Mimpi diatas Langit Natsepa

###​Sudah sejak tadi pagi sinar mentari begitu cerah. Namun hembusan angin dingin berbalut embun pagi masih terasa membelai mesra tubuhku laksana sentuhan lembut kekasih pada belahan jiwanya.

“Brrr.. Indahnya dunia.” bisik ku lirih.

“Setuju ! Apalagi ditemenin jus durian & cewek secantik kamu ” tiba-tiba Alan menimpali ucapanku. Mengambil tempat disampingku. Segera tangan kanannya merengkuh pinggangku yang ramping. Telapak tangannya langsung mengusap lembut kulit lingkar pinggangku yang mengintip dari balik kemben yang aku pakai.

“Gomball..” senyumku mengembang mendengarkan ucapannya menutupi rasa tersipu malu atau rasa apalah aku tak tahu pasti. Ada perasaan hangat mengalir menjalar di relung tubuhku.

Saat ini aku sedang menikmati segarnya juice durian bersama Alan, teman kuliah ku di jakarta. Terdampar di heningnya kepulauan yang terletak di timur negeri ini & menikmati udara pantai sepanjang hari.

Disini memang ada kerabat jauhku dari bokap. Orangnya enak dan juga asyik. Atau bisa disebut cenderung cuek bebek alias tidak mau mencampuri urusan orang lain. Istilahnya Elu-elu, gue-gue. Begitulah dia, sepanjang kita juga asyik tentunya. Dan memang tujuan ku mengunjungi nya selain silaturahmi juga aku manfaatkan untuk menyepi, menggali jiwa seni & mencari inspirasi untuk berkarya dalam bidang designer.

Alan? Yahh.. Alan. Bukan Alan Budikusuma sang legendaris bulu tangkis tentunya. Atlanta Rendra Hadiningrat tepatnya, dan dipanggil singkat sebagai Alan. Dia adalah teman kuliah ku. Ayahnya konon adalah keturunan ningrat Surakarta yang kemudian menikah dengan seorang wanita dari Maluku dan kemudian menetap di Jakarta karena urusan domisili pekerjaan.

Meski satu kampus dan bahkan satu fakultas serta satu jurusan hanya saja kelas berbeda, namun kami belum saling mengenal (saking pendiamnya aku kali ya…) hingga kami di pertemukan saat ada event kecil Model on Catwalk beberapa waktu yang lalu.

Tinggi besar dengan jambang tipis menghiasi wajahnya yang ganteng berkulit coklat terang. Tipe cowok metrosexual. Dia begitu klik dengan jalan pikiranku sehingga dengan cepat kami jadi pasangan yang akrab.

Aku sendiri bernama Paula. Paula Verhoeven lengkapnya. Tak jarang ada pula yang memanggilku menggunakan nama tengahku Veve. Mereka yang memanggilku dengan panggilan Veve rata-rata adalah yang memang menganggapku sahabat dekat.

Memang sih jujur bisa dibilang cantik (gak narsis lho ya, apalagi kepedean ), bahkan bisa disebut cantik bin seksi nan aduhai. Itupun bukan murni pendapatku pribadi. Aku mengetahuinya dari penilaian teman-temanku.

Memang umurku masih bisa disebut sedang mekar-mekarnya kembang. Seorang gadis dengan umur 20 tahun yang masih bisa tumbuh kembang lagi. Dari segi postur dan perawakan, lagi-lagi aku adalah insan yang cukup beruntung.

Pertumbuhan badanku lebih maksimal dibanding gadis seusiaku. Tinggi badan yang mencapai 183cm memang benar-banar menjulang diantara mahasiswi teman kampus ku. Pertumbuhan bentuk tubuh yang begitu sempurna berikut lekuk serta busungan yang aduhai di angka 34b, dan dibalut kulit putih licin tanpa noda sedikit pun.

Tak jarang sewaktu di kampus, di mall, di tempat dugem, atau di mana pun berada tatap nanar cowok selalu saja terpikat dengan tongkrongan tubuh dan cara berjalanku. Hahahaa.. hmm, mungkin karena aku terlahir dari orangtua yang berpostur di atas rata-rata pada umumnya.

Jujur aku terpesona dengan sikap dan perhatian Alan yang wah kepadaku saat bersamaku. Sepertinya dia menebar benih cinta kepadaku dan aku pun bisa merasakannya secara nyata.

Begitu gentle semua tindakan Alan kepadaku. Aku yang semakin kesengsem pun memberikan sinyal yang terang bahwa aku juga jatuh hati padanya. Alan tetap cool menanggapi sinyal dariku membuat aku geregetan sendiri.

Desir sepoi sang bayu memang benar-benar telah membuatku merasa begitu nyaman dan santai untuk tetap duduk bersama Alan. Harap-harap cemas seolah kuingin lebih dari sekedar ngobrol biasa layaknya teman. Kuingin lebih dari itu. Kuingin gelombang badai asmara menghantam kami hingga membuat kami terlempar, terpental, dan tersungkur di hadapan keagungan cinta.

Mimpiku pun bercabang dua, menjadi designer dan menggapai cintanya Alan. Aku bahkan berjanji pada diriku sendiri, berjanji pada langit Natsepa bahwa kelak akan aku ungkapkan rasa yang ku punya padanya di saat yang tepat.

Pantai Natsepa. Letaknya tak terlalu jauh dari pusat kota Maluku. Pantai Natsepa memiliki pasir putih dan lautan yang biru jernih yang terlihat cantik dari atas tebing. Pemandangan inilah yang digandrungi banyak traveler.

Setelah puas bermain air, traveler bisa menyicip sajian khas Pantai Natsepa, yaitu rujak. Rujak di Pantai Natsepa punya rasa yang unik. Pada sambalnya, si pedagang biasanya memberikan tomi-tomi atau anggur Ambon.

“Ve, kamu itu beneran cantik lho. Dan seksi banget.” ucap Alan sembari berbisik tipis di telingaku. Kembali aku hanya mampu membalas dengan senyum simpul meski sebenarnya ada rasa geli juga yang menjalar dan kemudian menegakkan bulu remang ku tatkala hembusan nafas hangatnya menyeruk lorong telingaku.

“Ihh.. suka deh ya ngegombal muluu..” jawabku sekian detik kemudian setalah tersadar dari lamunan geli ku barusan. Namun kali ini ku ucapkan sembari secara reflek jemariku mencubit pelan pipi Alan.

“Mau dong say dicubit lagiii..!” sambut Alan, namun malah ku balas dengan mengacak-acak rambut di kepalanya. Tak ayal membuat Alan sedikit menahan gerakan tanganku di kepalanya.

Aku baru sadar bahwa ternyata cowok metrosexual seperti Alan selalu ingin menjaga penampilannya meski hanya rambut sekalipun. Tak ingin terlihat sediiiit saja tidak rapi.

“Kamu itu cantik, smart, seksi, aduhai… eh neng, udah punya cowok belum sih?” Imbuh Alan yang awalnya terkesan serius namun diakhir lagi-lagi membuatku tersipu dan mati kutu. Wah salah jawab bisa melayang nih harapan indahku untuk merangkai bunga kasih bersama dia.

“Ehmm.. menurut kamu?”, jawabku balik bertanya demi menyembunyikan rasa gugupku.

“Yeee.. gimana sih, ditanya malah tanya balik hehee…”, cerocos Alan dengan dibarengi senyum renyahnya yang khas dan memabukkan. Setidaknya memabukkan ku karena sebenarnya berawal dari senyum nya itulah dulu di Jakarta aku mulai tergerak meliriknya.

Tak langsung kujawab pertanyaan Alan tadi. Sebaliknya aku malah berusaha menyibukkan diri dengan mencomot beberapa tomi-tomi rujak yang sebelumnya sudah kami pesan.

“Paula yang cantikk, kok malah diem??. Kalo lihat kamu salting gitu jadi gemes deh. Makin cantik hehehe”, Alan kembali bertanya diiringi senyuman renyah yang kusukai itu.

Ufhhh…senyum inihh nih.. selalu bikin aku gimanaa gitu! bisikku dalam hati.

“Ehhm.. a..ada sih cowok yang lagi deket sama aku” tandasku terbata. Semoga dia bisa membaca sinyal positif yang kukirim ini.

“Halahh.. Mbelgedes!” Sambut Alan tiba-tiba dan terkesan bernada sangkalan.

Owh.. dia kok sewot?, jangan-jangan…. senyum simpulku kembali terkembang meresapi prasangka hati yang seakan terasa berhembus membawa angin sejuk dan memenuhi seluruh rongga jiwaku dengan nuansa keriangan ditumbuhi rumpun bunga-bunga dipelatarannya.

Alan sedikit mengernyitkan dahinya sebelum kemudian tangannya semakin erat merengkuh pinggang rampingku untuk semakin menempel erat di sisi tubuhnya. Dengan tanpa paksaan kusandarkan kepalaku di bahunya sembari sayup terdengar dendang merdu dari bibirnya..

