Cut Tari part 1

 

Saat itu adalah lima hari menjelang Lebaran, Cut Tari sudah tiga hari di rumah tanpa orang tuanya karena keduanya sedang ke luar kota menghadiri pernikahan famili. Tinggallah dia di rumah yang besar itu dengan dua orang pembantunya Mbak Jum dan Mbak Narti serta seorang tukang kebun tua, Pak Sugi. Sebenarnya ada seorang pembantu lagi, Mbak Milah tapi dia sudah minta ijin mudik sehari sebelum kedua orang tuanya berangkat. Hari itu jam sepuluh pagi, Mbak Jum dan Narti pun berpamitan pada Cut Tari untuk mudik, Cut Tari sebelumnya memang sudah diberitahu hal ini oleh mamanya dan dititipi sejumlah uang untuk mereka. Maka Cut Tari pun menyerahkan kedua amplop berisi uang itu kepada mereka sebelum mereka meninggalkannya.
“Cepetan balik yah Mbak, saya sendirian nih jadinya !” pesan Cut Tari.
“Non nggak usah takut kan disini masih ada Pak Sugi, oh iya makanan buat siang nanti Mbak udah siapkan di meja, kalau dingin masukin oven aja yah” kata Mbak Narti.
Akhirya kedua wanita itupun berangkat. Cut Tari sebenarnya agak risih di rumah hanya berdua dengan Pak Sugi, apalagi masih belum hilang dari ingatannya kenangan pahit diperkosa mantan sopirnya, Nurdin dulu.

Dia ingin memanggil pacarnya Frans untuk menemaninya, namun sayang pemuda itu baru berangkat bersama keluarganya ke Singapura kemarin. Namun dia agak lega karena menurutnya Pak Sugi bukanlah pria berbahaya seperti mantan sopirnya itu, dia adalah pria berusia lanjut, 67 tahun dan orangnya cukup sopan, kalau berpapasan selalu menyapanya walaupun seringkali Cut Tari cuek karena sedang buru-buru atau tidak terlalu memperhatikan. Ia baru bekerja di rumah mewah itu sebulan yang lalu menggantikan tukang kebun sebelumnya, Pak Maman yang mengundurkan diri setelah istrinya di kampung meninggal. Setelah mengantarkan kedua pembantunya hingga ke pagar, Cut Tari kembali ke dalam dan masuk ke kamarnya. Di sana dia mengganti bajunya dengan baju fitness yang seksi, atasannya berupa kaos hitam tanpa lengan yang menggantung ketat hingga bawah dada sehingga memperlihatkan perutnya yang seksi, belum lagi keketatannya menonjolkan bentuk dadanya yang membusung indah, sementara bawahannya berupa celana pendek yang membungkus paha hingga sepuluh centi diatas lutut. Setelah mengikat rambutnya ke belakang, dia segera turun ke bawah menuju ruang fitness di belakang rumah. Ruang itu berukuran sedang dengan dilapisi karpet kelabu, beberapa peralatan fitness tersedia disana seperti treadmill, training bike, perangkat multi gym, hingga yang kecil-kecil seperti abdomenizer dan barbel. Ruang fitness keluarga ini memang cukup lengkap, disinilah Cut Tari sering berolahraga menjaga kebugaran dan bentuk tubuhnya.

Sebelum mulai berolah raga Cut Tari menyalakan CD playernya dan terdengarlah musik R&B mengalun dari speaker yang terpasang pada dua sudut ruangan itu. Cut Tari memulai latihan hari itu dengan treadmill, kira-kira dua puluh menit lamanya dia berjalan di atas papan treadmill itu lalu dia berpindah ke perangkat multi gym. Disetelnya alat itu menjadi mode sit up dan mulailah dia mengangkat-angkat badannya melatih perut sehingga tidak heran jika dia memiliki perut yang demikian rata dan mulus. Butir-butir keringat mulai membasahi tubuh gadis itu, dari kening dan pelipisnya keringatnya menetes-netes. Tiba-tiba Cut Tari merasa dirinya ada yang sedang mengawasi, dia melayangkan pandangannya ke arah pintu geser yang setengah terbuka dimana dilihatnya Pak Sugi, si tukang kebun itu sedang berdiri memandangi dirinya.

