Istri Simpanan

Istri Simpanan

HARUN mempunyai kegiatan baru. Setiap pagi selesai jalan pagi dengan beberapa tetangganya, Harun pasti mampir ke rumah anaknya, Rianto.

Dimulai sewaktu Rianto kembali ke daerah asalnya setelah ia dimutasikan oleh perusahaan tempat kerjanya ke luar pulau Jawa.

Waktu itu istri Rianto baru hamil 5 bulan. Sekarang anak Rianto sudah berumur hampir 4 tahun.

Rianto menyewa sebuah rumah di sebuah perumahan yang tak jauh dari rumah orangtuanya.

Jumpa pertama Harun dengan istri Rianto yang chubby sewaktu Rianto menempati rumah baru, Harun langsung tertarik.

Bagi Latih, istri Rianto yang berusia 25 tahun ini adalah lumrah dan wajar-wajar saja jika ia memakai tanktop atau celana boxer yang membuatnya bebas bergerak di rumah, tetapi ia tidak ingat dengan kesopanan bertetangga.

Maka itu jangankan Harun, Muhsin tetangga depan rumah Rianto sekarang jadi betah merokok dan ngopi duduk di depan rumahnya menunggu Latih keluar dari rumah menyapu halaman rumahnya karena Muhsin akan mendapat pemandangan yang indah dan gratis tanpa perlu ia berwisata jauh-jauh.

Cukup duduk di depan rumah, Muhsin bisa melihat paha Latih yang mulus, tidak hanya setengah paha mulus Latih yang bisa dinikmati mata Muhsin, melainkan terkadang semua paha Latih karena Latih memakai celana boxer yang kebangetan pendeknya.

Barangkali Latih mau memamerkan pahanya yang mulus dan payudaranya yang montok, siapa tau perasaan manusia, sekarang bukankah banyak perempuan yang pamer perut dan puser di mall?

Ngaku gan, ya apa iya?

Kalau begitu yang beruntung adalah tanaman hias yang ditanam istri Muhsin di depan rumah. Istri Muhsin tidak perlu memberi pupuk pada tanaman hiasnya karena sudah disuburkan oleh Muhsin dengan air maninya.

Muhsin duduk merokok sambil onani menyaksikan payudara montok istri Rianto yang polos telanjang itu bergoyang-goyang di dalam tanktop longgar yang dipakai Latih kala Latih menunduk menyapu di halaman rumahnya atau menunduk memungut sampah yang sudah di sapu.

Begitu pula Harun. Harun lebih parah. Harun hanya belum pernah melihat vagina menantunya itu, kalau selangkangan menantunya yang tembem sudah sering dilihat Harun kalau menantunya itu berjongkok.

Latih pada suatu hari mengajak mertuanya pergi ke mall. Lumayan, pikir Latih. Latih bisa memanfaatkan mertuanya ini untuk menjaga anaknya yang lumayan aktif ini sementara ia belanja.

Latih menukar pakaian anaknya terlebih dahulu. Setelah itu Latih baru masuk ke kamar mengganti pakaiannya, sementara Harun dengan cucunya duduk di lantai menyusun balok-balok LE*O.

Berhubung anak laki-laki Rianto ini aktif, tidak bisa diajak duduk tenang bermain, tiba-tiba ia bangun mendorong pintu kamar.

Harun yang tidak mau cucunya ini mengganggu maminya menukar pakaian selekasnya bangun dari duduknya mengejar cucunya.

Harun tidak hanya terperangah dan terkejut, tetapi Harun terpesona melihat tubuh Latih yang telanjang bulat. Beruntung selangkangan Latih tertutup oleh tubuh kecil Bobby yang memeluknya.

“Main sana sama Kakek, Mami belum selesai menukar pakaian.” Latih merayu anaknya.

Bobby melepaskan diri, kemudian tampaklah oleh Harun yang masih berdiri terpaku di depan pintu kamar, rambut hitam yang menghiasi bagian bawah perut Latih.

“Jangan bilang-bilang ya, Pah.” kata Latih pada mertuanya. Maksud Latih supaya mertuanya itu tidak cerita sama Rianto atau ibu mertuanya di rumah.

“Iyaa… ngg..***k, Tih… Papa bukan orang yang iseng…” jawab Harun memandang tubuh Latih yang polos mulus itu dari ujung rambut sampai ujung kaki Latih, sementara cucunya sudah kembali pada permainan LE*O-nya di lantai.

Dari sini Harun bisa menilai kepolosan menantunya itu dalam masalah seks, atau dianggap tidak apa-apakah tubuh telanjangnya dilihat oleh mertuanya berhubung mertuanya sudah tua dan sudah tidak mampu, bisa juga begitu pikiran Latih.

