Digauli Oleh Pacarnya Teman Kantor
Sebuah suara terdengar dari sebelah meja kerjaku yang dipisahkan sebuah lorong tempat lemari arsip berada, terdengar suara yang sangat aku hafal dan begitu khasnya.
Suara tersebut adalah milik teman sekaligus staffku Ivana (26), aku melihatnya lewat jendela ruangan yang memisahkan ruangan kami.
Wajahnya terlihat sangat ceria sambil mengobrol manja dengan Hp berada dekat telinganya. Hingga akhirnya kedatanganku membuat ia terpaksa menjauhkan Hpnya dari telinganya untuk fokus mendengarkan permintaanku.
“Bagaimana bu?” ucapnya dengan sopan.
“Bu.. Ba.. Bu, emang aku ibumu, udah ngomongnya? Ayokk dah lapar nih, ke kantin yukk, nelpon aja..”
“Hehe, maaf teh.. maaf… ia.. ia..” ucapnya sambil kembali meletakkan Hpnya di dekat telinga “Ehh sayang.. ups, maksudnya nanti aku telepon lagi yah, si bos ngajak lunch nih.. oke.. byee..” ucapnya lagi yang terlihat salah tingkah karena kata “sayang” yang ia ucapkan.
“Dasar kamu.. buruan nikah sana, manggil sayang.. sayang..” ucapku yang memang sering bercanda ketus pada adik kampus sekalian bawahanku ini yang sekarang sudah menjadi teman akrabku di kantor 6 bulan belakangan.
“Yee teteh sirik amat.. maklum teh aku kan baru puber, hehehe.”
“Ihh udah gede juga… puber apaan?”
“Ia deh ngalah sama yang udah nikah, aku mah apa.”
“Ihh kamu mah.. ayok keburu jam makan siang selesai nih”
Aku Ruri Tiansyah dan juga Ivana kemudian melangkahkan kaki kami menuju sebuah kantin dekat dengan kantor pemerintahan tempat dimana kami berkerja untuk menyantap makan siang kami.
“Ehh teh, gimana kabar Aldi, nggak apa-apa dia sendirian sama pembantu di rumah.”
“Nggak kok.. udah biasa ini, mau 6 bulan sudah.“
“Kalau Mas Imran?” tanyanya yang membuatku ikut membayang sosok yang ia sebutkan itu.
“Yah begitulah, masih banyak proyek, lagian dia juga sibuk buat ujian Tesisnya.” ucapku yang kini membayangkan wajah suamiku, Imran (28).
“Aduh.. kok murung gitu si teh, maaf kalau pertanyaan Ivana buat teteh sedih, kangen yah ”
“Yah, begitulah Fa, namanya juga suami pasti dikangeninlah apa lagi jauhkan, kamu aja yang bedanya cuman kecamatan tiap hari telponan mesra-mesraan, apalagi teteh yang beda negara.”
“Ihh.. apaan sih teh.. jealous deh… kan sayang.. tapi bener juga sih teh, hehehe.”
Akhirnya obrolan kami sedikit terhenti karena pesanan makanan kami sudah datang di meja. 1 porsi nasi Ayam dan 1 porsi nasi Rendang khas padang serta 2 gelas es teh, membuat fokus kami yang asik bercerita buyar karena perut yang keroncongan.
Dengan lahapnya kami berdua menyantap makanan yang terasa begitu lezatnya hingga hanya menyisakan piring kosong dan juga gelas berisi es yang belum sempurna mencair.
“Wah emang kita udah lewat jam makan nih teh, ludes habis nih mah.” ucap Ivanadengan wajah cerianya.
“Yee.. gara-gara kamu asik nelponan kan kita jadi telat makan.”
“Hehehe.. ia juga teh.. masih 15 menit nih teh, nyantai dulu yah teh.”
“Ia.. ia.. makananya juga belum turun.”
Kami berdua akhirnya sedikit beristirahat di kantin yang ternyata masih ramai dengan para pengunjungnya dan membawa kami asik bercerita, terutama Ivana, ia asik curhat tentang kekasihnya yang bernama Denny, yang menurutnya tajir juga baik padanya, selain itu dari foto yang ia tunjukan Denny juga terlihat ganteng.
Yah cocoklah dengan Ivana yang memang juga cantik pintar dan pekerja keras. Meski hubungan mereka baru berjalan 2 bulan, namun terlihat keseriusan Deny yang rela menunggu Ivana pulang dan mengantarkannya.
“Aduh.. Va.. ini udah lewat sejam kita disini loh.” ucapku yang ternyata baru sadar jam makan siang sudah selesai 1 jam yang lalu.
“Masa sih teh.. ya.. ampun maaf teh, Ivana asik ngomong nggak sadar.”
Iia nih, teteh juga asik banget dengarin kamu cerita sini-sana sampai nggak sadar, ini juga pegawai nih pada belum masuk apa masih banyak mondar-mandir disini.”
“Maklum teh katanya si bos besar, Pak bupati lagi ke luar daerah.”
“Ia juga sih, tapi kerjaan kita numpuk nih, wah bisa telat pulang nih kita.”
“Ia juga yah.. aduh ayukk teh kita balik aja.”
Dan benar pekerjaan yang seharusnya bisa kami kerjakan ternyata terlambat membuat kami harus lembur untuk mengejar target. Karena bahan yang kami kerjakan ini keesokan harinya akan dipakai oleh Kepala dinas, sebagai bahan meeting bulanan bersama para kepala dinas lainnya.
“Aduh teh, maaf aku buat teteh ikut lembur juga bantuin aku.”
“Ia gpp Va, salah teteh juga nggak disiplin diri.”
“Aduh teh aku jadi nggak enak, kan Aldi pasti nunggu ini udah jam 6 loh.”
“Ow ia yah, aduh gimana yah.” aku yang baru sadar kalau pembantuku tadi minta ijin pulang duluan karena ada urusan keluarga.
“Ya udah teh, tinggalin aja biar Ivana yang kerjain sisanya nanti teteh bawa ini aja sebagian buat besok di kasi ke pak kepala.” ucap Ivana padaku yang sibuk mengecek HP menelpon ke rumahku sendiri.
“Assalamualaikum.. ia.. ohh syukurlah ini bentar lagi yah otw pulang, terima kasih yah mbak.” ucapku di Hp setelah tahu mbak yang menjaga Aldi menunda kepulangannya karena aku belum kunjung pulang.
Akhirnya aku membereskan berkas-berkas yang akan dipakai esok harinya setelah itu beranjak meninggalkan Ivana yang sendirian di sana, di kantor yang memang ruangannya sedikit terpisah dari ruangan utama, bahkan punya akses tersendiri di bagian belakang gedung sehingga kami para pegawai biasanya memarkir kendaraan di bagian belakang.
