pak Darmono mengambil dompetnya, dikeluarkanya selembar foto dari dompetnya dan ditunjukkannya padaku.
“Dia Doni, anak kandungku. Dia hilang beberapa hari sebelum Ajeng hilang.
DONI
Kuamati setiap lekuk gambar lelaki di foto itu, dan aku yakin foto itu adalah foto cwok yang beberapa hari yang lalu menyapaku, aku juga yakin, dia juga yang terluka parah dan diseret Edo CS untuk dikubur di belakang Aula.
“Aku tahu kalau nak Maya punya kelebihan yang tidak nak Maya sadari. Aku mohon kalau nak Maya tahu sesuatu bilang saja, Bapak akan terima apapun yang nak Maya ucapkan”
“Sebenarnya aku tahu dimana Kak Doni di kuburin tapi…..”
“Ya Tuhan…., Doni anakku…, nak Maya tolong bilang dimana Doni di kubur?, dan apa pelakunya sama dengan yang membunuh Ajeng?.” tanya Pak Darmono sambil sesenggukan.
“Orang yang sama telah membunuh mereka berdua Pak, dan Kak Doni dikubur di belakang Aula kampus.” jawabku.
“Kita sekarang kembali ke kampus, dan kita sudahi saja acara camping hari ini, dan besok saat ini juga” ucap Pak Darmono dan segera beliau pergi ke arah area camping.
“May, kok kamu bisa tau semuanya?” tanya Ayu yang sedari tadi terdiam.
“Ajeng sering menemuiku, dan aku pernah diajak ke masa lalunya” jelasku yang mungkin sulit buat dipercaya Ayu.
Kembali aku dan Ayu terdiam, tak berapa lama rombongan polisi datang dan langsung melakukan sterilisasi lokasi guna melakukan identifikasi. Tak berapa lama beberapa orang datang dengan raut muka sedih.
“May, jangan bengong. Ayu antar Maya ke tempat camping” suara tiba-tiba Kak Rian yang membuatku tersadar dari lamunan.
“Tapi Kak, ada yang mau aku tanyakan ke Kakak!” terangku ke Kak Rian.
“Kalau kamu mau tanya tentang tiga lelaki kejam itu, kamu tanya Mona, aku tahu Mona itu satu keluarga dengan kamu, dan Mona itu ketua majalah sekolah, dia tentu sangat tahu tentang para lelaki itu, dan ma’af sebenarnya sejak menghukummu beberapa hari yang lalu aku sangat tertarik dengan kamu dan diam-diam aku mencari informasi tentang kamu” ucap Kak Rian sambil tersenyum dan berlalu meninggalkanku.
Aku hanya tersenyum begitu juga Ayu, dan segera aku ajak Ayu kembali ke tempat camping, semua sudah siap meninggalkan lokasi camping. Tenda dan semua perlengkapan sudah dirapikan.
Aku dan Ayu sempat dimarahin sama dua orang teman setenda kami karena tidak membantu merapikan tenda, tapi setelahnya kami ber-empat baikan kembali dan bersama-sama masuk ke bus. Sepanjang perjalanan semua orang sibuk membahas ditemukannya jenasah Ajeng, dan banyak yang sedih dan berduka saat ini.
Tepat jam 2 dini hari bus memasuki lokasi kampus, di kampus juga sudah ramai mobil Polisi dan beberapa wartawan yang meliput, tapi bukan itu yang menjadi perhatianku saat tiba di kampus, melainkan dua sosok makhluk yang beberapa hari ini selalu menghantuiku.
“Kak Doni, Ajeng” ucapku lirih.
Mereka berdua tersenyum padaku, dan secepat mataku berkedip mereka telah hilang dari hadapanku.
“May, yuk pulang ngantuk nih” panggil Kak Mona yang sudah menungguku di kampus.
“Iya Kakakku yang cantik, yuk pulang.”
“Dasar….memuji kalau butuh saja” sindir Kak Mona.
Sebelum sampai kampus, aku memang menghubungi keluargaku, dan Ibuku ternyata menyuruh kak Mona menjemputku.
“Hehehehe, sekali doang Kak, eh Kak, sebenarnya ada yang mau aku tanyakan ke Kakak” jelasku padanya.
“Sudah besok kan hari Minggu, tanya besok saja, sekarang yuk pulang.!, aku sudah ngantuk ini” ajak kak Mona sambil berjalan kearah mobil.
“Ya sudah yuk” jawabku.