 

 

“Heh…ngapain Bapak disitu !?” hardik Cut Tari yang marah atas kelancangan Pak Sugi yang masuk diam-diam itu.“Nggak Non, abis nyiram tanaman aja kebetulan lewat sini ngeliat Non lagi olahraga” jawab pria itu.
“Ga sopan banget sih, masuk diem-diem gitu, keluar !!” bentak Cut Tari sambil menundingnya.
Cut Tari mulai merasa tidak enak dan takut ketika melihat pria tua itu bukannya pergi malah diam saja menatap padanya lalu mengembangkan senyum. Tidak, peristiwa seperti dulu tidak boleh terjadi lagi demikian pikir Cut Tari, lagipula dia hanya seorang pria tua, bisa apa dia terhadapnya, seburuk-buruknya kemungkinan pun paling melarikan diri dan si tua itu tidak mungkin tenaganya cukup untuk mengejar.

“Bapak mulai kurang ajar yah” Cut Tari marah dan berdiri menghampirinya, “denger gak tadi saya bilang keluar !?”
“Keluar ya keluar Non, tapi ngomongnya baik-baik dikit dong, dasar lonte” kata Pak Sugi.
Kedua kata umpatan terakhir itu memang diucapkan Pak Sugi dengan suara kecil, namun Cut Tari dapat mendengarnya sehingga kontan darahnya pun semakin naik.
“Hei…omong apa tadi ?! Keluar sana, cepat beresin barang Bapak, Bapak saya pecat sekarang juga, dasar orang tua ga tau diri !” Cut Tari membentaknya dengan sangat marah.
Pak Sugi tentu saja kaget karena umpatannya terdengar sehingga memancing kemarahan nona majikannya itu, tapi sebentar saja senyumnya mengembang kembali.
“Lho kenapa emangnya Non, emang bener kan kata saya tadi, sama penjaga kampus dan sopir aja Non mau kan ?” ujarnya enteng.
Mendengar itu Cut Tari langsung merasa seperti ada belati dilempar tepat mengenai dadanya, dia langsung mati kutu dan terdiam selama beberapa detik, rasa takut pun mulai melingkupi dirinya.
“Jangan ngomong sembarangan yah, saya telepon papa atau polisi kalau perlu kalau Bapak macam-macam !” gertaknya sambil menutupi kegugupan.
“Ya silakan Non, telepon aja, ntar juga saya laporin Non pernah ada main sama si Nurdin dulu, terus sama penjaga kampus Non juga”
Kemudian pria tua itu mulai menjelaskan bagaimana dia mengetahui skandal-skandal seks gadis itu yang ternyata didapatnya dari Nurdin, mantan sopirnya, yang juga tidak lain adalah keponakan pria itu.

 

Cut Tari diam seribu bahasa, rasanya lemas sekali membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Pak Sugi lalu mendekati Cut Tari yang berdiri terpaku, tangan keriputnya memegang kedua lengannya yang mulus. Cut Tari tidak bereaksi, batinnya mengalami konflik, dia sama sekali tidak ingin melayani nafsu pria seusia kakeknya ini, namun apa daya karena pria ini telah mengetahui aibnya yang dipakainya sebagai alat mengintimidasinya. Tangan pria itu mulai membelai lengannya sehingga menyebabkan bulu kuduk gadis itu serentak berdiri merasa geli dan jijik. Tangan kanannya naik membelai pipinya lalu ke belakang kepalanya menarik ikat rambutnya sehingga tergerailah rambut indahnya yang seminggu lalu baru diluruskan dan dihighlight kemerahan.Cantik, bener-bener cantik !” gumam Pak Sugi mengagumi kecantikan Cut Tari, “Cuma sayang sifatnya jelek !” sambungnya sambil mendorong tubuh gadis itu hingga jatuh tersungkur di lantai berkarpet.
“Aaaww !” jerit Cut Tari, namun sebelum dia sempat bangkit pria itu telah lebih dulu meraih kedua lengannya, mengangkatnya ke atas kepala dan mengunci kedua pergelangannya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya menyibak kaos fitnessnya sehingga payudaranya yang putih montok berputing kemerahan itu terekspos. Mata Pak Sugi melotot seperti mau copot melihat keindahan kedua gunung itu. Tatapan mata itu membuat Cut Tari bergidik melihatnya.