I love.. the way you love me..
Strong and wild,
Slow and easy,
Hard and so.. so completely.​

Bait lagu Boyzone yang pernah dicuapkan Ronan Keating dan Stephen Gatheli sekian tahun yang lalu terasa menjadi lagu pengiring yang tepat bagi kebersamaan kami, kemesraan kami, meski belum terucap ikrar cinta.

“Eh Ve.. lihat tuh gerombolan bule lagi asyik kayaknya main surfing. Aku ada ide nih, gimana kalau kita tawari tuh para bule buat beli cinderamata yang barusan aku beli dari pasar induk. Yahh sebenarnya sih ini cinderamata buat aku supply ke butik di Jakarta sono, tapi kalo kita jual ke tuh bule-bule bisa dapet untung bejibun kita !, secara mereka kan pada beduit tuh.” Kasak kusuk Alan kembali mampir di telinga indahku hingga lagi-lagi membuat kuduk ini merinding geli plus ser-seran, namun segera ku tepis.

Tanpa menunggu lama, Alan bergegas mengambil tas berukuran besar yang tadinya sempat ia titipkan di warung rujak saat hendak bercengkrama denganku.

“Hi… we have any local handycraft. Maybe all of you wanna bring one or two for your family and friend in your country?” Dengan bermodal bahasa inggris ala kadarnya kucoba menawarkan cinderamata bawaan kami.

Tampak beberapa diantara mereka terlihat cuek, ada beberapa pula yang menolak halus dengan melambaikan tangan mereka.

“Come on.. this good for your giving !” Imbuh Alan menimpali.

Huftt.. not responding! runtukku dalam hati.

Wahh.. tapinya kok ternyata mereka masih pada muda dan ganteng-ganteng ya..asyik kali ya punya cowok bule nan ganteng membahana..hehehe, kembali hati ku bergumam diiringi pandangan kagum terkesima.

Baru saja kami berbalik arah dan melangkahkan kaki beberapa kedepan meninggalkan kerumunan bule ganteng tersebut tiba-tiba terdengar teriakan seorang memanggil kami.

“Hei tunggu, plis give me satu atau dua. I will buy untuk pesanan saudaraku yang want the oleh-oleh..!” Ucap seorang bule ganteng dengan aksen yang acakadul.

“Hi.. kenapa kau tertawa nona? ada yang salah?” Lanjut si bule ganteng.

Ohh…no..dia ganteng bingitt siee.. ucapku dalam hati sembari terus saja bengong memandang wajahnya.

Diluar dugaan, sepertinya antara si bule ganteng dengan Alan terlihat saling mencuri pandang.

Lhoo.. kok mereka malah saling pandang-pandangan gitu. Ah masa iya mereka saling jatuh hati?, jeruk minum jeruk dong??? Awalnya aku heran, namun pikiran aneh tersebut berusaha kuhilangkan.

“Harga berapa ini untuk satu item of your handycraft?” tanya bule kepadaku.

“Halloo… nona, please dijawab !” tambah si bule lagi. Aku menjadi terkaget, begitu kagumnya aku pada si bule sampai membuat aku bengong kayak sapi ompong. Aku menjadi tersipu malu atas kebengonganku tadi.

“Itu.. ii.i ini..aduh berapa ya?? eh Lan berapaan ini?” balasku sambil tergagap. Saat aku melemparkan pertanyaan harga tersebut ke arah Alan ternyata kondisi Alan tak jauh beda denganku. Sama-sama bengong.

“Ohh.. It’s free for you.. or.. up to you how much you wanna buy.” Alan lebih mujur, secepat kilat ia bisa menguasai keadaan. Sembari tersenyum lebar dan tatapan yang tajam ia membalas pertanyaan si bule.

“Oh really, are you kidding?” tanya bule merasa tak yakin dengan jawaban Alan.

“No..no.. I’m serious” potong Alan pendek.

“Yaa betul. Gratis aja buat kamu!” timpalku.

Dari peristiwa gratisan itu akhirnya kamipun saling berkenalan. Aku sekarang tahu bahwa si bule ganteng itu ternyata bernama Raden Saleh. Upss.. tentu tidak, ia adalah Rubben Sane dari Italia.

Semakin lama, perkenalan kamipun menjadi semakin dekat. Hingga akhirnya kami diundang makan malam di kebun hotel yang ditempati Rubben. Rencananya malam itu Rubben akan mengadakan pesta barbeque bersama teman-temannya.

Aku begitu kagum akan parasnya yang ganteng itu, ditunjang tongkrongan tubuh tegap tinggi menambah ia terlihat begitu menawan di mataku. Aku menjadi bimbang pada diriku sendiri di tengah persimpangan ini. Bagaimana mungkin aku tertarik pada dua pria sekaligus ? dan bahkan kini mereka tengah berdiri bersama dihadapanku. Hatiku menjadi kacau balau.

Acara barbeque menjadi tak lagi menarik bagiku. Aku lebih asyik bercanda tawa dengan dua makhluk gagah yang keduanya sangat kukagumi. Kami menjadi semakin dekat satu sama lain. Sesekali terlihat, kedua pria tersebut berpandangan sambil bertukar senyum. Beberapa kali pula mereka saling berbisik. Entah mereka saling membicarakan tentang aku atau tentang hal lain, aku tak ambil pusing.

Suasana canggung karena baru sehari kenal segera mencair. Lebih dari itu, secara bergantian Rubben dan Alan menggamit mesra pinggangku. Sesekali seperti tak sengaja kurasakan gamitan itu bergeser lebih naik dari pinggang rampingku hingga menyenggol lembut gundukan bukit tinggi kenyal di dadaku. Anehnya, bukannya aku marah, namun aku malah menikmati sentuhan itu. Ahh mungkin aku mulai gila karena mereka yang telah porak porandakan gugusan hatiku.

“Ehmm Paula, kamu ternyata asyik juga ya orangnya. Cantik juga !” ucap Rubben masih dengan menggamit pinggang atasku berikut sentuhan-sentuhan tipis di tepian dadaku.

Ohh senyum renyahnya, mereka sama..uhh bikin hatiku bergetar.. batinku.

“Kok cuman cantik doang. Emang aku gendut gitu ya?” ucapku lagi berusaha mengalihkan lamunanku akibat tawa renyah Rubben, namun malah jadinya ngelantur hingga tak sengaja kusebut tentang bentuk badanku.

“Of course not honeyyy… kamu sangat seksi, ramping, pinggul penuh, like a spain guitar, and your breast is so sensual.” tanggap Rubben terdengar sangat vulgar.

“Oww oww.. stop stopp. Kenapa harus sedetail itu sihhh ???” ucapku malu. Namun sebenarnya aku menjadi bangga di puji selangit oleh seorang bule yang notabene biasanya lebih mengidolakan gadis-gadis luar negeri yang tinggi dan mancung.

Hati ini semakin dibuat terkatung-katung diombang-ambingkan perasaanku sendiri. Bingung kupilih yang mana? begitu kata lagu.

“Ehmm Rubben, katanya kan asli Italia tuh. Kota mana?”

“Milan.” jawab Rubben pendek.

“Wow…cucok bookk. Ini aku juga ada rencana belajar fashion ke Milan” sambutku.

Bercengkrama dengan mereka berdua ternyata memakan waktu tanpa terasa. Sudah satu minggu sejak perkenalan kami dengan Rubben.

Sore yang mendung, tak ada seberkaspun matahari mampu menyeruak membelah gumpalan awan hitam yang berarak. Burung-burungpun tiada lagi terdengar riang suaranya. Petang dan mendung telah menggiring mereka memasuki peraduan.

Cring…

Suara ponselku terdengar nyaring memecah keheningan sore.

“Ya haloo.. siapa ini?” Kuangkat panggilan telpon dengan enggan.

“Woyy Ve.. ini Tari. Lu ama si Alan dicariin Pak Prapto dosen tuh. Gue disuruh bilang ke elu buat nemuin beliau besok pagi-pagi, karena jam 8 beliau sudah harus take off ke makasar menghadiri undangan universitas disana” cerocos Tari sohib kentalku di Jakarta.

“Waah..berarti gue musti balik Jakarta malam ini juga dong???” Ucapku masih dengan keengganan.

“Yahh..itu mah terserah elu Ve. Kayaknya ada tugas penelitian khusus ato apalah gitu, gue juga kurang paham. Lu satu tim ama Bella. Tuh Bella udah mulai galau khawatir lu ama Alan kagak muncul-muncul !” Lanjut Tari.

Tanpa berpikir panjang ku langsung menghubungi Alan dan segera pula menghubungi bagian ticketing bandara untuk reservasi. Hanya dalam beberapa jam setelah dihubungi Tari, kami sudah berada di antrian boarding pass bandara.