“Tapi mana tahan Tih… Papa melihat tubuhmu yang indah itu…” kata Harun, suaranya bergetar karena menahan syahwatnya yang sedang berkecamuk.

“He.. he.. indah apa Pah, tubuh Latih gemuk begini mau diet gak bisa…” jawab Ratih meraih celana dalamnya yang terlipat di kasur. “Tiap pagi Papah membawa makanan yang enak-enak terus ke sini…”

“Maksud Papa baik, Tih… badan Rianto kurus sepulang dari sana, biar Rianto makan yang banyak… ya, salah kamu sih kalau kamu makannya banyak-banyak…”

Latih yang sudah memakai celana dalam tertawa. Harun belum mau beranjak pergi.

Hari lain belum tentu Harun akan menemukan kesempatan seperti ini lagi. Harun mau melepaskan uneg-unegnya terhadap menantunya itu yang selama ini dipendamnya.

“Boleh Papa cium kamu, Tih…?” tanya Harun mendekati Ratih yang sedang mengalungkan tali BH ke lengannya.

Latih seperti terpesona mendengar kelembutan suara mertuanya, sehingga tanpa ia sadari kedua tangannya sudah dipegang mertuanya sehingga Ratih berhadapan dengan mertuanya, lalu Harun menunduk mencium buah dada Latih tepat di puting Latih dan Latih menggelinjang, sementara telapak tangannya menempel di celana panjang mertuanya yang menggelembung besar.

“Maaf Pa, Latih gak bisa…”

“Papa mengerti, kita mau pergi ke mall…”

Bobby berlari masuk ke kamar lagi. “Sebentar lagi ya sayang, kita pergi…” rayu Latih lagi. “Mami lagi ngomong sebentar dengan Kakek… main lagi sana…”

Bobby berlari keluar, Harun menyambung kata-katanya. “Kalau Papa cium celana dalam kamu, boleh…?”

“Tapi cepet ya, Pah… Bobby bolak balik… itu yang Latih khawatirkan, nanti ia ngomong dengan Papinya.” kata Latih.

Tapi Harun mana memikirkan Rianto lagi, di depannya terpampang sebuah lukisan nan indah dan molek.

“Kamu baring…” suruh Harun.

Latih seperti seekor sapi yang dicokok hidungnya oleh Harun. Latih naik ke tempat tidur berbaring hanya memakai celana dalam, lalu paha Latih yang mulus yang selalu menjadi fantasi liar Muhlis saat ia onani, dipentangkan Harun lebar-lebar.

Harun bukan mencium celana dalam Latih, melainkan jarinya menyibak bagian selangkangan celana dalam Latih lalu setelah ditemukan Harun belahan vagina Latih yang mulus… Latih merasa vaginanya dijilat… bukannya Latih menjerit.

Kenikmatan yang tidak pernah Latih dapatkan dari Rianto selama ia menikah 5 tahun dengan Rianto. Seks Rianto datar-datar saja, apalagi ia sibuk dengan pekerjaannya dan sering pulang malam, seksnya pun seadanya, hanya sekedar untuk melepaskan kejenuhan di pekerjaannya. Maka itu Rianto ngeseks dengan bininya hanya kalau ia perlu saja.

Ini dimanfaatkan oleh Harun dengan sebaik-baiknya. Sepanjang Latih tidak meronta, Harun terus menjilat belahan vagina menantunya ini sampai suatu saat iapun berani menaikkan tangannya ke payudara Latih untuk meremasnya.

Latih sudah melayang-layang. Boro-boro masih diingatnya Rianto, Bobby dan mall sudah jauh dari ingatannya.

“Ouuugghhhhh… Pappp… ahhh… teruu..usss… Pahhh…” lenguh Latin dengan suara berat.

Harunpun secepatnya melepaskan celana panjang dan celana dalamnya, apalagi Bobby sudah tidak lagi masuk-keluar kamar, Harun juga melepaskan celana dalam menantunya itu dan tanpa penolakan Latih.

Mana Latih bisa menolak kalau ia merasa nikmat dan membutuhkan?

Jangankan Latih, setiap wanita kalau ia dilayani dengan baik dan ia merasakan nyaman, dan nikmat apalagi membutuhkan seperti Latih, mana mungkin ada penolakan?

Harun bersidekuh memasukkan penisnya yang mengacung itu ke lobang vagina Latih yang sudah menganga merah.

Tekan-tarik-tekan-tarik…

“Pah… Bobby masuk nggak nanti…” kata Latih.

“Kita selesaikan dulu…” jawab Harun dengan penis separuh sudah terjepit di lobang vagina Latih, mana ia rela melepaskannya lagi. “Kamu memerlukannya juga kan…?”

