Kuperkosa dan Kuperawanin Rita Anak Tetanggaku
Aku mengupayakan menenangkan diri dengan mandi, kemudian berbaring di ranjang. Namun kemaluanku tak berkurang reaksinya. Malah kini terasa berdenyut-denyut ujungnya.
“Wah gawat. Nggak ada sasaran lagi. Salahku sendiri sih nonton CD dewasa hingga seharian penuh”, gumamku.
Aku bangkit mengarah ke ruang tengah. Mengambil segelas air es kemudian menghidupkan tape deck. Lumayan, tegangan mereda. Namun saat ada video klip musik barat yang seronok, kemaluanku berdenyut-denyut kembali. Nah, belingsatan jadinya. Sempat terpikir jajan saja. Namun cepat kuurungkan. Takut terkena penyakit kelamin. Salah-salah dapat ketularan HIV yang belum ada obatnya hingga sekarang.
Kuingat-ingat kapan terakhir barangku terpakai guna menyetubuhi Istriku. Ya, tiga hari lalu. Pantas sekarang adek kecilku uring-uringan tidak karuan. Soalnya dua hari sekali mesti nancap. “Sekarang mencari jatah..”. Sembari terus berjuang menenangkan diri, aku duduk di teras depan menyimak surat kabar pagi yang belum tersentuh.
Tiba-tiba pintu pagar berbunyi dibuka. Refleks aku memindahkan pandangan ke arah suara. Rita anak tetangga mendekat.
“Selamat sore, Om. Tantenya ada?”
“Sore.. Ooo Tantemu sedang pulang kampung sampai lusa. Ada apa?”
“Wah gimana ya, Om..”
“Duduk dulu. Baru ngomong ada kebutuhan apa”, kataku ramah. ABG berusia sekitar lima belas tahun tersebut menurut. Dia duduk di kursi sebelahku.
“Nah, ada keperluan apa nih dengan Tantemu? Mungkin Om dapat bantu”, tuturku sembari memperhatikan badan perempuan yang mulai mekar itu.
“Anu Om, Tante ada janji mau minjemi tabloid terbaru..”
“Tabloid apa ?”, tanyaku. Mataku tak lepas dari dadanya yang tampak mulai menonjol. Wah, telah sebesar bola tenis nih.
“Apa saja. Pokoknya terbaru”.
“Oke, masuk dan pilih sendiri”.
Kuletakkan surat kabar dan masuk ke ruang dalam. Dia ragu-ragu mengikuti. Di ruangan tengah aku berhenti.
“Cari sendiri di rak bawah itu”, kataku, lantas membanting pantat di sofa.
Rita jongkok di depan monitor membongkar tumpukan tabloid di situ. Pikiranku usil. Kutontoni dengan leluasa badannya. Bentuknya bagus untuk ABG seumurnya. Pinggulnya padat. Bra-nya membayang. Kulitnya putih bersih. Ah alangkah asyiknya kalo saja dapat menikmati badan yang berkembang itu.
“Nggak ada nih, Om. Ini lama semua”, katanya menyentak lamunan.
“Nggg.. mungkiin ada di kamar Tantemu, tuh. Cari saja di sana”
Selama ini aku tak begitu banyak memperhatikan anak tersebut meski sering kali main ke rumahku. Namun sekarang, saat kemaluanku uring-uringan tiba-tiba kusadari anak tetanggaku tersebut ibarat buah mangga telah mulai mengkal. Mataku mengekor Rita yang tanpa sungkan masuk ke kamar tidurku. Setan sudah berbisik di telingaku.
“Inilah kesempatan agar kemaluanmu berhenti berdenyut-denyut. Akan tetapi dia masih kecil dan anak tetanggaku sendiri? Persetan lah dengan itu semua, yang penting hasratmu bisa terlampiaskan”.
Akhirnya aku berdiri bangkit menyusul Rita. Di dalam kamar kutonton anak tersebut berjongkok merombak tabloid di sudut. Pintu kututup rapat dan kukunci pelan-pelan.