Saat aku berjalan menuju mobil, di kejauhan aku melihat Pak Darmono, beliau tersenyum padaku, akupun membalas senyumnya, setelahnya aku masuk mobil dan pulang bersama kak Mona, sedangkan temanku Ayu, dia tadi sudah di jemput Ayahnya.
————————————————————-
Hari Minggu ini aku benar-benar sibuk, setelah bangun tidur aku mencuci baju, setelahnya ada polisi yang datang kerumahku. Mereka menanyakan bagaimana aku tahu posisi jenazah Doni dan Ajeng, dan bagaimana aku juga bisa tahu pelakunya.
“Beberapa hari ini, aku sering mimpi aneh Pak, mimpi dimana Ajeng selalu muncul di dalamnya” sepenggal jawabanku ke Polisi, meski aku sedikit berbohong, tapi Polisi-polisi itu sepertinya percaya.
Setelah kepergian Polisi tadi, kini aku masih ada satu pekerjaan. Aku ingin tahu tentang Edo, Sony, dan Septian. Segera aku menuju kamar Kak Mona, karena sedari tadi Kak Mona cuma di dalam kamar.
“Tok..tok..tok.., Kak aku boleh masuk?” tanyaku dari balik pintu.
“Masuk saja, gak aku kunci kok May pintunya” jawab Kak Mona.
“Kak kenapa di kamar saja dari tadi?, lagi sibuk ya?” tanyaku.
“Gak kenapa-kenapa dan juga tidak sibuk, ada apa?” ungkap Kak Mona seolah tahu isi fikiranku.
“Aku mau ta……”
“Mau tanya tentang tiga lelaki itu kan?”
“Kok Kakak bisa tahu?” ucapku heran.
“Tadi si Rian sedikit banyak sudah cerita ke aku waktu dia tadi meneleponku, dan aku tidak menyangka kamu punya sesuatu yang tidak dimiliki setiap orang” jawab kak Mona yang sedikit banyak membuatku bingung.
“Maksut kakak apa?” tanyaku semakin bingung.
“Suatu saat kamu akan tahu, sekarang kamu duduk sini, aku akan tunjukkan tiga orang yang menurutmu pelaku pembunuhan Doni dan Ajeng” suruh kak Mona Padaku.
Aku segera duduk di kursi yang di tunjuk Kak Mona.
“Ini Sony” ucap Kak Mona Sambil mengeluarkan sebuah foto.
SONY
“Dia teman sekelasku, orangnya pintar, dan cukup berprestasi, tapi sayangnya dia tergolong anak yang nakal dan suka kasar kepada temannya, sehingga jarang sekali orang yang mau berteman dengannya. Dan satu lagi yang disayangkan darinya, saat masih muda, dia harus kehilangan nyawanya. Tujuh bulan yang lalu, mobil yang dia kendarai hancur di hantam truk trailer, mobilnya hancur, dan Sony meninggal di tempat dengan kondisi terluka parah, kaki patah, kepala retak dan yang sangat mengerikan, alat kelaminnya tertusuk besi sampai tembus pantatnya.”
“Dan ini Septian” sebuah foto kembali ditunjukkan Kak Mona Padaku.
SEPTIAN
“Cowok idola wanita, ganten, pintar,berprestasi dan kaya, tapi sama halnya dengan Sony, septian juga tergolong anak nakal dan urakan. Pernah suatu hari, dia dengan sengaja merusak salah satu motor temannya, tanpa rasa dosa dia tertawa dan pergi begitu saja. Padahal motor temannya itu kendaraan satu-satunya untuk temannya itu pulang pergi ke kampus” ungkap Kak Mona.
“Tapi, dia masih hidup kan Kak?” tanyaku, terlihat Kak Mona menggelengkan kepala.
“Tiga hari setelah kematian Sony, Septian bunuh diri.”
“Apa maksut Kakak dengan Septian bunuh diri?.”
“Dia melompat dari jembatan penyebrangan orang tepat saat sebuah bus melintas, tubuhnya hancur dihantam bus. Polisi sempat mengira itu pembunuhan, tapi setelah polisi melihat video cctv yang kebetulan ada di jembatan itu, Polisi sangat yakin kalau Septian bunuh diri. Di cctv terlihat Septian berjalan sendiri di jembatan seperti orang mabuk dan setelahnya dia melompat” penjelasan Kak Mona padaku.
“Tragis, sangat tragis kematian mereka. Lalu dimana Edo Kak?” tanyaku penasaran.
“Dia Edo…” ucap Kak Mona sambil menunjukkan foto Edo padaku.
