cersesk bergambar terbaru
Selamat Pagi sedulur semproter sekalian, tepangaken (perkenalkan), Nubie, sebut ajha dhul gembez. Akan menyajikan cerita kopasan yang menurut nyubie menarik tapi kayaknya belom masuk sini. Kalo memang ada yang merasa keberatan saya nulis kopasan di sini, bisa mohon admin untuk menghapus. Untuk frekuensi update gak bisa ajeg, ane cuma kuli dan updatenya di warnet, kaya sekarang, di pinggiran kota Sleman, Mohon maaf kalo berantakan dan remuk redam. Chapter SATU sampai ENAM di halaman ini Masbro
================================================================= SATU Menik menuruni tebing menuju sungai tempat para perempuan mandi. Tumi teman sebaya Menik mengikuti dari belakang. Di tangan masing – masing menenteng gayung berisi sabun, dental, sikat gigi dan sampo. Hari menjelang sore. Di atas persawahan burung – burung terbang rendah menuju tempat hinggap untuk tidur. Sekumpulan burung kuntul ramai berceloteh mencari tempat tidur di pucuk – pucuk bambu. Ratusan burung pipit kembali ke sarang. Udara gunung sejuk. Angin bertiup menerpa tubuh Menik dan melambai – lambaikan rambutnya yang tergerai. Tumi mendorong -dorong tubuh Menik agar langkahnya dipercepat. Tumi ingin segera sampai di kedung. Tumi ingin segera ikut bercanda tawa dengan perempuan – perempuan lainnya disana. Di sungai ramai para perempuan tua muda berkecipak air kedung yang bening, bersih dan dingin. Dengan batu halus sebesar kepal para perempuan telanjang saling bergantian menggosok punggung. Mereka tidak malu – malu duduk di bebatuan pinggir kedung. Ada yang seenak kangkang. Ada yang nungging. Ada juga yang rebahan sambil menggosok – gosok dadanya dengan batu halus. Batu halus adalah alat yang biasa digunakan untuk menggosok tubuh agar dekil keringat di tubuh terlepas. Semua memiliki batu halus. Yang membuat ramai kedung adalah ketika mereka saling menggosok pungung. Mereka membuat lingkaran dan saling menggosok pungung. Di sinilah banyak terjadi canda tawa ria karena omongan mereka tentang tabiat lakinya. Ada juga yang nakal memegang – megang milik orang yang sedang digosoknya. Bahkan tidak jarang mereka saling remas payudara sambil meledakan tawa renyah. Ada juga yang nekat mengelus milik orang yang di depannya dan menyebabkan yang dielus kaget dan segera mengatupkan pahanya sambil menjerit senang. Tumi berjalan mendahuli Menik. Sesampai di kedung langsung melepasi pakiannya dan segera terjun di kedung menyebabkan air berjibur memercik keluar kedung. “Dasar Tumi. Tuh pakaianku kena cipratan air !” Teriak perempuan setengah baya yang sedang menggosok – gosok pahanya dengan batu halus. Tumi yang dikata – katai hanya tertawa lepas dan segera membawa tubuhnya yang tanpa penutup ke tepi kedung mengambil sambun dan batu halus. Sambil berdiri tanpa malu – malu Tumi segera menyambuni tubuhnya. Tak luput dadanya dan selangkangannya digosoknya dengan sabun. Dari berdiri Tumi kemudian jongkok dan mengambil batu halus dan menggosok tubuhnya sambil sesekali meringis ketika tepat di tengah selangkangannya tersentuh sabun. ” Ayo Nik, segera nyebur ke air !” Teriak Tumi sambil terus menggosok tubuhnya. Menik tak menanggapi Tumi. Dengan kalemnya ia melepas baju atasnya. Nampak dadanya ada gunung kembar kencang, menjorok ke depan. Angin yang datang menerpa – nerpa rambutnya dan sesekali rambutnya menutup – nutup dadanya. Tanpa melepas rok bawahnya Menik masuk ke kedung dan menenggelamkan tubuhnya. Muncul lagi dan segera ke tepi kedung untuk menyambuni tubuhnya. ” Nik mbok sekali – sekali kamu mandi rok bawahnya dilepas. Kayak aku dan yang lain – lain. Kenapa pa ta kok dak pernah dilepas rok bawahnya ?” Celoteh Tumi kepada teman akrabnya yang memang tak pernah melepas rok bawahnya ketika mandi. Yang dicelotehi begitu tenang saja. Tak menanggapi sedikitpun. ” Malu ya Nik ? Malu kalau dilihat rambutnya yang lebat item berintik ya ?” Goda Tumi. Menik tetap tak menghiraukan ocehan Tumi. Tangannya malah asyik mengelus – elus payudaranya dan menggosok – gosoknya dan sesekali membasahinya dengan air dan sabun. Sehingga payudaranya menjadi licin mudah digosok berputar – putar. Dengan sabun Menik membersihkan selangkangannya pula. Dan ketika Menik membuka – buka rok bawahnya yang basah menempel paha ia mencoba membelakangi Tumi. Tumi yang tahu kebiasaan Menik kembali nyelutuk : ” Ih …. sama -sama perawan saja kok malu ta Nik ….Nik … !” Tumi meluncurkan kalimatnya sambil berdiri dan memperlihatkan punyanya kepada Menik yang mebelakanginya. ” Ni …. aku tidak malu punyaku kau lihat. Ni….. rambutku juga lebat kan ? Nik …lihat ni… punyaku mlenuk kan ?” Tumi mengahkiri kalimatnya dengan tertawa menggoda Menik. Menik hanya melirik punya Tumi yang memang berambut lebat, mlenuk dan sedikit tampak belahannya. Diam – Diam Menik mengagumi lekuk – lekuk tubuh milik Tumi. Paydaranya begitu indah menempel di dadanya. Puting kecil memerah ranum. Kencang dan tegak. Tidak beda jauh dengan apa yang dipunyainya. Hanya saja milik Menik payudaranya sedikit lebih kecil. Namum Menik memiliki kelebihan di pantat. Pantat Menik lebih gempal dari pada pantat Tumi. Tumi gadis bawel. Banyak omong. Suka mengolok – olok, tetapi hatinya lembut. Tak mudah tersinggung. Suka bergurau. Tumi perawan polos yang tidak suka menutup – nutupi perasaannya. Suka bilang suka, tidak bilang tidak. Tidak ada putih dikatakan hitam oleh Tumi. Selain itu