cersex janda di tinggal mati

Cerita Dewasa kali ini menceritakan tentang kisah Cerita Dewasa Janda Tak Punya Anak , cerita ini merupakan kisah nyata yang di alamin oleh salah satu penulis cerita yang di tuangkan menjadi sebuah cerita sex yang membuat nafsu gitu mengebu ngebu. Silahkan di simak langsung Cerita 17+ kali ini :

Cerita Dewasa Janda Tak Punya Anak – Aku, Janda Tanpa Anak,Namaku Dina. Aku lahir dan dibesarkan di kota Bandung. Usiaku 33 tahun, aku bekerja di sebuah bank swasta di Jalan Asia Afrika, Bandung. Saat ini aku hidup sendiri. Aku pernah menikah, kurang lebih selama empat tahun. Pernikahanku tidak dikaruniai anak. Aku bercerai, karena suamiku berselingkuh dengan rekan bisnisnya.Untuk mengusir kejenuhanku selama kurang lebih satu tahun setengah, aku selalu menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku chatting, akan tetapi aku tidak berharaf untuk bertemu dengan teman chatting-ku. Aku masih trauma akibat perlakuan suamiku terhadapku.

Aku kenal beberapa orang teman chatting yang asyik untuk diajak bercanda ataupun berdiskusi, salah satunya adalah Irwan. Dia anak kuliahan, semester akhir di universitas swasta di Bandung. Irwan merupakan teman chatting-ku yang pertama kali yang pernah bertemu denganku.

Pada awal perkenalannya aku kurang respek terhadapnya, karena email-nya saja menyeramkan, dapat pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@***.**. Tapi entah angin apa yang membuatku penasaran untuk bertemu dengannya, padahal aku baru sekali chatting dengannya. Cerita selanjutnya adalah pertemuan pertamaku dengan Irwan yang berakhir ke sebuah hotel di sekitar jalan Setiabudi.

Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji untuk bertemu dengan Irwan di sebuah cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang lebih awal sekitar pukul 15.45, dan memilih tempat yang agak ke pojok agar aku dapat melihat dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman, dan mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.

Sambil menunggu Irwan datang, aku memperhatikan orang di sekelilingku. Aku merasa risih sekali, karena ada anak muda (usianya sekita 25 tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku memperhatikan terus sejak pertama aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00, anak muda itu menghampiri diriku dan memperkenalkan dirinya. Namanya Irwan.

Aku kaget sekali, karena tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Irwan itu masih muda. Dia masih sangat muda, padahal ketika chatting, dia mengaku berusia 35 tahun. Dan tentunya juga, selama aku berkomunikasi melalui telepon, suara Irwan kelihatan seperti seorang bapak-bapak dan sangat dewasa sekali. Aku sangat grogi. Untuk menghilangkan rasa grogi, kupersilakan Irwan duduk dan memesankan minuman.

“Maaf Bu Dina, saya berbohong kepada Ibu. Saya mengaku berusia 35 tahun, padahal usia saya tidak setua itu.

Tentunya juga, saya mohon maaf tidak memakai pakaian yang saya janjikan. Saya harus panggil siapa nih? Ibu atau Mbak atau Tante atau siapa ya?”

“Dina saja deh, biar lebih akrab,” jawabku.

Selanjutnya Irwan bercerita, kenapa dia berbohong usia, juga aktifitasnya sehari-hari, begitu juga aku menceritakan aktifitasku dan kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menyangka dari cara dia berkomunikasi sangat dewasa dan banyak dibumbui dengan kata-kata humor, sehingga aku dibuat terpingkal-pingkal olehnya.

Tidak terasa, waktu bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Irwan mengajak nonton bioskop di BIP. Aku tidak sungkan-sungkan, langsung mengiyakan saja. Sepulang nonton sekitar jam 7 malam, aku mengantarkan Irwan pulang dengan Baleno-ku ke daerah Cihampelas. Ditengah perjalanan Irwan mengajakku main ke Ciater. photomemek.com  Aku sih tidak masalah, karena di rumah pun aku hanya tinggal sendirian.
Di daerah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil menghabiskan minuman dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke Ciater kubatalkan saja. Aku mengajak Irwan pulang saja. Dia pun mengiyakannya.