“Dasar anak jaman sekarang, udah jadi lonte aja masih suka belagu !” kata Pak Sugi sambil meremas payudara kirinya dengan gemas. “Tau gak, Bapak sebenernya kasian ngedenger si Nurdin cerita tentang Non itu, saya sempat tegur dia, terus saya pikir Non juga udah bertobat, tapi selama saya kerja disini ternyata masih gitu-gitu aja. Non tetap sombong dan suka marah-marah ke pembantu seperti kita, emang Non pikir kita ini apa sih !?” pria itu dengan keras memarahinya.
“Jangan Pak, jangan begitu !” kata Cut Tari dengan suara bergetar.
Sementara Pak Sugi terus mengagumi kedua payudara Cut Tari yang menggemaskan itu, tangan kanannya terus berpindah-pindah meremasi kedua payudara itu. Cut Tari sendiri menggeliat-geliat dan meronta tapi kuncian Pak Sugi pada pergelangan tangannya cukup kuat. Sentuhan tangan keriput itu pada payudaranya mulai menimbulkan sensasi aneh, darahnya bergolak dan nafasnya mulai tidak teratur.

 

“Cewek kaya Non gini emang harus dikasih pelajaran biar tau diri dikit, sekalian Bapak juga mau ngerasain cewek cantik mumpung masih hidup hehehe !” katanya terkekeh-kekeh.
“Aahh…sshhh….nngghh !” desah Cut Tari saat mulut Pak Sugi melumat payudaranya, lidahnya yang panas itu langsung mempermainkan putingnya yang sudah mengeras.
Cut Tari benar-benar tidak berdaya saat itu karena nikmatnya, dia sudah terbiasa mengalami pelecehan sejak menjadi budak seks Imron sehingga nafsunya dengan cepat naik walau bercampur perasan benci pada orang-orang yang mengerjainya.

Sambil masih mengunci pergelangan dan menciumi payudara nona majikannya, pria tua itu menyusupkan tangan satunya ke celana pendek itu. Telapak tangannya menyentuh vagina gadis itu yang ditumbuhi rambut-rambut lebat. Tubuh Cut Tari berkelejotan dan mulutnya mengeluarkan desahan ketika jari-jari pria itu menyentuh bibir vaginanya dan mulai mengorek-ngorek liangnya, Cut Tari merasakan daerah itu semakin basah saja. Pak Sugi tersenyum puas melihat wajah terangsang Cut Tari yang bersemu merah. Merasa Cut Tari sudah takluk dan tidak memberontak lagi, pria itu mulai melepaskan kunciannya pada pergelangan gadis itu. Setelah melepas kunciannya tangannya langsung menarik lepas kaos fitness yang tersingkap itu sehingga membuat gadis itu topless. Keringat bagaikan embun membasahi tubuh bagian atasnya hasil dari fitness barusan. Cut Tari hanya bisa pasrah, matanya nerawang menatap langit-langit sambil sesekali merem-melek menahan nikmat. Mulut Pak Sugi kini merambat naik ke lehernya sementara kedua tangannya tetap bekerja meremas payudaranya dan mengobok-obok di balik celananya. Cut Tari membuang muka ketika pria itu mencoba mencium bibirnya, terus terang dia enggan dicium oleh tua bangka ini, melihat giginya yang mulai ompong dan hitam-hitam saja jijik apalagi dicium. Dua kali dia membuang muka ke kiri dan kanan sampai akhirnya Pak Sugi berhasil memagut bibirnya yang indah itu.

 

Dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha lepas, tapi saat itu pria itu menekankan jari tengahnya pada klitoris yang telah berhasil ditemukannya sehingga otomatis pemiliknya mendesah dan mulutnya membuka. Saat itulah lidah Pak Sugi menyeruak masuk dan langsung menyapukan lidahnya di dalam mulut. Ketika Pak Sugi melumat bibirnya, Cut Tari memejamkan mata menahan jijik, betapa tidak bibir Pak Sugi yang sudah berkerut itu sedang beradu dengan bibirnya yang mungil dan tipis. Semula dia menanggapi ciuman tukang kebunnya itu dengan pasif, tapi karena serangan-serangan pria itu pada daerah lainnya cukup gencar dan membuat birahinya semakin bergolak, lidah Cut Tari mulai ikut bergerak beradu dengan lidah kasar tukang kebunnya itu. Selama tiga menit lamanya Pak Sugi menindih tubuh anak majikannya itu sambil menciumi dan menggerayangi tubuhnya. Pria itu merasakan jari-jarinya makin basah oleh lendir dari kemaluan gadis itu. Kemudian Pak Sugi melepas ciumannya, air ludah mereka nampak saling menjuntai ketika bibir keduanya berpisah. Berikutnya dia menarik lepas celana pendek Cut Tari beserta celana dalamnya. Dia bangkit berdiri tanpa melepaskan pandangan matanya yang penuh nafsu itu dari tubuh telanjang nona majikannya. Dia mulai melepaskan kemeja lusuhnya memperlihatkan tubuhnya yang hitam kerempeng lalu dia buka celananya sehingga terlihatlah penisnya yang sudah tegang, bentuknya lumayan panjang, pangkalnya ditumbuhi bulu-bulu yang setengah memutih.

