Kriteria Pembantu Rumah Tangga

Cerita Sex Kriteria Pembantu Rumah Tangga – Selamat malam sobat  yang setia. Sebelumnya perkenalkan terlebih dahulu. Namaku Adi, umur 30 tahun (180cm/76kg), single dan bekerja sebagai Manajer Koordinator di salah satu perusahaan ternama di kota S.

Beban pekerjaan sebagai seorang koordinator cukup menyita waktu ku sehingga sulit sekali aku untuk dapat mempertahankan suatu hubungan dengan perempuan, dan tidak hanya itu keadaan rumah tempat tinggal ku yang kubeli dari hasil keringat pun jarang terurus karena seringnya aku pergi dinas keluar kota.

Akhirnya kuputuskan untuk mencari pembantu agar dapat mengurus rumah (bersih-bersih, masak, cuci) lagipula bisa jadi teman ngobrol waktu aku dirumah.

Butuh waktu cukup lama aku mencari dan mendapatkan pembantu sesuai dengan kriteriaku (biaya gajinya juga harus dipikir soalnya, hehe), karena di kota S termasuk kota yang berkembang sehingga banyak yang tidak mau bekerja sebagai pembantu dan lebih memilih untuk menjadi buruh pabrik.

Dengan dibantu seorang rekan di kantor, akhirnya aku mendapatkan pembantu, namanya Sulastri (kupanggil Bi Lastri), umur 52 tahun, tinggi/berat (kira-kira 150-155cm/50kg). Sebulan Bi Lastri mulai bekerja di rumahku, kulihat dia sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan kesibukanku, akupun juga tidak berfikir hal yang aneh-aneh apalagi pikiran yang menjurus ke “vivid”.

Menginjak bulan kedua, aku pulang larut malam dari kantor karena urusan tamu. Kulihat jam tanganku sudah menunjukan pukul 21.21 (ngantuk pasti, capek apalagi). sesampainya didepan rumah, aku sengaja tidak membunyikan klakson mobil karena sungkan dengan tetangga dan Bi Lastri pasti sudah tidur pikirku.

“Aduh mas, maafkan bibi ya mas…”, katanya dengan nada memelas. Aku tidak membalasnya, cuman diam masuk rumah dan duduk disofa ruang TV. Setelah menutup gerbang, Bi Lastri mendatangiku.

Bi Lastri: mas gimana kakinya?

“yaa bagaimana Bi, tuh merah!” ketusku

Bi Lastri: saya ambilkan obat gosok ya mas..

Sembari menunggu Bi Lastri mengambil obat gosok akupun melepas celana+hem dan tinggal kaos dalam+boxer. Sambil mengurut kakiku, dia bercerita ngalor ngidul.. aku hanya menjawab sekenanya saja karena mataku tertuju ke belahan dadanya yang terlihat dari atas dasternya.

Tidak berapa lama, akibat aku melihat belahan dada Bi Lastri pikiranku pun mulai ngeres (maklum sebulan belum Ngocoks, sibuk mikir pekerjaan dan dirumah cuman berdua sama Bi Lastri) lambat tapi pasti, penisku pun mulai mengeras dan bergejolak sehingga membuat kelihatan menyembul dari balik boxerku.

Bi Lastri: mas… itu…

“kenapa bi?, sahutku.

Bi Lastri: ee… eee… (sembari melihat penisku yang sudah tegang dari tadi)

“ohhh… si otong toh bi! ”, (panjangnya normal kok gan 16 cm dengan diameter kepala otong kira-kira 4,5-5 cm) tanpa pikir panjang dan entah setan mana yang masuk dipikiranku, aku langsung berdiri dan melepas boxerku sehingga si otong bebas mengacung tepat di depan muka Bi Lastri.

Kupikir Bi Lastri bakal langsung pegang si otong (kayak dipilem bokep-bokep gitu) eh malah tertunduk malu, tapi yang heran Bi Lastri tidak pergi dan tetap memegang kakiku.

Melihat Bi Lastri seperti itu, kuputuskan untuk duduk disofa lagi dan mengelus-elus si otong. Kulihat Bi Lastri curi-curi lihat si otong, 10 menit aku mengelus si otong, akhirnya kuambil inisiatif untuk berdiri dan mengangkat Bi Lastri dan kudorong ke sofa. Sedikit kupaksa memang pembantu tuaku ini sehingga dia berposisi nungging.

Bi Lastri: mas… mas, bibi mau diapain?, akupun tidak menjawab dan tetap melancarkan jalan si otong dengan menyibakkan daster dan celana dalamnya. Setelah CD nya turun, langsung kusambar dan kujilati memeknya (aneh rasanya gan, engga kayak di cerita-cerita tapi tetap saja kulakukan biar memek Bi Lastri basah.