Sepanjang perjalanan pulang ke Bandung, Irwan mulai agak-agak nakal. Sambil bercerita, dia sudah berani mengelus-elus tanganku ketika aku sedang memindahkan perseneling. Pada awalnya kutepis, tapi bandel juga ini anak. Dia tidak pernah kapok, walau kutepis berkali-kali. Karena bosan dan tidak ada hasilnya kalau kularang, maka kubiarkan dia mengelus-elus tanganku.

Aku akui, elusannya itu membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Bahkan semakin lama elusannya semakin ganas, dan sudah mulai berani mengelus pahaku. Kubiarkan saja, dan aku tetap konsentrasi menyetir mobil. Entah karena suasana yang mendukung, karena kami hanya berdua-duaan, ataukah karena kesepianku selama ini, karena sudah lama tidak dielus laki-laki. Aku membiarkan tangannya beraksi lebih jauh. Aku mulai merinding, dan darahku serasa panas menjalar seluruh tubuhku. Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan tangannya.

Sekarang Irwan sudah sangat berani! Dia sudah berani memegang payudaraku. Aku mulai terangsang. Aku sudah tidak kuat lagi merasakan elusan tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan. Aku tanyakan Irwan, kenapa dia berani memperlakukanku seperti itu, padahal dalam hati aku pun menginginkannya. Dia minta maaf, tapi tangannya tetap tidak mau lepas dari payudaraku. Aku tak kuasa menahan rangsangannya. Akhirnya kubalas elusan tangannya dengan sebuah ciuman di keningnya. Aku tidak menyangka dia menarik tubuhku, dan menciumi bibirku. Dia melumat bibirku, sampai-sampai aku sulit untuk bernafas.

Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku biarkan saja. Sungguh permainan yang indah, mulutku sudah tersumpal oleh lidah Irwan, dan tangannya pun begitu terampil mengelus-elus payudaraku. Bahkan putingku pun sudah dia elus.

Aku melenguh, “Sh.. ah.. sh.. ah.. sh.. ah..”

Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sehingga menggerinjal. Tangannya mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik demi detik kurasakan tangannya mulai mengelus kemaluanku. Aku semakin keras mengeluarkan suara. Dan akhirnya aku kaget, ketika ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar lampunya. Konsentrasiku buyar. Aku lalu membereskan reseletingku dan kaos ketat unguku. Begitu juga Irwan. Akhirnya permainan yang berlangsung sekitar setengah jam itu harus berakhir karena sorotan lampu mobil yang lewat tadi. Di sekitar selangkanganku terasa basah.

“Dina, maafin Irwan ya. Telah berlaku kurang ajar sama Dina.”

“Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, kenapa koq kamu berani berbuat seperti itu kepada saya.
Padahal kamu kan 8 tahun lebih muda dari saya.”

“Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu sejak pertemuan kita di Cafe.”

“Gombal ah..” kataku agak manja.

“Aku geli banget lho, waktu kamu elus tadi. Mungkin karena aku baru merasakan lagi sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali ini, ada cowok yang menyentuh aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan suami satu setengah tahun yang lalu.”

“Sudahlah Yen, jangan ngomongin perceraian, nanti kamu sedih. Mendingan kita melanjutkan perjalanan deh..”

Aku melanjutkan perjalanan dengan berbagai gejolak perasaan dan kenikmatan yang baru aku raih bersama Irwan. Sambil aku menyetir mobil, Irwan tidak lupa mengelus pahaku juga payudaraku.

“Yen, bagaimana kalau kita berhenti dulu di hotel. Biar kita bisa lebih tenang melakukannya.”

Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku ingin merasakan lebih jauh lagi dari elusan lembutnya itu. Tapi aku ragu dan malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.
Sesampainya di kamar Hotel “S” di sekitar Setiabudi, Irwan tidak memberikan kesempatan untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan melumat bibirku. Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya ketika Irwan mulai mebuka kaos ketat unguku dan membuka celana panjangku. Aku disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan tangannya, Irwan telah membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin beringas, bagaikan macan kelaparan. Irwan mulai menciumi lubang kewanitaanku.

“Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shh.. shh.. uh..”

Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat bagai ulat kepanasan. Lidah Irwan merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku yang sebesar kacang kedelai.
Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Irwan. Kaget! Ternyata “barang”-nya Irwan sudah keluar melewati celana dalamnya. Kelihatan ujungnya memerah. Aku takut, apakah lubang kewanitaanku muat untuk “barang”-nya Irwan.

Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku. Dikeluar-masukkannya jari itu dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit, tapi nikmat. Mungkin masih penasaran, Irwan memasukkan jarinya yang ketiga. Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan kirinya membantu membuka lubang kewanitaanku untuk mempermudah memasukkan jari-jari kanannya.

“Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Fer.. aduh.. nggak kuat Fer.. Aku mau keluar nih..”

Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.

“Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen..” Irwan memohon kepadaku.

“Iya Fer, tapi punyamu panjang, muat nggak ya..?” jawabku.

“Coba saja dulu, Yen. Nanti juga terbiasa.”

“Auh.. aw.. jangan didorong dong Fer, malah masuk ke tenggorokkanku, pelan-pelan saja ya.

Punyamu kan panjang.”

Sekitar lima belas menit kemudian erangan Irwan semakin menjadi-jadi.

“Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh..”

Kuhisap semakin kuat dan kuat, Irwan pun semakin keras erangannya. Irwan mulai ingat, tangannya bekerja lagi mengelus vaginaku yang mulai mengering, basah kembali. Mulutku masih penuh kemaluan Irwan dengan gerakan keluar masuk seperti penyanyi karaoke.

“Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?” pinta Irwan.
Aku hanya menganggukkan kepala saja, sambil berharaf-harap cemas apakah punyaku muat atau tidak dimasuki kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku diangkat ke pundak kiri dan kanannya, sehingga posisiku mengangkang. Dia dapat melihat dengan jelas kemaluanku yang kecil namun kelihatan gemuk seperti bakpau.

Kulihat dia mengelus kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada kemaluanku, aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya, dan tangan kanan menuntun kemaluannya yang besar dan panjang menuju lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan, “Sreett..,” dia melihatku sambil tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung kemaluan Irwan masuk perlahan. Aku mulai geli, tetapi agak sakit sedikit. Mungkin karena lubang kewanitaanku tidak pernah lagi dimasuki kemaluan laki-laki. Irwan melihat aku meringis menahan sakit, dia berhenti dan bertanya.

“Sakit ya..?”

Aku tidak menjawab, hanya kupejamkan mataku ingin cepat merasakan kemaluan besarnya itu.

Digoyangnya perlahan dan, “Bleess..” digenjotnya kuat pantatnya ke depan hingga aku menjerit,
“Aaauu..”

Kutahan pantat Irwan untuk tidak bergerak. Rupanya dia mengerti kemaluanku agak sakit, dan dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan Irwan berdenyut dan aku tidak mau ketinggalan. Aku berusaha mengejang, sehingga kemaluan Irwan merasa kupijit-pijit.

Selang beberapa saat, kemaluanku rupanya sudah dapat menerima semua kemaluan Irwan dengan baik dan mulai berair, sehingga ini memudahkan Irwan untuk bergerak. Aku mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir di sela pahaku. Perlahan Irwan menggerakkan pantatnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai kegelian dan nikmat. Kubantu Irwan dengan ikut menggerakkan pantatku berputar.

“Aduuhh.., Dina..,” erang Irwan menahan laju perputaran pantatku.

Rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat agar
tidak berputar lagi, justru dengan menahan pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan berusaha untuk melepaskannya dengan cara bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur kemaluan Irwan menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Irwan termasuk kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja tidak menunjukkan adanya kelelahan bahkan semakin meradang.

Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat, kulihat hasilnya Irwan mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang semakin lancar. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa untuk bergerak, sehingga aku dapat mengaturnya. Aku merasakan sudah 4 (empat) kali kemaluanku mengeluarkan cairan untuk membasahi kemaluan Irwan, tetapi Irwan belum keluar juga. situs judi online

Kupegang batang kemaluan Irwan yang keluar masuk liang kewanitaanku, ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang senggamaku.

Aku pun terus mengerang keasyikan, “Auh.. auh.. terus Fer.. auh.. Ena..k Fer.. Ugh.. ah.. lebih cepat lagi Fer.. ugh.. ah.. sshh.. uh.. oh.. uh.. ash.. sshh..”

“Kecepek.., kecepek.., kecepek..,” bunyi kemaluanku saat kemaluan Irwan mengucek habis di dalamnya.

Aku kegelian hebat, “Dina.. aku mau keluar, Tahan ya..,” pintanya menyerah.

Tanpa membuang waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan tersebut ke dalam mulutku, kukocok sambil kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku maju mundur untuk mencoba merangsang agar air maninya cepat keluar. Mulutku mulai payah tapi air mani yang kuharapkan tidak juga keluar. Kutarik kemaluan dari mulutku, Irwan tersenyum dan sekarang telentang. Tanpa menunggu komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku dengan aku mendudukinya. Aku bergerak naik turun, dan dia memegang susuku dengan erat. Tidak lama kemudian ditariknya tubuhku melekat di dadanya, dan aku juga terasa panas.

“Sreet.., sreett.., sreett..,” kurasakan ada semburan hangat bersamaan dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat demikian pula aku.

Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak dapat lepas. Dia tersenyum puas.

“Dina.., aku baru merasakan kemaluan seorang wanita. Kamu adalah wanita pertama yang merenggut bujanganku.

Aku selama ini paling banter hanya melakukan peting saja. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu memijit punyaku sampai nggak karuan rasanya, aku puas Yen..”

“Aahh kamu bohong, masa seusiamu baru pertama kali melakukan kayak beginian,” manjaku.

Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat.

“Sumpah, Yen..! Apakah kamu masih akan memberikannya lagi untukku..?” tanyanya.

“Pasti..! Tapi ada syaratnya..,” jawabku.

“Apa dong syaratnya, Yen..?” tanyanya penasaran.

“Gampang saja, asal kamu bisa kuat seperti tadi. Atau nanti saya kasih pil untuk kamu ya, biar lebih
kuat lagi..!”

“Oke deh.. Mandi bareng yuk, Yen..” ajaknya.

Dan kami pun mandi bersama, dan sekali lagi Irwan memberikan kepuasan yang selama ini tidak kudapatkan selama kurang lebih satu setengah tahun.

Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Aku langsung check out menuju Cihampelas mengantarkan Irwan pulang. Mobil keluar hotel dengan berjalan perlahan.
Sepanjang perjalanan aku berfikir, “Kok bisa-bisanya aku mmberikan sesuatu hal yang aku jaga selama ini, padahal Irwan baru pertama kali bertemu denganku. Sekaligus juga aku membayangkan kapan lagi aku dapat memperoleh kepuasan dari Irwan.”

Kini tangan Irwan menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di celananya. Sesekali Irwan menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari nakal Irwan mulai beraksi dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan Irwan mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak terasa aku sudah sampai di Cihampelas, dan menurunkan Irwan. Selanjutnya aku pulang ke rumahku di sekitar Sukarno-Hatta.