“Ga ada yang ketinggalan kan barang mu, Ve?”sergah Alan disela hiruk pikuk pengunjung bandara.

“Ga ada…eemmh tapi….!” Tiba-tiba ku seperti tersentak. Aku baru ingat kalau sebelum berangkat tadi ku lupa untuk mampir ke hotel tempat Rubben menginap.

Uhh…padahal lusa katanya dia mo balik ke Itali..! duhh kenapa sampai lupa gini sihh??! batinku sembari menerawang jauh keluar bandara. Sedih hatiku dan bodohnya diriku sampai untuk sekedar berpamit ke pria yang ku kagumi saja terlupa.

Ihhh..Apalagi aku belum juga dapat nomer teleponnya dan alamatnya di Itali…Ihhh bete bete beteee ! Runtukku semakin kalut. Rasanya ingin menangis saja.

“Vee, Verhoeven, kok bengong gitu sihh? Ada apa hayoo?” Seruan Alan membuatku tersentak dari lamunan. Dengan tersipu malu ku palingkan wajah ini ke arah lain demi menyembunyikan airmata yang sedikit menggenang di kelopak mataku.

“Ga papa kok Lan..!” Jawabku pendek.

“Ya udah, kalau emang ga ada papa mbokyao jangan bengong gitu. Ntar malah ilang lho cantiknya sayang..!” Hibur Alan yang langsung sukses membuatku tenang.

Dia manggil aku sayang…!? bikin Ge-Er ajah si Alan ini ungkapku dalam hati.Tapi memang ada benernya juga.

Buat apa aku sedih gara-gara tidak ketemu Rubben lagi? toh sama Rubben juga baru kenal ini. Lagian kan ada Alan yang juga ganteng, batinku lagi
Detak detik jarum jam dinding terus berputar tanpa henti. Mengingatkan pada titik bulir pasir pada jam waktu yang terus saja mengalir jatuh mengejar ketertinggalannya merengkuh masa yang kian berlalu.

Tak terasa sudah 6 bulan sejak pertemuan terakhirku bersama Alan dan Rubben. Dan selama 6 bulan itu pula aku tak dapat sekalipun menghubungi atau bahkan menemukan Rubben. Lambat laun bayangan wajah ganteng Rubben menjadi sirna tergerus waktu dan dinamika perjalanan hidup.

Seminggu yang lalu aku telah take off menuju negeri impian para designer yaitu milan,Italia. Demi menggapai cita-cita dan harapanku, rela kuambil cuti kuliah dengan tekad bulat memperdalam ilmu designer di Italia. Yaa, aku mendapatkan beasiswa untuk belajar mengenai tetek bengeknya design dan fashion ke Milan, Italia. Setelah aku menemui dosenku Pak Prapto beberapa waktu yang lalu.

Aduhh, kok aku jadi kangen gini ama Alan, lagi ngapain ya dia sekarang? dia juga sih yang menolak ikut ke Itali karena ga bisa ambil cuti kuliah mengingat begitu banyak program kunjungan dan study banding yang harus ia jalani. Ah.. ya sudahlah, toh semua orang juga punya cita-cita. Dan akupun yakin jika emang jodoh dengan Alan, pasti kami akan bertemu lagi di Jakarta dengan kesempatan dan moment yang lebih baik, ucapku dalam hati sambil mata ini menerawang menyibak padatnya gedung bertingkat yang ada di sekitar apartemen yang aku tempati.

Ehhh.. Rubben kan orang Itali yahh? tapi dimana ya tepatnya?? tanyaku dalam hati sembari kepala ini terus melongok keluar jendela memandangi gedung-gedung yang ada.

###​

Ctuing..

Sebuah pesan BBM masuk mengagetkan Alan yang sedang asyik bermain monopoli di Hp nya.

“Hi brother.. Apa kabar mu? beruntung ya kita bisa berkontak lagi. Ketidaksengajaan di facebook bisa membuat kita bisa menjalin komunikasi kembali” Sebuah tulisan chat terbaca oleh mata tajam Alan.

“Yuppp Rubben. Kangen juga sama kamu nih. Barusan kenal, akrab, ehh ilang. Untung banget kita bisa dipertemukan melalui jasa FB.” Balas Alan sambil bersorak girang. Ia berpikir bahwa Paula tentu akan senang juga mendaptkan berita ini.

“Oh I see, mungkin kita memang berjodoh untuk bertemu kembali” timpal Rubben mengamini perkataan Alan sebelumnya.

###​

Kembali pada bilik kamar apartemenku. Disini aku mneyewa jasa Apartemen yang aku bayar berdua bersama teman sekamarku bernama Antoinella. Ia anak yang asyik dalam bergaul. Tubuhnya jauh lebih tinggi dariku. Berbadan seksi dan montok menggoda. Aku cukup akrab dengannya. Semakin lama, semakin kuat ikatan persahabatan kami hingga seolah aku memiliki pengganti keluarga di negeri yang jauh dari Indonesia ini.

Antoinella yang seorang bule tulen sudah terbiasa menjalani kehidupan bebas di Italia. Mungkin akan berbeda jauh dengan adat ketimuran kita yang seolah tabu dalam berpakaian minim menggoda, lebih-lebih bergaul bebas dengan lawan jenis.

Semakin lama aku bergaul dengan dia membuat aku semakin terbiasa pula menyesuaikan adat kebiasaan Antoinella dalam berpakaian dan membahas seputar seksualitas.

Seperti malam itu, aku dan Antoinella asyik bersenda gurau berdua di atas ranjang kamar apartemen. Sesekali ia menggodaku dengan tiba-tiba melakukan gerakan menyingkap rok pendekku meski dalam kerangka candaan. Atau sesekali pula ia memitingku sedemikian rupa dan kemudian menggodaku lagi dengan meremas keras buah dadaku.

Lama kelamaan hal-hal seperti itu menjadi kebiasaan lumrah dan santai terutama bagiku. Dan karena malam itu AC diruangan kamar sedang rusak membuat udara menjadi cukup gerah, dengan santai Antoinella melucuti pakaiannya dan hanya menyisakan lilitan bra minim berikut g-string dibagian bawahnya. Ia pun memintaku melakukan hal serupa. Awalnya aku canggung melakukan itu, namun mengingat di kamar itu hanya ada kami berdua, maka akupun dengan nekad mengikuti apa yang ia sarankan.

Tubuh Antoinella yang begitu sempurna menurutku terlihat sangat serasi dalam balutan busana pakaian dalamnya. Buah dadanya yang lebih besar dariku terlihat membulat putih dan indah dipandang mata. Belum lagi belahan kedua buah pantatnya yang terlihat sangat menawan membentuk dua jalur curam di sisi kanan dan kiri dan melandai saat mendekati pinggangnya yang ramping. This is the real spain guitar.

“Hey… Paula, your body is good. Not very big size, but it’s cute !” puji Antoinella dan sukses membuatku bangga plus tersipu.

“Apalagi kamu coba sedikit bergaya deh, akan lebih kentara tuh keimutan dipadu ama keseksianmu !” imbuhnya lagi. Dan aku tak membalas ucapannya selain hanya dengan tersenyum.

“Ga percaya? coba deh sini kamu bergaya yang agak sensual gitu, aku fotoin pakai Hp biar kamu tahu kalau kamu itu cantik, cute, dan super seksi !” lanjut Antoinella lagi.

Atmosfir yang membawaku semakin melumrahkan apa saja yang di lakukan Antoinella. Dengan berpose se sange mungkin kucoba menunjukkan bahwa apa yang dikatakan Antoinella adalah benar adanya.

Antoinella memberikan isyarat agar aku menurunkan kedua tali bra ku hingga jatuh di lenganku. Sambil kedua tanganku bertengkurap nakal di sisi luar bra yang rada melorot. Antoinella segera beraksi dengan kameranya.

Suasana kamar yang semakin panas karena ulah seksinarsis kami semakin lagi bertambah panas tatkala Antoinella memberikan contoh dengan membuka seluruh penutup tubuhnya. Itulah pose terpanasku dimana aku harus rela saat kamera Antoinella menikmati polosnya tubuhku tanpa sehelai benangpun.

Tak ayal, bagian kewanitaanku lah yang di ekspos berulang kali oleh Antoinella dan kameranya. Dan tak tahu mengapa, aku mulai menikmati tradisi baru ini.

“Uuughhh Nellaa, apa yang kamu lakukan? Sshhhh.” Desahku lirih dengan tubuh menggelinjang saat tangan lentik Antoinella merayapi tubuh bugil ku yang kini terbaring pasrah diranjang.

Dengan lidah dan bibirnya Antoinella bergerak menyusuri belahan dada ku. Payudara ku memang begitu menggemaskan. Padat, kencang, berbalur kulit yang putih dan tampak licin. Aku lihat payudara ku tampak bergerak naik turun karena nafas ku yang makin tak beraturan. Puting Paula Verhoeven yang cantik ini pun terlihat mengeras dan berdiri menantang.