Tumi memang gadis yang tidak suka menyembunyikan apa yang ada di pikirannya dan apa yang menempel di tubuhnya. Seperti gadis desa yang lainnya Tumi lugu, polos dan jujur. Cuma saja Tumi punya kelebihan yaitu suka ceplas – ceplos. Kalau sudah ngomong semua bisa terbeber. Kedung berangsur sepi. Para perempuan yang selesai mandi pada meninggalkan kedung. Tinggal Menik dan Tumi yang masih berada di kedung. Matahari sudah tidak lagi nampak karena terhalang gunung. Udara semakin dingin. Suasana kedung menjadi sepi dan mulai gelap. Bergantian Menik dan Tumi saling menggosok punggung. Seperti biasanya Tumi nakal. Ketika ia sedang memperoleh giliran menggosok punggung Menik, Tumi langsung memeluk Menik dari belakang dan menempelkan dadanya kemudian menggosok – gosokkan di punggung Menik dan menggoyang – goyangkannya. Dengan begitu Tumi memperoleh rasa yang enak di payudaranya. Sebaliknya Menik yang punggungnya terasa disodok – sodok dan digosok – gosok daging kenyal, punggungnya merasakan kehangatan. Kalau sudah begitu Menik biasanya langsung tangannya mencari – cari yang ada di selangkangan Tumi. Dan Tumipun segera memasangkan selangkangannya untuk diraba tangan Menik. Ketika tangan Menik sampai, Tumi mulai meringis dan tawanya yang nyekikik tertahan – tahan karena tangan Menikpun mulai nakal. Ketika tangan Tumi mau membalas meraba punya Menik, dengan cepat Menik pasti menepis tangan Tumi. ” Punyaku saja boleh kau raba, kenapa punyamu dak boleh aku penggang ta Nik ? Belum pernah lho Nik aku lihat punyamu. Mbok tak lihat sekali saja Nik !” Tumi merajuk agar Menik mau memperlihatkan punyanya. Kalau sudah begitu Menik pasti segera menyebur ke air. Seperti biasanya yang seperti ini hanya berlangsung sesaat. Kemudian kedua kembali menyeburkan diri di kedung dan menyelesaikan mandinya. Hari masih belum siang. Menik tidak ke sawah. Keculai pekerjaan memanen kacang sudah selesai, Menik merasakan badannya sangat capai ketika kemarin seharian di sawah memanen kacang. Menik bisa bermalas – malas sebelum tugas rumah untuk menyiapkan hidangan makan siang dikerjakannya. Semua anggota keluarganya pergi ke sawah. Bapaknya, dan kakaknya. Ia mengeluarkan kertas yang terselip di tumpukan bajunya di keranjang di dekat tempat tidurnya. Dibacanya lagi surat dari Gono. Sudah berkali – kali satu -satunya surat dari Gono ini dibacanya. Tetapi Menik selalu mengulangi membacanya ketika ia kangen dengan kekasihnya yang pergi ke kota untuk bekerja. Diahkir suratnya Gono menuliskan Nik aku akan segera pulang kalau uang sudah terkumpul banyak. Aku segera akan melamarmu. Jangan tergoda oleh rayuan lelaki lain, ya ! Jangan mau kalau didekati sama Gudel ya ! Gudel itu suka sama kamu. Tetapi kamu sudah pacarku lho Nik. Sabar ya Nik … ya …. dari kekasihmu Gono. Dengan membaca surat itu kerinduan Menik terhadap Gono bisa sedikit terobati. Pada saat – saat tidak banyak pekerjaan, Menik sangat merindukan Gono. Gono yang sangat perhatian terhadap dirinya. Gono yang selalu membuat perasaannya gembira. Gono yang ketika mencium pipinya selalu dengan kelembutan dan mulutnya selalu berbisik : Nik …. kamu cantik banget … ” Menik dan Gono sepasang remaja yang saling jatuh cinta. Remaja sedusun yang mula – mula tak ada hati. Tidak ada perasaan saling mencinta. Tidak ada perlakuan saling memperhatikan. Mereka bergaul biasa. Dimana mereka bertemu, hanya canda ria saja yang terjadi. Di sawah ketika Gono merumput dan Menik bekerja di sawahnya mereka hanya saling menyapa. Saling tersenyum, saling menggoda, tetapi tidak ada yang spesial di hati mereka. Sampai pada suatu malam ketika di desa ada keramaian berupa kegiatan tradisi desa. Setiap kali hasil panen berlimpah, desa mengadakan keramaian sebagai ujub ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Malam itu desa menjadi sangat semarak. Lampu penerangan dimana – mana berbinar terang. Orang – orang berjualan aneka jajanan dan aneka barang tumpah ruah di desa. Para penjual barang dan jajanan tahu kalau orang desa lagi banyak duit. Mereka akan membelanjakannya dengan senang hati. Berbagai baju, celana, sandal dan alat – alat bertani dijajakan pada malam itu. Tontonan berupa Jatilan, dan totonan lain semacam digelar. Gono, Menik, Tumi, Gudel, Mindi, Menur, Wuni, Ginem, Waru dan perjaka dan perawan desa lainnya sibuk mengatur keramaian. Mereka para remaja yang gesit menangani kepanityaan. Mereka mengganti para orang tua yang selayaknya sudah harus didudukan sebagai orang – orang yang dimuliakan dan dimanjakan pada saat – saat seperti ini. Keramaian berahkir setelah lewat tengah malam. Suasana menjadi sepi, dingin, dan hanya tinggal lampu – lampu yang sebagian masih berbinar. Rembulan yang menggantung di langit barat mulai tampak pucat. Suasana desa malam itu kembali menjadi tamaram. ” Nik ayo aku antar pulang !” Gono menyapa Menik yang lagi sibuk membereskan alat makan. Kebetulan arah jalan Gono memang searah dengan Menik. ” Ya … kang sebenatar ! Lima menit biar alat – alat ini beres dulu !” Menik melihat Gono berdiri di dekatnya. ” Ya betul Nik ! Kamu bareng kang Gono saja ! Sudah sana tinggal saja pekerjaannya nanti aku yang bereskan !” Sela Tumi yang memang rumah tinggalnya tidak sejauh rumah Menik dari pusat keramaian. ” Kang Waru sudah bersedia mengantar aku pulang kok Nik ! Sudah sana kamu duluan !” Sambung Tumi dengan nada yang sangat iklas. Semakin jauh dari pusat