Terakhir, khusus bagi Anda Para Wanita Yang sebaya ataupun senasib dengan saya (saya janda, berusia 33 tahun), sudi kiranya Anda membagikan tips-nya untuk saya, agar saya dapat membahagiakan dan memuaskan Irwan lebih lama.., dan lama lagi. Karena saya sepertinya mulai menyukai dia, dan tidak mau melepaskan dia. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya. Terima kasih.
H
Cerita Dewasa Janda Tak Punya Anak
4/ 5
Oleh Melinda

 

 

 

Cerita Dewasa Janda Tak Punya Anak

 

kali ini menceritakan tentang kisah Cerita Dewasa Janda Tak Punya Anak , cerita ini merupakan kisah nyata yang di alamin oleh salah satu penulis cerita yang di tuangkan menjadi sebuah cerita sex yang membuat nafsu gitu mengebu ngebu. Silahkan di simak langsung Cerita 17+ kali ini :

Cerita Dewasa Janda Tak Punya Anak – Aku, Janda Tanpa Anak,Namaku Dina. Aku lahir dan dibesarkan di kota Bandung. Usiaku 33 tahun, aku bekerja di sebuah bank swasta di Jalan Asia Afrika, Bandung. Saat ini aku hidup sendiri. Aku pernah menikah, kurang lebih selama empat tahun. Pernikahanku tidak dikaruniai anak. Aku bercerai, karena suamiku berselingkuh dengan rekan bisnisnya.Untuk mengusir kejenuhanku selama kurang lebih satu tahun setengah, aku selalu menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku chatting, akan tetapi aku tidak berharaf untuk bertemu dengan teman chatting-ku. Aku masih trauma akibat perlakuan suamiku terhadapku.

Aku kenal beberapa orang teman chatting yang asyik untuk diajak bercanda ataupun berdiskusi, salah satunya adalah Irwan. Dia anak kuliahan, semester akhir di universitas swasta di Bandung. Irwan merupakan teman chatting-ku yang pertama kali yang pernah bertemu denganku.

Pada awal perkenalannya aku kurang respek terhadapnya, karena email-nya saja menyeramkan, dapat pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@***.**. Tapi entah angin apa yang membuatku penasaran untuk bertemu dengannya, padahal aku baru sekali chatting dengannya. Cerita selanjutnya adalah pertemuan pertamaku dengan Irwan yang berakhir ke sebuah hotel di sekitar jalan Setiabudi.

Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji untuk bertemu dengan Irwan di sebuah cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang lebih awal sekitar pukul 15.45, dan memilih tempat yang agak ke pojok agar aku dapat melihat dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman, dan mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.

Sambil menunggu Irwan datang, aku memperhatikan orang di sekelilingku. Aku merasa risih sekali, karena ada anak muda (usianya sekita 25 tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku memperhatikan terus sejak pertama aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00, anak muda itu menghampiri diriku dan memperkenalkan dirinya. Namanya Irwan.

Aku kaget sekali, karena tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Irwan itu masih muda. Dia masih sangat muda, padahal ketika chatting, dia mengaku berusia 35 tahun. Dan tentunya juga, selama aku berkomunikasi melalui telepon, suara Irwan kelihatan seperti seorang bapak-bapak dan sangat dewasa sekali. Aku sangat grogi. Untuk menghilangkan rasa grogi, kupersilakan Irwan duduk dan memesankan minuman.

“Maaf Bu Dina, saya berbohong kepada Ibu. Saya mengaku berusia 35 tahun, padahal usia saya tidak setua itu.

Tentunya juga, saya mohon maaf tidak memakai pakaian yang saya janjikan. Saya harus panggil siapa nih? Ibu atau Mbak atau Tante atau siapa ya?”

“Dina saja deh, biar lebih akrab,” jawabku.

Selanjutnya Irwan bercerita, kenapa dia berbohong usia, juga aktifitasnya sehari-hari, begitu juga aku menceritakan aktifitasku dan kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menyangka dari cara dia berkomunikasi sangat dewasa dan banyak dibumbui dengan kata-kata humor, sehingga aku dibuat terpingkal-pingkal olehnya.

Tidak terasa, waktu bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Irwan mengajak nonton bioskop di BIP. Aku tidak sungkan-sungkan, langsung mengiyakan saja. Sepulang nonton sekitar jam 7 malam, aku mengantarkan Irwan pulang dengan Baleno-ku ke daerah Cihampelas. Ditengah perjalanan Irwan mengajakku main ke Ciater. Aku sih tidak masalah, karena di rumah pun aku hanya tinggal sendirian.
Di daerah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil menghabiskan minuman dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke Ciater kubatalkan saja. Aku mengajak Irwan pulang saja. Dia pun mengiyakannya.