Gedung perkantoran pada jam segini memang sudah mulai sepi karena banyak yang juga sudah pulang, jarang banget ada yang lembur dan masih bekerja kecuali sudah sangat kepepet seperti aku dan Ivana tadi.
Saat aku berjalan menyusuri halaman belakang kantor, aku melihat sebuah mobil yang sering juga aku lihat menjemput Ivana, berada persis di samping mobilku dan terlihat sesosok pria yang sedang duduk menunggu di dalam mobil sambil kepulan asap keluar lewat jendela yang terbuka lebar.
“Ehh.. ibu udah selesai.”
“Ia.. mau jemput Ivana yah, waduh kasihan harus nunggu, paling 30 menit lagi Ivana selesai, ada sedikit kerjaan tadi.” ucapku menerangkan sambil membuka pintu dan memasukan berkas-berkas di jok sebelahnya.
“Ia gpp bu udah biasa.”
“Kamu setia sekali, ya udah yah.. saya pergi dulu” ucapku yang langsung masuk mobil dan tancap gas menuju rumahku.
Untungnya jalanan sore ini tak terlalu macet, yah karena tempatku bukan kota besar, serta jarak tempuh ke rumahku yang memang dekat membuat hanya 10 menit aku mengendarai mobil dan sudah sampai di rumahku. Aku bergegas masuk dan menemukan anakku sudah tertidur, di samping penjaganya yang terlihat lelah juga.
“Aduh maaf mbak saya harus ada kerjaan dadakan.”
“Ia gpp bu, udah dari tadi sih tidurnya, capek mungkin seharian mainan air di kolam.” ucap penjaganya sembari menunjuk kolam buatan dari karet yang berada di halaman belakang.
“Aduh mbak maaf yah, owh yah ini ada sedikit tip buat mbak..”
“Nggak usah bu, gpp, lagian nggak jadi juga kegiatan di rumah.”
“Aduh saya nggak enak mbak, anggap aja uang lembur, kan kita profesional, udah ambil aja yah.”
“Aduh jadi nggak enak saya bu.”
“Gpp, ini ambil.” ucapku sambil memberi sedikit tip pada pengasuh anakku ini karena memang pekerjaannya bagus dan juga cakap, lagian dia juga berhak mendapatkannya.
Melihat anakku yang terlelap, aku tak tega membangunkannya, sehingga hanya kecupan yang aku berikan, lalu aku teringat dengan berkas di mobil yang harus aku siapkan untuk besok, kakiku kemudian melangkah menuju mobilku.
“Ya ampun kok ini sih.. aduh salah nih.” ucapku sambil mencoba menghubungi nomor Ivana berkali-kali namun tak ada jawaban.
“Aduh, besok dipakai lagi.. gimana nih,,” ucapku yang kemudian sedikit termenung.
Akhirnya aku menuju kamarku menggendong anakku yang tertidur lelap, kemudian memasukannya dalam mobil dan membawanya bersamaku menuju kantorku kembali.
Aku tiba, suasana kantor sudah lumayan sepi namun aku masih menemukan mobil pacar Ivana di sana, tapi tidak dengan orangnya.
“Syukurlah mungkin masih beres-beres dia.” ucapku yang kemudian turun meninggalkan anaku sendirian di mobil menuju ruangan kantorku.
“Loh kok udah gelap yah… aduh cari lagi penjaganya nih.” ucapku yang ingin mencari penjaga gedung siapa tahu masih ada berkasnya dan tak dibawa oleh Ivana pulang.
Namun sebelum beranjak jauh, dari luar aku melihat ternyata pintu ruangan kantor sedikit terbuka sehingga kuputuskan untuk melihat dulu sekitar. Kebetulan tadi setelah pulang aku mengganti sepatu kerja dengan sendal yang aku gunakan sekarang sehingga kedatanganku sedikit bercampur dengan suasana hening.
Sesampainya di depan pintu, benar saja aku mendapatkan pintu sedikit terbuka dan dari dalam ada sedikit cahaya dari ruang arsip yang tak memiliki jendela. Memang dari luar tadi tak terlihat adanya cahaya dikarenakan terhalang oleh lemari yang menutupi ruangan tersebut.
Ruang arsip itu terletak persis di samping kiri (barat) ruangan kalau dari pintu masuk (selatan), dengan pintu ruang arsip yang menghadap pada arah matahari terbit, tempat dimana tadi aku berusaha melihat cahaya dari luar namun memang terhalangi oleh lemari besar disamping kanan pintu.
Dengan suasana yang sepi seperti ini dan gelap cukup aneh melihat keadaan kantor yang tak terkunci apalagi ruangan arsip masih menyala membuat rasa penasaranku timbul mendekati ruang tersebut.
Baru 2-3 langkah aku menuju ruang arsip yang pintunya ada di depan, ada suara aneh yang aku dengar dari dalam ruangan tersebut, membuat aku seketika memperlambat jalan dan seperti sudah insting, suara kakiku berusaha aku redam dengan jalan yang mengendap-endap.
Suara itu terdengar mulai lebih keras saat tubuhku mulai mendekat pada pintu ruang arsip yang terbuka. Wajahku berusaha melihat kearah dalam namun yang kulihat pertama adalah lemari arsip didepanku yang bersandar pada tembok. Yah ruang ini hanyalah ruangan berbentuk 7×2, sehingga apa yang aku lihat pertama adalah lemari. Wajahku berusaha untuk melihat kearah dalam lagi namun tubuhku berhenti seolah hanya mengijinkan wajahku untuk masuk.
Dan apa yang aku lihat sunggu di luar dugaan, dan ini menjelaskan asal muasal suara aneh yang sekarang semakin jelas di telingaku. Dengan mata dan kepalaku sendiri aku melihat Ivana tengah berdiri menyandarkan tubuhnya pada lemari besi di belakangnya, wajahnya seperti meringis melukiskan pesan berarti dengan mulut yang terbuka seperti menyebut huruf “O” dengan mata merem melek.
Suara aneh itu semakin terdengar bercampur dengan suara serak dari tenggorokan Ifa. Aku mengarahkan pandanganku ke arah bawah asal suara itu berada, namun yang aku lihat hanyalah meja yang menghalangi pandanganku pada sosok dibawah sana, ia berjongkok sambil kepalanya dan rambutnya diremas Ivana yang terlihat pasrah tubuh bagian bawahnya mengeluarkan suara aneh, suara becek yang khas..
“Astagfirullah.. Ivaa” ucapkan yang serak dan hampir tak keluar suara akibat shock kaget melihat kejadian didepan mata.