Harun melepaskan kaosnya lalu menjatuhkan dadanya yang telanjang menindih dada Latih, lalu membuka mulutnya membekap bibir Latih yang masih basah memerah delima, lalu dihisapnya.

Merasa vaginanya nikmat ditusuk-tusuk dan dihentak-hentak keluar-masuk oleh penis mertuanya yang besar lagi panjang itu, lidah Latihpun terjulur masuk ke rongga mulut mertuanya merogoh lidah mertuanya sembari pantatnya meliuk berputar mengimbangi tusukan penis mertuanya yang nikmat tidak peduli lagi payudaranya diremas-remas.

“Ohhh… Papp… paahh… enak, Paa…aahh…” Latih merintih.

Rintihan Latih selesai, tubuh Harunpun menegang lalu didorongnya penisnya dalam-dalam sembari tangannya mencengkeram payudara Latih dan mulutnya menghisap leher Latih seperti lintah, lalu dilepaskannya bendungan air maninya. Air mani Harun menerjang rahim Latih, menantunya itu.

“Oooggghhhhhh….” dengus Harun dengan jantung berdebar dan napas ngos-ngosan seperti nyawanya mau lepas dari tubuhnya.

Croooottt… crroooottt… crraatttt… crroootttt…. craattt… crroooottt… crraatttt… crroootttt…. craattt… crroooottt… crraatttt… crroootttt…. craattt…

Tiba-tiba Bobby melompat naik ke atas tempat tidur menonton tubuh kakeknya yang menghimpit tubuh maminya di bawah.

“Kek, kok berkelahi sama Mami, sih…? Lepaskan Mamiii…!!” seru Bobby memukul punggung kakeknya dengan tinju kecilnya.

“Nggak boleh gitu, sayang… nanti Kakek nggak beliin mainan sama Bobby lagi deh…” rayu Latih. “Kakek bukan berkelahi sama Mami, tapi Kakek sangat sayang sama Mami… turun, main lagi sana…”

Bobby bukan turun dari kasur, tapi terlentang memejamkan matanya.

“Sudah selesai, Pah…?” tanya Latih.

“Belum sih… kamu enak, sayang…”

“Latih bersihkan dulu kalo Papah mau sekali lagi…” kata Ratih melihat Bobby sudah tidur.

Mereka berdua turun dari tempat tidur membersihkan tubuh di kamar mandi. Latih sudah tidak malu berjongkok mengangkang di depan mertuanya saat membersihkan lobang persetubuhannya.

Setelah memek Latih bersih dicuci, Harun mendudukkan Latih di penutup closet. Harun berjongkok menjilat memek Latih kembali.

Harun sekarang berani memasukkan 2 jarinya ke lobang di selangkangan menantunya itu merogoh rahim menantunya sembari biji kelentit menantunya dihisap.

Bagaimana perasaan Latih?

Ini merupakan sebuah ‘avonturir‘ baru untuk Latih muda dalam hal seks. Apalagi kemudian anusnya dijilat oleh mertuanya.

Latih merasa tersanjung karena suaminya sendiri tidak pernah sampai begitu, menjilat vaginanya saja tidak, apalagi menjilat anusnya…. bukankah sebuah kebanggaan bagi Latih sampai anusnya saja dijilat mertuanya?

Sewaktu Harun kembali menjilat vagina Latih, Latih menjulurkan tangannya meraih leher Harun sembari mendorong pantatnya ke pinggir penutup toilet hingga vaginanya menyumbat rongga mulut Harun, Latih menjerit orgasme.

“OOOHHHH… PAPP… PAPPP…. PAPPP…. PAPP….PAAA…AAHHH… MOO… KENC….”

Cuuu…uuussss… cuuu..uusss… bukan dari lobang vagina Latih yang menyembur lendir, tapi dari lobang kencingnya.

Mendapat kesempatan emas seperti ini Harun langsung menadahkan mulutnya lebar-lebar menikmati setiap tetes air seni menantunya yang manis itu dan gairah Harunpun semakin bergelora jadinya.

Ganti Harun yang duduk di penutup closet, sedangkan Latih mengangkang di atas penis mertuanya yang menjulang tinggi seraya menurunkan pantatnya dan sambil memegang batang nikmat mertuanya itu… sleepp… sleeppp… blleeesssss….. penis Harun yang keras menembus lobang vagina menantunya sekali lagi…

Lalu sambil putingnya dihisap Harun, kedua tangan Latih bertumpuh pada pundak mertuanya, Latih menaik-turunkan pantatnya.

Harun merasa penisnya diurut-urut, kemudian Harun pun mengimbangi kocokan vagina Latih dengan menyodok-nyodokkan penisnya ke lobang vagina Latih dari bawah… choppp… chopp… chopp….