Aku sendiri begitu terbuai dengan permainan sahabat baru ku ini. Sialan. Basahnya lidah dan lembut bibir Antoinella yang menyusuri tubuhku yang mulai berkeringat menimbulkan kenikmatan. Sentuhan Antoinella begitu lembut, begitu halus namun terasa hangat dan membangkitkan gairahku yang meluap. Bahkan hembusan nafas Antoinella yang menerpa kulit ku pun sukses membuatku merinding.

“Ssttt… Nella. Kita nggak bol aaaahh……” kata-kata ku terhenti saat dia merasakan lidah Antoinella menjilat putingnya. Aku yang awalnya berusaha menghentikan tindakan Antoinella, akhirnya hanya bisa mendesah keenakan. Apalagi saat bibir Antoinella mulai menghisap putting payudara ku dan membuatya mengeras karena gairah. Aku juga bisa merasakan remasan jemari Antoinella yang bagaikan memijat payudara ku yang padat dan membuat ku melupakan rasa canggung dan larut dalam birahi.

Kini posisi Nella tengkurap di ranjang bagian bawah. Kepalanya berada di antara kaki ku yang mengangkang lebar dan tampak begitu vulgar. Dia begitu terpesona melihat vagina ku. Aku memang mencukur bulu yang ada dikemaluan kecuali sedikit di bagian atasnya yang aku potong rapi berbentuk segitiga kecil. Terlihat begitu sexy dan erotis pastinya.

Antoinella mengangkangkan kaki ku lebih lebar hingga kini vagina ku mulai membuka dan Nella bisa melihatnya dengan lebih leluasa. Memek ku begitu indah di matanya karena aku menatap binar matanya yang bercahaya. Belahan vagina ku memang masih tampak rapat dan bibir nya masih tampak rapi dan tak menggelambir sebab aku memang memperlakukan khusus daerah kewanitaan ku itu.

“Vagina kamu bagus banget, Laa. Kamu bener-bener pinter ngerawatnya.” puji Antoinella pada ku yang langsung membuatku merona merah

“Ouughh Nella… mmmm….sssshhhh……”, desis ku sambil menggelinjang saat Nella mulai memainkan lidah dan bibirnya.Permainan Antoinella benar-benar memberikan kenikmatan buatku. Antoinella begitu sabar membangkitkan gairahku. Dia tak terburu-buru menikmati memek wangi Paula Verhoeven ini yang sudah basah oleh cairan kenikmatannya.

Awalnya Antoinella hanya menciumi bagian dalam paha ku dan daerah sekitar memek yang membuat ku makin belingsatan. Kemudian perlahan mulai bergerak menyusuri belahan vagina. Aku dapat merasakan hangatnya lidah Antoinella yang menyapu belahan garis vagina ku secara penuh dari atas ke bawah, bahkan sampai ke lubang pantat. “Uugghhhh, Nellaaaa” rintihku tertahan. Tangan Antoinella juga meremas pantat ku yang membulat penuh dengan hangat dan mesra.

Aku sudah benar-benar larut dalam gairah birahi yang di ciptakannya. Antoinella sendiri juga begitu menikmati keadaan ini. Gadis berwajah cantik khas eropa itu seakan tak akan pernah bosan mempermainkan memek ku. Setiap desahan kenikmatan yang keluar dari mulut ku bagaikan stimulan yang makin membangkitkan gairah birahinya sendiri. Memek nya pun mulai basah hanya dengan mencumbu memek sahabat barunya.

“Slurrpp…..mmm…..” memek ku di seruputinya dengan penuh nafsu.

“Uugghhh…. Nella.. aahh…..”, desah ku makin keras. Apalagi saat Antoinella mulai memainkan klitoris mungil ku, menjilat bahkan menghisapnya kuat-kuat. Bahkan Antoinella juga mulai memasukkan jari-jarinya ke memek peret ku dan mengocoknya.

Sekitar 15menit Antoinella terus mempermainkan memek ku, sampai akhirnya tubuh ku yang lencir jangkung pun mulai menggeliat tak beraturan. Iya benar, aku merasakan gelombang kenikmatan orgasme yang dahsyat. Rasa nikmat itu menjalar ke seluruh tubuhku.

“Aaaagghh…. Nella… aku uggh…dapet.. ssshhhhhh” jerit ku saat orgasme itu datang. Tangan ku reflek menekan kepala Antoinella agar tak lepas dari memek ku. Paha ku yang jenjang pun tanpa ampun menjepit Antoinella.

“Hhmmpp…hhmmmppp…..”, gumam Antoinella. Antoinella dapat merasakan kalau aku mulai mendaki puncak kenikmatan. Tubuh ku mengejang dan menggelinjang liar dan entah bagaimana, hal itu bahkan memicu gelombang kenikmatan Antoinella sendiri.

“Oouughhhh Paulaaaa, aku dapp.. peeetsshhh!” jerit Nella dengan tubuh menggelepar.

“Huuaaah, nikmaat bangeet. Gimana Laa? Hmm?” Tanya Antoinella menggodaku.

“Gila Kamu..” jawab ku sambil tersenyum. Yaah itu adalah pengalaman pertamaku bercinta dengan perempuan.

###​

Hari berganti dan terus berganti dengan cepat. Tak terasa sudah 2 bulan aku di Milan untuk belajar dunia modelling. Jadwal ku sangat padat di sini. Kadang aku merasa kesepian di negeri orang walau ada Antoinella yang terus menemani ku. Sesekali Alan menelpon ku tanya kabar. Aah aku sungguh kangeen sama cowok metrosexual itu. Aku juga kangeen sama Rubben. Aah gila, apakah aku mencoba saja poliandri? Hahaa, pasti aku akan dianggap sinting.

Selama 2bulan mempelajari dunia design & modelling, aku sudah menguasai sebagian besar materi apaa yang sudah di ajarkan para mentor. Aku begitu gila dalam belajar, bertanya & sangat kritis soal duniaku ini. Dan aku selalu mendapat penilaian terbaik saat di minta membuat design, saat mengatur koreografi, dan saat membuat tema-tema dalam pertunjukan fashion show.

Latihan dan latihan adalah kunci untuk meluweskan aku kelak saat mengadakan pertunjukan fashion show. Aku begitu mencintai duniaku ini. Jadi buat kalian, apapun pekerjaan kamu jika kamu ingin berhasil dan mencatatkan sukses maka cintailah duniamu, cintailah pekerjaan mu. Jangan mengeluh dan jangan jadikan ia sebagai beban.

Antoinella juga sangat baik padaku. Bersamanya di saat adaa waktu senggang, aku pasti mencari keberadaan Ruben. Lewat medsos, blog, dsb. Tapi semuanya nihil. Huuhu..huhu..

“Sabar ya Paulaa. Walau belum ketemu, pasti suatu saat kamu akan bertemu Ruben.” hibur cewek bule itu sambil membelai pundak ku.

“Apaa perlu aku hibur? Heh?” godanya genit sambil menaik turun kan alisnya dengan ekspresi lucu. Tangannya mulai menyusuri tengkuk ku

“Ogaah!” ucapku sambil melempar bantal kearahnya.

“Haahahaha.. Kamu lucu. Hahaaha, bener-bener lucu.” Antoinella terbahak..

Tiba-tiba hp ku berbunyi. Alan? Saat ku lihat id callernya. Senyumku pun terkembang.

“Alan?” tanya bule sarap sambil berbisik. Aku hanya mengangguk mengiyakan.
Ekspresi wajahku melongo saat mendengar penjelasan Alan. Kadang keningku mengerenyit, senyumku mengembang.

Dan akhirnya aku meloncat kegirangan. Apaa pasal? Karena Alan memberi tahu ku bahwa kerjasama kampus dengan EO yang mengadakan pelatihan saat ini juga membuka perwakilan di Indonesia. Dah Ya Tuhaan aku mendapatkan rejeki yang luar biasa. Bahwa EO ini memberikan hadiah yang membayangkan saja aku tak pernah. Yaitu akan mengadakan show tunggal atas nama ku. Tadi Alan memberi tahu kalau aku cuma di minta mencari model-modelnya saja. Dan luar biasanya lagii acara ini nantinya akan di liput FASHION TIVI. Thanks God.

Antoinella langsung memelukku erat tentang kabar bagus ini. Aku menawarinya untuk bergabung denganku di acara ini besok tapi dia cuma bilang kalau ingin membangun kariernya di sini.

Dia berjanji akan segera mengunjungi ku setelah menyelesaikan pekerjaannya yang berkaitan dengan modelling juga. Aku memeluknya erat, sambil mengucapkan terima kasih sudah mau mendampingi di Milan kota yang begitu eksotis.

