Membajak Sawah Ibu Mertua Temanku

Membajak Sawah Ibu Mertua Temanku

KALI ini saya datang ke rumah Basri ingin mengajak Basri reuni dengan beberapa teman yang dulu sekuliahan dengan kami, tetapi badan saya dalam keadaan kurang sehat, flu dan pilek.

Bisa saja saya tanpa datang ke rumah Basri dengan menghubungi Basri melalui telepon atau WA, tetapi saya ingin bertemu dengan mertua Basri yang sudah menganggap saya keluarganya sendiri.

Basri adalah teman kuliah saya, tetapi di tengah jalan ia drop out, karena sambil kuliah dia juga bekerja.

Setelah saya lulus kuliah, saya menikah dan punya anak, saya pindah ke Jakarta, saya kembali bertemu dengan Basri.

Basri juga sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. Basri yang dulu berbeda dengan Basri yang sekarang. Rumahnya bagus, 2 lantai sedangkan saya masih tinggal di rumah sewa. Dia juga mengajak kedua mertuanya tinggal di rumahnya.

Dari situlah saya sering datang ke rumah Basri. Kalau tidak bertemu Basri, saya suka ngobrol dengan mertuanya.

Duduk sebentar di ruang tamu Basri, ibu mertua Basri keluar dari dapur membawa 3 gelas minuman, wingko babat dan kue ketan.

Setelah menaruh minuman dan makanan di atas meja, ibu mertua Basri bertanya pada saya, “Nak Zacki, wajah Nak Zacki kok kelihatan pucat dan matanya merah ya? Lagi kurang enak badan, Nak Zacki?”

Saya tau kalau orangtua lebih cepat tanggap anaknya sakit. “Iya Bude, lagi flu pilek,” jawab saya memandang wanita yang tinggi gemuk dan berpayudara besar di dalam daster panjangnya ini.

“Mari Bude kerik…” kata ibu mertua Basri.

“Terima kasih Bude, saya nggak biasa dikerik, takut sakit!” jawab saya. “Tadi sebelum kesini saya sudah minum obat flu.”

Tetapi jawaban saya tidak mempan. “Ibu keriknya nggak sakit, Bro!” kata Basri.

“Iya, Budemu kerik nggak sakit, Nak Zacki!” tambah bapak mertua Basri. “Sana, mau pakai kamar depan atau mau di ruang loteng, silahkan!”

Kalau bapak mertua Basri yang menyuruh, saya sudah segan menolaknya. Saya meneguk teh manis hangat bikinan ibu mertua Basri dan mencomot sepotong wingko babat untuk mengisi perut saya.

Setelah itu, saya diantar oleh Basri ke kamar depan.

Basri meninggalkan saya, ganti ibu mertuanya yang masuk membawa peralatan untuk mengerik saya.

Ibu mertua Basri berumur 55 tahun, sedangkan bapak mertua Basri berumur 60 tahun, tetapi bapak mertua Basri kelihatan lebih muda dari ibu mertua Basri yang rambutnya sudah banyak uban.

“Lepaskan bajunya, Nak Zacki…” suruh ibu mertua Basri.

Saya melepaskan kaos yang saya pakai, lalu duduk di tempat tidur. Dari belakang, ibu mertua Basri mengusap-usap punggung saya dengan telapak tangannya yang besar dan rada agak kasar kulit telapak tangannya.

Dulu semasa masih hidup di kampung, suami-istri ini bertani, dan anaknya juga banyak, 6 orang.

Jadi saya maklum jika telapak tangan ibu mertua Basri tebal dan agak kasar, tidak seperti telapak tangan wanita kota yang halus-halus, semua pekerjaan dikerjakan oleh pembantu.

Wajahnya juga berwarna kecoklatan dan rambutnya di konde. Meskipun menantunya kaya, tetapi kedua orang tua ini tetap hidup sederhana.

Ibu mertua Basri mulai mengerik punggung saya. “Kalau Bude keriknya terlalu kuat, ngomong ya Nak Zacki…”

“Nggak kok Bude, pas.” jawab saya merasakan tekanan tangan ibu mertua Basri ke punggung saya sudah tepat.

“Benar nih Nak Zacki… Nak Zacki lagi masuk angin…” kata ibu mertua Basri. “Dikerik sebentar saja sudah merah sekali…”

“Iya Bude, terima kasih lho, saya merepotkan Bude….” jawab saya.