keramain suasana menjadi semakin gelap. Jalan hanya diterangi rembulan pucat dan lampu – lampu kecil panjeran yang dipasang di teras – teras rumah sederhana. Gono dan Menik berjalan beriring. Menik berjalan di depan Gono mengikuti dibelakangnya. Tepat di jalan turunan Menik terpeleset. Jalan yang berupa tanah liat sangat licin. Beberapa hari sebelumnya turun hujan. Dan jalan belum sempat kering. Menik yang ditangannya menenteng berupa bungkusan makanan sisa hidangan di keramaian kehilangan keseimbangan, terhuyung dan jatuh. Kakinya keseleo. Menik benar – benar tidak bisa bangun dari posisi jatuh terduduknya. Pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Gono cepat – cepat meraih tangan Menik untuk ditarik agar Menik berdiri. Tetapi Menik tidak mampu berdiri dan hanya mampu merintih kesakitan. ” Tolong aku kang, kakiku keseleo. Sakit sekali. Aku tak bisa berdiri “. Ucap Menik sambil meringis kesakitan. Gono lalu memeluk badan Menik dan mencoba mengangkat agar Menik berdiri. Pada saat memeluk dan mencoba mengangkat badan Menik inilah tangan Gono tak urung menyentuh payudara Menik. Begitu mengkal. Kencang dan terasa hangatnya karena Menik mengenakan baju yang tipis. Menik ahkirnya bisa berdiri tetapi tetap harus ditopang. Menik terpincang – pincang. Menik dengan ditopang gono berjalan – terpincang dan sangat lambat. Sesekali berhenti dan meringis kesakitan. ” Kalau caranya begini suk pagi nyampe rumah, Nik ” Keluh Gono. ” Kamu harus aku gendong saja ” sambung Gono. ” Sini ayo aku gendong saja !” Berkata begitu Gono langsung jongkok di depa Menik berdiri. Tidak ada cara lain untuk bisa segera sampai ke rumah selain harus digendong Gono. Maka tanpa pikir panjang Menik segera menempelkan tubuhnya di punggung Gono. Gono mengangkatnya. Menik yang tubuhnya ramping terasa ringan di gendongan Gono. Apalagi Gono sudah terbiasa mengangkat beban berat ketika membawa hasil merumput. Gono berjalan cepat. Menik terguncang – guncang digendongan Gono. Malam yang dingin tak dirasakan Gono. Karena di punggungnya ada tubuh Menik. Gono begitu merasakan payudara Menik menekan punggungnya. Kedua tangan Gono yang menyangga kedua paha Menik juga merasakan hangatnya tubuh menik. Selain itu Gono juga merasakan halusnya kulit paha gadis yang sedang digendongnya ini. Sebaliknya Menik yang ada di gendongan Gono juga merasakan hangatnya tubuh Gono. Payudaranya yang terjepit antara dadanya dan punggung gono terasa geli karena terguncang dan tergesek – gesek punggung Gono. Belum lagi kedua pahanya yang dicengkeram tangan Gono. Terasa sedikit sakit tetapi geli nikmat. ” Kuat kang gendong aku sampai ke rumah ?” Menik berbisik di telingan Gono. ” Kuat !” Jawab Gono sambil merasakan hangatnya napas Menik yang terasa di telinganya. Karena jalan yang memang tidak rata dan licin maka sebentar – sebentar Gono membenahi gendongannya karena Menik akan melorot saja dari punggung Gono. Pada saat membenahi gendongan inilah tidak sengaja tangan Gono menyentuh yang ada diselangkang Menik. Gono kaget. Tak Mengira tangannya bakal menyentuh milik Menik. Gono merasakan sesuatu yang menonjol di selangkangan Menik. Empuk – empuk kenyal. Cepat – cepat Gono segera menjauhkan tangannya dari empuk – empuk kenyal ini. Menik tak bereaksi. Ia tahu kalau Gono tidak sengaja menyentuh miliknya. Aneh ada rasa yang sangat tidak diketahui oleh Menik. Rasa yang tiba – tiba muncul ini malah ingin dirasakan lagi. Dalam benaknya ingin tangan Gono tidak senganja menyentuhnhya lagi. Keinginannya untuk miliknya tersentuh lagi membuat Menik melemaskan badan sehingga selalu akan melorot dari punggung Gono. Tak ayal Gono terus berulang – ulang memperbaiki gendongannya. Tetapi tangan Gono tak berubah posisi. Selalu hanya di paha dekat lutut. Menik belum berhasil. Menik mencoba memelorotkan badannya dan gono dengan cekatan memperbaiki gendongannya. Karena Menik ketika melorot agak mengatupkan pahanya makan tangan Gono tak urung jadi mendekati pangkal paha dekat selangkangan Menik. Pada posisi begini mau – tidak mau tangan Gono kembali menyentuh punya Menik. Karena melorotnya Menik cukup kebawah maka Gono menaikkannya tubuh Menik ke punggungnya menjadi susah. Tak urung tangan Gono cukup lama menyentuh milik Menik. Bahkan Gono secara tidak sengaja menjadi menekan – nekan milik Menik sebelum posisi gendongannya kembali ke posisi yang baik. ” Ngantuk ya Nik ? Jangan ngatuk lah ! Nanti melorot terus !” Gono mengingatkan Menik. Menik tak menjawab. Ia masih merasakan sensasi ketika miliknya cukup lama tersentuh tangan Gono bahkan secara tidak sengaja merasa ditekan – tekan. Bukan laki – laki kalau Gono juga tidak merasakan apa – apa ketika tangannya cukup lama di selangkangan Menik. Gono menjadi deg – degan. Jantungnya berdegup. dan nafasnya sengal tertahan. Kejantanannya yang tersembunyi di balik celananya menggeliat. Gono membayangkan yang empuk – empuk kenyal di selangkangan Menik. Gono menjadi ingin menyentuhnya. Tetapi ia tidak berani melakukannya. Bukankah tadi hanya tidak sengaja ? Bagaimana kalau disengaja. Pikiran Gono jadi kacau. Tuntutan pikirannya untuk menyentuh lagi milik Menik tak tertahankan. Nekat Gono mendekatkan posisi tangannya ke pangkal paha Menik sambil pura – pura membenahi gendongan. Tangan Gono telah penuh menyentuh milik Menik. Empuk – empuk, kenyal dan hangat dirasakan tangan Gono. Jantungnya semakin berdegup. Nafasnya