“Sudah ketemu?”, tanyaku.
“Belum Om”, jawabnya.
“Mau nonton CD ngak?”
“CD apa tuh, Om?”
“Filmnya bagus kok. Ayo duduk di sini.”
Wanita kecil itu tanpa curiga berdiri dan duduk dipinggir ranjang. Aku masukkan CD ke VCD dan menghidupkan monitor di kamar.
“Film apa sih?”
“Nonton aja. Pokoknya bagus”, kataku sembari duduk di sebelahnya. Dia tetap tenang tak menaruh prasangka.
“Ihh..”, jeritnya begitu menyaksikan intro mengandung potongan-potongan adegan bersebadan.
“Bagus kan?”
“Inii kan Film orang dewasa Om?!”
“Iya. Kamu suka kan?”
Dia terus-terusan ber-iih.. iih saat adegan syur berlangsung, tetapi tak memalingkan pandangannya. Memasuki adegan yang kedua aku tak tahan lagi. Aku mendekap wanita tersebut dari belakang.
“Kamu pengen begituan?”, bisikku di telinganya.
“Jangan Om”, katanya akan tetapi dia tak berusahan melerai tanganku yang melingkari leher Rita. Kucium sekilas tengkuknya. Dia menggelinjang.
“Mau nggak buat gituan sama Om? Kamu belum pernah kan? Enak banget lo..”
“Akan tetapi.. tetapi.. ah tidak boleh Om.” Dia menggeliat berjuang lepas dari belitanku. Namun aku tak perduli. Tanganku meremas dadanya. Dia melenguh dan memberontak.
“Tenang.. tenang.. Nggak bakal sakit kok. Om telah pengalaman..”
Tangan kananku menyibak roknya dan berusaha menelusupi pangkal paha Rita. Saat jariku mulai bermain di sekitar kemaluannya, dia mengerang kecil. Terlihat hasratnya telah terangsang. Pelan-pelan kurebahkan di ranjang tetapi kakinya tetap menjuntai. Mulutku sudah tak sabar lagi segera mencercah pahanya yang masih dibungkus celana warna hitam.
“Ohh.. ahh.. jangan dong, Om”, erangnya sembari berjuang merapatkan kedua kakinya. Namun aku tak perduli. Celana dalamnya kupelorotkan dan kulepaskan. Aku terpana menyaksikan pemandangan itu. Pangkal kenikmatan tersebut begitu mungil, berwarna merah di tengahnya, dan dihiasi bulu lembut di atasnya.
Klitorisnya mungil. Tak tunggu lebih lama lagi, bibirku menyerbu kemaluannya. Kuhisap dan lidahku mengaduk-aduk lubangnya yang sempit. Wah masih perawan. Rita menggelinjang sembari melenguh dan merintih keenakan. Bahkan kakinya mengapit kepalaku, seakan-akan meminta dikerjai lebih dalam dan bahkan lebih keras lagi.
“Oke Rita”, lidahku pun kian dalam menggerayangi kemaluannya yang mulai basah. Lima menit kemudian barang milik ABG tersebut kuhajar dengan mulutku. Kuhitung paling tidak dia ada dua kali orgasme. Lalu aku merangkak naik. Kaosnya kulepas. Menyusul BH hitamnya berukuran 32cm. Sesudah kuremas buah dadanya yang masih keras itu beberapa saat, gantian mulutku bekerja. Menjilat, memilin, dan menghisap puting susunya yang kecil.
“Ahh..” keluh perempuan itu. Tangannya meremas rambutku menahan kenikmatan hebat tiada tara yang barangkali baru pertama kali dia rasakan.
“Enak kan?”, tanyaku sembari menatap mukanya.
“Iiiii.. iiya Om. Tetapi..”
“Kamu mau yang lebih enak lagi?”