Bisa kulihat salah satu kaki Ivana ia angkat dan letakan pada kursi di depannya sedangkan roknya sudah terangkat hingga pinggulnya, di atas meja bahkan bisa kulihat celana dalam wanita berwarna putih tergeletak disana, celana dalam yang aku yakini adalah kepunyaan Ifa.
Tubuhku merinding melihat ini semua, sebuah sensasi yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, tubuhku terpaku disana sedikit memepetkan diri pada tepi pintu agar tak terlihat oleh Ivana yang nampaknya juga sedang menikmati permainan di bagian ke wanita nanya itu…
“ Cleckhh.. Clecckk.. Cleckk.. Slurpp.. “ bunyi suara-suara aneh yang terdengar jelas.
“Ssstt Oooww mmpptthh” desah pelan Ivana, dimana kedua tangannya berpindah beberapa kali dari menutup mulutnya dan meremas rambut dan kepala pria dibawah selangkangannya itu.
Ada sekitar 2 menit aku berada di depan pintu itu terpana dan terhipnotis disana, hingga akhirnya sebuah tangan dan tubuh merangkulku dari belakang dimana tangannya mengancing kedua tanganku yang sedang menekuk hingga aku tak bisa bergerak, tangan kanannya kemudian menutup mulutku berserta dua telapak tanganku yang memang sudah berada disana sejak tadi..
“Ssttt.. Bu jangan berisik ini Denny, “ ucap sosok yang berbisik pelan di belakang telingaku.
Aku tersentak lebih kaget lagi, segala macam rasa bercampur, marah, takut, gugup dan juga khawatir aku rasakan, bercampur membuatku binggung dan sensor motorikku seolah ikut bingung sehingga aku hanya terdiam saja dalam pelukan pria yang mengaku sebagai Denny pacar Ivana.
Pikiranku masih kalut, detak jantungku berdetak begitu cepatnya rasa-rasanya aku begitu lemas dalam pelukan pria yang begitu erat mendekapku ini..
“Ibu ngapain? Bukannya tadi sudah pulang?” tanya pria yang masih belum bisa aku lihat wajahnya itu.
“Arrrggggggghhhttt….”
Tiba-tiba terdengar erangan dan lenguhan suara di depan kami, sebuah suara yang keluar dari bibir mungil Ivana. Tubuh Ivana mengeliat menimbulkan suara berisik dari gesekan tubuhnya dengan lemari dibelakangnya itu.
Aku dan pria yang mendekapku sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya kami sedikit bersembunyi di balik tembok karena sosok dibawah tubuh Ivana bangkit dari tempatnya.
Dan kini aku bisa melihat sosok yang mendekapku sedari tadi karena posisi kami saat ini saling berhadapan, ia masih memepet tubuhku dan menutup mulutku dengan telapak tangannya, sedangkan kedua lenganku tertekuk dan ia tekan di area dadaku.
Pria ini yang sering aku lihat bersama Ivana, yang tadi juga sempat aku sapa sebelum pergi meninggalkan kantor, Pria yang tingginya kutaksir 180cm dan berbadan tegap ini adalah Denny pacar Ifa…
“Neng Ivana udah dapet yah? Sekarang gantian yah, nungging neng mau bapak masukin.” ucap pria tersebut.
“Tunggu pak.. Ivana basahin dulu..”
“Nggak usah neng, punya neng udah becek, bapak udah nggak tahan, mau ambil jatah dulu lagian kasihan pacar neng tungguin.” ucap pria tersebut.
Aku saat itu hanya tertegun mendengar ucapan pria yang sangat aku kenal suaranya itu, tanpa melihat pun dari suara berat pria tersebut aku cukup tahu kalau itu adalah Pak Yadi (44) seorang Kepala keamanan di gedung pemerintahan ini. Ia sering menyapaku dan berbincang bahkan dalam beberapa kesempatan ia pernah meminjam uang padaku.
“Ssshhhtt.. Ouuhhhh Pakkk.” desah Ivanayang terdengar seperti bergetar.
“Ouuhh nengg.” desah pak Yadi juga.
Karena desahan ini, nampaknya Denny terlihat penasaran dan menggeser tubuh serta kepalanya dan melihat ke dalam ruang arsip, dan karena posisi ini juga tubuh Denny semakin memepet tubuh kecilku.
“Ouhh pak.. Bentar.. Bentar.. Pak.. Jangan kencang-kencang yah pak.. Nanti memek Ivana lecet, pelan-pelan aja.”
“Ia neng maaf-maaf, habisnya udah nggak tahan neng, tapi kalau pelan-pelan entar lama keluarnya loh, nanti kalau pacar neng Ivana datang, malah kena karma, saya yang dipenjarain.”
“Bapak sih nggak sabaran, kan udah Ivana bilang besok aja.”
“Trus gimana dong neng, tanggung nih.”
“Udah nggak apa-apa pak lanjutin aja, Ivana tadi nyuruh pacar Ivana buat ngantarin berkas ke rumah Bu Puri paling 30-45 menit lagi baru sampai sini.”
Sebuah percakapan singkat yang dilakukan oleh Ivana dan Pak Yadi ini membuat aku semakin berpirkir kalau apa yang sedang mereka berdua lakukan ini tanpa ada unsur paksaan sedikitpun.
Tak seperti diriku saat ini, aku dipaksa untuk tetap diam dan tak bergerak oleh Denny bahkan tubuhnya dan tembok bekerja sama memepet tubuhku. Konsentrasiku disini mulai pecah antara mendengarkan percakapan Ivanadan menyeimbangkan serta mengendalikan tubuhku.
Karena apa yang aku rasakan saat ini sangat berbeda. Ada seorang pria bertubuh atletis dengan dada bidang dan aroma khas keringat lelaki sedang bersentuhan dengan tubuhku, meski masih berpakaian lengkap tapi entah mengapa membuat aku mulai tersengal.
Ada semacam hormon yang kemudian bereproduksi lebih membuat nafasku mulai berat dan tubuhku semakin sensitif. Hawa yang aku rasakan mulai berbeda, “Apakah ini ? Apa aku BIRAHI, ohh tidak…!! “ ucapku yang mulai merasakan nuansa berbeda yang terjadi dengan tubuhku, sangat sulit aku buat mengontrolnya.
Tubuhku diam terpaku, aku mencoba berkoordinasi antara otak dan tubuhku tapi nampaknya jalur sensorik di tubuhku lebih merespon otak tak sadarku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menyadarkan diriku dari semua ini, tapi malah sentuhan tangan Denny dan pepetan tubuhnya membuatku semakin terbawa arus.
“Ssstttt oouuhhh pakkk… masuk semua yah pak?” desah Ivana diselingin sebuah pertanyaan.