“Terus kapaan kamu pulaang?”

“Dua hari lagii Nell. Thanks ya Nella udah ngedampingi ak selama 2 bulan disini. Udah mau aku repotin nyari Ruben kesana kemari. Kamu udah baek bangeet sama aku.” tak terasa aku terisak lirih.

“Iya Paula sama-sama. Aku gak merasa di repotin kok. Aku seneng bangeet punya sahabat beda negara, beda benua kaya kamu.” Antoinella langsung memeluk ku erat. “Dan aku juga bangga bangeet sama kamu. Bentar lagii mimpimu terwujud.” lanjutnya.

“Kamu mau gak join di acaraku besok?” tanyaku meminta. Dia tersenyum.”Aku masih banyak kerjaan disini. Lagian itu adalah event special buat kamu untuk mewujudkan cita-citamu Paula. Tapi aku janji akan segera mengunjungimu ke Indonesiaa.” ujarnya sambil tersenyum. Kami langsung berpelukan sekali lagi. Aku tunggu janjimu Antoinellaa.

###​

Aku sudah di Indonesiaa, dan senangnya sungguh terasa saat bertemu Alan walau sebenarnya dia bukan siapa-siapa aku. Hiks hiks hiks. Setiba di Indonesiaa aku langsung menghadap dosen dan dekan ku. Teman-teman ku pun langsung memberikan ucapan selamaat kepadaku. Duch senangnya hati kyuu.

“Selamaat ya Paula Verhoeven.” ucap Pak Prapto dosen ku sambil tersenyum.

“Sama-sama, Pak. Berkat arahan bapak juga.” balas ku dengan mata berbinar.

“Kamu sungguh berbakat dan luar biasa. Perusahaan dan EO anak perusahaan itu sampai membuatkan event khusus buat mu.”

“Saya juga gak nyangka Pak. Hehehe.” aku tak sanggup menyembunyikan kebahagiaan ini.

“Perwakilan EO nya sudah melakukan pertemuan dengan saya untuk membahas segala sesuatunya di event tunggal kamu, termasuk mencari para modelnya. Akhirnya saya memilih Era Moda untuk memback-up kamu. Lagian kamu udah kenal baik kan sama anak-anak Era Moda?”

“Hah? Era Moda Pak? Serius? Aduh makasiih banyak Pak atas waktunya untuk mengatur semuanya. Iya saya kenal semua orang-orangnya Era Moda.” ujar ku terbelalak. Siapaa sih yang gak tahu Era Moda?

“Kamu harus segera nyiapin diri semaksimal mungkin. Besok akan adaa banyak selebriti yang hadir, di liput fashion tv juga. Kamu adalah fenomenal. Dan do the best semaksimal mungkin.” ucap beliau yang aku hormati itu seraya kembali menyalami aku.

“Baik Pak, saya akan kerjakan semampu saya dan saya akan buktikan bahwa orang indonesiaa pun bisa memiliki designer kondang. Saya mohon diri Pak, sekali lagii terima kasih atas semuanya.” aku pun memohon pamit pulang. Hmm.. Saatnya bekerja. Mimpi di latas langit nastepa akan segera terwujud.

###​

Siang ini, di temani Alan aku sudah berada di Era Moda, yang bisa dibilang sama ramainya dengan mall-mall pas tanggal muda. Aku memang sengaja datang kesini untuk konfirmasi berapa model yang akan disediakan Era Moda untuk membawakan rancangan baju dari designer ku. Tentunya sekalian window shopping.

Beberapa model dengan tubuh langsing terlihat berseliweran dengan dandanan cuek bebek namun tetap saja terlihat gaya. Dari pada bengong, aku meraih tabloid fashion yang teronggok diatas meja didepanku yang bersampul wajah Atikah Hasiholan, dan mulai asyik membolak-balik lembar demi lembar untuk mencermati berbagai model baju yang tampak keren-keren semua-muanya.

Pada saat aku membaca artikel tentang botox dan silicon, seorang model yang bertubuh kurus sedang berbincang dengan cowok feminin. Aah aku jadi teringat sama Alan yang kadang-kadang begaya ngondeg. Hihihiii^^^

“Mmm.. oke, udah disiapin 50 model untuk Paula Verhoeven, dan bertempat di Embassy.” Jawab Adrian bagian pendistribusian para model dengan kalem.

“Waow! Kereeen. Embassy, I love it.” Aku begitu antusias mendengarnya.

“Eeh, temanya apa tadi?” lanjutnya.

“Freedom for free.” Tukasku.

“Terus untuk persiapan dari pihak elo gimana, Paula?”

“Udah 80% sih, Mas. Tinggal dikit yang perlu di beresin. Ntar dari aku juga nyiapin beberapa model juga.” Aku menjawabnya sambil merapikan beberapa berkas sketsa baju, dan memasukkannya kedalam tas. Rambut panjang ku sengaja aku kuncir keatas biar tidak gerah padahal nih, padahal untuk menarik perhatiannya sih. Hihii… Dan dari sudut mata, aku tahu kalau Adrian terlihat asyik memandang tengkuk ku yang putih dengan helai rambut-rambut kecil yang halus.

Udah ahh ngeliatinnya, Mas. Ntar nafsu lohh! Hihihiii.

“Oke, mantap tuh. Semoga lancar dan sukses.” Adrian menjabat tanganku. Hangat dan senyumnya begitu menawan.
Setelah selesai urusan di kantor Era Moda, aku langsung cabut bersama Alan. Fyuuh rasanya lega bangeet deh saat mengetahui pihak Era Moda memback up penuh semua kebutuhan ku. Tak lama setelah mobil sedan premium Alan melaju, hp cowok keren yang ku kagumi berbunyi.. “Menepi dulu aja Lan dari pada sambil nyetir.” saran ku. Sambil melepas blazer. Sekarang bagian atas tubuhku cuma berbalun kemben mini ketat warna hitam sangat kontras dengan putih warna kulit ku.

“Gapapa, tenang aja. Aman kok.” tukas dia cepat. Alan cuma menjawab singkat-singkat selama menelepon. Tapi aku tahu senyum Alan selalu merekah senang saat menjawab siapakah gerangan yang di seberang sana.

Siapaa yaa? Cewek nya kali. Tapi kayaknya bukan deh orang Alan selalu bersamaku. Tapi dari ekspresi wajahnya kok kaya telfonan sama seseorang yang di kasihi? Enggak mungkin, dasar Alan aja orangnya suka senyum gitu. Hati ku saling berbantah-bantahan sendiri. Uughh menyebalkan. Nyetel musik aja deh, ucapku dalam hati seraya menset lagu di player.

“Siapaa?” tanyaku pelan. “Temen.” jawabnya singkat di iringi senyum. Ekor matanya melirik fresh meat di dada ku.

Aku menggeliatkan tubuh untuk menghilangkan penat sejenak. Saat tanganku merentang keatas kedua payudara ku tampak semakin membusung. Duuh mana kendor nih kaitan bh nya batin ku sambil memasukkan tangan kiri ku merogoh kedalam kemben belahan dada sehingga kemben itu melorot dan makin menampakkan daging bulat payudaraku yang membal kenyal.

Kalau aku pikir-pikir memang akhir-akhir ini kesibukan ku meningkat berkali lipat. Tidak pernah aku rasakan dan setelah urusan di Era Moda beres, barulah kepenatan yang selama ini menumpuk baru terasa. I need something maybe. A dick? Absolutely haahaha pikir ku kacau. Aah, aku jadi teringat dengan Antoinella yang slutty bangeet. Hmmm kurasakan vagina ku meremang.

“Lan, kamu adaa acara setelah ini?”

“Adaa tapi masih ntaar kok. Kenapa?”

“Check in yuuk.” ucapku frontal.

Aku memang free dalam hal kaya gini. Asal senang sama senang, tidak adaa paksaan, perbudakan, aku sih fine-fine aja. Tanpa menjawab ajakan ku, pedal gas mobilnya di injak lebih dalam dan ini menandakan dia setuju ajakan ku. Asyiiik.

###​

Kamar 11206 nov*tel

Setelah bersih-bersih menyegarkan tubuh, hanya mengenakan bathrope hotel aku duduk di pinggir ranjang kamar sambil memainkan talinya dengan tatap mata lapaar kearah Alan yang baru keluar dari kamar mandii. Telanjang dada dan hanya mengenakan boxer skaters. Penisnya tampak membayang sedikit ereksi saat dia berjalan.

Dada ku berdegup membayangkan penis cowok keren yang pasti sebentar lagi akan aku oral. Aah aku punya ide agak nakal. Melihat Alan lagi sibuk men-cek hp nya, aku beranjak kearah jendela kamar. Menyingkap korden lebar-lebar hingga tampak gedung perkantoran di samping hotel. Moga aja ada yang meneropong aktifitas yang akan aku lakukan ini hihihii.

