Gairah Swinger Suamiku
Lama sudah aku berharap untuk menggairahkan kembali kehidupan sex keluarga kami. Aku sangat mencintai suamiku, dan keluargaku, dan aku tidak tega untuk mencari kepuasan sendiri. Aku ingin kepuasan sex-ku tercapai, namun kepuasan sex suami juga tercapai. Swinger adalah cara yang tepat pikirku, tapi aku tidak ingin ada affair yang terlibat didalamnya. Kami sering menonton film dewasa sebelum berhubungan sex. Berbagai hal sering kami saling komentar, dan semakin kemari video swinger lebih kerap untuk kami nikmati. Menggairahkan sekali melihat mereka bermain secara bergantian.
“Pah, papa mau nggak pijat-pijat betis salah satu ABG itu, pada capek loh mereka!” godaku ke suamiku ketika ia kedapatan lagi menatap beberapa gadis belia cantik yang sedang duduk istirahat habis jogging. Aku tahu ia lebih tertarik dengan ABG dari pada ibu-ibu muda yang sudah mulai menumpuk lemak seperti aku.
“Ah mama bisa aja, aku kan cuma sebatas melihat aja, lagian mana mungkinlah mereka mau dipijat sama om-om”, jawab suamiku yang aku anggap lucu.
“Yah pah, ABG sekarang banyak maunya, semuanya kan butuh biaya, uang jajan terbatas. Ada uang pasti gerak cepatlah mereka, haha…” aku sambungin candaan suamiku.
“Walah, aku pijat, abis itu aku bayar?” suamiku nanya dengan lugunya.
“Ya nggak lah pah, papa mijat paling sebentar, abis itu gantian papa dipijatin, abis itu terserah deh, soalnya papa ngelirik terus, hampir aja papa kesandung batu jalannya, haha..” candaku.
“Kalau mama yang pilihin aku mau, tapi mama harus ikut nonton ya, hayo…gimana…”
“Siap pah, hahaha…” jawabku sambil mendekati dan memagang lengannya, dan suamiku menanggapi dengan tertawa pula.
Itu adalah sepenggal pembicaraan kami ketika kami lari-lari pagi di GBK. Sabtu dan Minggu tempat ini memang selalu ramai dengan semua kalangan untuk olahraga. Terlepas dari seluruh pembicaraan kami yang tidak mungkin aku sebut dengan rinci, ini adalah satu sinyalemen baik bagiku untuk ajak suamiku cukcold. Tinggal aku mengatur rencana selanjutnya. Andre akan aku manfaatkan untuk rencanaku ini, dia harus bisa mencari seorang ABG cantik buat suamiku. Bocah ini matanya tidak pernah berkedip setiap kali aku berada didepannya. Bocah ini sudah dalam genggamanku, begitu selalu dalam benakku.
Ini adalah pertemuan keduaku dengan Andre di sebuah café. Kami cuma minum kopi dan sedikit snack, sama dengan pertemuan pertama. Cuma kali ini kami lebih banyak diskusi soal hobby, travelling, dll., tidak seperti pertemuan pertama yang selalu membahas masalah tagihan dan pekerjaan.
Andre orangnya agak kaku, atau mungkin dia masih grogi menghadapiku. Tapi aku tahu matanya selalu berusaha terus memperhatikan lekukan buah dadaku, leherku, lenganku, ketiakku, rambutku, dan sekali-sekali mataku. Aku coba untuk membuatnya lebih rileks, lalu aku kemudian bercerita masalah keluarga, masalah cari pacar, keseimbangan kesehatan, dan akhirnya terus kepada kesimbangan kebutuhan biologis, sampai akhirnya dia berani berkata: ”Pasti suami ibu betah di rumah ya, bisa kencan terus sama ibu” Aku merasa sudah semakin bisa mengendalikan Andre, aku membawa suasana perlahan-lahan, sehingga sampai kepada pernyataanku:
“Kamu harus cari gadis muda yang cantik buat suamiku juga ya, kirim fotonya, kalau suami saya setuju, baru kita rencanakan acara kita” perintahku kepada Andre.