“Ia neng masuk semua, padahal kemarin nggak bisa yak.”
“Ssttt.. pelan2 aja pak jangan semua dimasukin.. Ivana takut pacar Ivana curiga kalau memek Ivana nggak seret lagi.”
“Heheh ia neng maaf-maaf.” ucap pak Yadi.
Suasana ruangan ini sekarang penuh dengan kebisingan dan kebisuan, bising oleh suara-suara desahan Ivana dan pak Yadi dan bisu oleh kehadiran aku dan Denny.
Ivana nampak menikmati permainan pelan Yadi yang mengenjot dirinya, entah dengan gaya apa, karena aku tak bisa melihat adegan mereka hanya Denny lah yang tahu mereka sedang seperti apa, tapi dari keberanian Denny menunjukan wajahnya semakin dalam aku berani bertaruh mereka berdua melakukan gaya yang membalikan badan pada pintu masuk.
Tubuhku semakin terpaku dan sensitif sejalan dengan permainan Ivana dan pak Yadi, dan sekarang aku tahu bukan aku saja yang birahi melainkan Denny juga. Walau tak bisa aku melihatnya namun bisa aku rasakan kalau perut atasku terganjal oleh sesuatu antara aku dan Denny yang semakin lama semakin mengeras.
Dadaku semakin naik turun berusaha mengatur nafas karena birahi yang ku alami oleh pendengaranku dan juga sentuhan Denny di tubuhku dari tangannya dan juga bagian tubuh yang mengeras itu.
“Sssstt oouhh yeaahh mmhhhpp ssttt…” desahan demi desahan yang keluar dari bibir Ivanadan juga pak Yadi telah menguasai ruangan kecil tersebut. Mungkin kalau bibirku tak ditahan oleh tangan Denny aku juga sudah mendesah seperti Ivana.
Karena tak kuat menahan birahi waktu itu aku menutup mataku, berusaha untuk fokus mengatur nafas dan juga pikiranku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan oleh gerakan Denny yang kemudian berbisik di telinga kiriku.
“Bu Puri kenapa? Kok tutup mata gitu” ucap Denny sangat pelan tapi bisa aku dengar di telingaku.
“Ibu terangsang yah dengar mereka?” ucap Denny yang mengetahui keadaanku.
“Ibu mau lihat ? Tapi jangan berisik yah nanti ketahuan kita disini.” ucap Denny sekali lagi tapi kini ia memegang kedua pinggulku dengan kedua tangannya membuat dekapannya terlepas di mulutku.
Kemudian dengan sebuah gerakan Denny membuatku berpindah dari yang tadinya bersandar di tembok berhadapan, sekarang aku menggantikan posisi Denny mengintip tadi dan akhirnya aku bisa melihat 2 sosok didepanku ini.
Sementara Denny begitu mepet dengan tubuhku mendekapku dari belakang dan kembali menutup mulutku dengan tangan kirinya namun kali ini kedua tanganku dibiarkannya bebas.
Ingin aku melepaskan diriku dari dekapannya namun sekali lagi aku tak sanggup karena memang Denny kali ini lebih erat mendekapku dan selain itu Denny juga membisikkan kalimat yang lebih pada sebuah ancaman.
“Ibu jangan berisik yah, nanti kita ketahuan ada disini.” ucap Denny sekali lagi.
Dengan keadaan ini, aku bisa melihat apa yang Ivana lakukan dengan pak Yadi, mereka dalam posisi berdiri, dengan salah satu kaki Ivana ia angkat dan letakan di atas kursi sedangkan ia sedikit mencondongkan setengah badanya kebelakang.
Rok panjang Ivana sudah terangkat hingga pinggulnya sehingga menunjukan bokongnya yang sudah tak ada lagi penutup disana sementara itu Pak yadi berdiri tepat di belakang Ivanadengan celananya yang sudah jatuh di lantai membuat tubuhnya telanjang.
Tangan Pak Yadi bisa kulihat tengah bermain pada buah dada Ivana yang sudah menggantung terbebas dari bajunya. Namun dari semua itu yang membuat tubuhku terdiam dan mataku menatap tajam adalah bagian bawah pak Yadi dan Ivana.
Terlihat penis yang gagah perkasa dengan ukuran diatas rata-rata berwarna hitam legam tengah menganjal vagina Ivana yang putih dan mulus itu sangat kontras terlihat.
Kedua insan tersebut tengah berpacu dalam nafsu birahi mereka, pinggul mereka saling bergoyang memberi kenikmatan pada kelamin masing-masing yang saling bersentuhan. Sementara mata mereka menutup meresapi setiap kenikmatan gesekan pada titik sensitif tubuh mereka tanpa sadar ada 4 pasang mata tengah melihat aksi mereka tersebut.
“Sstt ahh mmhhh ssshh aaahhh…” desah Ivana berusaha mengulum bibirnya agar tak terlalu berisik sementara itu tangannya ikut menemani tangan Pak Yadi yang meremas dan memainkan buah dadanya.
Sementara Pak Yadi nampak dengan pelan dan halus memaju mundurkan pinggulnya sesuai permintaan Ivanasehingga penisnya tak semuanya masuk dalam vagina Ifa.
Selagi menyaksikan apa yang terjadi dengan rekanku ini, sadar atau tidak tubuhku sudah sangat rapat dengan Denny, bahkan bisa kurasakan ganjalan di antara bokongku yang secara perlahan sengaja digerakkan.
Bahkan kepalaku kini sudah bersandar di dada Denny yang memang lebih tinggi dariku, sementara tangan Denny yang satunya serasa bermain mengelus perutku. Sesaat aku ingin keluar dari keadaan ini tapi sesaat aku seperti tak mampu melepaskan semua ini.
“Apa yang terjadi denganku ?”
“Apa aku menikmati perlakuan Denny ?”
“Ohh tidak, ini tidak boleh aku sudah bersuami, tapi..”
Sudah 6 bulan ini Mas Imran tak ada di sampingku, awalnya bulan pertama bisa aku sesuaikan dengan diriku tapi setelah itu nampaknya aku merindukannya, merindukan kasihnya dan merindukan sentuhannya.
Sebagai pelepas lara dan rindu sering aku menelponnya sampai berjam-jam selepas pulang kantor, namun 3 bulan belakang ini itu jarang kulakukan karena Mas Imran harus fokus pada project dan juga kuliahnya, aku jadi semakin jarang berkomunikasi dan hanya berkirim pesan lewat aplikasi WA.
Sebenarnya selain komunikasi kangen-kangenan dengar suaranya atau dengar suara anak kami atau melihat wajah kami ada satu hal yang membuatku sangat merindukannya. Yah.. Benar … “asupan biologis”.
