Hans Antoline

Part I : Kenangan

Ini cerita tentang diriku, cerita tentang bagaimana cara bangkit dari keterpurukan, menjalankan segala tanggung jawab dengan semua beban yang ada di pundakku. sangat berat tapi apa mau di kata, aku harus tetap melangkahkan kaki step by step untuk mencapai tujuan, tujuan yang mungkin bukan tujuanku. dan tetap tersenyum meski semua mencelaku, merendahkanku, dan memandangku sebelah mata karena semua ini hanya awal dari perjalananku.

Aku bukanlah keturunan asli dari keluarga yang kutinggali ini, aku hanya anak angkat yang di besarkan dari keluarga ini. aku juga tidak tau dimana kedua orang tuaku yang sebenarnya, mencari pun terasa percuma karena tidak ada satu pun informasi tentang mereka. 23 tahun yang lalu aku ditemukan oleh suster di sebuah gereja, saat umurku menginjak 2 tahun aku pun di adopsi oleh keluarga ini. kedua orang tua angkatku sangat baik kepadaku dan dengan tulus membesarkanku, karena aku adalah anak satu-satunya bagi mereka, tapi hal ini tidak berlaku bagi keluarga besar orang tuaku, mereka sangat membenciku karena aku hanyalah anak pungut.

Aku di ajarkan oleh orang tuaku untuk bersifat sederhana dan tidak berlebihan terhadap sesuatu, bersifatlah setenang mungkin dalam posisi sesulit apapun, selalu membumi saat di atas angin, dan satu hal lagi adalah tersenyumlah untuk menyamarkan perasaanmu. ajaran itulah yang selalu aku gunakan dalam kehidupanku sehari-hari sehingga orang-orang di sekitarku sangat menyukaikku, terutama lawan jenisku.

Memang benar kecakepan seseorang itu relatif tetapi bagi mereka aku termasuk orang yang cakep, terlebih lagi dengan sifatku yang menyenangkan secara tak langsung hal ini akan membangkitkan innerbeautyku. mungkin karena faktor inilah dia tertarik kepadaku dan ingin memilikiku, aku pun membiarkan dirinya masuk kedalam kehidupanku yang rumit ini walaupun aku sudah bicara jujur apa adanya tentang diriku tapi dia mau menerimaku, mungkin dia sudah dibutakan oleh cinta.

Sejak saat itu hari-hari kami pun terlihat menyenangkan, perlahan-lahan dia mampu membawa hatiku ke dalam jiwanya, kini aku pun mencintainya dengan sepenuh hati. itulah dirinya, seseorang yang telah memberikan suatu hal yang berbeda dan memberikan diriku sebuah warna baru dalam kehidupan ini, cinta yang berbeda dengan apa yang pernah aku rasakan. sentuhannya sangat lembut selembut awan dan senyumnya sangat sejuk sesejuk embun pagi, hal ini membuatku sangat nyaman berada di sampingnya, semua ini karena kita saling mencintai.

Aku pun mengukir kisah ini di setiap doa yang aku panjatkan kepada tuhan, semoga saja kita tetap di persatukan seperti ini untuk selamanya karena aku masih belum bisa menerima kenyataan kalau aku akan dipisahkan. harapan hanyalah sebuah harapan, yang harus kita lakukan hanya menyakininya dan memumpuknya agar bisa tumbuh subur menjadi sebuah keyakinan, aku sangat yakin dia ada untukku sekarang dan untuk masa depanku.

“hai sini.. lihat itu, indah bukan !”, ucapnya kepadaku dengan menunjuk sesuatu.

“yaa.. sangat indah !”, kataku dengan memperhatikan senyumannya.

“apa yang kau lihat.. itu, lihat itu !”, dengan dengan nada kegirangan sambil menunjuk ke langit.

“senyummu jauh lebih indah dari pelangi itu !”, ucapku penuh pujian.

“huft.. !”, ekspresi lucunya pun keluar.