Sepanjang perjalanan pulang ke Bandung, Irwan mulai agak-agak nakal. Sambil bercerita, dia sudah berani mengelus-elus tanganku ketika aku sedang memindahkan perseneling. Pada awalnya kutepis, tapi bandel juga ini anak. Dia tidak pernah kapok, walau kutepis berkali-kali. Karena bosan dan tidak ada hasilnya kalau kularang, maka kubiarkan dia mengelus-elus tanganku.

Aku akui, elusannya itu membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Bahkan semakin lama elusannya semakin ganas, dan sudah mulai berani mengelus pahaku. Kubiarkan saja, dan aku tetap konsentrasi menyetir mobil. Entah karena suasana yang mendukung, karena kami hanya berdua-duaan, ataukah karena kesepianku selama ini, karena sudah lama tidak dielus laki-laki. Aku membiarkan tangannya beraksi lebih jauh. Aku mulai merinding, dan darahku serasa panas menjalar seluruh tubuhku. Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan tangannya.

Sekarang Irwan sudah sangat berani! Dia sudah berani memegang payudaraku. Aku mulai terangsang. Aku sudah tidak kuat lagi merasakan elusan tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan. Aku tanyakan Irwan, kenapa dia berani memperlakukanku seperti itu, padahal dalam hati aku pun menginginkannya. Dia minta maaf, tapi tangannya tetap tidak mau lepas dari payudaraku. Aku tak kuasa menahan rangsangannya. Akhirnya kubalas elusan tangannya dengan sebuah ciuman di keningnya. Aku tidak menyangka dia menarik tubuhku, dan menciumi bibirku. Dia melumat bibirku, sampai-sampai aku sulit untuk bernafas.

Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku biarkan saja. Sungguh permainan yang indah, mulutku sudah tersumpal oleh lidah Irwan, dan tangannya pun begitu terampil mengelus-elus payudaraku. Bahkan putingku pun sudah dia elus.

Aku melenguh, “Sh.. ah.. sh.. ah.. sh.. ah..”

Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sehingga menggerinjal. Tangannya mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik demi detik kurasakan tangannya mulai mengelus kemaluanku. Aku semakin keras mengeluarkan suara. Dan akhirnya aku kaget, ketika ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar lampunya. Konsentrasiku buyar. Aku lalu membereskan reseletingku dan kaos ketat unguku. Begitu juga Irwan. Akhirnya permainan yang berlangsung sekitar setengah jam itu harus berakhir karena sorotan lampu mobil yang lewat tadi. Di sekitar selangkanganku terasa basah.

“Dina, maafin Irwan ya. Telah berlaku kurang ajar sama Dina.”

“Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, kenapa koq kamu berani berbuat seperti itu kepada saya.
Padahal kamu kan 8 tahun lebih muda dari saya.”

“Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu sejak pertemuan kita di Cafe.”

“Gombal ah..” kataku agak manja.

“Aku geli banget lho, waktu kamu elus tadi. Mungkin karena aku baru merasakan lagi sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali ini, ada cowok yang menyentuh aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan suami satu setengah tahun yang lalu.”

“Sudahlah Yen, jangan ngomongin perceraian, nanti kamu sedih. Mendingan kita melanjutkan perjalanan deh..”

Aku melanjutkan perjalanan dengan berbagai gejolak perasaan dan kenikmatan yang baru aku raih bersama Irwan. Sambil aku menyetir mobil, Irwan tidak lupa mengelus pahaku juga payudaraku.

“Yen, bagaimana kalau kita berhenti dulu di hotel. Biar kita bisa lebih tenang melakukannya.”

Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku ingin merasakan lebih jauh lagi dari elusan lembutnya itu. Tapi aku ragu dan malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.
Sesampainya di kamar Hotel “S” di sekitar Setiabudi, Irwan tidak memberikan kesempatan untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan melumat bibirku. Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya ketika Irwan mulai mebuka kaos ketat unguku dan membuka celana panjangku. Aku disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan tangannya, Irwan telah membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin beringas, bagaikan macan kelaparan. Irwan mulai menciumi lubang kewanitaanku.

“Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shh.. shh.. uh..”

Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat bagai ulat kepanasan. Lidah Irwan merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku yang sebesar kacang kedelai.
Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Irwan. Kaget! Ternyata “barang”-nya Irwan sudah keluar melewati celana dalamnya. Kelihatan ujungnya memerah. Aku takut, apakah lubang kewanitaanku muat untuk “barang”-nya Irwan.

Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku. Dikeluar-masukkannya jari itu dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit, tapi nikmat. Mungkin masih penasaran, Irwan memasukkan jarinya yang ketiga. Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan kirinya membantu membuka lubang kewanitaanku untuk mempermudah memasukkan jari-jari kanannya.

“Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Fer.. aduh.. nggak kuat Fer.. Aku mau keluar nih..”

Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.

“Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen..” Irwan memohon kepadaku.

“Iya Fer, tapi punyamu panjang, muat nggak ya..?” jawabku.

“Coba saja dulu, Yen. Nanti juga terbiasa.”

“Auh.. aw.. jangan didorong dong Fer, malah masuk ke tenggorokkanku, pelan-pelan saja ya.

Punyamu kan panjang.”

Sekitar lima belas menit kemudian erangan Irwan semakin menjadi-jadi.

“Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh..”

Kuhisap semakin kuat dan kuat, Irwan pun semakin keras erangannya. Irwan mulai ingat, tangannya bekerja lagi mengelus vaginaku yang mulai mengering, basah kembali. Mulutku masih penuh kemaluan Irwan dengan gerakan keluar masuk seperti penyanyi karaoke.

“Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?” pinta Irwan.
Aku hanya menganggukkan kepala saja, sambil berharaf-harap cemas apakah punyaku muat atau tidak dimasuki kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku diangkat ke pundak kiri dan kanannya, sehingga posisiku mengangkang. Dia dapat melihat dengan jelas kemaluanku yang kecil namun kelihatan gemuk seperti bakpau.

Kulihat dia mengelus kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada kemaluanku, aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya, dan tangan kanan menuntun kemaluannya yang besar dan panjang menuju lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan, “Sreett..,” dia melihatku sambil tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung kemaluan Irwan masuk perlahan. Aku mulai geli, tetapi agak sakit sedikit. Mungkin karena lubang kewanitaanku tidak pernah lagi dimasuki kemaluan laki-laki. Irwan melihat aku meringis menahan sakit, dia berhenti dan bertanya.

“Sakit ya..?”

Aku tidak menjawab, hanya kupejamkan mataku ingin cepat merasakan kemaluan besarnya itu.

Digoyangnya perlahan dan, “Bleess..” digenjotnya kuat pantatnya ke depan hingga aku menjerit,
“Aaauu..”

Kutahan pantat Irwan untuk tidak bergerak. Rupanya dia mengerti kemaluanku agak sakit, dan dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan Irwan berdenyut dan aku tidak mau ketinggalan. Aku berusaha mengejang, sehingga kemaluan Irwan merasa kupijit-pijit.

Selang beberapa saat, kemaluanku rupanya sudah dapat menerima semua kemaluan Irwan dengan baik dan mulai berair, sehingga ini memudahkan Irwan untuk bergerak. Aku mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir di sela pahaku. Perlahan Irwan menggerakkan pantatnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai kegelian dan nikmat. Kubantu Irwan dengan ikut menggerakkan pantatku berputar.

“Aduuhh.., Dina..,” erang Irwan menahan laju perputaran pantatku.

Rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat agar
tidak berputar lagi, justru dengan menahan pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan berusaha untuk melepaskannya dengan cara bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur kemaluan Irwan menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Irwan termasuk kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja tidak menunjukkan adanya kelelahan bahkan semakin meradang.

Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat, kulihat hasilnya Irwan mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang semakin lancar. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa untuk bergerak, sehingga aku dapat mengaturnya. Aku merasakan sudah 4 (empat) kali kemaluanku mengeluarkan cairan untuk membasahi kemaluan Irwan, tetapi Irwan belum keluar juga. situs judi online

Kupegang batang kemaluan Irwan yang keluar masuk liang kewanitaanku, ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang senggamaku.

Aku pun terus mengerang keasyikan, “Auh.. auh.. terus Fer.. auh.. Ena..k Fer.. Ugh.. ah.. lebih cepat lagi Fer.. ugh.. ah.. sshh.. uh.. oh.. uh.. ash.. sshh..”

“Kecepek.., kecepek.., kecepek..,” bunyi kemaluanku saat kemaluan Irwan mengucek habis di dalamnya.

Aku kegelian hebat, “Dina.. aku mau keluar, Tahan ya..,” pintanya menyerah.

Tanpa membuang waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan tersebut ke dalam mulutku, kukocok sambil kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku maju mundur untuk mencoba merangsang agar air maninya cepat keluar. Mulutku mulai payah tapi air mani yang kuharapkan tidak juga keluar. Kutarik kemaluan dari mulutku, Irwan tersenyum dan sekarang telentang. Tanpa menunggu komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku dengan aku mendudukinya. Aku bergerak naik turun, dan dia memegang susuku dengan erat. Tidak lama kemudian ditariknya tubuhku melekat di dadanya, dan aku juga terasa panas.

“Sreet.., sreett.., sreett..,” kurasakan ada semburan hangat bersamaan dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat demikian pula aku.

Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak dapat lepas. Dia tersenyum puas.

“Dina.., aku baru merasakan kemaluan seorang wanita. Kamu adalah wanita pertama yang merenggut bujanganku.

Aku selama ini paling banter hanya melakukan peting saja. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu memijit punyaku sampai nggak karuan rasanya, aku puas Yen..”

“Aahh kamu bohong, masa seusiamu baru pertama kali melakukan kayak beginian,” manjaku.

Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat.

“Sumpah, Yen..! Apakah kamu masih akan memberikannya lagi untukku..?” tanyanya.

“Pasti..! Tapi ada syaratnya..,” jawabku.

“Apa dong syaratnya, Yen..?” tanyanya penasaran.

“Gampang saja, asal kamu bisa kuat seperti tadi. Atau nanti saya kasih pil untuk kamu ya, biar lebih
kuat lagi..!”

“Oke deh.. Mandi bareng yuk, Yen..” ajaknya.

Dan kami pun mandi bersama, dan sekali lagi Irwan memberikan kepuasan yang selama ini tidak kudapatkan selama kurang lebih satu setengah tahun.

Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Aku langsung check out menuju Cihampelas mengantarkan Irwan pulang. Mobil keluar hotel dengan berjalan perlahan.
Sepanjang perjalanan aku berfikir, “Kok bisa-bisanya aku mmberikan sesuatu hal yang aku jaga selama ini, padahal Irwan baru pertama kali bertemu denganku. Sekaligus juga aku membayangkan kapan lagi aku dapat memperoleh kepuasan dari Irwan.”

Kini tangan Irwan menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di celananya. Sesekali Irwan menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari nakal Irwan mulai beraksi dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan Irwan mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak terasa aku sudah sampai di Cihampelas, dan menurunkan Irwan. Selanjutnya aku pulang ke rumahku di sekitar Sukarno-Hatta.

Terakhir, khusus bagi Anda Para Wanita Yang sebaya ataupun senasib dengan saya (saya janda, berusia 33 tahun), sudi kiranya Anda membagikan tips-nya untuk saya, agar saya dapat membahagiakan dan memuaskan Irwan lebih lama.., dan lama lagi. Karena saya sepertinya mulai menyukai dia, dan tidak mau melepaskan dia. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya. Terima kasih.

Bagaiman Dengan Cerita Dewasa Janda Tak Punya Anak ? Seru bukan ? Dan jangan lupa untuk di simak Cerita Dewasa lainnya Seperti di bawah ini :