Di Pojok Sekolah

Sejak remaja aku sudah mengenal seks, bahkan pada masa masa sma aku sudah secara aktif berhubungan sex dengan berganti ganti pasangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa si karen bisa di ‘Pake’.

Ah aku tidak perduli. Toh, tak ada keluargaku di kota kembang ini. Tak ada sanak saudara yang kukenal. Predikat pecun sudah melekat pada diriku sejak bulan bulan pertama ku di kota ini. Umurku masih 17 tahun ketika itu.

Adalah geng si Aryo yang pertama kali mendekatiku, sejak aku bersekolah disana. Mereka duduk di kelas tiga saat itu. Kebiasaan mereka setiap sorenya jalan jalan seputar bandung untuk mencari ‘bayur’ (Sebutan untuk anak anak abg yang mau saja diajak bereksperimen)

Sore itu aku tengah menunggu angkot di dago, ketika Katana si Aryo berhenti. Aryo dan Hendri di dalam mobil. Mereka menyapaku dan bertanya mau kemana. Yang kujawab bahwa aku ingin pulang. Singkat cerita mereka menawarkan tumpangan untuku.

Ah tentu saja aku tidak keberatan. “Karen duduk di depan aja yah” Hendri berkata sambil membuka pintuk kiri, ia pun tidak turun dari kendaraan. Aku mengerti bahwa yang di maksud adalah duduk di pangkuan nya. “Soalnya di belakang berantakan tuh” Hendri meneruskan.

Memang di jok belakang berserakan buku buku, tas dan gitar milik Aryo. Aku mengangguk saja dan masuk ke dalam mobil duduk di pangkuan hendri. Ah sudah berbulan bulan aku merindukan sentuhan laki laki.

Sejak aku pindah dari pulau itu aku benar benar putus hubungan dengan Andre dan teman temannya. Hampir 5 bulan tak ada laki laki yang menyentuhku. Duduk di pangkuan Hendri saat itu membangkitkan birahiku, kubiarkan tangan nya memeluk erat perutku. Seperti tak terjadi apa apa kami tetap mengobrol normal, walau kurasakan penis nya di pantatku.

Kubiarkan semua perlakuan Hendri sambil aku terus mengobrol dengan Aryo yang pegang kemudi. Merasa aku tidak keberatan, Hendri semakin berani. Terang terangan rok seragamku di singkapnya, payudaraku di remas nya. Sementara Aryo hanya bisa menelan ludah melihat teman nya menggerayangi seluruh tubuhku.

Aku sendiri heran mengapa tidak ada rasa malu ketika satu persatu kancing kemejaku di buka. Ketika rok sma ku di singkap. Semua terjadi begitu saja.

Akhirnya kami memutuskan untuk “mampir” di kost Aryo. Bergantian mereka meniduriku. Satu menunggu diluar sementara yang lain bersamaku di kamar.

Sejak saat itu bisik bisik kudengar dari teman temanku yang lain bahwa kedua berandal ini tidak menganggap ini sebagai rahasia. Gosip pun menyebar. Hampir semua orang tau kalau aku bisa di ‘Pake’Nguping

Uun: Hen, kata si Aryo lo udah make si Karen yah?
Hendri: Heheheheheh….
Uun: Beneran?
Hendri: Ho oh
Uun: Dari dulu gua udah nyangka tuh anak bayur
Hendri: Emang
Uun: Make, apa grepe grepe doang?
Hendri: Make, di kost gua. Si Aryo juga
Uun: Masa sih?
Hendri: Yaelah bener.
Uun: Perawan ga?
Hendri: Kaga, udah jebol! tapi masih enak

(Mereka berdua tertawa)

Uun: Gimana ceritanya lo bisa pake dia?
Hendri: Waktu itu gua liat dia lagi nunggu angkot, kita ajak aja, pake mobil Aryo. Lo tau kan si Aryo bangku belakangnya penuh buku buku.
Uun: Terus?
Hendri: Gua bilang aja ke dia duduk nya di depan aja
Uun: Terus?
Hendri: Doi langsung ok. Duduk di pangku gua.
Uun: Gila! terus?
Hendri: Yah, gua grepe grepe aja.
Uun: Dia nya diem aja?
Hendri: Ho oh, ngobrol terus aja ama si Aryo.
Uun: Lo grepe grepe dia nya diem aja?
Hendri: Diem, orang tangan gua, gua masukin ke dalem behanya aja dia diem aja.
Uun: Masa sih? Tangan lo masuk ke behanya? Itu di mobil?
Hendri: Iyah, Tanya aja Aryo,
Uun: Gila…
(Mereka berdua tertawa)

Uun: Kebayang sih, tuh anak duduk nya aja ngangkang mulu emang gatel kayanya, ama gua mau ga ya dia?
Hendri: test aja
Uun: Iyah tar gua coba deh. Jadi penasaran gua. Dia tinggal dimana sih? katanya kost ya?
Hendri: Iya kost deket Unpad

Sejak saat itu Uun gencar mendekati ku. Sering senyum kepadaku jika kami berpas pasan di koridor sekolah.

Aku benar benar tidak tahu lagi harus menaruh mukaku dimana. Cowok cowok sih menanggapi ini dengan enteng. Namun teman temanku yang cewek menganggap kotor diriku. Ah susah untuk tidak perduli pada usiaku yang masih terlalu muda. Ya aku malu. Aku mulai menutup diri dari pergaulan, seringkali saat istirahat aku duduk sendirian entah di koridor depan kelas atau di kantin.

Sampai suatu ketika, aku sedang duduk sendirian di pojokan kantin tiba tiba Aryo berbisik di telingaku “Karen, gue pengen banget nih” Aku terkejut bukan main, dia membungkuk di belakangku mukanya hanya beberapa senti saja dari pipiku.