“Aaakkkhhhh… ooohhhggghh…” erang Harun, sementara Latih duduk terdiam merasakan rahimnya kembali disemprot cairan hangat yang keluar dari penis mertuanya.

Mereka berpelukkan seperti tidak ingin berpisah.
Maka itu sewaktu mereka mengunjungi mall dan makan di restoran, mereka sudah bukan menantu dan mertua, tetapi suami dan istri.

Latih membeli BH dan celana dalampun melibatkan mertuanya untuk memilih dan sewaktu Latih mencoba BH, tak segan-segan lagi Latih mengajak Harun masuk ke kamar pas.

Mereka memadu kasih berdua di mall sementara Bobby bermain di arena permainan sampai Bobby puas, mereka pulang.

Harun tau jam segini Rianto pasti sudah pulang dari pekerjaannya, Harun turun di depan gerbang perumahannya, kemudian Latih dan Bobby melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

Rianto tidak merasa curiga dengan istrinya yang berani selingkuh dengan mertuanya.

Keesokan paginya Muclis juga sudah tidak bisa menyuburkan tanaman hias di depan rumahnya dengan spermanya lagi, karena Latih sudah diingatkan Harun agar berpakaian sopan.

— ©©© —​
Harun datang ke rumah Rianto lebih pagi dari biasanya karena Harun sudah merasa ia punya istri baru di rumah Rianto.

Berhubung Bobby belum bangun, Latih langsung menarik Harun ke kamar mandi minta vaginanya dijilat.

Setelah melepaskan pakaian, Latih langsung duduk di penutup closet membuka pahanya lebih lebar supaya mertuanya itu bisa mengeksplorasi seluruh selangkangannya sampai ke anusnya.

Apalagi Latih belum mandi, saat Harun menjilat lobang persetubuhan Latih bergantian dengan lobang pantatnya, Harun sangat menikmati aroma asli dari kedua lobang milik menantunya itu.

Harun memasukkan jari telunjukkan ke lubang anus Latih, sementara lidahnya masuk ke lubang vagina. Latih menggelinjang kesedapan. Barangkali Rianto belum sampai kantor, Latih sudah menjerit orgasme.

“PAPP… PAPPP… PAPP… PAA…AHHH… PENGEN KENCING LAGI, PAAPPP…. PAPP…. PAAAA…..AAAHHHHH…..”

Tapi kali ini tidak ada air kencing yang keluar dari lubang kencing Latih. Harun menarik Latih bangun dari tutup closet seraya membalik tubuh telanjang Latih menghadap ke dinding kamar mandi.

Sebentar kemudian Latihpun merasa lubang anusnya ditusuk. “Ohhh… Pah… mmmhh…” desah Latih mana sanggup lagi ia menolak karena tadi ia sudah orgasme keenakan, sehingga tidak hanya vaginanya yang terasa baal, lubang anusnya juga terasa baal sampai Harun bisa memenuhkan lubang anus menantunya itu dengan penisnya.

Lubang itu seret namun nikmat karena lobang itu serasa vagina yang masih perawan. Harun pun memulai menggoyang keluar-masuk penisnya di lobang anus Latih sambil Latih nungging menghadap ke dinding kamar mandi.

Melihat pantat Latih yang bulet putih membuat Harun semakin sempoyongan menggenjot penisnya di lubang anus Latih. Sekali-sekali Harun menjulurkan kedua tangannya meremas tetek Latih.

“Seesttt… oohhh… Papp…pahh… ohh… ohh… ohhh… Papp… paa..aahh…” erang Latih merasa lubang anusnya ngilu bercampur nikmat digesek penis mertuanya yang keras.

Selanjutnya Harun mencabut penisnya. Latin diminta Harun memasukkan penisnya ke dalam mulut.

Harun kemudian mengocok penisnya di mulut Latih. Kocokan Harun bertahan tidak sampai 5 menit di mulut Latih, lalu Harun menyemburkan air maninya ke kerongkongan Latih.

Latih segera menelan cairan cinta mertuanya itu tanpa pikir panjang lagi. Setelah itu, Harun sudah tidak mendapat kesulitan menyetubuhi menantunya itu, karena menantunya sudah dianggap bini kedua oleh Harun.

Latih juga sudah jatuh cinta pada mertuanya yang mau memberikannya kenikmatan yang dibutuhkannya daripada Rianto yang lebih mementingkan pekerjaannya.

Akibatnya sebulan kemudian haid Latih berhenti, Harun yang kelabakan. Dulu kehamilian yang tidak diingini bisa digugurkan, sekarang mana bisa?

Setelah musyawarah keluarga yang melibatkan keluarga Latih, Rianto mau menerima kehamilan istrinya itu. Tetapi yang menyetubuhi Latih, tetap Harun.

Penis Harun memang penis ‘hoki (keberuntungan)’.