semakin tersengal. Miliknya yang ada di dalam celana semakin kaku. Sementara itu Menik yang miliknya telah dikuasai tangan Gono malah pura – pura tertidur di punggung Gono. Menik sangat menikmati tangan Gono. Tiba – tiba ada sesuatu yang luar biasa dirasakan di miliknya. Rasanya ingin pipis tapi tidak. Tetapi tiba – tiba terasa ada yang ingin mengalir keluar dari dalam miliknya. Dan rasa itu luar biasa enaknya. Menik tak mungkin membiarkan rasa itu hilang. Semakin lama semakin enak dan rasanya mau pecah. Dan tiba – tiba menik menggelinjang dan seperti berontak. Menik tak kuasa menahan rasa nikmatnya. Ketika menggelinjang inilah tangan Gono Menjadi kuat menekan milik Menik dan menjadikan milik Menik tambah tak karuan rasanya. Tak ayal tangan Gono menjadi basah oleh cairan milik Menik. Menik tersadar. Gono tersadar. Untung saja telah sampai di depan rumah Menik. Sejak malam itu. Antara Menik dan Gono menjadi saling suka. Saling cinta. Saling sayang dan saling mengasihi. Menik menemukan lelaki yang selalu memberikan kasih sayang. Menik menemukan pria yang bisa membuat hatinya bergetar. Menik menemukan pemuda yang selalu membuat jantungnya berdegup ketika saling menatap mata. Menik menemukan orang yang bisa sebagai tempat berkeluh, bermanja dan bercengkerama. Menik menemukan pejantan yang benar – benar jantan yang bisa membuat keperempuannya berarti. Betapa tidak, hari – hari yang dilaluinya bersama Gono selalu membuatnya senang. Dikala siang matahari seakan bersinar lebih terang dari sebelumnya. Dimalam hari rembulan seakan menjadi lebih bercahaya dari saat sebelum hari – hari dijalani bersama Gono. Angin dingin yang mengalir ke lembah – lembah yang dipenuhi cemara semakin menancapi kulit dan semakin tajam terasa menusuk – nusuk setiap inci kulitnya. Setiap kali malam tiba dan rembulan bulat muncul diantara cemara – cemara Menik menunggu kedatangan Gono yang pasti akan mengajaknya ke lembah cemara. Disana Menik akan merasakan pelukan Gono yang mampu mengusir rasa dingin angin gunung yang kadang membawa kabut. Disaat -saat Gono memeluknya ini, Menik selalu ingin lebih dari sekedar dipeluk. Ia ingin dielus, diraba, dan digerayangi setiap inci lekuk tubuhnya. Menik selalu membantu – bantu dengan geliatan – geliatan atau dengan gerakan – gerakan tubuh lainnya yang membuat tangan Gono menyentuh bagian bagian tubuhnya yang sensitif dan enak ketika tersentuh. Setiap kali sudah begini Gonopun tanggap terhadap keinginan Menik. Tangannya segera menyusup ke balik baju hangat Menik. Tangannya segera menemukan buah dada menik. Dan dengan lembut kemudian diremasnya berganti – ganti. Ketika Menik menggelinjang dan menyediakan mulutnya untuk dicium Gono tidak menyianyiakannya. Ciuman Gono yang begitu melumat membuat Menik semakin menggelinjang. Dan dengan sengaja Menik membuka – buka selangkangannya dengan merenggangkan pahanya. Gerakan – gerakan kakinya disengaja agar rok bawahnya tersingkap ke pangkal paha sehingga miliknya yang sengaja tidak dikenakan celana dalam mudah ditelusuri tangan Gono. Ketika tangan Gono telah sampai disana dan mengelus – elusnya, menekan – nekannya, dan jarinya mulai mengilik, tangan Menikpun telah berada di dalam sarung Gono dan menemukan kejantanan Gono yang begitu kaku dan tidak ditutup celana. Menik menggenggamnya. Dan setiap kali di miliknya ada rasa enak yang berlebih, genggaman tangan Menik menjadi lebih kuat dan membuat Gono berjingkat dan menghentikan cumannya di bibir. Menik tahu Gono agak kesakitan di kejantanannya ketika genggamannya dikuatkan. Maka Menik lalu mengendorkannya dan membuat gerakan tangannya menjadi meremas halus dan memelintir lembut dengan gerakan naik turun. Memperoleh perlakuan demikian kejantanan Gono menjadi semakin kaku saja. Tangan Menik yang lembut dan basah keringat menjadi licin di kejantanan Gono. Kenikmatan yang semakin lama semakin menjadi membuat Gono semakin menyerang milik Menik dengan jarinya. Kalau sudah begitu Menik menjadi tidak tahan. Ia segera merapatkan pahanya dan mengangkat – angkat pantatnya agar jari Gono lebih menancap di miliknya. Mulut Gono yang terus menyedot – nyedot lehernya menyebabkan puncak kenikmatan Menik menjadi – jadi. Sesaat kemudian seperti biasanya Menik kemudian terkulai dan terengah – engah. Gantian Gono Segera berjongkok diantara paha Menik yang telah dikangkangkan. Tangan Kiri mengangkat pantat Menik dan tangan kanan memegangi kejantanannya lalu ujungnya digesek – gesekan di permukan milik Menik yang belahannya terbuka. Tidak lama Gono berbuat begitu seperti biasanya ia langsung melenguh dan memuncratkan cairan kenikmatannya ke permukaan milik Menik. Begitulah hari – hari yang menyenangkan dan membahagiakan serta malam – malam yang menikmatkan dilalui Menik bersama Gono sampai pada satu hari Gono berpamitan untuk bekerja di kota agar bisa segera mengumpulkan uang. Hanya selembar kertas yang berisi tulisan Gonolah yang bisa mengobati rindunya kepada kekasihnya itu. Menik berharap Gono segera bisa mengumpulkan uang dan pulang dusun untuk melamarnya. Sejak satu -satunya surat diterima, berbulan – bulan kemudian tidak lagi ada kabar dari Gono. Menik sempat berpikir Gono sudah melupakannya. Keraguan terhadap janji yang pernah diucapkan Gonopun sering sekali mengganggu pikirannya. Jangan – jangan kekasihnya itu telah tertambat hatinya pada wanita lain di kota. Di kota banyak gadis