Itulah segelintir kenangan tentang dirinya waktu kita masih remaja, aku tidak tau dimana aku dilahirkan tapi aku selalu merindukan kota ini, karena di kota inilah awal dari semua kisahku di mulai dan mungkin saja kisahku juga akan berakhir disini. tujuanku hanyalah satu yaitu selalu bersamanya dan membuatnya bahagia, semoga saja itu bisa terjadi.
Disudut kota ini aku dan dirinya selalu menghabiskan waktu bersama, kita sering membolos hanya untuk berdua-duaan di tempat ini, hujan rintik-rintik di tengah canda tawa kita membuat suasana kian terasa hangat walau tubuh terguyur tetesan air hujan. aku akan mengajaknya kemari sekali lagi, tempat dimana kita bisa mencurahkan semua keluh kesah kita.

“maaf tuan, orang tua anda memanggil anda ?”, perkataannya memotong lamunanku.

“terima kasih !”, ucapku.

“tuan, catatan anda ketinggalan ?”, terang pelayan itu.

“aku sudah tidak membutuhkannya, kau bisa membuangnya !”, ucapku.

Langkah kaki terasa sangat ringan dan angin pagi ini begitu sejuk sangat berbeda dari biasanya, aku mencium sebuah kenangan yang akan terukir kembali dalam kanvas hatiku. santun ku berujar dalam hati bahwa aku ingin kembali lagi ke kota itu, kota dimana dia berada dalam sebuah penantian akan diriku.

Aku pun memasuki ruangan keluarga dimana kedua orang tua ku sedang duduk dengan di temani secangkir teh hangat dan sebuah roti karamel, ku sapa mereka dengan ciuman hangat di pipi sebagai tanda penghormatanku akan kasih sayang mereka kepadaku.

“bagaimana hari ini mam ?”, ucapku santun.

“sangat menyenangkan hans !”, ucap mamaku.

“ohh.. ya ada apa memanggilku, apa yang bisa aku bantu ?”, tanyaku kepada orang tuaku.

“makanlah dulu hans.. dan ini ada sebuah tugas kecil dari kakekmu !”, ucap papa dengan memberiku surat.

“surat tentang apa nih pa.. ?”, tanyaku.

“kau baca saja.. ingat hans, aku dan mamamu tidak akan memaksamu untuk melakukannya, tentukan saja pilihanmu !”, tutur papaku.

“roti ini sangat lezat sekali.. sepertinya bukan berasal dari daerah sini !”, ucapku dengan memakan roti yang di hidangkan.

“kemarin pamanmu datang kesini membawakannya, dan dia juga membawakan surat itu untukmu !”, papar mamaku.

“kelihatannya mereka sangat berambisi sekali, hehehe… satu kemenangan masih belum cukup untuk mereka !”, ucapku.

“apa kau akan pergi hans ?”, tanya papaku.

“sepertinya aku akan menuruti kemauan mereka.. jika di biarkan ini akan berbahaya bagi kalian juga, hehehe.. aku hanya ingin kalian bahagia !”, ucapku.

“berhati-hatilah anakku.. kami akan merindukanmu !”, ucap mamaku.

“waah.. apakah paman cuma membawa sedikit saja roti ini, keterlaluan sekali dia !”, ucapku dengan candaan.

“hahaha.. sudah, makanlah kepunyaan mama jika kau belum kenyang !”, ujar mamaku.

“sepertinya kau tidak bisa menikmati thanskgiving bersama kami tahun ini !”, ucap papaku.

“hahaha.. aku akan berpura-pura pergi padahal tidak !”, ucapku dengan bercanda.

Gelak tawa mewarnai pembicaraan kami, semua terlihat sangat senang. aku pun tidak tau sampai kapan keadaan seperti ini akan terus berlanjut, yang aku tau sebentar lagi aku akan meninggalkan kedua orang tua ku. aku sangat mencintai keluarga munggil ini, sangat lucu dan sangat hangat lebih hangat dari api unggun yang ada di ruangan ini. sepertinya tidak hanya mereka yang akan merindukan suasana seperti ini, mungkin tetesan air mataku tak akan sanggup menghapus perasaan rinduku saat meninggalkan mereka.

Meninggalkan orang tuaku untuk kembali merajut cerita dengan kenanganku !

Next Part : Perpisahaan dan Pertemuan