Hal yang saat ini tak bisa lagi aku lakukan dengan suamiku. Biasanya aku sengaja menggodanya dengan mengirimkan foto2 ******* padanya dan tentu saja di akhiri dengan “phone sex” atau kalau memungkinkan kami melakukan “VC sex”..
Namun seperti yang kubilang tadi selama 3 bulan ini kami sudah tak sering melakukan itu, paling seminggu sekali, yah kesibukan dan perbedaan waktulah yang menjadi kendalanya.
Aku sendiri bisa dibilang seorang wanita dengan birahi seks yang cukup besar dan itu sudah diketahui suamiku sejak awal kami pacaran, bahkan bisa dibilang dialah yang membuatku seperti sekarang ini.
Ditinggal sendiri seperti ini seakan sedang menumpuk bom waktu yang tak tahu kapan akan meledaknya. Dan nampaknya bom waktu ini sedang berjalan semakin mendekati waktu ledakannya.
“Tapi kenapa dengan tubuhku yang tak bisa diajak kerja sama.” ucapkan dalam hati.
Tubuhku sepertinya semakin dikuasa birahi, sentuhan dan perilaku Denny semakin membuat getaran2 dan sengatan2 kecil menjalani di tubuhku..
“Ssttt…” desisku perlahan yang langsung berusaha aku tutup dengan tangan kiriku. Sementara tangan kananku berusaha menangkap sumber gerakan yang membuatku mendesis.
Karena terbawa suasana, aku sampai tak sadar dekapan Denny di mulutku sudah sedari tadi terlepas, sehingga harus aku tutupi dengan tangan kiriku, sedangkan tangan kanan Denny yang tadi berada di pinggulku kini sudah berpindah tepat diatas payudara kananku, dimana ia meremas dari luar baju kantor yang masih kukenakan.
Tangan Denny terasa memenuh hampir seluruh sisi payudara kananku dimana bentuknya semakin membesar setelah aku melahirkan dan menyusui.
Aku cukup susah mensinkronkan mulut dengan otak agar menyuruh Denny berhenti, mulutku serasa kaku takut akan suara aneh yang keluar dan takut akan kebisingan yang mengakibatkan keberadaan kami diketahui.
Hanya tangan kananku saja yang masih berusaha menyingkirkan tangan Denny, walau usahaku sia-sia karena Denny yang sepertinya kelebihan hormon pertumbuhan itu dan mengakibatkan tepalak tangannya 2 kali lebih besar dari telapak tanganku, tetap meremas payudaraku dengan perlahan.
“Awww mmmptth” Belum habis keterkejutanku dengan perlakuan Denny, aku dibuatnya sedikit berisik lagi, untung saja aku sempat dan cepat menutup rapat mulutku dengan tangan kiriku.
Tangan kiri Denny kali ini lebih berani menjamah tubuhku, kali ini ia menekan bagian depan selangkanganku dari luar dengan jemarinya membuat aku merasakan sentuhan di titik sensitif lainnya.
Spontan aku ingin menghindar dari perbuatan Denny yang satu ini tapi gerakan menghindar ke belakang malah membuat bokongku semakin merasakan ganjalan di belakangku serta sentuhan baru di depan.
Berada di posisi ini dengan bagian sensitif disentuh membuat wanita siapa saja pasti akan birahi, begitu juga denganku, nafasku semakin memburu, produksi kelenjar semakin bertambah membuat basah bukan saja bagian bawah tapi juga hampir seluruh tubuhku termasuk telapak tanganku.
Mataku mulai sayu, kaki-kakiku seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri lebih lama dan tentu saja ini semua karena sentuhan-sentuhan yang kuterima ditambah lagi suara-suara dan adegan-adengan Ivanadan pak Yadi di depan kami.
Tekanan jemari Denny semakin kuat di daerah selangkanganku meski sekuat tenaga aku berusaha mengapit kakiku. Tubuhku hampir tak kuat lagi, sehingga tangan kiriku turun dan menghalau tangan Denny.
“Jaaanggannn!” ucapku pelan, lirih dan seakan bergetar tepat di telinga kanan Denny, dimana kepalanya kini semakin menunduk dan ia letakan di bahu kiriku.
“Ibu terangsang yah liat mereka?” ucap Denny yang seakan tak nyambung dengan konteks yang aku ucapkan.
Aku sedikit lega, karena setelah itu tangan Denny berhenti menekan selangkanganku, tapi beberapa saat kemudian ia malah menggapai payudara kiri ku, sehingga kedua payudaraku dari luar sudah disentuhnya.
“Jangaann dibuka…” ucapku kembali lirih saat tahu tangan Denny ingin membuka kancing didepan dadaku..
“Udah ibu diam aja, nanti ketahuan loh.” ucapnya sambil berhenti sejenak. Namun kembali ia lanjutkan membuka kancing bajuku hingga 2 kancing teratas berhasil lolos.
Denny terlihat terburu-buru dengan aksinya namun ia berhasil menyentuh kulit payudaraku dan menyusupkan tangannya ke dalam bra dan menyingkapkannya sehingga payudara kiriku sudah berada diluar bra dan bajuku. Denny langsung saja menyentuh puting payudaraku yang berwarna coklat kemerahan itu dan diplintirnya.
“Sstt.. Jangannnnn…” ucapku dengan suara yang serak-serak akibat menahan cairan di tenggorokan yang kering.
Denny tak menggubris ucapanku bahkan setelah ia berhasil meloloskan payudara kiriku kini ia juga sudah berhasil meloloskan yang kanan dan memainkan serta memlintir kedua puting payudaraku.
Berada di posisi ini nampaknya, ledakan bom waktu sudah berada pada detik terakhir. Saat aku sudah tak bisa lagi mengontrol tubuhku tanganku yang seharusnya menghalau pergerakan tangannya malah hanya diam tak bertenaga..
Pinggul dan bokongku juga, meski sudah tak ada lagi tekanan dari depan tapi tetap menekan ke arah belakang. Sampai saat dimana wajah Denny akan turun dan menikmati buah kembarku, bom waktuku akhirnya meledak.
“Denny… Jangaaann.. Aku bisa mendesah nanti.. Jangan disini.. Di luar saja kalau kamu mau..“ ucap ku menahan kepalanya dimana lidahnya sudah menjilati sedikit buah dadaku namun belum sampai pada putingnya. Tapi nampaknya Denny tak menggubris..
“Diluar aja.. Jangan disini.” ucapkan sekali lagi dengan mata sayu bertatapan dengan Denny.
“Oke diluar saja yah..” ucapnya mengiyakan permintaanku.