cantik. Mungkin Gono telah melupakannya, yang hanya gadis gunung yang tidak pandai berdandan. Gadis dusun yang tidak pernah memakai wewangian. Tidak seperti gadis kota yang pandai berhias dan selalu wangi. jika berpikir itu keraguan Menik Gono akan menepati janjinya menjadi semakin pudar. Gudel yang sejak lama menaruh hati terhadap Menik rupanya akan memperoleh kesempatan. Gudel mendengar dari Tumi kalau kepercayaan Menik terhadap janji Gono semakin memudar. Gudel menjadi semakin berani mendekati Menik. Gudel terus mencari tahu tentang Gono lewat Tumi. Kepada Tumilah Gono selalu ingin tahu perkembangan suasana hati Menik. Kemanapun Menik pergi Gudel selalu ingin tahu. Apa yang sedang dikerjakan Menik Gudelpun ingin mengetahuinya. Lewat Tumi Gudel ingin benar – benar tahu kalau Menik sudah bisa melupakan Gono. Gudel sudah selalu membayangkan bisa memeluk Menik. Terutama jika malam sepi dan hanya sendirian, Gudel tak sanggup untuk tidak membayangkan Menik berada di dalam pelukannya. Meraba – raba tubuh Menik. Menggerayangi milik Menik. Meremas – remas payudaranya. Mencium bibirnya. dan mengelus – elus pahanya. Kadang – kadang membayangkannya bercumbu dengan Menik Gudel kebablasan. Dibayangkannya Menik telah ditindihnya. Dan selangkangan Menik telah dibukanya. Dan ia yang sudah berada diantara selangkangannya segera menusukkan kejantanannya di milik Menik. Jika bayangan telah sampai kesitu Gudel langsung memegang kelelakiannya dan segera melenguh – lenguh memanggil nama Menik. Begitulah Gudel. Jika ia melihat Menik yang dirasakannya menjadi sangat bernafsu. Bukan perasaan sayang. Bukan perasaan akan mencintai. Tetapi birahinya yang muncul duluan. Ia melihat Menik sebagai gadis dusun yang cantik. Yang menggemaskan. Yang akan membuat birahinya terlampiaskan. Di dalam pikiran Gudel kalau ia bisa memperistri Menik pasti akan selalu terpuaskan birahinya. Menik yang cantik. Menik yang pantatnya gempal. Menik yang payudaranya membuat rok atasnya membusung di dadanya. Menik yang berkulit bersih dan berkaki panjang, tinggi semampai. Menik yang pasti akan melenguh – lenguh, dan menggelinjang kalau sedang ditindihnya. Gudel begitu bersemangat untuk bisa segera dekat dengan Menik. Berbagai cara dipikirkan untuk bisa mendekatinya. Tetapi rasanya Gudel belum menemukan cara yang tepat untuk bisa dekat dengan Menik. Walaupun Gudel sangat ingin segera dekat dengan Menik, ia tidak ingin kemauannya yang menggebu ini diketahui Menik. Sekalipun ia sebenarnya laki – laki berangasan, tetapi terhadap Menik ia harus hati – hati. Jangan – jangan nanti Menik sakit hati, selamanya dirinya tidak akan bisa mendekatinya. Cara yang jitu belum ditemukan Gudel. Gudel hanya bisa memikirkan cara. Setiap kali ia sudah memutuskan satu cara, lagi – lagi Gudel berpikir ulang dan ahkirnya cara itu tidak jadi dipraktikan. Ia takut salah di depan Menik. Gudel sangat takut Menik tersinggung yang justru bisa membuat Menik tidak menerimanya. Satu hari Gudel bermaksud meminta tolong Tumi untuk menyampaikan maksudnya, kalau dirinya ingin dekat dengan Menik. Maksud inipun diurungkan. Gudel takut nantinya Menik menganggap dirinya tidak jantan. Gudel menjadi judeg. Rasanya sulit sekali mencari alasan agar bisa berada didekat Menik. Pernah juga terpikirkan di benak Gudel untuk mengirim secarik kertas berisi tulisan pernyataan ingin dekat. Setiap kali surat ditulis rasanya kalimatnya salah. Jangan – jangan nanti malah ditertawakan Menik. Setiap kali sudah selesai menulis dipandanginya tulisannya. Tulisan yang jelek dan tidak rapi. Gudel sangat maklum tidak bisa menulis rapi. Bangku sekolah yang bisa dinikmatinya hanya sampai di kelas lima. Teman – teman sedesa dan sebayanyapun hanya sekolah sampai di kelas enam. Tidak ada yang sampai ke tingkat lanjutan. Kecuali sekolah begitu jauh, juga biaya yang tidak memungkinkan. Hanya anak – anak pak Lurah dan pak bayan saja yang bisa ke sekolah lanjutan. Itupun kadang – kadang putus di tengah jalan. Menik, Tumi, Ginem, Menur, Sarjah dan lain – lainnya malah hanya selesai di kelas empat. Mereka keburu diminta orang – orang tuanya untuk membantu di sawah. Rasanya asal sudah bisa sedikit membaca dan sedikit bisa menulis, cukup. Hasil panen menjadi lebih penting dari pada bisa menulis baik dan rapi. Para orang tua juga pada takut menyekolahkan anak – anaknya di kota. Mereka takut terhadap pengalaman yang sudah. Anak yang sekolah di kota pada umumnya kehilangan jati dirinya sebagai orang desa. Mereka tidak lagi mau menanam sayuran dan palawija. Mereka tidak lagi mau kena lumpur liat. Mereka menjadi sombong. Mereka tidak lagi mau merumput untuk memberi makan sapi – sapinya. Mereka menuntut sapinya dijual dan dibelikan motor. Mereka menuntut sawahnya digadaikan saja untuk biaya mencari pekerjaan di kota. Sawah ladang yang terbentang tidak lagi menjadi harapan. Mereka lebih ingin yang gemerlap di kota. Mereka berpikir ilmunya yang diperoleh di kota tak bisa dimanfaatkan di desanya. Kehidupan yang ayem, tentrem, makmur, sejahtera dan damai di desanya tak lagi menarik. Hingar – bingar dan berbinarnya kota lebih menarik perhatiannya. Gudel, Gono, Waru, Damar, Manggar, Tumi, Ginem, Sarjah, Menik dan lain – lainnya adalah korban pemikiran orang tuannya dan juga korban ulah para pendahulunya yang ketika setelah selesai sekolah di kota kehilangan jati dirinya sebagai orang desa yang lugu, polos, jujur, dan