 

Pak Sugi memapah Cut Tari lalu membaringkannya di alat sit up, sebuah platform yang berdiri membentuk sudut 45 derajat dengan lantai. Pria itu berjongkok di depannya dan membuka kaki gadis itu. Wajahnya mendekat hingga berjarak hanya sepuluh centi dari vagina gadis itu, matanya menatap nanar kemaluan yang berbulu lebat dengan bagian tengah yang memerah itu. Cut Tari memalingkan wajah ke samping dan memejamkan mata, dia merasa malu diperlakukan demikian, namun juga ada seperti rangsangan aneh yang membuatnya merasa seksi. Dia bisa merasakan dengus nafas pria itu menerpa vaginanya dan menambah sensasi nikmat.
“Ooohh…Paakk !” Cut Tari mendesah panjang sambil menggenggam erat pegangan alat itu ketika lidah Pak Sugi menyapu bibir kemaluannya.
Demikian lihainya mulut ompong Pak Sugi menjilati dan menyedot vagina Cut Tari sampai membuat gadis itu menikmatinya. Cut Tari mendesis-desis dan kakinya mengejang, dia mulai berani melihat ke bawah dimana selangkangannya sedang dijilati dan dihisap-hisap oleh pria tua itu. Lidah Pak Sugi bergerak dengan lincah, kadang dengan gerakan lambat, kadang cepat, kadang menjilati memutar di daerah itu sehingga tanpa disadari Cut Tari merasa terbang ke awang-awang, tanpa disadari tangannya meraih tangan Pak Sugi dan meletakkannya pada payudaranya, tangan keriput itupun langsung bekerja meremas dan memilin-milin putingnya.

Setelah setengah jam lebih sedikit, tubuh Cut Tari mengejang hebat, cairan orgasme meleleh dari liang vaginanya.
“Aahh…oohhh…!” Cut Tari mengerang panjang dalam orgasme pertamanya dengan si tukang kebun itu.
Pak Sugi sengaja menghentikan jilatannya untuk mengamati lendir vagina gadis itu yang membanjir sampai menetes ke lapisan kulit pada alat fitness itu. Sebuah senyum mesum tergurat pada wajah tuanya, sepertinya dia senang sekali berhasil menaklukkan nona majikannya seperti ini.
“Huehehe…gila banjir gini, Non juga konak yah, Bapak suka banget sama memek Non, hhhmhh…ssllrrpp !” Pak Sugi mengakhiri kata-katanya dengan menghirup lendir vagina nona majikannya.
Mulutnya sampai menyedoti bibir vagina gadis itu sehingga membuat tubuhnya makin mengejang dan menambah nikmat orgasmenya.
“Hhmm..enak yah rasa pejunya, Bapak udah lama nggak ngerasain seperti ini !” gumamnya sambil terus menghirup cairan orgasme Cut Tari.
Gairah Cut Tari dengan cepat bangkit kembali karena Pak Sugi terus menjilati vaginanya dan melahap cairan orgasmenya hingga habis menyisakan bercak ludah di daerah selangkangan gadis itu. Gairah itu menghapus sementara rasa marah dan jijik yang sebelumnya melingkupinya, entah mengapa dia kini merasa ingin penis lelaki tua ini segera menusuk vaginanya.Jantung Cut Tari semakin berdebar-debar ketika kepala penis pria itu menyentuh bibir vaginanya. Nuraninya menghendaki agar dirinya memberontak dan kabur, tapi tubuhnya yang berkata lain malah menggerakkannya untuk membuka kakinya lebih lebar. Dia melihat jelas bagaimana penis pria itu memasuki vaginanya juga ekspresi puas di wajah tuanya karena berhasil menikmati tubuh gadis cantik yang baru pernah dirasakan seumur hidupnya.
“Hhsshhh…enngghh…me…mek Non seret…banget !” gumam tukang kebun itu disela-sela nafasnya yang memburu.
“Ahhh…Pak Sugi…ooohh !” rintih Cut Tari menahan nikmat saat penis itu mulai bergerak menggesek dinding vaginanya.
Pak Sugi mulai menggenjoti vagina nona majikannya itu dengan kecepatan makin meningkat tapi tidak sebrutal Imron atau sopirnya dulu karena faktor usia. Pak Sugi pun nampaknya sadar akan hal ini sehingga dia tidak mau menggenjotnya terlalu cepat agar tidak terlalu menghamburkan tenaga dan dapat menikmati kenikmatan langka ini lebih lama. Cut Tari sendiri mulai terhanyut oleh gaya Pak Sugi yang khas itu. Tanpa disadari dia menggerakkan tubuh bagian bawahnya menyambut hujaman-hujaman penis Pak Sugi. Mata pria tua itu menatap kedua payudaranya yang turut bergoyang-goyang mengikuti goyangan tubuhnya sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menjulurkan tangan kanannya meremasi benda itu sambil tangan yang satunya tetap menyangga lutut gadis itu. Cut Tari nampak meringis-ringis dan mendesah sambil sesekali menggigiti bibir bawah atau tangannya yang terkepal.