“Baik bu, saya akan carikan yang terbaik yang mungkin pak Prio sukai, saya akan kirim beberapa pilihan, pasti deh bu” jawab Andre dengan semangat.
Setelah 3 kali Andre mengirim foto-foto kepadaku, (aku gak begitu peduli temannya atau dari mana), akhirnya pilihan suamiku, Prio, jatuh ke kiriman yang ke 2. Dia adalah Tina, mahasiswi semester ke lima di sebuah perguruan tinggi swasta. Usianya 22 tahun, tinggi 158 cm, BB 56 kg, kulit kuning langsat. Data-data dari Andre kok lengkap sekali ya. Dari 5 foto-foto Nita, menurutku Nita cantik, langsing dan bersih. “Loh, kenapa semua foto matanya disamarkan?” tanyaku pada Andre. Andre menjelaskan mereka semua pada malu. Ah, gak apalah pikirku, suamiku bisa juga kok pilih mana yang cocok buat dia. Kami berjanji untuk ketemu pertama dua hari memudian.
Sebelumnya suamiku bilang kita semua langsung ketemu aja untuk acara swinger ini, karna waktu kita semua pada susah. Aku bilang tidak, kita semua harus ketemu pertama dahulu, aku tidak mau suasana nanti menjadi terlalu kaku. “Walah, papa udah gak sabaran aja,” cetusku. Suamiku Cuma tersenyum saja.
Kami bertemu di sebuat restoran cepat saji, di kawasan Setia Budi. Aku beli makanan untuk berempat. Tina dan Andre datang kemudian. Aku perkenalkan Andre ke suamiku, dan Tina memperkenalkan diri juga kepadaku dan suamiku. Tina kelihatan sedikit lusuh, dia buru-buru katanya, sehabis kuliah langsung kemari. Kami berbicara masalah kegitan ekstra mahasiswa diluar kuliah, pengalaman kuliah masing masing, dll. Suasana cukup cair, dan setelah Kira-kira 45 menit, kami pulang.
Selanjutnya kami sepakat untuk ketemu hari Sabtu lusanya, jam 14:00, setelah makan siang. Semuanya tidak keberatan untuk kearah Pejaten.
Aku dan suamiku tiba duluan di sebuah condotel di kawasan Pejaten. Tempat ini sering kami pakai untuk staycation keluarga, karna kamarnya ada tiga, ada fasilitas kolam renang, fitness, spa, sauna, taman dan tempat bermain, dll. Nyaman sekali. Kami duduk di sofa panjang sambil berbicara cekikikan, kayaknya suamiku udah gak sabaran juga.
Bel pintu berbunyi, dan aku menuju pintu untuk membukanya. Aku persilakan Tina yang kelihatan cantik dan Andre untuk masuk. Tina kuarahkan untuk duduk di sofa panjang di samping suamiku, tempat aku tadi duduk. Andre duduk di kursi seberangnya, dan aku langsung ke dapur untuk mengambil air minum. Aku membawa 4 botol air minum, 4 gelas wine dan 1 botol wine, dan kuletakkan di meja. Kemudian aku duduk di kursi di samping Andre, berseberangan dengan suamiku. Aku persilakan mereka minum, dan aku menyuruh Andre untuk membuka dan menuangkan wine ke semua gelas.
“Oh maaf tante, Tina gak pernah minum wine”, ujar Tina.
“Yah, gak apa, biarin aja disitu” jawabku.
Suamiku memulai pembicaran, tadi lewat arah mana, apakah ada masalah di perjalanan, padahal mereka cuma 10 menit terlambat dari waktu yang kita jadwalkan.
Andre berbicara masalah perjalanannya yang macet, dan suamiku juga menjelaskan masalah kemacetan kami tadi. Tina berbicara masalah kegitan kuliahnya, tugas-tugasnya, dll. Setelah suamiku tiga kali menengguk wine, suasana semakin mencair. Aku lihat suamiku sudah mulai memegang-megang pundak Tina, sambil menasehati untuk tetap ikut menghadiri kuliah, walaupun kadang itu tidak diwajibkan.