Maklum sudah tua, jadi enggak sehorny cabe-cabean gan). Awalnya ada sedikit penolakan dari Bi Lastri dengan menjambak rambutku tapi yang heran lagi, diapun juga mengeluh dengan nafas yang mulai memburu.

Sekitar 3 menitan aku menjilati memek pembantu tuaku ini dan kupikir juga sudah cukup basah. Akhirnya mulai kuarahkan si otong dengan tangan kananku dan tangan kiriku tetap memegang pinggul Bi Lastri (biar enggak lari kemana-mana gan, susah juga Bi Lastri mau berontak..

Bi Lastri: aaahhhhh… massss… ma.. sss,

mendengar desahan Bi Lastri ini, bukannya kasihan malah membuat aku semakin horny. Sengaja aku memperLastrinkan ritme si otong dengan hanya memasukan sebatas kepala si otong dan mengeluarkannya lagi (sensasinya semriwing gan).

Bi Lastri: maa.. ss, ahhhh… kon.. tol mas.. adi… aahhhh..

Mulai kupercepat dorongan ke memek orang tua ini, slep… slepp… slepppp, tidak ada kata yang keluar dari mulut Bi Lastri ini selain desahan yang memburu, 5 menit diposisi doggy style dan sudah kulihat tidak ada penolakan dari Bi Lastri sehingga kuputuskan untuk berganti posisi WOT (kan kaki ane sakit gan, hehehhe.

Kumantapkan si otong sembari Bi Lastri kusuruh untuk membuka dasternya, sehingga terlihatlah buah dadanya yang masih terbungkus BH berenda dengan warna krem persis yang kulihat tadi (kira-kira ukurannya 34-35c tapi sudah agak menggantung.. model pepaya gitu gan). Tanpa menunggu waktu lama, kutarik tangannya untuk segera naik di pangkuanku (WOT), sleep..

slep.. slepp dengan tempo yang agak lambat khas orang berumur lah. Tapi jangan salah gan dengan tempo yang lambat sensasinya malah luar biasa ditambah dengan pemandangan buah dada model pepaya gantung naik turun di depan mata dan benar ternyata selang tidak berapa lama kurasakan mulai ada yang bergejolak dari si otong.

“aahhh… bii… ahhh.”, kutahan sebisaku tapi apa daya dengan posisi WOT jelas kontrol ada di pihak lawan.

“bii, aku mau kelu.. ar… ”, kupercepat tempo si otong sebisaku dengan sebelah tangan menekan pinggul+pahanya dan tangan satu nya meremas buah dada Bi Lastri. slepp.. slepp.. sleepp berbarengan dengan suara desahan kami berdua. Tidak berselang lama, akhirnya kumuntahkan air maniku ke dalam memek pembantu tuaku ini.

Bi Lastri: “ahhhh… pa. nass ma.. sss… sssshhhh, aakhh”

Keringat pun bercucuran dari badan kami berdua dan nafas yang masih memburu, Bi Lastri pun kutuntun untuk rebahan di sofa sembari aku menikmati sisa-sisa sensasi dari perLastrinan seks dengan orang yang terpaut 22 tahun diatas umurku ini.

Di sela-sela tatapan kosongku, Bi Lastri ternyata mau kembali ke kamarnya dengan membawa daster dan CD nya yang berserakan di lantai.

Dengan sigap kupegang tangannya dan menariknya untuk masuk ke kamarku.

“Malam ini, bibi layani saya ya.” dengan nada memerintah.

Entah dia sendiri juga merasa enak atau sungkan atau takut, Bi Lastri hanya mengangguk saja. Sembari dia merapikan pakaiannya (yang berserakan dilantai tadi), kubuka kaos dalamku dan BH Bi Lastri juga tidak luput dari tangan jahilku ini sehingga kami jalan berdua menuju kamarku tanpa sehelai benangpun.

Kusuruh dia duduk di kursi meja belajarku dan menungguku, kubuka laci lemariku dan aku mengambil satu butir pil (macam viagra gitu gan) dan meminumnya dengan air yang memang selalu disediakan Bi Lastri didalam kamarku (maklum gan, kalau sudah didalam kamar malas buat keluar lagi).

Bi Lastri: “mas adi minum apa itu?,” tanyanya bego.

gleekkk…“oh ini… ini vitamin bi, bibi nanti juga minum yang ini yaa.”, sembari kutunjukan obat yang konon katanya mencegah kehamilan atau mematikan sperma yang keluar.

Bi Lastri: “enjih mas…(iya mas)”. sahutnya. Setelah kami meminum obat itu, kuhampiri Bi Lastri yang dari tadi duduk menunggu dan melihatku lalu kusodorkan lagi si otong ke arah mulutnya. “masukin ke mulutmu Bi…,” sahutku, dia tidak menjawab tapi tetap melakukan apa yang aku suruh.