“Merepotkan apa, Nak Zacki.” balasnya merendah. “Bude dan Bapak sudah menganggap Nak Zacki keluarga sendiri…”

“Bro, saya keluar sebentar ya,” kata Basri mengintip saya dari pintu kamar. “Jangan terus pulang lho, makan dulu di sini…”

“Iya, Nak Zacki… Bude masak banyak…” sambung ibu mertua Basri.

Sebentar kemudian terdengar suara sepeda motor, sedangkan bapak mertua Basri masih duduk di ruang tengah nonton televisi sambil merokok.

Istri Basri, tidak berada di rumah. Kata Basri, istrinya sedang pergi liburan ke Semarang dengan keluarga adik iparnya.

Ibu mertua Basri masih terus mengerik punggung saya. Kadang-kadang ia bertahak…aggg… uuuggg… aaagg… uuugghhh…

“Nak Zacki, celana Nak Zacki dibuka saja,” suruh ibu mertua Basri. “Nanti Bude ngurut selesai Bude ngerik, setelah itu Bude bikinin jamu…”

Bagaimana baiknya coba keluarga Basri terhadap saya?

•••••​

Saya pun berbaring tengkurap hanya memakai celana dalam saat punggung saya yang sudah dikerik itu diurut oleh ibu mertua Basri.

Badan saya yang tadinya terasa berat jadi lebih segar dan berkeringat. Tetapi tidak hanya punggung saya yang sudah dikerik itu saja yang diurut ibu mertua Basri.

Dia minta izin menurunkan celana dalam saya untuk mengurut pantat saya, kemudian paha saya dan kaki saya.

Setelah selesai kaki saya diurut, “Yang depan sekarang, Nak Zacki.” kata ibu mertua Basri.

Makanya saya membalik tubuh saya, tetapi belum sempat saya membetulkan bagian depan celana dalam saya, sedangkan tadi selesai pantat saya diurut, ibu mertua Basri hanya membetulkan bagian belakangnya.

Akibatnya, kepala kemaluan saya nongol di bagian atas celana dalam saya.

Kalau saja ibu mertua Basri tidak tersenyum melihat kepala kemaluan saya yang nongol di bagian atas celana dalam saya itu, cerita ini hanya sampai di sini saja.

•••••​

“Dia juga pengen diurut kali, Nak Zacki. Nggak usah malu sama Bude. Kelihatannya lemes… ayo, Bude lepaskan celana dalam Nak Zacki…” kata ibu mertua Basri, lalu saya memberikan dia melepaskan celana dalam saya.

Kemaluan saya ditutupinya dengan sarung. Selanjutnya, dia mengurut dada saya. “Sshhh… geli, Bude.” kata saya mendesis. “Dada nggak usah diurut deh, Bude.”

Dia mengurut perut saya. “Masih geli, Bude! Nggak tahan!” kata saya.

“Kalau ini… mau diurut?” ibu mertua Basri memegang gundukan kecil di atas sarung saya.

“Boleh juga sih, kalau Bude bersedia,” jawab saya dengan jantung berdebar-debar.

Lalu dia menyingkirkan sarung dari kemaluan saya. Tubuh sayapun telanjang bulat di depan ibu mertua Basri.

Ibu mertua Basri menuang minyak urut dari botol ke telapak tangan kanannya. Dia ratakan minyak urut ke telapak kirinya. Setelah itu dia urut zakar saya menggunakan telapak tangan kanan dan telapak tangan kirinya secara bergantian.

Selanjutnya telapak tangannya menuju ke bawah, ke daerah anus saya. Permukaan anus saya diurut-urutnya.

“Ohhh…” saya mendesah. “Enak, Bude…”

“Ya… ini banyak urat-urat yang gak beres nih, Nak Zacki. Harus diberesin, supaya nanti sampai tua kamu masih kuat dan nanti berhubungan intim dengan istrimu juga lebih nyaman.” katanya.

Sayapun berani, meskipun suaminya masih duduk di ruang tengah nonton televisi seolah-olah menunggu saya yang sudah selesai dikerik keluar dari kamar, saya menaikkan tangan saya memegang kutang ibu mertua Basri yang mancung di atas dasternya.

“Maafkan saya Bude, kalo saya lancang…” kata saya.