Aku mendengar suara langkah Alan mendekati ku. Dengan pose ku yang nakal ini aku yakin Alan tidak akan tahan untuk segera menyentuh tubuh sintal yang sekarang tampak binal.

Kedua tanganku dari siku sampai telapak tangan menempel di permukaan kaca. Pantat ku yang membulat padat sedikit aku tunggingkan dengan menekuk sedikit kaki kanan dan meluruskan kaki kiri. Bathrope hotel yang aku pakai pun tersingkap sampai setengah pantat sehingga tidak mampu lagii menutupi belahan pantat bagian bawah dan sedikit bibir vagina yang terasa basah.

“Eemhh!.. Aahh! Sshhh!” desah Alan membisikkan rasa nikmat saat batang penisnya mendesak ketat tepat di belahan pantat ku yang berkulit mulus tanpa noda.

Tubuh ku ikut menggelinjang merespon sesuatu yang mengganjal di pantat ku. “Ouugh Laan. Ngghhh.” lenguhku saat Alan mendekatkan wajahnya ke leher jenjang ku. Pasti Alan semakin terbakar saat menghirup harum wangi parfum ku yang menggoda.

“Aauuww! Aku berontak kecil saat penisnya menggesek lipatan bibir memek ku bersamaan dengan tangannya yang menyingkap bathrope makin keatas dan telapak tangannya mengusap lembut kulit pinggangku.

Aku Paula Verhoeven, gadis cantik bertubuh seksi yang sudah bergairah semenjak di mobil segera saja berbalik menghadap Alan dan mendorong badannya sampai terduduk di pinggiran ranjang. Aku mengerlingkan mata dengan genit. “Just feel the taste, hmm..”

Alan pun mengangguk-angguk setuju. Perlahan, aku pun membungkukkan tubuh indahku, aku berusaha biar sepasang pantat ku yang aduhai berikut bibir memek yang tampak peret ini menempel lekat di kaca jendela kamar hotel memberikan kesempatan kepada siapaa pun untuk ikut menikmatinya. Haahaha..

“Ouughh say, pose kamu gak sopan banget.” suara Alan sampai bergetar mengetahui gaya ku yang slutty. Aku mulai menurunkan boxer Alan yang sekarang menggelembung indah. Penis itu berkedut saat jemari lentik berkulit putih milik ku mulai mengusap di sekujur batang penuh urat itu.

“Udah keras banget neh. Kapan kamu keluarin terakhir kali?” tanya ku sambil mendesah nakal.

“Ouwhh, Laa.. Enakk.. Baru 4 hari kemaren keluar.” jawab Alan sambil mendesah.

Tak ingin berlama-lama, aku pun langsung menjilati kepala penis Alan dengan lidah merah dan lancip andalan ku. Alan mengelinjang ketika tangan ku mulai mengelus dan mengocoknya. Tak berapa lama, akupun mendekatkan kepala dan terjilat lah kepala penis cowok metroseksual ini. Sambil terus mengocok, aku mengulum penisnya dan tak lupa lidah ku menari ketika batang berotot itu sudah di dalam mulut mungil ku yang berbibir tipis.

“Slep.. Sleepp.. slepp.” Terdengar suara kecipak yang menggairahkan.

Naluri ku pun langsung memutar pinggul sehingga pantat ku yang padat dan bulat itu tampak seperti mengelap kaca. Aku melepaskan mulut dari penis Alan.

“Enak Lan?” tanyaku seraya menoleh ke belakang sesaat dan terlihan cairan lendir birahi dari belahan bibir memek ku menodai beningnya kaca jendela. Ouugh yeesshhh!

Alan cuma mengangguk perlahan. Duuch mimik wajahnya bikin aku makin horny. Tak lama, kembali Alan merasakan kehangatan dan kelembutan mulut ku ketika kejantanan itu aku telan sampe. setengahnya. Tak sampai di situ, aku langsung mengatupkan bibir ini erat dan menariknya perlahan.

“Ouughh! Aaah.. Sshhh!” desah Alan tertahan.

Aku kembali memasukkan penisnya perlahan dan aku tarik lagi. Aku masukkan lagi lebih dalam dan aku tarik lagi. Duuch nikmat banget. Kepala cowok berjambang tipis itu sampai terdongak keatas ketika aku men-deepthroat batang kemaluannya sampai begitu dalam, sambil lidah ku mengulas-ulas batang penis yang makin mengeras. Tak lupa pula jemari lentik sebelah kiri ku mengusap-usap lembut kantung zakar Alan dan sesekali aku meremasnya perlahan. Pantat ku terus berputar semakin cepat di permukaan kaca jendela kadang juga selip karena cairan lendir birahi semakin banyak menjadikan kaca itu semakin licin.

“Oough, Paulaa!.. Enak bangetsshhh!.. Hangat dan bergerinjal mulut kamu.. Umphhfff! gila kamu jago banget ya ternyata soal oral sex.” terengah-engah Alan meresapi nikmatnya servis mulutku.

Setelah men-deepthroat dengan kemampuan khusus ku, aku lanjutkan dengan menjilat-jilat dan menghisap kantung zakarnya. “Sreptt! srrept.. sruuptt!” tangan halus ku tetap mengocok penis Alan dengan cepat.

“Aaaghh Paulaaa! Ouughh.. Shitt!” ceracau Alan sambil mengarahkan kepala ku untuk menghisap dan mengulum kemaluannya lagi.

Aku tahu maksudnya, maka langsung saja aku melakukan hisapan serta kocokan mulut dengan cepat. Jemari ku juga masih tetap mengurut lembut kantong zakar Alan. Alan sudah tidak tahan lagi. 15menit berlalu, penis Alan sudah berdenyut-denyut di dalam hangatnya mulut ini. Hihii..

“Time out dulu say. Time out dulu. Mau keluar ini.. Sshhh” desahnya tertahan.

Aku tersenyum melihat Alan tak berdaya. Setelah beberapa saat aku pun memintanya untuk segera menyetubuhiku. Aku sudah tidak kuat. Birahi ku sudah tepat di ubun-ubun.

“C’moon babe, eat me now. All you can eat babe.” Kataku menggoda nya.

Aku sudah berposisi menghadap kaca seperti awal kita akan bercinta. Cairan lendir memek ku terasa perlahan mulai merembes turun ke paha dalam ku. I’m on high voltage.

Alan mulai menempelkan batang penisnya di sela-sela pantatku. Karena sudah tak sabar, aku pun segera membimbing penis kenyal yang sudah tegang dan keras itu masuk ke dalam memek ku. “Sleeephhh..” penis Alan menyeruak masuk.

“Aaakhh.. Pe.. Pelaan babe..” jerit ku antara nikmat dan perih. Penisnya terasa sangat mengganjal di memek peret ku.

“Ouughh Laa..aaa sempitt bahngeettts..” lenguh Alan saat lubang memek ku menghimpit ketat seakan mengunyah batang penuh urat itu.

Aku juga yakin Alan pasti merasakan kehangatan yang mengalir mulai ujung penisnya ke setiap aliran darah. Cowok ganteng itu memegangi pundakku dan menggerakkan pinggulnya yang liat dengan gerakan serupa spiral. Seperti mata bor yang melubangi liang sempit memek ku. Alan memutarnya dengan pelan tapi bertenaga. Suara gesekan pemukaan penis Alan dengan selaput lendir memek ku menimbulkan suara yang erotis sehingga menimbulkan sensasi tambahan ke otakku.

Suara-suara erangan dan desahan napas kami berdua yang terpatah-patah, suara gesekan penis dan cairan lendir memek yang lengket berbaur dengan lembut seperti simfoni nada. Alan menarik tangan kanan ku dan di rangkulkan ke lehernya. Sedang tangan kanannya mengangkat kaki kanan ku ke pinggangnya. Sekarang aku di setubuhinya dari belakang dengan posisi tubuh menyamping.

Dia juga tidak membiarkan sepasang payudara dengan puting kemerahan ku yang ikut bergerak sesuai dengan gerakan tubuhnya menganggur begitu saja. Ia lahap buah dada ku yang terlihat memantul-mantul seksi itu. Setelah sekian lama Alan menyetubuhi ku, akhirnya tanpa bisa kutahan lagii, aku menceracau panjang, “Uugghh.. Sshhh.. Hhmffhhh.. Aku.. Akuuu dapeetshh, Laan.” Sesaat aku terdiam sambil menengadahkan wajah ke atas, dengan mata masih terpejam.

Kemudian Alan melanjutkan gerakannya. Barangkali cowok ganteng itu ingin mengulanginya dan aku tidak keberatan karena aku ingin sekali merasakan. puncak kenikmatan itu berulang kali. Aku pun sebisa mungkin juga menggoyangkan pinggulku dan memainkan otot-otot kegel agar penis Alan terasa seperti di pilin juga di pelintir dengat ketat oleh memek ku. Aku ingin dia ikut merasakan kenikmatan yang maksimal. Tangan Alan begitu lincah. Jika tidak aktif di buah dada ku yang ranum berkilat keringat, maka ia susupkan di selangkanganku dan mencari daging kecil di atas lubang memek yang dipenuhi oleh penisnya.

