Cinta di rumah susun
Siang itu, sebelum aku berangkat kerja, kita bersama menaiki satu persatu anak tangga rumah susun ini. Mungkin benar, bahwa tiap tempat memiliki rejekinya masing-masing. Setelah tiga tahun menikah, baru kamu memiliki tanda-tanda hamil. Dan itu terjadi hanya berselang dua bulan sejak kepindahan kita di rumah susun ini, tepatnya di lantai tiga. Pemuda di lantai dua itu tersenyum genit padamu. Pandangannya sangat tidak sopan. Tapi aku tahu, kamu bukan perempuan yang suka mengumbar pesona seperti perempuan-perempuan modern di luar sana. Kamu hanya tertunduk dan sama sekali tak memandangnya. Pandanganmu sangat terjaga. Aku beruntung menjadi suamimu. Sesampainya di rumah, kamu langsung ke kamar mandi. Tentunya untuk menggunakan testpack yang barusan kita beli di apotik. Setelah keluar, setengah berlari kamu ke arahku. Memelukku dengan girang. Kamu hamil? tanyaku. Iya, Mas. Rasanya aku ingin berhenti saja dari tempat kerja yang menjemukan itu. Aku ingin di sini setiap saat menjagamu. Menjaga calon bayi kita. Tapi kamu selalu menuntutku untuk mempersiapkan biaya persalinan dan segala kebutuhan jika si kecil nanti lahir. Ya, itu bukan biaya yang kecil. Aku harus terus bekerja. Aku berangkat kerja. Dan kamu harus merasa kesepian kembali di rumah susun ini. Berbeda ketika di rumah orang tuaku dulu, di sana ada bapak, mama, dan adik-adikku yang menemanimu di kala aku sedang kerja. Sepulang kerja, kudapati pintu tak terkunci. Ini salah satu kebiasaanmu selama di rusun ini. Lupa mengunci pintu. Aku meletakkan rokok pemberian Pak Sugeng di meja. Rokok yang isinya bukanlah tembakau, melainkan ganja. Rumah tampak berantakan. Piring, gelas, dan sisa-sisa camilan berserakan. Ketika di rumah yang dulu, setahuku, kamu adalah perempuan yang memperhatikan kebersihan. Sedikit demi sedikit, watak aslimu terlihat selepas dari pengawasan mertuamu. Kubuka pintu kamar. Lagi! Kembali kamu tidur terlentang tanpa pakaian sedikit pun. Tanpa dalaman. Tapi aku tak pernah bisa marah melihatmu seperti ini. Kakimu yang jenjang, lenganmu yang berisi, lehermu yang putih, birahiku seketika memuncak. Aku selalu bergairah melihatmu. Memang kamu masih muda. 22 tahun. Terpaut empat tahun dariku. Tanpa foreplay, tanpa menunggumu terbangun, segera kutancapkan jagoanku di lubang kenikmatanmu. Matamu melebar dan senyum seketika tersungging di bibir tipismu. Aku tahu kamu selalu menikmati persetubuhan ini. Aku tahu, kamu sengaja tidur telanjang menunggu kepulanganku. Agar kita bisa segera memacu birahi, menuai orgasme bersama. Kamu biarkan desahanmu membahana ke seluruh penjuru ruang. Berbeda ketika masih di rumah orang tuaku, kamu selalu menahan desahanmu. Konsentrasimu pada kenikmatan dari tiap sodokanku terganggu jika menahan desahan itu. Kadang aku agak khawatir jika suara desahan itu terdengar oleh tetangga. Tapi, kulihat kamu begitu menikmatinya. Kubiarkan saja. Kalau pun ada yang terganggu dengan suara desahan itu, biar saja. Itu urusannya. Keesokan harinya, sepulang kerja di dini hari, kulewat di depan tetangga-tetangga yang masih mudah. Mereka sedang merokok. Kukeluarkan sebatang rokok dari sakuku. Minta apinya, Dek, pintaku sambil mengulurkan tangan pada pemuda dengan yang memakai anting