Liburan Adik Kakak
Oh ya perkenalkan namaku Alifah. Aku seminggu lalu baru saja wisuda dari salah satu perguruan tinggi a***a di kotaku. Kotaku sendiri adalah salah satu kota terpencil di Jawa Tengah. Rumahku juga terletak jauh di pelosok desa yang harus melewati hamparan persawahan untuk ke sana.
Semenjak kecil penampilanku sudah tertutup. Aku diajarkan untuk menggunakan jilbab kemanapun jika aku keluar. Bahkan di dalam rumahpun aku disuruh menggunakan baju terusan panjang yang menjulur sampai ke mata kaki. Dulu aku sempat mondok sampai aku lulus SMA kemudian melanjutkan kuliah di kotaku. Di sana aku kembali dimasukkan asrama oleh orang tuaku demi menjaga pergaulanku.
Oh ya, orang tuaku saat ini yang tersisa tinggal ayahku. Ibuku sudah lama meninggal. Beliau orang yang sangat keras dalam mendidik terutama kedua anak perempuannya. Ayah seringkali menghukumku kalau aku sampai keluar lama di rumah meskipun itu hanya bermain di halaman. Jadilah aku menghabiskan hampir semua hidupku di dalam rumah. Aku tak pernah keluar kecuali untuk ke sekolah atau ikut pengajian. Itupun harus ditemani oleh orang tuaku.
Aku yang tinggal di pondok juga membuatku semakin terbatas dalam berinteraksi dengan dunia luar. Bahkan selama aku di asrama kampus aku sudah dipesankan untuk tidak keluar asrama kecuali ke kampus. Bahkan untuk sekedar berkunjung ke rumah temanku pun aku sama sekali tidak diperbolehkan.
Meski begitu dikekang oleh ayahku sendiri, aku masih terhitung penurut dan tidak banyak melawan. Berbeda sekali dengan kakakku, Azizah. Dia semenjak kecil dikenal pemberontak dan tidak mau menurut. Kakakku sering kepergok menyelinap keluar untuk sekedar bermain ke rumah teman atau ke pasar malam. Ketika di pondok pun Kak Azizah beberapa kali dihukum karena ketahuan kabur dari pondok. Apalagi ketika dia kuliah. Kak Azizah ketshuan sudah berkali-kali nongkrong di kafe bersama teman-temannya hingga larut malam.
Tapi sebandel-bandelnya kakakku, dia masih berpenampilan sopan dan rapi. Jilbabnya Mungkin tidak terlalu lebar tapi masih terhitung sopan. Pergaulannya pun terbatas pada akhwat-akhwat yang sepertinya. Jadi bisa dibilang dia masih alim lah.
Mulustrasi Azizah
Kakakku kini bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan garmen yang cukup besar di kota kami. Kini dia tinggal di asrama karyawan yang terletak di pusat kota. Meski begitu, Kak Azizah pulang ke rumah—karena disuruh ayah.
Namun hari ini berbeda dari biasanya. Kakakku mendapatkan undangan dari bosnya untuk menghadiri pernikahan anaknya yang juga merupakan atasan kakakku yang akan digelar di Lombok selama seminggu penuh. Seperti biasa, ayahku yang kolot dan paranoid langsung melarang kakakku untuk ikut. Tapi kemudian kakakku menunjukkan kalau dia sudah dipesankan 2 tiket dan akomodasi selama di Lombok.
Mendapatkan hal seperti itu membuat ayah bimbang. Tentu tak enak jika menoak terutama setelah mendapatkan semua itu. Sebetulnya ayah ingin mengantar tapi dia sudah ada jadwal dinas. Jadilah ayah memutuskan untuk membiarkan aku dan kakakku untuk ke lombok.
Kami berdua di antar oleh ayahku di bandara. Kami berdua bergantian mencium tangannya sebelum masuk ke boarding pass.
“Jaga baik-baik adikmu, Zah,”ucap ayah ketika kakak menyalami tangannya
“Baik ayah.”
“Kamu juga, Fah. Nurut sama kakakmu. Jangan aneh-aneh di sana. Selalu telpon ayah, ok?”ucap Ayah ketika giliran aku yang berpamitan dengannya.
“Siap, yah.”
Pesawat yang membawa kami berdua akhirnya terbang selama beberapa jam sebelum akhirnya mendarat di Pulau Lombok, NTB.
“Bagaimana rasanya naik pesawat, Fah?”tanya Kak Azizah ketika kami berjalan keluar dari bandara.
“Deg degan kak rasanya.”
“Hahahaha. Memang begitu rasanya.”
“Kakak gak takut apa naik pesawat?
“Ya takut juga lah. Ini kan pertama kali juga kakak naik pesawat.”