“He.. he.. nggak… Nak Zacki…”

Tiba-tiba bapak mertua Basri berdiri di depan pintu batuk-batuk, sedangkan ibu mertua Basri berusaha menghalangi kontol saya yang tegang dengan tubuhnya.

“Bagaimana Nak Zacki, sudah lebih baik?” tanya bapak mertua Basri.

“Sekalian Ibu urut, Pak.” jawab istrinya menarik sarung menutupi kemaluan saya.

“Iya, nanti kalau sudah selesai, sekalian makan di sini ya baru pulang istirahat… besok mudah-mudahan Nak Zacki sudah sehat.”

Lalu bapak mertua Basri meninggalkan depan pintu kamar. “E… Pak…!” seru ibu mertua Basri sambil melangkah ke pintu. “Pintu bukan ditutup, banyak nyamuk…” alasan ibu mertua Basri, karena setelah dia menutup pintu kamar, dia melepaskan daster panjangnya.

Saya tidak memikirkan Basri lagi, saya mendekap ibu mertuanya yang sudah berbaring di tempat tidur. Saya cium-cium kutangnya yang besar dan sudah kumal warnanya, dan talinya melilit di pundaknya itu.

Ibu mertua Basri memejamkan mata menikmati. Saya membuka lebar lengannya dan ketiaknya yang berbulu lebat serta basah berkeringat itu, saya cium dan saya jilat sepenuh napsu.

“Oohhh… Nak Zacki…” desah ibu mertua Basri.

“Isep kontol saya ya, Bude…”

Ibu mertua Basri mencubit perut saya. “Nakal neh Nak Zacki… Bude disuruh isep kontol…. padahal Bude sudah nikah sama Bapak hampir 30 tahun, Bude belum pernah sekalipun isep kontol Bapak…”

“Maaf Bude… Bude sexy… Bude enak… sampai saya lupa diri…” balas saya.

Ibu mertua Basri memeluk saya. Saya mencium bibirnya yang pucat dan kering. Sementara dia memegang batang kontol saya dan digosok-gosokkannya kepala kontol saya ke selangkangannya yang masih terbungkus celana panjang dari bahan kaos yang seperti sekarang banyak dipakai oleh wanita-wanita yang memakai jubah panjang.

“Memek Bude sudah gatel gak tahan, ya?” tanya saya. “Mau sekarang saya garuk pakai kontol, Bude?”

Diapun bangun melepaskan celana panjang dan kutangnya, lalu berbaring lagi dengan saya bertelanjang bulat.

Tidak saya sangka, wanita yang saya hormati ini kini bertelanjang bulat di depan teman menantunya.

“Kamu gagah, Nak Zacki.” kata ibu mertua Basri. “Sudah lama Bude suka sama kamu, sayang. Tetapi baru sekarang Bude ada kesempatan. He.. he.. Bude gak tau diri ya, Nak Zacki… memek sudah belepotan juga masih pengen kontol anak muda…”

Saya hisap puting tetek ibu mertua Basri. Mulut saya seperti sedang mengulum permen jelly bulat yang kenyal, sedangkan di bawah sana dia berusaha memasukkan kontol saya ke lobang memeknya yang dikelilingi bulu keriting hitam.

Akhirnya saya tekan juga kontol saya ke lobang memek ibu mertua Basri ingin tau apa rasanya lobang yang sudah pernah melahirkan 6 orang anak itu.

BLEESSSSSS….

“Aaa..aaawwwhhh…!!!”

Saya tidak menggubris jeritan ibu mertua Basri karena lobang itu masih sanggup mencengkeram batang kontol saya dengan erat, barangkali karena sudah kering sehingga lobang itu susut elatisitasnya.

“Ah… Nak Zackiii… bukannya pelan-pelan…”

“Maaf Bude… soalnya memek Bude napsuin… kalau saya minta Bude jadi istri saya, bersedia nggak Bude…?” tanya saya.

Kedua kaki ibu mertua Basri merangkul pantat saya kuat-kuat, kedua tangannya memeluk saya erat-erat, sementara saya berusaha memasukkan kontol saya sedalam-dalamnya ke lobang, saya pagut lehernya seperti dracula, saya sedot susunya… saya hisap…. ibu mertua Basri memutar-mutar pinggulnya merenggut kontol saya panjang-panjang…. oohhh… kontol saya dipelintir…

Bagaimana rasanya, kalian deskripsikan saja sendiri….