itu. Iya, ini, Pak, jawabnya sambil mengeluarkan korek gas dari sakunya. Kamu tuh jangan kasar-kasar sama dia, Gas, tiba-tiba celetuk pemuda bertatto pada temannya yang beranting. Sorry, Tom. soalnya tadi saya nafsu banget, jawabnya. Kalau masih kasar, besok-besok, aku tidak ngajak kamu lagi. Jangan dong. Enak itu harus dibagi dengan teman. Aku mengembalikan korek gas pada pemuda beranting itu setelah kubakar rokokku. Aku mencium bau asap rokok yang dihisap kedua pemuda itu. Itu adalah ganja. Ternyata kedua pemuda itu juga senang menghisap ganja. Seperti yang sering kita hisap bersama. Terima kasih, ucapku sambil meninggalkan mereka. Dari pembicaraan mereka, mungkin mereka baru saja berpesta sex atau threesome dengan seorang janda girang atau apalah. Kehidupan jaman sekarang, sex menyimpang bukan lagi hal yang tabuh. Aku mana bisa menyetubuhi seorang perempuan di hadapan orang lain. Pasti jagoanku jadi loyo karena malu. Aku lalu naik ke lantai tiga. Dan pintu kamar kembali tidak terkunci. Ruang tamu kembali berantakan. Kulihat kamu di dalam kamar, kembali tanpa mengenakan kain sedikitpun. Aku kembali birahi dibuatmu. Kucumbu, kucium leher, belakang telinga, tubuhmu selalu bergetar ketika kulakukan hal itu. Kubuka seluruh pakaianku. Kita telanjang bulat di dalam kamar yang telah terkunci. Kamu terbangun dan hanya tersenyum menanti sodokanku. Di siang hari, ketika aku terbangun, kulihat kamu sedang beres-beres rumah. Mungkin kamu juga baru bangun. Rambutmu yang basah, pertanda kamu baru saja mandi. Mana rokokku yang kemarin lusa kubawa pulang? tanyaku padamu. Aku nggak liat. Yah, aku memang lupa memberitahumu bahwa aku pulang kemarin lusa dengan membawa ganja. Hanya kusimpan di meja dan kusetubuhi kamu. Kucari-cari rokok itu. Tidak kudapat. Aku penasaran, bagaimana mungkin kamu tidak melihatnya. Padahal sangat jelas aku menyimpannya di meja itu. Aku teringat dengan ganja yang dihisap dua pemuda itu. Apa mungkin itu milikku. Ah tidak mungkin. Mungkin hanya kebetulan. Sore harinya, aku kembali berangkat kerja di rumah makan yang buka 24 jam. Aku selalu mendapat sift malam. Dari sore hingga dini hari. Malam itu, bosku masuk rumah sakit. Entah sakit apa. Rumah makan ditutup. Kami karyawan di sana pulang lebih awal. Masih jam sembilan malam. Aku segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, kembali pintu tidak terkunci. Kubuka pintu, kudengar dengan jelas desahanmu dari dalam kamar. Desahan itu begitu jelas tanpa tertahan. Aku tersentak. Apa mungkin kamu selingkuh. Kuputar gagang pintu kamar, ternyata terkunci. Kulengketkan telingaku pada pintu untuk lebih jelas mendengar apa yang terjadi di dalam. Tom, kontol temanmu ini gede banget. Ah… ah… Iya, kak. Besok aku bawakan temanku yang lain, gimana? Bawa saja sebanyak-banyaknya, Tom. Puaskan aku. Gilir aku. Hah, ternyata kamu binal. Aku baru tahu, selama ini kamu tidur telanjang karena habis digilir oleh laki-laki lain. Teperti kebiasaanmu, tiap habis berhubungan kamu pasti tertidur tanpa sempat mengenakan pakaian. Pintu rumah dan pintu kamar yang selalu terbuka tiap aku pulang kerja, mungkin karena kamu sedang tertidur saat laki-laki itu keluar. Dan janin dalam kandunganmu, apakah itu anakku, atau anak dari laki-laki lain?