 

“Balik Non, nungging !” perintah pria itu setelah 20 menitan dalam posisi yang sama.
Cut Tari kini berpijak dengan kedua lututnya dan tangannya bertumpu pada alat sit-up itu. Pria itu melebarkan sedikit kakinya lalu kembali memasukkan penisnya ke liang senggama gadis itu yang telah licin oleh lendir. Cut Tari merasakan sodokan tukang kebunnya ini kini terasa lebih bertenaga dan lebih dalam sehingga tubuhnya lebih terguncang daripada sebelumnya. Sambil menggenjot, kedua tangan keriputnya juga menggerayangi sepasang payudara yang menggantung itu. Suara benturan antara pantat Cut Tari dengan selangkangan pria itu bercampur baur dengan irama musik R&B yang masih mengalun dari CD player.
“Aarhhh…terus Non, goyang terus !” erang pria itu dengan suara parau.
Sebagai gadis yang sudah berpengalaman soal seks, Cut Tari tahu bahwa bajingan tua ini sudah mau klimaks. Maka dia pun merespon dengan menggoyangkan pinggulnya lebih cepat. Benar saja, tak lama kemudian dia merasakan adanya siraman hangat di dalam vaginanya. Pria itu mengerang menikmati spermanya mengisi rahim anak gadis majikannya tersebut. Genjotannya makin menurun kecepatannya hingga akhirnya berhenti dan penisnya tercabut. Akhirnya pria tua itu duduk berselonjor di lantai dengan nafas ngos-ngosan. Cut Tari terlalu seksi baginya sehingga dia menggenjotnya terlalu bernafsu di saat-saat terakhir sehingga tenaganya banyak terkuras.Cut Tari buru-buru memunguti pakaiannya dan keluar dari ruangan itu setelah terlebih dahulu mematikan cd-player. Dia menatap kesal pada pria itu ketika melintas di depannya sementara Pak Sugi sendiri hanya tersenyum puas sambil mengatur nafasnya yang masih putus-putus. Cut Tari langsung masuk ke kamarnya dan membanting pintu serta menguncinya. Kurang ajar sekali tua bangka ini, marahnya, tidak disangka si tua itu ternyata adalah paman dari bekas sopir yang pernah mempecundanginya dulu. Sekarang dirinya telah jatuh dalam kekuasaan bajingan tua ini tanpa dapat berbuat apa-apa karena dia memegang kartu trufnya. Setelah air di bathtub penuh, Cut Tari menaburkan sabun ke dalamnya hingga berbusa lalu dia masuk ke dalam dan membasuh tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan. Rasa lelah dari berolah raga dan persetubuhan tadi membuatnya merasa ngantuk di dalam air hangat yang memberi kenyamanan itu sehingga tanpa terasa dia mulai tertidur di bak. Lebih dari setengah jam kemudian barulah dia terbangun karena ponselnya yang diletakkan di pinggir bathtub berbunyi. Dia segera mengangkat telepon dari mamanya yang mengabarkan mereka besok sore baru pulang dan berpesan agar jaga diri di rumah, dan jangan lupa kunci rumah yang benar. Betapa dongkolnya Cut Tari karena dengan demikian berarti dia tidak bisa melepaskan diri dari Pak Sugi hingga besok dan masih harus iklas dikerjai orang tua itu.