Kami berdua saling melepas tawa sementara kami berjalan menggeret koper kami menuju gerbang keluar.
“Ini kita kesananya naik apa?”
“Hmmm….”Kak Azizah sekilas melirik ponselnya.”Ah, jemputan kita sudah datang. Ayo ke sana.”
Kak Azizah melangkah ke depan memimpin keluar dari area bandara. Begitu kami keluar, aku segera merasakan hawa panas yang begitu menyengat apalagi saat ini tengah hari. Berbeda sekali dengan kota asalku yang dingin karena terletak di tepi gunung.
“Aduh, panas banget ya kak.”
“Hahahaha, Ya inilah lombok. Iklimnya memang kering.”
Aku mengibas-ibaskan jilbabku untuk mengusir rasa panas. Apalagi jilbab yang kukenakan berwarna hitam jadi rasanya lebih panas. Namun itu percuma saja. Tempat ini sangat panas bahkan aku yang baru 5 menit keluar dari bandara sudah hampir basah kuyup oleh keringat.
Rupanya kami berdua menuju ke sebuah mobil kijang. Dari dalam mobil, keluar seorang pria seumuran dengan Kak Azizah dengan rambut panjang tergerai sampai tenguk menggunakan celana jeans dan kaus hitam ketat yang menonjolkan ototnya.
“Hei, Alan!”seru Kak Azizah mendekat.
“Wah, sudah nyampe kamu ya,”balas pria yang dipanggil Alan.
Kemudian terjadilah suatu hal yang membuat mataku terbelalak. Kak Azizah dengan riang berlari menghabur dan langsung memeluk erat Alan. Tak Cuma itu, Kak Azizah bahkan sempat-sempatnya mengecup kedua pipi Alan layaknya sepasang kekasih.
“Oh ya, Fah, kenalin ini teman kakak, Alan. Dia senior kakak juga. Nah, dia yang bakal nemenin kita selama di Lombok ini sampai acara.”
“Wah, ini adikmu, Zah. Mirip kamu ya.”Alan menatapku dengan senyum lebar terpasang di wajahnya.
“Iyalah. Namanya juga adikku.”
“Halo, saya Alan,”Alan menglurukan tangannya mengajak bersalaman.
Aku menatap Kak Azizah ragu. Seumur-umur aku idak pernah bersentuhan dengan pria yang bukan mahram. Kini ada seorang pria asing yang hendak mengajakku bersalaman?
Kak Azizah memberikan isyarat untuk bersalaman. Aku menghela nafas panjang. Kemudian mengulurkan tangan dengan gemetar yang tidak bisa kuhilangkan.
“Gak usah tegang begitu dong.”Alan langsung menarik tanganku dan meremasnya agak kuat.
Aku seperti di sengat listrik bertegangan listrik ketika bersnetuhan dengan kulit lawan enis yang bukan mahramku. Jantungku seketika berdegup dengan kencang. Mataku cepat-cepat menunduk. Aku hendak menarik tanganku tapi tangan Alan masih mencengkram tanganku.
“Namanya siapa?”tanya Alan dengan mata yang berusaha bersitatap denganku.
“A..ali…fah…”jawabku malu-malu.
“Oh. Nama yang bagus. Seperti yang punya.”
Aku hendak langsung menampar Alan karena dengan lancang sudah meremas tanganku bahkan menggodaku seperti itu. Tapi aku melihat Kak Azizah yang justru tersenyum puas melihat ini semua. Yang bisa kulakukan sekarang hanya menelan semua kekesalanku.
“Ayo, lan buruan kita pergi.”
“Oh iya, lupa. Ayo kubantu masukkin kopernya.”
Dengan mudahnya Alan memasukkan semua koper kami ke belakang mobil dan mempersilahkan kami untuk masuk ke dalam mobil. Lagi-lagi aku dibuat heran dengan kelakuan kakak yang dengan santainya justru duduk di samping Alan yang sedang mengemudi.
“Semua sudah siap?”tanya Alan memastikan.
“Langsung jalan saja napa. Kebanyakan basa-basi.”
“Hehehehe. Ok deh.”
Alan segera menekan pedal gas dan mobil yang kami tumpangi langsung melaju ke jalanan di Pulau Lombok.
“Bagaimana penerbangannya?”
“Wah, deg degan banget.”jawab Kak Azizah dengan santainya seakan tidak ada aku di belakang.
“Yah, namanya juga penerbangan pertama. Siapa yang gak takut.”
“Oh ya. Berapa lama perjalanannya?”
“Hmmm…sekitar 2 jam.”
“Lama banget.”Kak Azizah kemudian meraba bagian AC mobil.”Loh, ini gak ada AC nya.”
“Iya. Sori ya.”