Tanpa menantikan jawabannya aku segera menata posisi badannya. Kedua kakinya kuangkat ke atas ranjang. Kini dia tampak telentang pasrah. Kemaluanku pun telah tak sabar lagi tiba di sasaran. Namun aku mesti hati-hati. Dia masih perawan sampai-sampai harus sabar supaya tidak kesakitan. Mulutku bermain-main di kemaluannya.
Sesudah kebasahannya kuanggap sudah cukup, kemaluanku yang telah tegak kutempelkan di bibir kemaluannya. Beberapa saat aku gesek-gesekkan hingga Rita kian terangsang. Kemudian kucoba masuk perlahan ke celah yang masih sempit. Sedikit demi sedikit aku maju-mundurkan sehingga kian melesak ke dalem. Butuh waktu kira-kira lima menit lebih supaya kepala kemaluanku masuk semuanya. Nah istirahat sebentar sebab dia terlihat menahan nyeri.
“Kalau sakit bilang ya”, kataku sembari mencium bibirnya sekilas.
Dia mengerang lagi. Kurang sedikit lagi maka aku akan menembus keperawanannya. Genjotanku kutingkatkan walau tetap kuusahakan pelan dan lembut. Nah terdapat kemajuan. Leher kemaluanku sudah mulai masuk.
“Auw.. sakiit Om..” Rita menjerit kecil.
Aku berhenti sejenak menantikan lubang kemaluannya terbiasa0 untuk menerima kemaluanku yang berukuran sedang itu. Satu menit kemudian aku sorong lagi. Begitu seterusnya. Selangkah demi selangkah aku sorong. Sampai akhirnya.. “Ouuu..”, dia menjerit kesakitan lagi. Aku merasa kemaluanku menjebol sesuatu. Wah aku telah memerawani si Rita. Kulihat terdapat sepercik darah membasahii spreyku.
Aku meremas buah dadanya dan mencium bibirnya guna menenangkan. Sesudah tenang aku mulai menggenjot.
“Ahh.. ohh.. asshh…”, dia merintih dan melenguh ketika aku mulai turun naik di badannya. Genjotan kutingkatkan dan erangannya pun kian keras. Mendengar tersebut aku kian bernafsu menyetubuhi perempuan itu. Berkali-kali dia mencapai orgasme. Tandanya ialah ketika kakinya dijepit ke pinggangku dan mulutnya menggigit lenganku atau pundakku.
“Nggak sakit lagi kan? Sekarang sudah terasa enak kan?”
“Ouuu iya enak sekali Om…”
Sebenarnya aku mau mempraktekkan sekian banyak posisi senggama. Akan tetapi kupikir karena pertama kali tak butuh macam-macam dulu. Terpenting dia mulai dapat menikmati. Lain kali kan masih dapat dilakukan.
Sekitar satu jam aku menggoyang badannya sebelum air maniku muncrat mengairi perut dan buah dadanya. Betapa nikmatnya sensasi menyetubuhi perawan. Sungguh-sungguh beruntung aku.
“Gimana? Betul enak kan sepertikata Om kan?” tanyaku sembari mendekap badannya yang lunglai setelah sama-sama menjangkau klimaks.
“Akan tetapi takut, Om..”
“Nggak usah takut. Mau takut apa siih?”
“Bunting” Aku tertawa.
“Kan air mani Om nyemprotnya di luar kemaluanmu. Nggak bisa bunting dong” Kuelus rambutnya dan kuciumi wajahnya. Aku tersenyum puas dapat meredakan adek kecilku.
“Kalo pengen enak lagi bilang Om ya? Nanti kamku bisa belajar sekian banyak gaya lewat CD”.
“Kalo ketahuan gimana?”
“Ya tidak boleh sampai ketahuan dong”
Beberapa saat kemudian hasratku bangkit lagi. Kali ini Rita kugenjot dengan posisi menungging. Dia telah tak menjerit kesakitan. Kemaluanku leluasa keluar masuk diiringi lenguhan, dan jeritannya.