Sekarang aku di pangku Alan. Otot memek ku masih liat mencengkeram dengan erat otot penisnya. Gerakan pinggul Alan untuk menaik turunkan kemaluanku menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. Aku tahu menjaga tempo permainannya agar aku bisa mengikuti cara Alan bermain dan agar Alan tidak cepat-cepat meledak. Dengan women on top memang sama sekali tidak ada gerakan liar. Yang aku lakukan adalah gerakan-gerakan lembut, tapi justru menimbulkan kenikmatan yang luar biasa bagi kami.

Setelah beberapa menit kemudian aku mengalami extacy yang hebat. “Aaaghh.. Hmmphh.. Sshhh, ini yang kedua.. Laan, aku daapettshh lagii.” jeritku penuh nikmat.

Alan membaringkan ku di ranjang, dan dia merubah posisinya diatas tubuhku. Penis nya langsung di masukkannya ke dalam memek ku. Kami melanjutkan permainan cinta yang lembut tapi panas itu. Kini cowok gagah berada di atas tubuh ku.

“Giliran kamu sekarang. Keluarin yaa.” ucapku lirih.

Alan tahu yang aku maksudkan, maka kemudian pelan-pelan dia semakin bertenaga memompa memek ku. Aku kini membiarkannya melakukan itu. Setelah beberapa saat kemudian, Alan mulai merasakan lahar panasnya ingin meledak. Penis nya berdenyut-denyut, menandai bahwa sebentar lagi akan adaa ledakan dahsyat yang akan ikut melambungkanku ke awang-awang.

“Keluarin. di dalam aja Lan. Aku ingin merasakan sensasi cairan hangat itu.. Di dalam rahimku.. Uugghh.. Ouughh”.

Mendapat izin, Alan langsung menusuk memek ku semakin cepat dan akhirnya sperma hangat dari penis nya benar- benar meledak, kubiarkan ia mengendap di memek ku, dengan diiringi teriakan nikmatnya.

“Ouugghh yeeshh Paulaaa, akuu.. Aakuu ke.. Keluu..aaarghh!” jeritnya parau dengan tubuh berkelojotan seperti hewan di sembelih.

Setelah itu, Alan dengan lembut menciumi bibirku dan tangannya mengusap-usap puting susuku. Aku juga melakukan hal yang sama dengan mengusap-usap punggungnya yang saat itu basah karena keringat. Dan memang sensasi yang kurasakan luar biasa. Perlahan nafas kami mulai teratur kembali.

###​

“Lan, kamu menganggap aku sebagai apaa sih sebenernya? Perlakuanmu ke aku tuh udah bukan kaya temen biasa. Ini udah lebih dari sekedar temen, Lan..” tanyaku sambil mengusap dada bidangnya.

Alan cuma tersenyum. Tangannya mengusap lembut rambutku. Saat aku menatap bola matanya yang terlihat sesuatu yang ganjil. “Aku mau kok jadi cewek kamu.”

“…..”

“Iih malah bengong, di tanya juga.” ucapku sewot.

“Aku gak tau Paulaa gimanaa perasaanku.” jawabnya tertahan kemudian mencium keningku dan beranjak bangkit. “Udah yuk Laa, kita pulang. Aku udah di tungguin neh.” lanjutnya setelah mengecek hp nya.

Aku hanya menghela nafas panjang. Setelah event tunggal ku rampung, aku akan minta ketegasan Alan.

Goosshh! Akhirnya hari yang aku nanti benar-benar tiba. Ini adalah pesta ku jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Sekali gagal sirnalah sudah impianku. Tata panggung untuk peragaan busana di Embassy begitu mewah dan elegan. Rasanya ingin aku cubit pipi ku berkali-kali bahwa ini adalah nyata.

Daaan here we go! Pesta nya sudah di mulai. Aku sekarang sedang berada di belakang panggung bersama para model-modelku.

Aku merapikan busana Stella, salah satu model yang berwajah oriental. Aku akui sekarang adalah saat-saat yang sangat mendebarkan. Sebenarnya aku sudah berkali-kali mengikuti ajang fashion show tapi baru kali ini aku merasa begitu grogi.

Yaa, bagaimana tidak grogi kalau ternyata tamu undangan dan para hadirin yang datang melebihi ekspektasiku. Begitu heboh dan banyak juga orang-orang ternama di dunia per-fashion-an Indonesia ikut hadir. Ivan Gunawan, Itang Yunaz, dan beberapa lagi yang sampai aku lupa namanya. Siapa lagi kalau bukan Patricia, asisten cantikku yang memberitahu semuanya.

Take it slow, Paula, take it slow Paula. Everything going to be alright.. You have ability to conquer the show, conquer the show!

“Patrice, pleasee ambilin peniti yang ada di laci meja rias! Cepat yaah!”

Aku sebenarnya menahan tawa melihat Patricia yang pontang-panting membantuku. Cewek berambut brunette itu tampak tergopoh-gopoh berlari mengambilkan pinset.

“Thanks, Patrice. Lo tetep cantik walau ikutan heboh.” Selorohku sambil berusaha merapatkan rajutan-rajutan kain di bagian dada Stella.

Dooh, ni toked pake gede segala sih.

Patricia hanya tergelak mendengar candaku mungkin juga gumam dalam hatiku.

“Stella, lo hati-hati yaa saat jalan di catwalk nanti. Konsentrasi.” Stella mengangguk tanda mengerti.

“Jangan banyak berlenggok takutnya peniti lepas. Iiih abisnya toked lo ngegemesin banget. Pokoknya jalan dengan anggun tapi ga boleh kaku, oke!” berapi-api aku menyemangatinya. Stella tertawa. Wajahnya sedikit memerah saat aku memuji keindahan buah dadanya.

“Toked Mbak Paula juga nafsuin loh. Hihihii.” Sahutnya asal.

Aseeeem! Sempet-sempetnya Stella ngomong ngawur.

Setelah aku perhatikan dress longgar yang aku kenakan ternyata memang bermodel krah melebar sehingga Stella dengan leluasa memindai keelokan sepasang payudara ku yang terbungkus adhesive bra. Hihihii^^^

Gelaran fashion show ini memang diikuti beberapa designer tapi tetap saja yang utama adalah sajian dari designer-designer rumah mode di seluruh Jakarta bandung. Dan bangganya aku orang yang mendapat kepercayaan itu. Awalnya aku memang frustrasi dengan karyaku sendiri dan beberapa designer tapi setelah berjuang untuk merevisi dan merevisi beberapa design yang tidak sesuai dengan tema, akhirnya semua bisa dilewati dengan perasaan penuh kekhawatiran.

Sebelumnya aku memang menenggelamkan diri dengan berjuta kesibukan dalam mempersiapkan rancangan baju berminggu-minggu untuk event besar yang bekerja sama dengan Era Moda.

Aku dengan hati-hati melangkah dan berjingkat diantara kabel-kabel sound system dan tata lampu. Aku penasaran banget dengan apa yang terjadi didepan. Dengan rasa penasaran yang berlebih, aku pun mengintip pesta di Embassy dari balik tirai persembunyianku di backstage.

Model-model yang sudah terseleksi sedang asyik berpose. Tatanan panggung yang dahsyat dan begitu mewah merupakan salah satu nilai plus-plus bagi pagelaran fashion show kali ini. Apalagi permainan cahaya lampu sorot atau laser yang demikian memukau. Nuansa yang natural.

Nuansa yang dibuat biru laut dan berbagai ornamen laut yang dibuat elegan. Dibagian luar di tepi catwalk aku melihat suasana yang begitu ramai penuh dengan wanita-wanita sosialita yang stylish. Meskipun kadang lampunya berubah menjadi temaram tapi aku dapat melihat dengan jelas beberapa selebriti yang hadir.

Arzeta, Aji Notonegoro bahkan ada beberapa musisi kelas wahid seperti Anggun C. Sasmi, Agnes Monica, Ahmad Dhani, Mulan Jamelaa. Mereka semua terlihat begitu menawan dalam balutan busana mewah.

Aku hanya memandang dengan kagum sambil meremas-remas tirai backdrop tempat persembunyianku. Sudah 5menit berlalu aku masih terpekur memandang pesta di Embassy. Tidak tahu kenapa, secara tiba-tiba telapak tanganku berkeringat dingin, dan perutku menjadi mual.

Aah, aku terkena paranoid. Bagaimana kalau gagal? Bagaimana kalau ternyata mengecewakan. Persiapan yang begitu memakan waktu dan pikiran, emosi jiwa dan raga, bagaimana kalau hancur dalam semalam? Aku takut. Sangat takut.