Diapun bangkit dan keluar dari bak menyudahi mandinya. Setelah mengeringkan tubuh dengan handuk dipakainya sebuah kaos longgar warna biru muda dan celana pendek. Jam telah menunjukkan pukul setengah dua ketika itu, diluar sana matahari sedang terik-teriknya. Cut Tari merasa perutnya telah berbunyi minta diisi. Dibukanya pintu sedikit dan melongokkan kepala keluar melihat keadaan, sepi…Pak Sugi sepertinya sedang di belakang sana. Maka dia pun keluar dari kamar menuju ruang makan. Setelah menyendok nasi ke piringnya, dibukanya tudung saji yang menutupi makanan di atas meja makan dan diambilnya lauk secukupnya. Sepuluh menit kemudian, dia pun selesai makan, lalu dibawanya piring dan gelas bekas itu ke tempat cuci piring. Selagi mencuci piring, tiba-tiba dia merasa sebuah tangan mendarat di pantatnya lalu meremasnya. Spontan diapun membalik badannya dan menepis tangan itu.
“Kurang ajar !” omelnya dengan wajah cemberut.
“Siang Non, udah bangun yah, asyik kan tadi ?” goda Pak Sugi sambil cengengesan.

Wajah Cut Tari langsung merah padam mendengarnya, memang tak dapat dipungkiri walaupun tindakan pria ini bisa digolongkan sebagai pemerkosaan dan merendahkan harga dirinya namun dia sendiri juga menikmatinya. Ingin rasanya menghantamkan piring di belakangnya ke kepala tua bangka ini hingga bocor, tapi nyalinya tidak sebesar itu. Dia hanya bisa menepis tangan pria itu ketika hendak meraba dadanya lalu mendengus kesal sambil melengos meninggalkannya. Tak lama kemudian terdengar suara pintu dibanting dari kamarnya. Pak Sugi sendiri hanya tertawa-tawa melihat reaksi nona majikannya itu.

Di kamar Cut Tari menyetel cd-playernya keras-keras sambil menyalakan sebatang rokok untuk melampiaskan kekesalan pada tukang kebunnya yang brengsek itu. Setelah rokok itu habis setengah batang, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Dia kecilkan sedikit volume cd-playernya lalu membuka pintu.
“Ngapain lagi sih Pak ?!” ujarnya ketus.
“Waduh…jangan judes gitu dong Non, ini Bapak cuma konak lagi nginget yang barusan, kita main lagi dikit yuk Non, mumpung cuma kita duaan disini” sahut Pak Sugi.
“Nggak ah, tadi kan udah…pergi sana !” tolak Cut Tari dengan kesal seraya menutup pintu.
“Ayo dong Non jangan gitu ah…sebentar aja, tadi Bapak belum ngerasain kontol Bapak dimulut Non, ayo dong…yah !” Pak Sugi menahan pintu itu dengan setengah memohon dan setengah memaksa.
Pak Sugi membuatnya tidak punya pilihan lain sehingga akhirnya dengan terpaksa diiyakannya kemauan pria ini. Dengan berat hati dibiarkannya pria itu masuk ke kamarnya. Cut Tari menghempaskan pantatnya hingga terduduk di tepi ranjang tanpa melepas pandangan marahnya pada pria itu. Pak Sugi berdiri di hadapannya dan mulai melepaskan celananya. Setelah celana panjangnya melorot jatuh, dia mengeluarkan penisnya yang sudah menegang dari balik celana dalamnya.