“ahhh… iseep bi..”, pintaku sembari aku meremas-remas buah dadanya. Tak luput juga, kusuruh tangan kiri pembantu tuaku ini untuk meLastrinkan buah zakarku, sedangkan tangan kanannya meLastrinkan memeknya sendiri (menjaga biar tetap basah pendek pikirku gan).

Tidak butuh waktu lama, efek dari pil tadi mulai bekerja ditambah isapan dari mulut pembantu ku ini membuat si otong bangun lagi. 3 menit prosesi BJ kami lakukan, setelah itu kuangkat Bi Lastri dan kutuntun untuk duduk dan mengangkang di atas meja belajarku. Pas ternyata posisi memek Bi Lastri (duduk ngangkang di atas meja) dengan si otong yang membuatku leluasa menusuk memek tua ini, tanpa ba bi bu…

Bi Lastri: aaaahhhhhhh… masss!, sahutnya sedikit manja sembari merangkul aku (yang pasti aku ogah gan disuruh nyipok, daripada ngerusak mood akibat bau mulut).

Kuteruskan goyangan maju mundur si otong tanpa lupa meLastrinkan buah dadanya (pentil Bi Lastri yang kurasa juga sudah mengeras) dan tangan satunya meLastrinkan clitorisnya (alat pipis nya), benar dugaanku, Bi Lastri pun menggelinjang sembari mendesah.

Bi Lastri: “aahh.. ahhh… mass.. kontolmu.. aahh.. ahh, kok lebih… aaahhh.. ahhh keras dari tadi?” tanya dan desahannya.

Tidak kujawab karena mulutku sedang asyik menghisap buah dadanya yang besar dan menggelantung itu. Tengah malam yang sepi ini pun berubah menjadi adegan panas kami berdua yang seharusnya lebih cocok disebut ibu dan anak ini.

Sleepp… sleepp.. sleeppp,

Bi Lastri: “mass, saya capek… mass… aahhhh.” dengan nada desahan memelas. Segera kulepas si otong dan kugandeng Bi Lastri untuk pindah kekasur.

Kurebahkan dia dan kupegang pangkal pahanya sehingga terlihat memek hitam kemerahannya, tidak kugubris keluhnya dan tetap menghujamkan si otong ke memeknya. Sleepp… plok… plokkk… plookk.. sleepp (bunyi pangkal paha saling beradu dan giatnya si otong bekerja).

Bi Lastri: “aaaahh… ahh, mas ad.. i… ahh… saa.. kit mass.. ahhh.. ahh”

“sudah nikmatin saja Bi.. ahh.. ahhh.” sahutku.

“apa saya sudahi malam ini?” tanyaku sembari tetap mengebor memek tuanya.

Bi Lastri :“aahh… ahh, iy.. enggak mas… ahh.. ahh.”

Bi Lastri :“kontolmu enak ma… ssss.. aahh.. ahhh.. ah”…“pee… nuhh, ahh.. dimemek.. ah.. ahhh sa.. ya”

Mendengar kode itu, jelas aku makin beringas. Cukup lama kami beradu stamina, sekitar 20 menit berlalu kurasakan si otong siap untuk mengeluarkan cairan gantengnya.

“aahhh.. ahhhh… Bi, kamu mau spremaku?”, tanyaku. sleeeppp… sleppp.. sleeppp

Bi Lastri: “enjihh.. ahh.. ah mas, ahhh… cepet mas.. ahhh… pejumuu.. aahh”

Kupercepat tempo si otong dan akhirnya, “Biiiii… akuu keluarr, ahhhhhh… ahhhhhh!,” crett… crett.. suurr (keluar lagi dalam memek orang tua ini).

Kucopot si otong setelahnya dan kuarahkan ke mulutnya agar di jilati oleh Bi Lastri, setelahnya kurebahkan badanku di sebelah Bi Lastri yang penuh dengan keringat.

“Bi.. kalau kecapekan bibi tidur saja duluan.” sahutku sembari melihat jam dinding pukul 00.30

Bi Lastri: “enjih mas adi, bibi capek 2 ronde langsung sama mas…,” akupun hanya diam dan senyum simpul.

Bi Lastri: “saya tidur duluan ya mas..?,” tanyanya sembari merubah posisi akan tidur memunggungiku.

“iya bi… makasih yaa.” sahutku

Bi Lastri: “iya mas adi, bibi juga terima kasih.”

Sendiri kunikmati sisa-sisa kenikmatan menghajar memek pembantu tuaku ini dengan ditemani rokok marlboro putih yang memang menjadi alat pelepas stress ku ini. Mulai kuhisap pelan-pelan dengan pemandangan perempuan tua tidur dikasurku dengan memek yang masih berlendir akibat ulah si otong.

Dan ternyata lagi-lagi dugaanku benar… si otong belum ngantuk…

Bersambung…