Alan, iya Alan, dimana dia ya? Andai dia ada, pasti sudah menenanganku dari tadi. Huk..huk.. huukk, meski didalam keramaian tapi aku merasa sendiri. Sejenak aku menajamkan pandangan mataku. Ahaa, aku melihat Alan disana. Sahabat terbaikku itu duduk dengan bersahaja disebuah kursi diujung catwalk. Dan itu.. Ooh God, Rubben juga hadir duduk disebelah Alan. Betapa semangatku langsung berkibar tinggi. They are my angel.

Thanks banget Dude, kamu dah bela-belain dateng disini. Aku jadi tenang. Aah, aku jadi pengen meluk kamu.

Sesekali Alan aku perhatikan melihat kearah jam tangannya. Wajah terangnya tampak semakin bening. Malam ini dia rapi sekali mengenakan Tuxedo hitam dengan aksen sapu tangan putih didada sebelah kirinya dan itu membuatku hampir ngakak. Yahh, aku jadi teringat dengan aksi bintang film mandarin, Jacky Chan. Rubben pun terlihat tampan sambil terus tersenyum sepanjang acara.

“Mbak Paulaaa, giliran kita nih.” Patricia menepuk bahuku dari belakang.

Oh God, help me.

Aku langsung bergegas tergopoh-gopoh kembali ketempat para modelku untuk bersiap-siap.

“Okey gurl! Lets get the party started! Mari kita bersenang-senang!” tidak tahu dari mana datangnya semangat yang berkobar itu, aku mengangkat tanganku dengan mengepalkan jemari. Seluruh modelku segera menyambut dengan teriakan penuh semangat.

Lagu instrumental mengalun lembut.

“GoodLuck, sayang.” Aku menepuk pundak salah seorang modelku. Christin, namanya, segera mengangguk dan kemudian berjalan dengan anggun.

Christin mengenakan kain tenun ikat oranye diberi variasi chiffon yang dibentuk menyerupai kemben dengan pola garis-garis vertikal. Rok berbahan sutra telah aku modifikasi dengan potongan tenun ikat dark green membentuk sebuah rok yang unique. Waow! Aku sendiri takjub saat bandana tenun ikat yang juga berwarna darkgreen yang dipakai untuk mengikat rambut Christin, berkibar tertiup angin buatan dari sebuah blower.

Aku menahan nafas setelah melihat para kritikus mode sedang menulis-nulis sesuatu.

Semoga yang ditulisnya hal-hal positif.

Model selanjutnya, Stella. “Inget ya Stell.” Aku mengingatkannya kembali. “Oke Mbak, ga usah khawatir soal ini.” Stella melirik sebentar kearah sepasang toked nya sendiri yang memang membulat putih dibalik baju yang ia kenakan.

Semakin lama ritme musik terdengar semakin cepat, sesuai dengan kedinamisan busana selanjutnya. Aku menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku. Kedua mataku terpaku tajam kearah layar televisi plasma yang memang disediakan dibalik panggung.

Aku mengetuk-ngetukkan heels ke keramik sebagai tanda gelisah. Kadang-kadang aku teriak kepada Patricia,”Aah Patrice, peniti di dada Stella hampir copot. Sial dia dapet irama lagu yang cepat.” Atau “Oh Rahma. Jangan cepat-cepat jalannya. Itu heels ga begitu kuat kalo lo pake buat jalan cepat. Pelan-pelan sayang. Pelan-pelan, nah gitu.” Dan teriakan-teriakan kecil terus aku lakukan sampai Patricia yang berada disampingku terbahak-bahak.

“Mbak Paulaa lucu. Hahahaa.”

Aku menoleh kearahnya. “Biarin.”

Aku melihat jam tangan. Aah 30 menit sudah berlalu dan saatnya encore. Yaitu saatnya si pembuat baju atau designer naik keatas panggung untuk melakukan penghormatan kepada para tamu undangan.

“Maju Mbak. Cepetan!” Patricia mendorongku.

Aduuuh, kaki ku lemes. Kaki ku lemees. Kenapa tubuh ku kayak ga ada tulangnya??

Aku mulai berjalan pelan menuju ke beberapa model yang sedang berdiri berbaris dan bertepuk tangan. Saat aku hampir ditengah catwalk, ada sekitar 10 model yang mengapitku, mengawalku untuk berjalan ke ujung catwalk.

Tepuk tangan semakin riuh. Suara music semakin bergema diiringi kilatan-kilatan cahaya lampu. Aku melayang tinggi, kaki ku seakan tidak menginjak tanah saat mengetahui para hadirin memberikan standing ovation buat ku persis saat aku berdiri di ujung bagian depan catwalk.

Take a bow yang hanya bisa aku lakukan. Dan suara teriakan bercampur tepuk tangan yang serentak itu sukses membawaku semakin tinggi menuju indahnya pelangi. Sukseeees beraaaaat!

###​

Sungguh badan ku terasa ringan setelah event tunggal ku yang baru saja berakhir berjalan dengan mulus. Di dalam masih terlihat rame dan crowded. Ada sesi interview, ada foto-foto bareng model, dan lain sebagainya. Aku melipir pelan-pelan keluar gedung karena setelah event berakhir aku tidak melihat kedua malaikat ku.

Aku sangat terkejut karena Ruben juga datang bersama Alan. Terlintas di benak ku untuk merasakan thresome yang liar. Hahaaha gila.

Sekarang aku mencari mereka di sebuah halaman parkir. Aku ingin berbagi kebahagiaan dengan mengajak Alan dan Ruben untuk foto bersama atas keberhasilanku & suksesnya peragaan busana barusan.

Selain itu aku ingin mendengar kepastian dari Alan apakah kita akan menyambung tali cinta yang belum sempat terajut kemarin setelah bercinta.

“Nah itu dia mobilnya. Alan.. Rubbeen..” ucapku memanggil.

Aku semakin mendekati mobil sedan premium yang mentereng. Suasana hening tapi aku masih bisa mendengar suara gumaman seseorang. Saat aku berada di dekat pintu mobil, mataku membelalak lebar. Tubuhku kaku seketika. Aku tak percaya dengan apa yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri.

“MENJIJIKKAN KALIAN! DASAR LAKNATT!” aku langsung berteriak kepada mereka berdua.

Yang aku lihat sungguh di luar akal sehatku. Alan sedang berbaring di atas bagasi belakang sedan. Pinggang ke bawah menjejak ke tanah dengan celana panjang berikut celana dalamnya sudah teronggok di mata kakinya. Demikian pula dengan Rubben yang sudah bugil bagian bawah.

Alan sedang di tindih Ruben dengan penuh nafsu. Bibir keduanya menempel erat saling melumat basah penuh syahwat. Alan yang sedang di tindih Ruben pun tanpa tahu malu mengocok penis cowok Italia tersebut dengan cepat sehingga menimbulkan suara erangan erotis Ruben di sela-sela ciuman panas mereka.

Begitu aku menangkap basah mereka yang ternyata gay, sepasang cowok homo itu kaget bukan kepalang dan langsung bergegas memakai celana kembali. Penis mereka masih terlihat tegang.

“Paulaa, Paulaa.. Aku bisa menjelaskan semuanya.” ucap Alan. “Iyaa.. Paa.. Paulaa, i can explain it.” Ruben ikut bersuara dengan nafas terengah-engah.

Dengan tatapan mata yang paling bengis yang baru ini aku lakukan,”APAA?? HEH? APAAA YANG MAU KAMU JELASIN?? KAMU MAU JELASIN ENAKNYA NGENTOD SESAMA JENIS??! MAU JELASIN NIKMATNYA SALING MENUSUK BO`OL??! IYA GITU ??!” semburku tidak kira-kira.

Alan & Ruben langsung menelan ludah melihatku yang begitu murka dan berapi-api.

“Tunggu Paula biaa…” ucap mereka bersamaan tapi langsung aku potong,”MULAI SEKARANG JANGAN PERNAH MENAMPAKKAN WAJAH KALIAN DI DEPAN MUKA KU. DASAR HOMO LAKNAAAT!” teriak ku sambil menunjuk muka mereka berdua dengan penuh kebencian.

Aku langsung berlari kearah gedung yang masih ramai. Aku menangis, iya menangis karena kecewa dengan mereka.

Tapi aku juga menangis, iya menangis karena bahagia dengan mimpi ku yang sudah terwujud.

“Miss Paula Verhoeven, congrat! You know Paris, Milan, London, and NewYork waiting for you. Congrat!” crew fashion tivi memberikan ucapan selamaat kepadaku.

Di kejauhan tampak Ivan Gunawan dan Itang Yunaz berjalan tergesa kearahku dengan senyum lebar terukir di bibir. Aah, sekali laagi.. Iya sekali lagii aku pun menangis.

###​