menyukai gotong royong, ketenteraman dan kedamian serta kehidupan yang sederhana. Keinginan Gudel untuk mendekati Menik belum juga kesampaian. Gudel menjadi sering termenung dan melamun. Karena seringnya melamun sampai – sampai tangannya tergores sabit ketika merumput. Bahkan ketika berjalan di pematang sawah Gudel terpeleset jatuh masuk parit. Tidur tidak nyenyak, makan tidak terasa enak. Yang ada di pikirannya hanya Menik dan Menik. Menik yang segera akan diajaknya masuk ke hutan di atas desa yang sepi. Menik yang akan segera digumulinya. Menik yang akan diminta memegangi punyanya yang besar dan panjang. Menik yang akan menerima muntahan birahinya. Di sisi lain Tumi yang sebenarnya menaruh hati, malah luput dari perhatiannya. Tumi yang ketika ketemu dirinya selalu membusung – busungkan dada agar buah dadanya lebih tampak menggunung dan menaik – naikkan pantatnya agar lebih tampak menarik, tidak pernah terlihat oleh matanya. Gudel tidak tahu kalau Tumi menyukainya. Tumi yang ketika berkesempatan duduk di dekatnya selalu menaik – naikkan roknya agar pahanya nampak dan bisa dilihat, tak dihiraukannya. Bahkan pada suatu saat ketika Gudel sedang merumput di sawah Tumi sengaja mendekatinya dan ia pura – pura jatuh terpeleset agar ditolong dan dijamah – jamah oleh Gudel, malah menjadi bahan tertawaan Gudel. Sebenarnya Tumi tidak kalah cantik dengan Menik. Malahan Tumi berpostur lebih gempal daripada Menik. Dari cara bergaul Tumi lebih terbuka dan lebih gampang diajak bicara. Menik cenderung banyak diam dan tidak banyak mengumbar senyum. Tumi cerewet, suka tertawa terbahak, dan sangat murah senyum. Tumi kalau berjalan tidak pernah menunduk. Matanya selalu kemana – mana. Apalagi kalau ada sekumpulan pemuda yang lagi nongkrong – nongkrong Tumi tidak segan – segan nimbrung dan dengan sikapnya yang centhil mencoba menggoda. Dimana ada Tumi disitulah terjadi gurauan – gurauan yang membangkitkan birahi. Tumi menyukai Gudel karena Gudel suka terbuka seperti dirinya. Di mata Tumi Gudel sangat jantan. Sifat laki – lakinya sangat menonjol. Cenderung kasar dan keras. Disamping itu postur tubuh Gudel yang tinggi besar sangat seksi di mata Tumi. Di benak Tumi Gudel akan memperlakukannya dengan sangat agresif ketika sedang berpacaran. Tumi tidak menyukai lelaki yang halus, klemat – klemet dan lelet. Satu saat Tumi membayangkan Gudel yang meremas – remas payudaranya dengan tangannya yang kokoh kuat. Menciumi bibirnya sampai ia gelagapan. Memeluknya kuat – kuat dan menggosok – gosokkan kelakiannya yang besar panjang. Dan mempermainkan miliknya dengan cara yang membabi buta. Tumi suka diperlakukan demikian. Pernah juga terbayangkan indahnya diperkosa oleh Gudel. Tumi tahu Gudel yang berangasan pasti akan bisa sangat menyenangkan dirinya. Satu hari ketika dirinya pasti akan ketemu Gudel di sawah, karena hari itu Gudel sedang diminta membantu bekerja di sawahnya, Tumi sengaja mengenakan pakaian yang kekecilan. Sehingga payudaranya nampak menonjol dan belahan dadanya bisa dilihat, dan karena roknya pendek pasti pahanya akan selalu nampak. Kalau ia membungkuk nanti di depan Gudel, Gudel pasti akan melihat pantatnya dan melihat celana dalamnya. Harapannya Gudel akan terangsang dan menjadikan Gudel memperhatikannya. Dan satu saat Gudel akan mencarinya, mengajaknya ke hutan dan disana akan terjadi paduan kasih yang diharapkannya. Dan ahkirnya Gudel akan melamarnya. Sayang hari itu kejadian tidak seperti yang diharapkan Tumi. Gudel bekerja tanpa memperhatikan Tumi yang selalu di dekatnya membantu – bantu Gudel. Tingkah polah Tumi tidak menarik perhatian Gudel. Malah ketika Gudel melihat Tumi yang duduk kangkang dihadapannya sambil menyajikan makanan kiriman, Gudel sambil tersenyum menyampaikan kalimat olok – oloknya : ” Tum … tu celana dalammu kelihatan. Dak malu pa saya lihat !” Kemudian Gudel tertawa lepas sambil tetap melototi sesuatu yang mlenuk di selangkang Tumi. ” Dasar laki – laki kalau sudah ngeliat tak berkedip ! ” Balas Tumi pura – pura memberengut tetapi tetap membiarkan selangkangannya terbebas dari rok yang seharusnya menutupinya. Tumi terus tetap sibuk menuangkan air teh, menciduk nasi, dan menata lauk di pematang sawah dengan tetap membiarkan selangkangan nampak. Tumi nekat berbuat demikian karena sejak tadi polah tingkahnya selalu tak menarik perhatian Gudel. Sementara itu sambil menyulut sebatang rokok Gudel tetap memelototi yang sengaja ditampakkan Tumi. ” Kedip kang … tu nanti mata kang Gudel tribilen lho kalau natap terus !” Kata Tumi sambil menatap mata Gudel. Gudel terbahak. Tumi sempat melirik ke celana kolor Gudel. Disana ada yang membusung. Dalam hati Tumi berjingkrak. ” Kena kau kang Gudel … besuk atau lusa kau pasti akan mengajakku ke hutan !”