“Gila. Masa 2 jam gak ada AC.”
“Mau bagaimana lagi. Mobilnya lupa kubawa ke bengkel. Pas aku dapet pesan buat nganter aku langsung jalan ke bandara.”
“Buka ya jendelanya,”ujar Kak Azizah langsung membuka jendela setengahnya.
“Silahkan.”
Aku pun juga ikut membuka jendela mobil sehingga angin luar masuk ke dalam pintu. Meskipun udara yang kurasakan kering, setidaknya aku tidak merasakan pengap di dalam mobil.
“Kak, ada air gak?”kataku agak judes karena tingkahnya yang seketika berubah begitu kami sampai di bandara.
“Oh, ada itu dalam dashboard.”Alan melirik ke arah dashboard.”Kasiin tuh Azizah.”
“Ini minumannya.”Kak Azizah membuka dashboard dan menyerahkan sebotol aqua yang sepertinya sudah dibuka.
“Sori ya kalau sudah kebuka. Aku sempet minum sedikit tadi.”
“Gak papa.”Aku menjawab sekenanya sambil mengambil botol air dan meminumnya.
Halo kenalkan semua. Aku Azizah. Aku saat ini bekerja sebagai sekretaris di sebuah pabrik garment di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Masa laluku dahulu agak ketat. Ya sebenarnya masa laluku masih berlangsung sih. Ayahku adalah orang yang sangat ketat terutama pada anak perempuannya. Beliau selalu membatasi kami dan bahkan tidak mengizinkan aku dan adikku untuk sekedar pergi ke rumah teman atau ke pasar malam. Kami berdua juga dipaksa untuk memakai jilbab lebar dan gamis panjang yang harus digunakan setiap kami keluar.
Berbeda dengan adikku yang cenderung penurut. Sejak kecil aku memang dikenal suka memberontak kepada ayahku. Aku sering diam-diam keluar untuk bermain. Bahkan ketika di pondok pun aku dikenal sebagai santri bandel yang suka kabur.
Begitu aku lulus kuliah, aku kemudian memilih bekerja di sebuah perusahaan garment. Aku tinggal di sebuah mess bersama dengan karyawan lainnya. Setidaknya di tempat baruku, aku bisa sedikit terbebas dari ayah. Meskipun ayah masih mewajibkanku untuk bertemu dengannya sekali sepekan.
Hari ini aku berada di lombok untuk menghadiri pernikahan anak bos sekaligus atasan di divisiku, Bu Luna. Beliau meskipun seorang atasan yang hidup dalam gelimangan harta ( terutama karena dia anak bos ) Bu Luna adalah seorang yang sangat dermawan. Semenjak aku datang beliau menjadi orang yang sangat denganku dan membantuku untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan.
Kedekatan kami berjalan cukup erat hingga aku kemudian diangkat menjadi sekretaris pribadi Bu Luna. Beliau yang umurnya hanya terpaut beberapa tahun di atasku membuatku bisa akrab dengannya. Luna tidak pernah menganggapku hanya sebtas sekretaris. Ia mengangapku sebagai seorang sahabat karib. Ia jugalah yang perlahan mulai mengubah perilaku dan pemikiranku.
Terbukti seperti hari ini. Luna bahkan sampai mengirimkanku tiket pesawat dan akomodasi agar aku bisa menghadiri pernikahannya yang akan diselenggarakan di Lombok. Suatu hal yang sangat kudambakan karena aku hampir tak pernah liburan sebab selalu dilarang oleh ayah.
“Adikmu sudah tidur ya?”tanya Alan yang mengemudi di sampingku sekaligus menyadarkanku dari lamuanku.
Aku menoleh ke samping dan melihat Alifah yang sudah tergolek tak sadarkan dengan botol air yang terjatuh di bawahnya.
“Kamu kasih apa itu minumannya?”kataku curiga.
“Bukan apa-apa. Cuma ramuan itu saja. Memang efek sampingnya bikin ngantuk di awal.”
“Gila. Kamu beneran kasih adikku minuman itu.”
“Kan kita sudah sepakat, Zah soal rencananya.”
“Tahu aku. Cuma masa pakai ramuan itu juga sih.”
“Mau bagaimana lagi. Kita Cuma punya waktu 1 minggu supaya bikin adikmu jadi cewek binal kayak kakaknya.”
“Aku bukan cewek bilan ya!”kataku mendengus.
“Masa sih?”sambil tertawa Alan perlahan menurunkan resleting celananya dan juga sedikit menyingkap boxernya hingga keluarlah kontolnya yang besar dan tegang.
Aku meneguk ludahku. Kepalaku langsung membayangkan kenikmatan dari kontol Alan.
“Mau ini gak?”