Setelah kira-kira 20 menit ngobrol, suamiku menyambung, “Yo wes, santai aja, silakan istirahat dulu dikamar itu, dari tadi udah capek kan?” dia menunjuk ke kamar utama. “Ayo, kan udah pada makan ya?” tanyaku, yang kemudian dijawab sudah oleh Tina dan Andre. Memang kami sudah setuju untuk datang setelah makan siang.
Aku dan Andre masuk ke kamar utama, sementara Tina dan suamiku menuju kamar sebelah. Aku sempat melihat suamiku membawa kedua gelas wine ke kamar itu. Kami sudah sepakat agar pintu dibiarkan aja terbuka setengah, kita mengikuti bagaimana perkembangan selanjutnya nanti.
Aku langsung bersandar di sandaran tempat tidur dan Andre duduk di ujung tempat tidur. Andre mulai mengelus-elus betisku, sambil memuja-mujanya, kemudian menyingkap perlahan rokku, memasukkan tangannya dan mengelus-elus pahaku juga. Andre mulai agak santai bicara, sambil mengometari apartemen yang bagus dan bersih ini. Aku selalu menyahut apa yang dibahasnya.
”Kemarilah!”, aku menarik tangan Andre untuk segera bersandar disampingku. Ia segera bersandar sambil menanatap belahan dadaku dengan puas. Sepertinya dia tidak begitu sungkan lagi untuk menatapnya, bahkan kelihatan seperti hendak segera menerkamnya. Aku melhat matanya dengan tersenyum, aku tidak mengalihkan pandangan ke tempat alin.
“Bu Irma, lama sudah saya mengimpikan untuk menjamah dada ibu, saya sungguh tak percaya ini bisa terjadi sekarang” ujarnya sambil bergetar. Tangan kirinya meremas-remas buah dada kananku, dan tangan kanannya masuk diantara punggung dan sandaran tempat tidur. Aku lihat mukanya memerah dan aku merasa tangan kanannya sedikit gemetar. Aku coba untuk meringankan rasa groginya dengan mencium bibirnya, tapi mataku tidak bisa tertutup. Sejenak kemudianku lalu melepas kecupanku, tersenyum dan menatap wajah Andre. Andre malah memalingkan kepalanya kembali untuk menatap dadaku sambil memasukkan tangan kirinya ke balik behaku. Aku sedikit meneggakkan punggungku dari sandaran tempat tidur, dan Andre cepat memahami. Ia segera menarik resleting belakang gaun terusanku dan perlahan-lahan menarik gaunku hingga kebawah, menariknya terus dan akhirnya melepaskannya. Ia makin gemetar menatap tubuhku sekarang yang berbaring di ranjang dengan hanya menggunakan beha dan celana dalam.
”Ayo buka pakainmu semua” bisikku ke Andre, dan ia segera melucuti semua pakaiannya kecuali celana dalamnya dengan cepat. Aku melihat badan Andre yang tegap, dengan perut yang nyaris rata, dan dadanya yang berbulu tipis. Andre segera berbaring disamping kananku. Ia mulai dengan mencium leherku, ketiakku, dan tidak lama kemudian perlahan ia lalu membuka behaku. Dia menatap kedua buah dadaku dengan mata yang berbinar-binar, dan aku menundukkan kepala Andre untuk mengurangi ketegangannya. Ia lalu mengisap-isap pentil buah dada kiriku dan tangan kirinya meremas-remas buah dada kananku, kemudian ia mengisap-isap putting buah dada kananku, bergantian ke ketiak, leher dan kembali ke buah dada kiriku. “Pelan-pelan Andre” lirihku ketika ia meremas-remas dan menjilat-jilat buah dadaku. Kulit badanku terasa mengambang diatas dagingku, darahku terasa mengalir dengan lancar. Selang beberapa menit, aku semakin bergairah, tanganku meremas-remas pantat Andre, punggungnya yang padat. Pahaku pun semakin merasakan batang keras dibalik celana dalamnya.