. Yang ditunggu Tumi tidak pernah hadir. Gudel tidak pernah menghampirinya. Gudel tidak pernah datang ke dirinya untuk mengajak ke hutan. Tumi sangat kecewa. Tetapi rasa sukanya terhadap Gudel tidak padam. Tidak surut. Tumi berpikir mungkin belum saatnya Gudel mengajak dirinya ke hutan. Suatu saat nanti siapa tahu. Tidak pernah terpikirkan oleh Tumi kalau Gudel sebenarnya menyukai Menik. Hatinya telah tertambat di Menik yang sudah dipacari Gono. Tumi tidak menyadari itu. Tumi merencanakan memasang jerat. Tumi bertekat mendapatkan Gudel. Walaupun harus dengan melaksanakan cara – cara yang tidak umum. Tumi sangat berhasrat dipacari Gudel. Dengan cara yang seperti apapun ia harus mendapatkan Gudel. Pemuda lain sudah tidak terlihat di mata Tumi. Gudel menjadi satu – satunya idamannya. Jangankan melihat, baru mengingat saja jantung sudah berdesir. Kalau sedang berhadapan dengan Gudel Tumi merasakan seluruh kulitnya merinding. Debar jantung menjadi meningkat. Gudel sangat menarik perhatiannya. Sebenarnya sudah sejak lama Tumi menaruh hati. Tetapi baru ahkir – ahkir seiring dengan kedewasaannya bertambah Tumi menjadi semakin menggebu. Di benaknya Gudel adalah pria yang akan mampu memberikan segala – galanya. Bertubuh kekar pasti akan suka bekerja keras. Sawah ladangnya yang berlebih akan ada orang yang bisa membantu menggarapnya. Walaupun tingkah polahnya berangasan sebenarnya Gudel baik hati. Suka membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Tidak congkak. Hanya saja Gudel memang suka bicara keras, ceplas – ceplos, tidak suka menutup – nutupi. Dan kalau sudah ngomong tidak terkontrol. Tidak jarang bahkan sering sekali jika sedang berkumpul dengan yang lain – lain suka ngomong jorok. Kalau sudah ngomongkan perempuan tidak ada yang ketinggalan milik perempuan diomongkan. Seperti biasanya kalau sudah begitu Gudel terbahak – bahak keras. Kalau sedang bersama perawan – perawan tangannya tidak bisa berhenti bergerak. Ada saja yang dilakukannya. Menjawil, memegang hidung, tak jarang nekat menyenggol buah dada perawan yang di dekatnya. Kalau sedang kumpul – kumpul, banyak teman perawannya menjerit dan memaki – maki lantaran tangan Gudel yang sering nekat. Gudel yang dimaki – maki biasanya hanya terbahak dan ngeloyor pergi. Aneh justru tingkah polah Gudel yang seperti itulah yang amat disukai Tumi. Tumi menulis surat yang isinya mengajak Gudel pergi ke hutan. Tumi tidak malu – malu lagi. Sebagai perempuan seharusnya dia menunggu. Tetapi justru ia yang agresif. Tumi sudah bosan melakukan godaan – godaan terhadap Gudel. Godaan – godaannya tidak pernah mendapat tanggapan. Tingkah polahnya selalu luput dari perhatian Gudel. Padahal Tumi tahu kalau sifat Gudel yang berangasan pasti mudah digoda. Tetapi terhadap godaan – godaan yang dilakukannya Gudel acuh saja. Tumi menjadi bingung. Padahal rasa sukanya terhadap Gudel rasanya suda tidak terbendung. Gudel menerima secarik kertas tanpa amplop dari seorang anak kecil. Gudel mengerinyitkan dahinya setelah membaca satu kalimat yang ada di kertas itu. Kang yuk kita hutan ! Anak kecil pengantar surat mau segera lari meninggalkan Gudel. Cepat – cepat Gudel meraih tangannya. ” Tunggu !” Gudel segera masuk rumah. Dengan pensil ditulisnya kalimat di bawah kalimat yang di tulis Tumi. Mau, besuk siang ya, Tum ! Gudel memberikan kembali secarik kertas dari Tumi. ” Berikan lagi ini kepada mbakyumu !” Tumi sangat girang menerima jawaban dari Gudel. Rencananya menjerat Gudel bakal terlaksana. Pagi – pagi ia akan mandi air kembang. Agar Gudel terangsang oleh bau badannya yang wangi. Rok terbaik akan dikenakan. Bukan hanya rok yang terbaik tetapi rok yang longgar. Dengan mengenakan rok longgar Tumi berharap Gudel tidak akan sulit merogoh – rogoh apa yang ada di balik roknya. Tumi sengaja tidak akan pakai kutang. Maksud Tumi agar nanti tidak ribet melepaskannya kala tangan Gudel merogoh kesana. Tumi juga tidak akan mengenakan celana dalam. Dengan begitu Gudel tidak akan susah – susah memelorotkannya. Besuk siang Gudel pasti akan seru menggelutinya. Guguran bungan cemara yang mereka pakai alas untuk tiduran di tengah hutan cemara pasti akan berhamburan oleh polah Gudel dalam menggumulinya. Gudel pasti akan sangat gemas dengan tubuhnya. Tumi membayangkan pasti besuk Gudel akan mengejaknya bicara yang jorok – jorok, lalu mencoba merangkulnya. Tumi akan pura – pura menghindar. Dan Gudel akan terus merangsek. Ahkirnya Tumi dalam pelukan Gudel. Mula – mula Gudel pasti akan menciumi bibirnya. Dan tangannya pasti tidak tahan untuk menggerayangi tubuhnya. Serangan birikutnya sambil menciumi bibir dan lehernya tangan Gudel pasti akan sampai di buah dadanya dan meremas – remas dengan gemasnya karena Gudel sudah dipenuhi nafsu birahinya. Saat itu pasti napas Gudel sudah ngos – ngosan dan pikirannya sudah tidak terkendali. Gudel pasti akan segera melepas celananya dan akan segera menindihnya. Dan Gudel pasti akan segera memegangi pahanya dan memelorotkan celana dalamnya. Tetapi ketika tangan Gudel tahu kalau miliknya tidak ditutupi celana dalam pasti tindakan Gudel berikutnya akan mengangkangkan pahannya dan mengarahkan yang telah mencuat kaku ke miliknya. Dengan begitu Gudel pasti terjerat. Tumi sudah berketetapan kalau besuk siang keperawanannya akan diserahkan ke Gudel. Dan selanjutnya Tumi berharap dirinya akan hamil. Kemudian Gudel dimintanya bertanggung jawab. ahkirnya cita – cita Tumi memiliki Gudel akan kesampaian. Gudel akan menjadi suaminya. Tumi akan selalu mencintainya. Tumi akan selalu melayaninya. Gudel akan menjadi ayah dari anak – anaknya. Gudel akan menjadi teman hidupnya selama – lamanya. Esuknya siang yang ditunggu tiba. Tumi yang wangi.Tumi yang mengenakan rok terbaiknya dan rok longgarnya serta Tumi yang tidak mengenakan kutang dan celana dalam telah menunggu Gudel di teras rumahnya. Tumi menunggu Gudel datang. Tumi begitu gelisah. Setengah jam telah lewat dari siang yang seharusnya, Gudel belum datang. Sesekali Tumi melihat ke jalan di depan rumahnya