Kontol saya serasa mau patah, namun begitu menimbulkan rasa nikmat yang sangat luar biasa.

“Sungguh nikmat, Bude…” puji saya mendorong dalam-dalam kontol saya.

Diujung sana, kepala kontol saya seperti disedot oleh mulut rahimnya. Tidak disangka wanita ini, tempiknya menyimpan rahasia besar. Pantesan dia menghasilkan banyak anak.

Mumpung Basri belum pulang. Saya cabut kontol saya dari tempik ibu mertuanya.

“Gantian ya, Bude? Bude nungging…” minta saya.

Dia bangun dari tempat tidur, lalu bertekuk lutut di atas kasur. Dari belakang, saya mendongakkan pantatnya yang besar. Anusnya yang berwarna coklat tampak berdenyut-denyut. Betapa menggairahkan untuk disodomi, batin saya.

Selanjutnya saya menjilat anusnya. Sungguh tidak disangka. Ia menggoyang-goyangkan pantatnya. “Aduuhhh…. aaduhhh…. aduuuhh… Nak Zackiiihhh…. dubur koq dijilat sehhh….”

Sudah kepalang tanggung. Saya melumuri kontol saya dengan minyak. Setelah itu, saya pasang kepala kontol saya di depan anus ibu mertua Basri. Saya dorong, “Nak Zackiiihhhh…. gilaaa… dubur Bude dientot… ooohhh, Nak Zackiiihhh…. cabut… jangan dientot, Nak Zackiiii….” mohonnya.

Tetapi lubang sempit itu sudah dipenuhi oleh batang kontol saya. Sesak dan padat. Terus saya tarik-dorong. “Oooohh…. Nak Zackiii…. oohhh… oohhh…”

Saya jerumuskan kontol saya semakin dalam sampai pangkal kontol saya mentok. Nikmat banget, sungguh! Boleh dicoba kalo nggak percaya…

Apalagi ibu mertua Basri mulai memainkan pinggulnya, sehingga pantatnya meliuk-liuk seperti pantat bebek manila, “Shhhhttt…. aahhhhh…. Budeee…” seru saya.

Crooott…. crroottt… crooottt… crootttt….. air mani saya menembak kencang di ujung anus ibu mertua Basri. Crrooottt… crrooottt… crrooottt…

Saya segera mencabut kontol saya dari lubang anusnya. Lubang anus ibu mertua Basri tampak bolong dan mengalir keluar air mani saya.

Saya memberikan beberapa lembar tissu padanya yang saya ambil di atas meja. Kemudian dia bangun, sambil membersihkan anusnya dengan tissu, dia berkata padaku, “Nanti Nak Zacki keluar, jangan bikin Bapak curiga, ya…”

Saya ingin tertawa, tadi dia kerik punggung saya sampai merah, sekarang di teteknya penuh dengan lukisan abstrak bibir saya, dan saya tidak tahu apakah Basri melihat ke leher ibu mertuanya atau tidak juga terdapat 2 cupang merah. Ha.. ha..

Saya berusaha untuk tidak canggung saat duduk di depan bapak mertua Basri dan ketika saya ngobrol dengan Basri di meja makan.

••••• ​

Saya menikmati tubuh ibu mertua Basri tidak hanya sekali itu saja. Saya merasa saya mencintainya. Sehingga kami sering mencuri waktu untuk saling memuaskan seperti suami istri saja.

Basri atau suaminya tidak tau hubungan intim kami berlangsung sampai hampir 8 tahun. Kami belum berhenti melakukan hubungan intim kalau dia tidak sakit.

Sakitnya cukup parah, kanker payudara. Dan hidupnya hanya bertahan 1 tahun.

Sewaktu saya minta izin mencium bibir ibu mertuanya untuk yang terakhir kali, Basri baru tau hubungan sumbang saya dengan ibu mertuanya. Tetapi sampai sekarang Basri tetap baik dengan saya.

Kemudian istri saya juga tau saya selingkuh dengan ibu mertua Basri. Namun begitu setiap aku mengajaknya berhubungan intim atau dia yang mengajak aku, mau saja dia menghisap kontolku yang pernah kupakai menyodomi anus ibu mertua Basri.