Kini lidah Andre berpindah ke buah dada kananku, ia bergeser, lalu tangan kanannya mulai meraba-raba bagian luar celana dalamku. Aku merasakan kelembaban di celana dalamku. Setelah kira-kira sepuluh menit, aku sudah semakin bergairah, dan aku menurunkan celana dalamku, Andre membantu menariknya hingga celana dalamku terlepas dari ujung kaki-kakiku. Andre juga segera melepaskan celana dalamnya dan aku melihat batang keras itu berdiri tegak dengan sempurna. Andre menatap kemaluanku, lalu menatap wajahku. Aku lalu melipat sedikit kedua kakiku ke atas, dan Andre kembali menatap kemaluanku. Tanpa aba-aba ia segera membungkuk di depan pahaku dan kembali menatap kemaluanku. Tangan kanan dan kirinya menyingkap kedua pahaku, dan ia menundukkan kepalanya. Ya, ia menjilat-jilat kemaluanku dengan tekunnya. Aku menggeliat, mengangkat perutku dan merasakan sensasi yang luar biasa. Suamiku pernah melakukan ini pada awal-awal kami menikah, tapi tidak lagi setelah kelahiran anakku yang kedua.
Andre semakin menjulurkan lidahnya yang kencang ke dalam kemaluanku dan kedua tangannya berusaha terus untuk meremas-remas kedua buah dadaku. Kedua buah dadaku semakin mengencang. Aku merintih perlahan… ”papah…papah…” Kini badannku yang mulai bergetar, dan aku merasakan cairan kehangatan mulai mengalir di kemaluanku yang juga sudah bercampur dengan air liur Andre.
Aku menarik kedua tangan Andre, dan mengangguk, mengisyaratkan ke Andre untuk memasukkan kemaluannya. Andre segera memasukkan batang kemaluannya yang sudah lama keras dengan perlahan dan mulai menggeseknya perlahan dengan ritme teratur. Badanku semakin bergetar, kedua tanganku menggenggam keras seprai yang semakin berantakan. ”Ayo Andre, ayo Andre” desisku, dan Andre pun semakin kencang menggesek gesek kemaluannya. Kulihat otot-otot lengan dan perut Andre semakin mengencang, gagah sekali badannya, dan aku semakin bergetar dengan kerasnya. Andre terus menerus menggesekkannya, mengayun-ayunkan pantatnya. Kuat sekali tenaga anak muda ini. Setiap hantaman gesekan itu kurasakan nikmatnya sampai ke ujung kepalaku. Aku merintih terus hingga hampir mencapai klimaks, sampai akhirnya aku berteriak “Oh, oh, oh, papah..papah..papah, aku keluar…keluar..” lalu tubuhku kemudian perlahan lunglai dan terkapar. Andre melihat dan ikut merasakan tubuhku yang melemas, lunglai.
”Bu Irma tidak apa-apa?” Aku cuma menggeleng kepala dengan tersenyum, kemudian dengan perlahan Andre melepaskan batang kemaluannya dari kemaluanku. Ia sudah merasakan aku keluar, ketika kekejangan tubuhku mendadak sirna dan kemaluannya semakin basah didalam kemaluanku. Ya, cairan dari kemaluanku keluar dengan banyaknya.
Aku melihat batang kemaluan Andre masih keras, ia belum keluar, pikirku. “Cepat, cuci dulu” perintahku. “Baik bu” Ia segera ke kamar mandi.
Aku puas, lunglai dan lemas, benar-benar luar biasa anak muda ini memompaku, setiap genjotannya sangat aku nikmati. Aku tetap berbaring, dan masih membayangkan kemaluan Andre yang tetap keras, ia masih belum keluar, ia masih belum terpuaskan!