Aku merasa wajahku merona merah. Aku diam saja sambil meminum minumanku. “Karen, tolongin gue dong, bener bener ga tahan nih” lanjutnya sambil terus berbisik. Entah mengapa aku terangsang hebat diperlakukan demikian. Tapi aku diam saja. Tanganku diraihnya. Setengah di tarik aku di bawanya ke gang sempit di belakang kantin itu.

Setengah lusin anak cowok kelas dua dan tiga sedang merokok disana. Gang ini memang menuju gudang sekolah yang memang tempat mereka diam diam merokok. Aku sendiri tidak pernah tau keberadaan gang ini. Aku menyembunyikan wajahku di belakang pundak Aryo ketika melewati gang sempit itu. Tanganku masih di gandeng Aryo. Suitan nakal dan godaan dari anak anak yang sedang merokok itu terdengar ketika aku setengah ‘Diseret’ melewati mereka.

Suitan suiatan dan sorakan kurang ajar masih terdengar sampai aku tiba di ujung gang yang buntu itu. Ternyata disana ada sebuah gudang tua. “Yo, kamu gila ya…?” Gua malu tau. Kataku. Namun Aryo tidak memperdulikan. Di peluknya tubuhku. Tangan nya langsung meremas payudaraku dengan kasar.

“Yo, ini disekolah” kataku menolak. Namun aku tidak berusaha lari dari pelukan nya. Bahkan tangan nya tetap kubiarkan meremas dadaku. Dia sudah berhasil melepas beberapa kancingku dan tangan nya sudah masuk kedalam behaku. Aku menikmati sentuhan nya sementara mulutku tetap berkata lain. Aryo pun semakin nekat.

Di dorongnya pundaku memaksaku berlutut. Ditekan nya kepalaku ke selangkangan nya. Berikutnya aku sudah memberikan oralku yang terbaik padanya. Tidak lama hanya beberapa menit. Sebelum bel istirahat berakhir kami sudah selesai. Maksudku Aryo. Dan kami kembali melewati gerombolan anak anak nakal itu lagi. Kali ini mereka memandang takjub tanpa komentar.

Aryo yang berjalan di depanku tersenyum senyum, sementara aku sekali lagi menyembunyikan wajahku di belakang pundaknya. Sejak hari itu predikat ‘Bispak’ (Bisa dipakai) melekat padaku. Semua orang tau. Semua orang menuding. Akupun tidak berani untuk meneruskan sekolah di sekolah itu.
Sejak kejadian di gang sempit itu, hari hari disekolah benar benar seperti neraka. Semua orang menudingku sambil berbisik bisik. Aryo seakan tidak perduli, setiap istirahat tiba aku di bawanya ke gang itu. Sebenarnya aku tidak berkeberatan melakukan oral kepadanya.

Hanya saja tudingan orang orang lain ini yang membuatku benar benar menderita. Aku tidak tahan lagi bersekolah disana. Aku sudah tidak punya muka. Akhirnya kuputuskan untuk kabur.

Tapi kemana? Aku tidak punya apa apa. Neneku di pulau tentu akan sedih.

Akhirnya kupak semua barang barangku. Kubohongi neneku, untuk segera mengirim uang. Akupun meninggalkan bandung menuju jakarta. Di umur yang begitu muda aku ga tau lagi mau kemana. Sesampai nya di gambir aku bagai orang yang putus harapan.

Berjam jam aku terduduk di sebuah kantin di stasiun gambir. Tanpa harus tahu mau kemana. Sampai kulihat seorang perempuan muda bergelayut pada seorang oom oom. Umur perempuan itu kutaksir masih dua puluhan. Aku tidak ragu sedikitpun bahwa perempuan itu pelacur. Dari mulai pakaian sampai pembawaan nya menyiratkan demikian.

Rupanya dia hanya mengantar Oom itu ke gambir. Karena beberapa saat kemudian perempuan itu di tinggalkan. Dia masih duduk beberapa lama lagi disitu. Matanya liar. Mungkin mencari mangsa baru. Beberapa kali mata kami bertemu. Dia sempat tersenyum dan aku pun senyum.

Dia menegurku dan bertanya kemana tujuanku aku hanya tersenyum. Kuberanikan diriku menghampirinya. Kukatakan aku ga punya tujuan. Kukatakan blak blakan padanya aku ingin kerja, kerja apa saja. Dia tertegun dan memperhatikan diriku.

Kukatakan padanya kalau dia bisa kasih aku pekerjaan uang nya boleh untuknya asal aku di beri tempat tinggal dan makan. Dia tertawa. Aku bilang padanya kalau aku serius. Dan dia tanya aku mau kerja apa. Aku katakan kepadanya aku ga perduli kerja apa. Apa saja aku mau. Kukatakan sambil berbisik bahwa aku tidak keberatan kalau aku harus melayani laki laki.

Dia tertegun. Diperhatikan nya tubuhku lekat lekat. Lalu dia tertawa. Suasana pun cair. Kami berkenalan. Namanya Mba Eva, dia seorang petualang. Hidup dari uang laki laki yang menidurinya. Setiap hari ia berpetualang dari satu diskotik ke diskotik lain. Seorang Single Fighter.

Diajaknya aku ke kostnya. Sebuah kamar kost yang mewah. Dengan pendingin ruangan, televisi dan stereo set. Ah rupanya seorang pelacur dapat hidup enak di Jakarta ini pikirku begitu aku sampai di kostnya.

“Kamu bener mau ikut aku?” akupun mengiyakan. Sejak hari itu kami berduet mengarungi jakarta. Dari satu diskotik ke diskotik lain. Kuberikan tubuhku kepada siapa saja yang berani membayar. Aku benar benar terjerumus kedalam lembah pelacuran.