Pada suatu siang aku masih di kantor, Nuryati istri Basri meneleponku. “Mas… ngg… nggg…” kata Nuryati sambil menangis terisak. “Bapak… Bapak…”

“Bapak kenapa, Nur…?”

“Bapak sudah nggak ada Mas, barusan…”

“Innalilahi…”

Basri tidak ada di rumah. Basri sedang berada di Jepang dalam rangka urusan bisnis.

Sesampai aku di rumah Basri sudah ramai dengan tetangga-tetangganya yang datang melayat dan adik-adik ipar Basri juga hadir lengkap, Nuryati istri Basri memeluk aku dan dia menangis dalam pelukanku.

Bapak mertua Basri meninggal dunia setelah 1 (satu) bulan istrinya meninggal mungkin karena dia tidak tahan hidup sendiri. Suami istri ini hidup harmonis tidak pernah bertengkar, tetapi untuk urusan sex belum tentu.

Maka itu almarhumah istrinya bisa sampai berselingkuh dengan saya sampai hampir 8 tahun, mungkin begitu. Jikalau Bude Nilam masih hidup sampai sekarang, kami masih terus selingkuh.

Memek Bude Nilam rasanya begitu nikmat, renyah dan menggigit meskipun sudah kering dan harus pakai jelly saat kami berhubungan intim.

Saat bapaknya dimakamkan sore itu Nuryati tetap berada di sisi saya. Bagi orang yang tidak kenal dengan Basri, mungkin orang akan menyangka saya ini suami Nuryati.

Nuryati sekarang berusia 40 tahun karena saat saya selingkuh dengan ibunya dia sudah berumur 32 tahun.

Halim, adik Nuryati berumur 38 tahun, Maryam (35 thn), Hanif (32 thn), Aditya (28 thn), dan terakhir Tantri (26 thn).

Tantri sedang hamil besar, anak pertama. Dan saat pemakaman selesai, Nuryati dan beberapa adiknya menerima ucapan bela sungkawa dari para pelayat, justru Tantri menghampiri saya yang berdiri agak jauh dari Nuryati dan dia bilang pada saya ingin ke makam ibunya.

Darah saya berdesir mendengar Tantri mengatakan dia mau ke makam Bude Nilam, mengingatkan saya pada tubuh Bude Nilam yang telanjang dan pertama kali memeknya saya genjot seusai dia mengurut saya.

Saya segera mengiyakan Tantri karena saya masih berharap Bude Nilam bisa saya bawa pulang dan bercinta dengannya.

•••••​

Yang tau Tantri pergi dengan saya adalah Halim, maka itu saya tidak begitu khawatir Nuryati mencari saya.

Sepanjang berjalan di sisi makam yang tertata rapi kiri dan kanan, saya memperhatikan Tantri berjalan terkangkang-kangkang sambil mengusap perutnya yang buncit membuat napsu saya naik, apalagi sekeliling makam sepi.

Faktor yang lain adalah kenapa Tantri mengajak saya ke makam ibunya, bukan saudaranya. Tantri tidak pernah tau saya pernah menikmati memek yang pernah melahirkannya.

“Kandunganmu itu sudah berapa bulan, Tan…?” tanya saya.

“Menurut hitungan sih, bulan depan melahirkan, Mas…”

“Suamimu kenapa gak ikut…?” tanya saya lagi.

Tantri menghela napas panjang. “Jangankan datang, Mas… aku malu dengan saudara-saudaraku aku dapat suami yang begitu…”

“Dulu, aku dengar dari almarhumah Bude, kata beliau kamu kuliah…” kata saya.

“Ya sih Mas, tapu hanya sampai semester 4, Mas… aku bekerja di karaoke…”

“Sekarang…?”

“Perut besar begini bagaimana aku bisa kerja, Mas… untung aku masih dikirimin duit sama Mas Halim, kadang Mbak Nur juga kasih… nanti aku mau melahirkan, entah dari mana aku dapat biaya, Mas…”

“Dari Mas, Tan… kamu jangan khawatir, tetapi kamu nggak usah cerita sama Mbak Nur…”

Tantri menghentikan langkah saya di bawah sebatang pohon kamboja yang bunganya rontok bertaburan di atas makam. Ia memandang saya dengan mata berbinar tak berkedip penuh tanda tanya dan penuh pesona.

Saat itulah saya berani mengulum bibir Tantri. Tantri sangat antusias meladeni ciuman saya.