“Ayo Non disepong yang enak !” Pak Sugi menyodorkan penis itu pada nona majikannya.
Walau terbiasa melihat penis hitam dan dilecehkan seperti itu, namun Cut Tari baru pernah berurusan dengan penis tua yang bulu-bulunya sudah mulai beruban seperti yang satu ini sehingga ada rasa enggan untuk mengoralnya. Cut Tari sadar bahwa itu adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka dengan terpaksa dia mulai menggenggam penis itu, terasa denyutan benda itu dalam genggamannya. Tanpa menunggu perintah lagi dia mendekatkan wajahnya pada penis yang menodong wajahnya itu. Lidahnya bergerak menyapu bagian kepalanya yang bersunat. Pak Sugi mengerang parau merasakan jilatan lidah gadis itu pada ujung penisnya, tubuhnya bergetar sambil meremas rambut gadis itu. Seumur hidupnya baru pernah pria tua itu merasakan yang namanya oral seks, istrinya selalu menolak untuk melakukan hal itu, sehingga kehidupan seksnya terasa hambar selama puluhan tahun menikah. Oral seks pertama dengan gadis secantik nona majikannya ini memberinya sensasi luar biasa, rasanya seperti kembali muda lagi sehingga dia melenguh tak karuan. Penisnya kini sudah masuk ke mulut gadis itu, dia merasakan lidahnya menggelikitik penisnya juga sensasi hangat dari air liurnya.
“Uhhh…enak banget Non, terus gituin yah…eeemm…jangan dilepas yah !” erangnya sambil memegangi kepala gadis itu.

Cut Tari melancarkan teknik-teknik mengoralnya, semakin hari dia semakin terbiasa diperlakukan demikian di kampus, terutama yang paling sering dengan Imron, sesekali dengan Pak Dahlan si dosen bejat itu atau pernah juga dengan Pak Kahar, si satpam kampus yang tak bermoral. Dia memaju-mundurkan kepalanya sambil mengulum penis itu, tangannya juga ikut bekerja mengocok batangnya atau memijat buah pelirnya. Pria setengah baya itu merasa semakin keenakan sehingga tanpa sadar ia menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga penisnya menyodoki mulut Cut Tari seolah menyetubuhinya. Kini Cut Tari berhenti memaju-mundurkan kepalanya dan hanya pasrah membiarkan mulutnya disenggamai tukang kebunnya itu, kepalanya dipegangi sehingga tidak bisa melepaskan diri. Kurang lebih sepuluh menitan akhirnya Pak Sugi mencapai puncak, dia mengerang tak karuan dan menggerakkan pinggulnya lebih cepat sehingga membuat Cut Tari agak kelabakan. Diiringi erangan keras, keluarlah spermanya di mulut Cut Tari. Walaupun jijik karena aromanya yang cukup tajam, Cut Tari bisa juga menelan habis cairan itu tanpa menetes keluar dari mulutnya. Memang menghisap merupakan salah satu kelebihannya dalam hubungan seks. Frans, pacarnya, juga sangat suka penisnya dioral olehnya, terkadang kalau sudah mau orgasme dia minta padanya untuk dioral agar bisa keluar di mulut dan merasakan hisapannya yang dahsyat itu. Setelah semprotannya berhenti, dijilatinya juga sisanya yang blepotan pada batang itu hingga bersih.

“Udah Pak…cukup sampai sini, sekarang keluar !” Cut Tari berdiri dan menyuruhnya keluar.
“Alah Non…masa sih segitu aja ? ayo dong biar Bapak muasin Non !” Pak Sugi mendekap tubuh Cut Tari dan tangannya bergerak ke bawah meremas pantatnya.
Cut Tari meronta dan mendorong tubuh pria tua itu hingga dia terhuyung ke belakang hampir terjatuh.
“Udah dong Pak, saya bilang jangan sekarang, kenapa sih !?” kata Cut Tari setengah menghardik.
Pak Sugi hanya tersenyum kecil sambil menaikkan kembali celananya.Ya udah ga apa-apa deh…dasar lonte…awas ya nanti !” dia lalu membalikkan badan dan keluar dari kamar.

Akhirnya Cut Tari berhasil juga menolak pria itu, tapi dia agak takut juga mendengar perkataan terakhir Pak Sugi yang bernada mengancam itu. Ya sudahlah paling-paling digarap habis-habisan lagi dan disuruh tidur bareng dengan si tua brengsek itu, toh yang seperti itu bisa dibilang sudah menjadi hal biasa sejak dirinya menjadi budak seks. Sekarang ini dia sedang tidak mood melakukan hal itu. Dia pun berbaring di ranjang empuk itu sambil mendengarkan musik yang mengalun dari cd-player. Matanya terpejam hingga tanpa terasa dia tertidur lagi.
……bersambung….