Sayup-sayup terdengar suara ranjang yang berisik dengan irama yang teratur di kamar sebelah dan suara suamiku yang mendesah-desah. Ya, aku kenal itu suara suamiku, Prio. Aku juga mendengar suara Tina terus merintih seperti orang yang disiksa dan kesakitan. Bukan, aku paham kalau Tina sedang menikmatinya. Bulu kudukku merinding, suamiku sedang menyetubuhi Tina, suamiku sedang bercinta denganTina…. Darahku mengalir dengan kencang, jantungku berdetak keras, mereka sedang bercinta dengan hebatnya. Tidak, aku tidak berani untuk menghampiri mereka, aku tidak mau mengganggu suamiku. Aku hanya membayangkan suamiku yang sedang menyetubuhi orang lain. Mataku menatap langit-langit, membayangkan kenikmatan Tina yang ditusuk-tusuk kemaluan suamiku.
Lamunanku tersentak ketika Andre sudah berada kembali di atas ranjang. Batang kemaluannya masih kulihat berdiri. Ia mengambil handuk, lalu mengusap semua peluhku, ketiakku, leherku, dadaku, perutku, Andre mengusapnya dengan perlahan. Dengan perlahan juga ia mengusap-usap kemaluanku yang masih basah. Aku masih sedikit tegang.
“Bu, ini masih merah merekah, dan punya saya pun masih keras!” sambal menatap mataku. Aku tersenyum, dan menarik Andre untuk memelukku. Badanku dan badan Andre menyatu dengan hangat. Aroma sabun di badannya sehabis mandi sungguh menyegarkanku. Aku mencium bibir Andre yang hangat. Tangannya kembali meremas-remas dengan perlahan buah dadaku. Sebentar saja, ia kembali mengisap-isap puting buah dadaku, kiri dan kanan, bergantian, hingga keduanya menonjol mengeras, lalu ketiakku. Andre memasukkan jarinya tengahnya ke kemaluanku, tapi aku segera mendorongnya. Ia mengerti, lalu mengarahkan kepalanya ke selangkanganku dan ia menjilat-jilat kembali kemaluanku, kedua pahaku dan kembali ke kemaluannku. Aku mulai merintih, tanganku menjambak perlahan rambut Andre dan memijat-mijat kepalanya, dan Andre semakin garang menjulurkan lidahnya semakin dalam ke kemaluanku. Aku sudah tak tahan, aku sudah ingin kemaluan Andre segera masuk kembali.
“Kita coba doggy kali ini?” Andre mangangguk. Ia memutar tubuhku dan aku membungkukkan badanku. Andre memasukkan dengan perlahan kemaluannya dari belakang, menggesek perlahan-lahan lalu menaikkan temponya. Aku merasakan tusukan yang mengarah ke ruang rahimku dengan nikmatnya. Aku membungkukkan punggungku ke arah perut, dan merasakan kemaluan Andre masuk semakin dalam dan dalam. Kedua tangan Andre meraih kedua buah dadaku dari samping, dan meremas-remasnya secara teratur. Andre menusukku semakin cepat dan cepat..
Oh…oh..oh..teriakku, mukaku kupendam di bantal sambil meringis. Aku memegang erat kedua ujung bantal, dan Andre pun semakin terengah-engah, kudengar suaranya mulai tertahan mengeras. Ia takut untuk berteriak. Aku merasakan otot-otot paha Andre semakin mengejang dan keras menabrak-nabrak pahaku, dan ia pun mulai merintih, ”bu Irma…bu Irma…aku sudah mau keluar…” Aku memutar perlahan pinggangku, aku merasakan kenikmatan luar biasa setiap kali aku memutar pinggangku, dan Andre semakin keras menusuk, merintih…”keluar…keluar… keluar” Aku semakin tegang dan kejang, dan “papah..papah..papah..”, kembali aku berteriak dan menutup mukaku di atas bantal, lalu crot…crot…crot…crot, Andre dan aku keluar bersamaan. Andre perlahan menarik kemaluannya yang sudah mulai melemas dari kemaluanku, dan kami terbaring bersama.