Sayapun tidak ragu untuk mengajak Tantri bercinta di hotel sepulang dari makam ibunya. Tantri tidak menolak ajakan saya.

•••••​

Hawa sejuk sebuah kamar hotel melati yang terletak di pinggir kota menyambut kedatangan saya dan Tantri untuk bercinta di pelaminannya yang berseprei putih bersih.

Saya tidak bermimpi apapun semalam saat saya tidur seusai bercinta dengan Nadine, istri saya jika pada sore ini saya bisa melepaskan jubah lebar milik Tantri.

Tubuh Tantri yang hamil begitu sexy. Setelah Nadine hamil dan melahirkan anak, saya sudah tidak pernah bercinta dengan wanita hamil, baru sekarang dengan Tantri.

Perutnya yang besar itu tampak urat-urat kecil berwarna kebiru-biruan. Pusernya menonjol seperti sekuntum bunga dahlia. Teteknya montok seperti tidak muat di BH yang dipakai Tantri.

Tantri yang belum melepaskan BH dan celana dalam itu berbaring terlentang di tempat tidur beralaskan seprei putih dan wangi membiarkan perutnya dicium dan pusernya yang menonjol dijilat dan dihisap oleh saya.

Naik ke dadanya, Tantri membiarkan saya melepaskan BH-nya. BH Tantri berukuran 36B.

Saya teringat dengan ibunya, sehingga membuat napsu saya semakin menggelegar. Mulut saya segera menghisap tetek Tantri yang berputing besar berwarna hitam yang di kelilingi oleh areola berwarna gelap berbintik-bintik putih.

Tetek Tantri yang ranum dan montok itu sudah keluar susunya. “Ahh… ooohh… Mazzz…” desah Tantri manja mencengkeram rambut saya.

“Kenapa sayang…?”

“Enak… rasanya pengen keluar, Mas…”

“Mas jilat nonokmu ya, sayang… boleh, nggak?” tanya saya.

“Mmm… Maa..aass…” rengek Tantri manja.

Saya melepaskan celana dalam Tantri. Wanita yang baru akrab dengan saya ketika bapaknya meninggal dunia ini, langsung telanjang bulat di depan saya. Memeknya polos tidak berambut, malahan terdapat tatto gambar kupu-kupu.

Tantri cewek badung tidak perlu saya ragukan. Dia pernah bekerja di karaoke.

Memeknya kotor. Lendir kental berwarna kekuningan belepotan di depan lubang memeknya membentuk benang. Dan di bibir memeknya dipasang anting-anting.

Saya jilat memek Tantri. Hemmm… baunya…

Saya tetap jilat sampai lidah saya masuk ke dalam lubangnya. Itu juga yang dulu saya lakukan terhadap memek ibunya.

Tantri bergelinjangan dan merintih. “Ooohh… ooohhh… ooohhh… Maa…aaazzz…” suaranya menghiasi kamar yang sunyi.

Dan sewaktu kontol saya menggenjot lubang sanggamanya terdengar suara kcipak-kcipok-kcipak-kcipok-kcipak-kcipok-kcipak-kcipok…

Saya menyetubuhi Tantri tidak dengan menindihnya. Saya menarik pantatnya ke pinggir tempat tidur, lalu saya menggempur lubang persetubuhannya yang becek itu dengan berdiri di depan tempat tidur.

Saya tidak puas ngentot dengan wanita sexy ini dengan satu gaya. Saya mencabut kontol saya. Tantri merangkak nungging di tempat tidur, lalu saya berdiri di tempat tidur memompa lubang memek Tantri dari belakang.

Setelah saya ngentot Tantri beberapa menit dengan gaya doggy, saya minta Tantri berbaring miring, saya memompanya dari belakang.

Sampai jam 11 malam 3 ronde saya isi lubang memek Tantri dengan air mani.

Kami tidak menginap di hotel. Tengah malam saya mengantar Tantri pulang.

•••••​

Pagi-pagi saya kaget melihat Tantri telepon saya. Katanya perutnya mules, suaminya tidak ada di rumah.

Nadine, istri saya tidak keberatan saya minta bantuannya mengurus Tantri melahirkan. Nadine mengajak Nuryati.

Yang saya takutkan adalah Tantri keguguran karena saya semalam terlalu napsu menggenjot memeknya sampai 3 kali saya melepaskan air mani ke rahimnya.