EDO
“Anak orang kaya, tapi sayang dia tidak ada baik – baiknya, beda dengan kedua temannya tadi. Edo sangat pemalas cenderung bodoh, dan hobi berkelainya membuat orang menjauhinya. Tak ada satupun orang dikampus yang berani dengannya, kalaupun ada yang berani dengannya, pasti esok harinya dia sudah di rumah sakit” penjelasan Kak Mona tentang Edo.
“Hmmmm, senakal itu!, pantas saja dia ditakuti orang dan dengan kejinya menjadi dalang pembunuhan Kak Doni dan Ajeng” ucapku, Kak Mona hanya tersenyum.
“Ya mungkin kejadian 3 bulan yang lalu adalah karma buat Edo.”
“Maksut kakak apa?.”
“Tiga bulan yang lalu, polisi dengan susah payah mengumpulkan potongan tubuh Edo, tubuhnya hancur dihantam kereta.”
“Kakak nih jangan bercanda” ucapku dengan nada tak percaya, lagi-lagi Kak Mona tersenyum padaku.
“Itu kenyataannya May, cerita dari orang yang menjadi saksi peristiwa itu dia mengatakan, Edo jalan sepanjang rel kereta seperti sedang bersama seseorang, entah sedang ngobrol, telepon atau apa, dan tepat saat itu datang kereta dengan kecepatan tinggi, banyak orang yang meneriaki Edo, tapi percuma, entah ada yang menutup telinganya atau Edo memang tidak peduli dengan teriakan orang-orang. Dengan kecepatan tinggi kereta menabrak tubuh Edo sampai hancur. Tapi saat Polisi mengumpulkan setiap potongan tubuh Edo ada satu bagian yang tidak bisa ditemukan Polisi.”
“Satu bagian, bagian apa Kak?.”
“Akupun cukup aneh saat mengetahuinya, bagian yang tidak ditemukan sampai saat ini cuma bagian kelaminnya” jelas Kak Mona.
“Itu cukup aneh Kak. Apa itu balasan untuk kejahatan tiga orang itu ya kak?.”
“Aku juga tidak tahu May. Yang jelas ini semua menjadi pelajaran buat kita, supaya kita tidak berbuat buruk pada siapapun.”
“Hehehehe, iya Kak, seperti kata orang, siapa yang menanam kebaikan akan memperoleh kebaikan, dan siapa yang menanam keburukan akan menuai keburukan juga” ucapku.
“Sok pintar” sindir Kak Mona.
“Dah dari dulu kali pintar, hehehehe, aku mau bubuk lagi ahhh.”
“Wanita kerjanya tidur mulu, jadi perawan tua kamu nanti.”
“Bodo amat, namanya juga ngantuk, weekkk.”
“Ya sudah bubuk sono.”
“Siap Kakak, hehehehehe….”
Kutinggalkan Kak Mona di kamarnya, memang rasa kantukku tidak bisa aku tahan lagi, pulang sampai rumah pukul 3 pagi, baru juga empat jam tidur sudah di bangunin Ibuku.
“Hahhhhh, ngantuk, kasur enak, bubuk dulu ah.” ucapku saat sudah rebahan di tempat tidurku. Tak butuh waktu lama aku sudah terlelap.
————————————————————-
Hari senin, hari ini aku kembali ke kampus. Suana kampus sudah kembali normal. Semua temanku juga terlihat gembira dan satu hal yang bikin aku semakin nyaman di kampus, kelasku kini sudah tidak semenyaramkan beberapa hari yang lalu.
Tapi aku masih bingung dengan diriku sendiri, kenapa aku bisa tahu dan bisa berada di semua kejadian yang menimpa Kak Doni dan Ajeng.
“Kamu jangan bingung, kamu itu spesial, dan tidak semua orang punya apa yang kamu miliki” suara aneh berbisik di telingaku.
“Siapa?, kamu siapa?, spesiall!, apa maksut kamu?” tanyaku dalam hati.
Tak ada lagi suara aneh yang aku dengar, cuma suara canda tawa teman-temanku yang saat ini kudengar.
“Apapun yang aku miliki, semoga itu baik untukku dan untuk orang lain. Dan semoga ada manfaatnya untuk aku di kemudian hari.”
————————————————————-
> Terimakasih saya ucapkan kepada siapa saja yang sudi mampir dan membaca cerita yang sangat biasa ini.
> Jika ada tokoh dan kejadian yang sama, saya ucapakan permintaan maaf, itu semua hanya kebetulan saja,
………
>[TAMAT]<