Aku antara lega dan kuatir, ucapanku ini memang menghentikan aksi Denny yang pasti akan membuat kami ketahuan karena desahanku, tapi juga ucapanku ini membawaku ke aksi Denny yang lainnya.
Belum lama aku banyak berpikir, aku sudah dikagetkan dengan tubuhku yang tiba-tiba melayang, untungnya aku tak bersuara karena aksi Denny yang mengendong tubuhku secara tiba-tiba.
Nampak tak ada kesulitan yang berarti bagi dia membopong tubuhku melewati lorong kantor tersebut, melewati pintu dan terus membawaku menuju mobil milikya yang terparkir di sebelah mobilku..
Tanpa menurunkanku ia menendang kolong mobil miliknya sehingga bagasi belakangnya otomatis terbuka, kemudian ia memasukanku ke dalam bagasi mendudukkanku kemudian menekan sebuah tombol hingga kursi penumpang di belakangku terjatuh.
Denny terlihat tergesa-gesa ia ingin langsung membuatku terlentang diatas kursi yang sudah rata dengan bagasi belakang. Namun rentang waktu dan jarak antara dari dalam kantor dengan mobil cukup membuat aku sedikit tersadar.
“Tunggu dulu, aku ini wanita sudah bersuami Den.” ucapku berusaha memasukan kembali payudaraku yang di tatap Denny dengan mata mesumnya.
“Sudahlah bu, aku tahu itu kok, dan suami ibu nggak bisa memenuhi kebutuhan ibu kan? Buktinya ibu menikmati sentuhan-sentuhanku..” ucapnya yang membuatku sedikit terdiam.
“Sama sekali tidak, aku..” ucapkan belum selesai.
“Sudah bu.. Kita sama-sama tahu kok.. Jangan muna dehhh.” ucapnya sambil masuk dalam mobil, aku lalu reflek memundurkan tubuhku karena posisi Denny mendekat dan mendesakku mundur.
Nampaknya ini yang ia inginkan karena setelah itu ia menutup bagasi mobil dengan sebuah tombol dan otomatis secara perlahan pintu bagasi tertutup. Aku yang terpojok tak bisa berbuat apa-apa lagi ketika tubuh Denny menerkamku dan dengan beringasnya ia mulai membuka satu persatu kancing bajuku.
“Jangan. aku bisa teriak loh..”
“Udahlah bu jangan ngelawan, ibu sendirikan yang minta diluar, lagian kalau mau teriak harusnya udah dari tadi.. Satu lagi bu, kalaupun ibu teriak nggak ada yang dengar, ingatkan si satpam Yadi ? Dia lagi asik ngentotin pacarku di dalam.”
Ucapan Denny membuatku terdiam sesaat dan ketika ia beraksi lagi ingin melucuti pakaianku aku kemudian kembali menahannya.. Membuat ia menjadi sedikit emosi dengan nada yang sedikit meninggal namun tak membentak.
“Apa lagi sih bu.. Kalau ibu banyak nahannya makin lama kita, kalau lama bisa ketahuan kita, kalau ketahuan mau ibu kayak Ivana di entotin tuh satpam.” ucap Denny dengan cepatnya membuatku jadi binggung..
“Maksud kamu apa? ”
“Ya ampun bu.. Ngak mungkin kan Ivana mau sama tuh satpam tanpa ada alasan, gini.gini yah.” ucapnya sedikit menjelaskan.
“3 minggu lalu aku dan Ivana ketahuan berbuat mesum di kantor, trus sama si Yadi dibawa ke kantornya ternyata dia sudah 3 kali mergoki kami, cuman kali ini aja dia berani sama kami karena punya videonya yang ia rekam. biar damai akhirnya kami kasi dia uang, ditukar sama Hpnya, cuman nggak tahu kenapa tuh bangsat bisa ngentotin Ifa, aku curiga dia punya rekaman lainnya.. “ Ucap Denny menjelaskan.
Belum sempat aku mencerna kata-kata Denny, ia sudah menyergapku dan kembali melucuti bagian dadaku sehingga payudaraku kembali mencuat di matanya, posisi Denny sudah menindihku di atas mobil yang sempit ini, ia duduk mengangkang di atas perutku dimana kakiku sedikit tertekuk karena space mobil yang tak terlalu panjang.
“Aahhhh” desahku lirih, saat Denny berhasil menggapai putingku dengan bibirnya.
Terasa permainan lidah Denny pada puting kananku yang kemudian di sedotnya secara terus menerus setelah merasakan keanehan.
“Wwah bu.. Masih ada asinya yah ?” ucap Denny setelah selesai menyedot sedikit asi payudara kananku, ia melihatku dengan tatapan takjub, sedangkan dengan sayu aku menatapnya melalui bantuan cahaya dari luar yang sangat sedikit.
“Ahhhh…” desahku lagi saat Denny kembali menunduk dan mengeyot puting kiriku.
Aku yang tadinya sempat turun birahinya kembali dibuat meninggi oleh Denny, permainan lidah dan jemari di kedua puting payudaraku membuat aku kembali terbang dalam birahi. Tanpa sadar aku sudah berada dalam kuasa Denny. Tanganku yang tadi menahan tubuh Denny malah sekarang merangkul dan meremas lembut rambut kepala Denny yang bekerja mengenyot menikmati cairan Asiku.
Kepalanya berpindah kiri dan kanan mencari cairan-cairan putih di antara 2 gunung kembar ku dimana biasanya anakku Aldi yang berusia 1,5 tahunlah yang berada disana. Ada perbedaan antara kenyotan anakku dan Denny, terasa lembut kenyotan pria dewasa ini dibanding anakku dan terkadang aku merasakan gigitan2 halus yang membangkitkan birahi dibanding gigitan2 menyakitkan yang biasa aku terima kala menyusui aldi.
Dan semua ini mengingatkanku kembali akan suamiku yang juga beberapa bulan yang lalu pernah beberapa kali “mencuri” Asi makanan anaknya saat kami berhubungan badan.
“Luar biasa.. Baru pertama kali aku merasakan wanita ber-Asi, ternyata tak buruk juga yah?” ucap Denny kembali menatapku setelah lama beroperasi di gunung kembarku.
Tenggorokannya terlihat naik turun menelan Asi yang ia sedot, sementara kedua tangannya kembali memainkan puting payudaraku yang sudah menegang dan membesar seukuran jari.
Mata sayuku seketika terbuka saat kembali kepala Denny turun, namun kali ini bukan payudaraku yang ia incar melainkan bibirku yang ia incar dan lumat. Sedikit aku terkaget tak menyangka ia akan memangut bibirku, mencari dan menyedot bibir atas dan bawahku, kemudian berusaha memasukan lidahnya ke dalam.