“Tapi ada adikku,”aku takut-takut melirik ke belakang.
“Gak usah takut. Adikmu paling cepet baru bangun sejam lagi.”
“Ok deh kalau kamu maksa.”Aku siap-siap untuk mengemut kontol milik Alan.
“Eits. Nanti dulu dong.”
“Apa lagi sih lan…”kataku mulai jengkel.
“Itu jilbabnya kok masih dipake. Gak gerah apa.”
Aku tertawa.”Oh iya lupa. Bentar dulu ya mau ganti kostum.”
Aku cepat-cepat melepaskan jilbab lebar yang begitu gerah jika dipakai terutama di lombok ini. Tak Cuma itu, aku juga melepaskan gamisku dan melemparkan dua pakaian yang menjadi simbol kealimanku ke belakang kursi.
Di baliknya aku mengenakna tanktop berwarna putih dengan tali tipis. Tanktop itu punya potongan yang rendah sehingga jika aku bergerak pasti pusarku kelihatan dengan jelas. Bagian bawahnya aku mengenakan hotpants berwarna hitam yang tak sampai menutupi setengah pahaku. Aku menggerai rambutku yang langsung berkibar ditiup angin.
“Uhhhh….akhirnya bisa juga bebas.”
“Wkwkwkwk. Baru saja beberapa jam lalu kamu pamit dengan penampilan akhwat di depan ayahmu sekarang penampilanmu sudah kaya lonte.”
“Biarin yang penting bisa ngerain kontol.”
Aku langsung menjulurkan kepalaku dan menghisap kontol Alan yang sedari tadi sudah tegang. Lidahku dengan cekatan melumuri kontolnya dengan liurku. Sesekali aku membenamkan juga kontolnya hingga hilang di telan mulutku.
Kelakuan Azizah
“Uggghhhh. Isepanmu memang yang paling mantep, Zah.”
“Bisa saja kamu Lan.”kataku yang kembali menelan bulat-bulat kontol Alan.
“Ahhhh…isep terus Zah.”
Kini tangan kiri Alan ikut bermain di kepalaku yang dihiasi dengan rambut sepundak. Membuatku semakin dalam menelan kontolnya.
Diperlakukan seperti itu justru membuatku semakin horni. Kupercepat kulumanku sehingga membuat Alan segera mencapai puncak kenikmatannya.
“Ahhhhhh…aku sudah gak kuat lagi ini Zah.”
“Sudah keluarin saja,”godaku yang justru makin semangat memainkan kontolnya.
Crot!Crot!Crot! Semburan sperma segera saja dilancarkan oleh kontol Alan sehingga spermanya segera memenuhi mulutku.
“Dih banyak banget pejumu.”
“Hehehehe. Sudah kusiapin khusus itu buatmu.”
Bukannya jijik, aku malah dengan lahap menelan semua sperma tersebut. Rasa asin yang kental menciptakan sensasi sendiri di mulutku.
“Eh, tanganmu jangan dijilat.”
“Lah memang kenapa?”tanyaku heran karena biasanya aku memang menghabiskan setiap tetes sperma yang ada termasuk yang berceceran.
“Coba kamu olesin ke muka adikmu.”
“Gila kamu lan. Dia adikku loh.”
“Itung-itung buat persiapan Zah. Kan abis ini dia bakalan mandi peju.”
“Hehehehe. Memang parah kamu ya.”
“Tapi mau kan?”
Aku tersenyum dan mengangguk. Aku lalu mengarahkan tanganku yang belepotan dengan sperma Alan ke wajah adikku. Kuusapkan tanganku yang sudah dipenuhi sperma itu ke dahi, pipi, bahkan bibir adikku. Akhirnya wakah adikku terlihat berkilauan akibat sperma yang kuoleskan di wajahnya.
“Hihihihi. Di sadar gak?”
“Enggaklah. Paling nanti juga kering.”
“Aku gak bisa bayangin kalau nanti semua badannya dipenuhi peju.”
“Aku juga.”Alan mengangguk setuju.
Sejatinya ada sebuah rahasia besar yang kusembunyikan pada orang-orang terutama dari ayah dan adikku. Selama di kantor itu, terutama karena hubunganku dengan Luna telah mengantarkanku pada kehidupan lain yang dipenuhi nafsu dan birahi. Di kehidupan inilah aku merasakan kenikmatan yang selama ini tidak bisa kubayangkan karena kehidupan yang mengekangku.
Kini aku ingin agar adikku juga ikut merasakan kenikmatan yang kurasakan. Aku ingin berbagai kebahagiaan padanya. Karena itulah aku merencanakan ini semua dengan Luna dan teman-teman kantornya untuk menjadikan adikku sebagai perempuan binal.