Aku sedikit melawan dan berpaling tapi Denny tetap gencar dengan aksinya, ia terus menerus menyerang bibirku hingga akhirnya bisa ia dapatkan, kemudian ia berusaha lebih dalam lagi memasukan lidahnya.
Awalnya aku sedikit melawan namun seiring waktu dan kebringasan Denny melahap bibirku akhirnya aku kalah dibuatnya, mulutku terbuka dan seketika itu juga benda lunak itu menyerang masuk ke dalam dan menjajal lidah dan juga rongga mulutku, begitu liar dan beringas. Mas imran saja tak pernah seperti ini padaku. Karena biasanya aku yang bertindak seperti ini pada suamiku, lalu kali ini ada pria lain yang bertindak liar akan diriku.
Aku di-drive sehingga tak terasa aku sedikit membalas pangutan liar Denny dengan mengerjai lidahku yang diajak bergerak oleh lidah Denny sedari tadi dan seperti yang diharapkannya akhirnya kami bertempur lidah dan pagutan serta bertukar liur.
Udara semakin panas begitu juga pagutan kami, aku seakan kehilangan akal kalau pria yang sedang kulayani pagutannya bukanlah suamiku. Bahkan aku tak menyadari kalau Denny sudah tak lagi menindihku dan tangannya sudah tak lagi memainkan puting ku.
Bahkan aku secara reflek mengangkat pinggul dan bokongku saat aku rasakan ada yang menyentuh bagian lain di tubuhku, seakan menyambutnya. Entah sejak kapan? Tapi yang kurasakan adalah telapak tangan Denny sudah berada diatas selangkanganku yang terbuka lebar dengan rok yang sudah tersingkap. Dimana tangannya sudah menyusup ke dalam celana dalam yang masih aku kenakan.
“Mmmppppttt…” desah yang terhalang pangutan panas antara aku dan Denny.
Jemari Denny ternyata sudah bermain di atas vaginaku tanpa terhalang apapun, kulit jarinya menyentuh kulitku dan menggesek-gesek vaginaku serta memainkan klitorisku. Tubuhku seakan sudah dikuasai oleh sentuhan2 Denny.
Aku merasakan bagaimana jemarinya yang mulai masuk ke dalam vaginaku dan bermain di sana mengorek isi dalamnya sembari kami terus berpangutan dan menghisap satu sama lain. Namun Denny tak terlalu lama memainkan vaginaku yang sudah basah ini, tak selama ketika ia menikmati menyusu di gunung kembarku.
“Sssstt ahhh.” desahku saat pangutan kamu terlepas dan Denny dengan cepat berpindah di depanku.
Aku masih menarik nafas ketika Denny menarik celana dalam ku hingga sampai di lututku. Aku berusaha sadar membuka mata yang tadi tertutup akibat pangutan dan rangsangan Denny. Aku melihatnya kini sudah berada di depanku dan tak lama kemudian aku merasakan sentuhan benda asing yang bukan jemari Denny berada tepat di pintu masuk vaginaku.
“Tungguu..” teriakku. Menahan pergerakan Denny, ketika tahu yang di depan itu adalah penis Denny, entah sejak kapan ia membuka resleting dan mengeluarkan pusakanya itu.
Denny terlihat kaget ketika teriakanku menjadi nyaring, Ia menatapku.. Wajahnya seloah melukiskan banyak tanya… Namun ia kembali tersenyum sesaat.
“Tunggu bentar den.. Jangan masukin dulu.”
“Aaarrrgghhhhhh” desahku saat belum selesai berbicara namun Denny sudah melesatkan penisnya masuk.
Aku bisa merasakan desakan benda asing yang masuk dengan cepatnya tanpa halangan dibantu cairan pelumasku. Panas dingin aku rasakan menyelimuti tubuhku, kepalaku tiba-tiba seperti sangat ringan dan kemudian tiba-tiba sangat berat. Kekuatan di lengan dan kakiku juga seketika menghilang seiring tubuhku yang mulai bergoyang-goyang.
Di depanku sosok pria yang bukan suamiku, pria yang tak begitu aku kenal, bahkan baru beberapa kali saja aku berpapasan dan berjabat tangan dengan dia, selebihnya hanya cerita-cerita yang di kumandangkan pacarnya alias Ivanarekan kerjaku saja sehingga aku mengenal sosok ini.
Sosok yang adalah sumber kebingunganku, sumber semua rasa aneh di tubuhku oleh karena perbuatannya sekarang, perbuatan yang seharusnya hanya di lakukan oleh sepasang suami istri.
Aku hanya bisa menatap sayu wajahnya yang tengah menikmati setiap moment yang ia lakukan sambil merapatkan bibir dan tangan menutup mulutku yang suka bawel saat berada di keadaan seperti ini.
Keadaan dimana kelamin pria dan wanita bertemu, keadaan yang akan menimbulkan rasa nikmat tak terlukiskan. Rasa yang sudah 6 bulan ini tak aku dapatkan dan semakin hari semakin menggebu-gebu, hingga terjadilah seperti ini.
Kedua kakiku tertekuk dibuatnya dalam posisi rapat dan diletakan di atas pundak kirinya dimana betis kakiku yang menganjal disana, sementara kedua tangannya menahan dan memeluk kedua kakiku agar tak terlepas. Pinggulnya bergerak, mulai ia percepat seiring dengan hujaman-hujaman kenikmatan yang mulai aku rasakan nikmatnya.
“Plak..plakk..plakk..” bunyi dibawah sana.
“Ouuhh bu.. Nikmatnya.. Padahal udah pernah lahiran.. Masih nge-grip gini..” ucap Denny sambil terus “bergoyang”.
Kedua kakiku kemudian ia pisah dan lebarkan, setelah sebelumnya melolosi celana dalam dari tubuhku yang masih bertenggar di sana, kedua kakiku kemudian masing-masing ia letakan di pundaknya, sambil tersenyum ia berucap.
“Uhh.. Gini aja yah.. Kalau kayak tadi jepitannya kerasa banget, hampir keluar aku” ucap Denny sambil sedikit ia menarik napas dan berhenti menggoyangkan pinggulnya.
Ketika Denny berhenti barulah aku bisa tahu dan merasakan ukuran penisnya yang jujur lebih gede dan panjang dibanding punya suami.
“Sssttt ahhh.. Mmppttt…” desahku yang kemudian sedikit aku tahan dengan mengulum bibir ku.
Denny hanya bergoyang kecil namun ia mulai menyentuh klitorisku dengan jempolnya dan memainkan serta meremas puting payudaraku sehingga aku mendesah karena titik sensitifku diserang bersamaan.
“Enak yah bu diginiin..? Sampai mendesah gitu.” ucap Denny menggodaku sambil mulai bergoyang pelan dan kembali memainkan jemarinya..
“Jangan ditutup dong mulutnya, kalau mau mendesah, mendesah aja bu.. “ ucap Denny sambil menarik kedua tanganku dari mulutku.
Aku masih tetap mengulum bibirku berusaha agar tak mendesah, karena kalau aku mendesah sama saja artinya aku menikmati ini semua. Namun nampaknya Denny tak kehilangan akal untuk membuatku takluk.
Ia yang hanya bergoyang pelan kemudian aku rasakan menarik penisnya sedikit lebih jauh hingga hampir keluar namun kembali ia masukan dari lewatkan kedalam hingga mentok dengan sekali hentakan..
“Plakkk….” bunyi peraduan selangkangan kami.
“Ouuuggggghhh.” suara desah yang aku keluarkan lebih ke arah perih karena hentakannya itu aku rasakan mentok mengenai rahimku.
“Sudah bu nggak usah jaim.. Nikmati aja.. Kalau mau desah, desah aja.. Nikmat ini.. udah terlanjur juga.” ucap Denny lalu kemudian ia mulai bergoyang kembali dengan tempo yang mulai cepat..
“Gimana nikmat kan.. Apa diginiin?” ucap Denny yang kemudian menurunkan badannya mendekati ku sehingga kedua kakiku jatuh tak lagi di pundaknya.
Denny yang kini berada di atasku lalu meremas dan memainkan puting payudaraku dan seketika aku merasakan sebuah hisapan kembali terjadi di putingku..
“Sshh ahh mhh ahhh.” desahku kali ini tak tertahankan..
“Oohh di kenyot dulu nih baru mau ngedesah.” ucap Denny yang nampak menemukan kelemahanku..
“dahh.. Ssssttthh ahh jangan…. Mmmmpptt ahhh ssstthh ahhh uhhhh..” desahku semakin menjadi-jadi karena Denny begitu lihai berpindah mengentot dan menghisap puting kiri dan kananku..
“Aahh gimna enakan gini kan bu.. Btw asinya tambah banyak aja, jadi nggak haus lagi nih..”
“Sstt ahhh.. Ouggh udah jangan.. Ahh sstt…” ucapkan yang tak tahu lagi apa yang aku ucapkan saking nikmat diperlakukan Denny.
Tanpa sadar aku merangkul kepala Denny yang asik beroperasi di kedua payudaraku dan melingkarkan kakiku erat di pinggulnya sementara ia terus mengenjotku, desahanku pun semakin keras dan tak terkontrol..
“Ouhh mmhh ahhh sstt ahh aku.. aku…. Akuu mauu…” ucapkan terbata-bata..
“Aaaaaarrrggghhhttt….” sebuah lenguhan panjang aku keluarkan seiring bergetarnya tubuhku dan keluarnya cairan cinta dariku yang menandakan aku sudah menggapai orgasmeku..
Denny sendiri nampaknya mengerti dengan apa yang aku alami sehingga ia memberi ruang dan menghentikan genjotannya. Kepalaku saat itu sangat ringan dan juga terasa tulang-tulang di tubuhku seperti terlepas dari sendi-sendinya..
Sebuah orgasme yang aku dapatkan, sungguh luar biasa meski dalam situasi yang tak aku inginkan.. Nafasku masih memburu namun perlahan mulai mereda..
“Uhhh bu.. Nikmat banget emootannya.. Aku mau keluar juga nih… Kalau ibu gini terus aku bisa keluar di dalam loh.” ucap Denny berbisik hingga menyadarkanku.
“Jangan.. Jangan didalam Denn.. Diluar.. Aku sedang subur..” ucapku sedikit sadar walau masih memejamkan mata.
“Gimana mau di luar bu.. Ibu aja dudukin saya.. Nggak bisa gerak nih..” ucap Denny yang akhirnya membuat aku membuka mata.
Aku sedikit terkejut karena posisiku saat ini merangkulnya erat sembari tubuhku tegak menduduki tubuh Denny, sejak kapan? Kenapa aku tak sadar..
Tapi benar kata Denny kalau dalam posisi ini ia tak bisa menarik penisnya keluar.. Akhirnya aku sedikit mengangkat pinggulku dibantu dengan Denny karena kekuatanku masih belum pulih.
Setelah itu akhirnya Denny menarik penisnya keluar dari vaginaku lalu ia mulai mengocok penisnya dan kemudian..
“Ahhhhh…..” desah Denny juga sedikit bergetar.
“Crott..crott.. Crott…” Denny terlihat sudah menembakan pejunya.
Yah benar.. Peju Denny benar2 terlihat.. Terlihat melayang diantara sela2 tubuh kami, muncrat kemana-mana terutama mengenai bajuku dan atap mobil saking kuatnya semprotan itu..
Untung saja aku sempat menarik tubuhku, berpindah sebelum ia memuncratkan pejunya, kalau tidak dengan semprotan seperti itu bisa saja langsung mencapai rahimku..
Aku sedikit tertegun ketika dalam posisi ini membuatku harus melihat tubuh bagian bawah Denny, penis Denny yang baru saja mengalami ejakulasi terlihat penuh di tangannya..
“Gede.” celetukku dalam hati ketika pertama kali dengan mata melihat penis Denny.
“Maaf bu muncrat kemana-mana.” ucap Denny yang kemudian bergerak ke depan mengambil tissu dari dasboardnya lalu berusaha membersihkan sisa-sisa peju di bajuku dan langit2 mobilnya dan sedikit di hijabku.
Aku saat itu hanya terdiam sambil berusaha mencari dalamanku dan menutup kembali kancing baju dan bra yang memang sengaja aku beli dengan model memudahkan untuk di buka dari depan, karena aku masih menyusui anak ku yang berumur 1,5 tahun itu..
“ini bu dalemannya.. Makasih yah.” ucap Denny sambil menyerahkan dalamenku.
Aku tak menjawabnya hanya meraih dalemanku kemudian tanpa memakainya aku menurunkan rokku yang tadi disingkap Denny hingga pinggul ku. Denny sendiri lalu kemudian membuka pintu belakang mobil sehingga dinginnya udara kembali menyegarkanku yang basah oleh keringat akibat permainan singkat kami..
“Mau langsung pulang yah bu.. Ini berkas nya yang tadi dititip.” ucap Denny ketika melihatku masuk dalam mobilku..
Masih tanpa suara aku tak menggubrisnya karena kesadaranku sudah pulih benar, aku hanya mengambil berkas itu kemudian membawa mobil ini keluar dari kantorku dimana anakku Aldi masih terlelap di kursi depan… Begitulah malam tak terduga yang aku alami….