dan melongok. Belum juga tampak Gudel berjalan ke arah rumahnya. Tiba – tiba terdengar di telinga Tumi suara gendong. Gendong adalah kentongan sebesar kerbau yang ditempatkan di rumah pak kadus dibunyikan orang sebanyak dua belas kali. Dan dibunyikan berulang – ulang. Tumi tahu kalau gendong yang dipukul demikian adalah tandanya di dusun ada orang meninggal. Tumi bertanya – tanya siapa gerangan yang meninggal dunia ? Sebentar kemudian jalanan menjadi ramai. Banyak orang keluar rumah ingin menyakinkan siapa yang hari itu meninggal. Ada juga orang – orang yang setengah berlari menuju sumber suara gendong. Mereka ingin menanyakan siapa yang siang ini meninggal. Tumi kecewa. Mengapa ada orang meninggal siang ini. Siang ketika ia sebenarnya akan berkencan dengan Gudel. Siang dimana ia akan menjerat Gudel agar ia bisa memiliki Gudel. Siang dimana ia akan merasakan kenikmatan sebagai perempuan yang dicumbui lelaki. Apalagi dicumbui lelaki berangasan. Pasti akan sangat enak dinikmati. Akan datangkah Gudel ? Pasti tidak. Karena sebagai pemuda pasti akan lebih mementingkan berada di tempat orang yang sedang kesusahan. Kalaupun Gudel datang pantaskah sedang ada kesusahan ia dan Gudel justru malah pergi ke hutan menikmati cumbuan dan gumulan ? Tumi kecewa. Tetapi kekecewaannya ditindihnya dengan nalar warasnya. Toh masih ada waktu lain. Orang di jalanan ramai berbincang. Ternyata yang meninggal di siang ini adalah Nyi Ramang. Mendengar yang meninggal ternyata Nyi Ramang, Tumi tidak lagi ingat Gudel. Tidak lagi ingat akan rencana menjerat Gudel. Ia harus segera ke rumah Menik. Menik pasti lagi menangis karena ditinggal mati neneknya. Menik pasti sedang bingung. Ia harus membantunya. Maka segera Tumi masuk rumah. Dikenakannya celana dalam dan kutang yang sejak tadi tidak dikenakan agar memudahkan Gudel menjangkau miliknya. Tumi segera meninggalkan rumah menuju rumah Menik. Ketika Tumi tiba, di rumah Menik telah banyak orang melayat. Para pemuda dusun sibuk. Termasuk Gudel. ” Maaf Tum, terpaksa kita urung ke hutan ” Kata Gudel setelah ada kesempatan berdekatan dengan Tumi disela – sela kesimbukannya sebagai pemuda yang membantu ini itu demi lancarnya urusan mayat. ” Dak apa – apa kang, toh masih ada waktu lain ” Jawab Tumi sambil berlalu dari hadapan Gudel karena ia harus meronce kembang yang akan dikalungkan di kerenda mayat. Semakin siang pelayat semakin banyak. Ratusan bahkan ribuan orang berdatangan. Mereka pada membawa barang bawaan berupa keperluan dapur. Bahkan terlihat beberapa orang datang menuntun sapi, kerbau, dan kambing untuk disumbangkan dan disembelih. Bagi orang – orang yang telah pernah ditolong Nyi Ramang, apalagi kalau orang kaya barang bawaan yang disumbangkan kelewat banyak. Rumah Menik yang berhalaman luas tidak juga bisa menampung banyaknya pelayat. Pelayat meluber ke jalan, ke rumah – rumah tetangga dan ada yang terpaksa duduk sekenanya dimana ada tempat untuk duduk. Nyi Ramang meninggal dalam usia 112 tahun. Hampir sepanjang hidupnya diabdikannya bagi siapa saja yang butuh pertolongan darinya. Dalam memberikan pertolongan Nyi Ramang tidak pernah pilih – pilih. Siapa saja yang butuh pertolongannya sebisa mungkin dilayani. Tidak yang kaya, tidak yang miskin mereka memperoleh pelayanan yang sama. Nyi Ramang dikenal sebagai perempuan sakti. Nyi Ramang bak dokter di kota. Bahkan lebih dari dokter. Penyakit apapun dapat diobati oleh Nyi Ramang. Orang sedusun, bahkan sedesa, bahkan pula sampai ke tetangga desa, semua berobat ke Nyi Ramang. Tidak pria, tidak wanita, anak – anak sampai orang tua jompopun dibawa ke Nyi Ramang. Nyi Ramang memiliki kelebihan dari orang – orang pada umumnya. Tidak hanya mereka yang sakit, yang mempunyai masalah keluarga, sampai pada masalah – masalah yang ruwet sekalipun bisa diberikan jalan keluar oleh Nyi Ramang. Nyi Ramang kemudian dikenal sebagai dukun sakti. Telah ratusan, bahkan ribuan orang telah ditolong oleh Nyi Ramang. Nyi Ramang berhenti memberikan pertolongan sejak benar – benar Nyi Ramang sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur karena usia. Dua tahun sejak hari meninggalnya ini, Nyi Ramang hanya tergeletak tidak berdaya di tempat tidur. badannya tinggal tulang dan kulit yang membalutnya. Banyak orang kecewa karena tidak bisa lagi berobat, atau minta pertolongan Nyi Ramang. Orang bertanya – tanya mengapa tidak ada yang mewarisi ilmu Nyi Ramang. Pak Pedut satu – satunya anak Nyi Ramang mengaku tidak memperoleh warisan ilmu dari mboknya. Kliwon anak pak Pedut, yang juga cucu Nyi Ramang juga mengaku tidak memperoleh apa – apa dari neneknya. Apalagi menik yang lugu dan baru menginjak dewasa pasti juga tidak mewarisi ilmu neneknya. Orang menduga – duga, mungkin saja nanti kalau Nyi Ramang sudah meninggal dunia pak pedut baru akan menjalankan apa yang dilakukan Nyi Ramang. Pak Pedutlah orang yang patut mewarisi ilmu Nyi Ramang. Nyi Ramang pasti sudah mewariskan ilmunya kepada anaknya. Tidak mungkin jika tidak. Hanya saja pak Pedut belum berani berbuat ketika Nyi Ramang masih ada. Satu hari datang orang meminta pertolongan dan memaksa – maksa agar pak Pedut mau mengobati sakitnya. Pak Pedut hanya kebingungan. Orang tidak percaya kalau pak Pedut tidak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Nyi Ramang. Warga dusun, bahkan seluruh warga desa dan orang – orang yang tahu siapa pak Pedut sangat mengharapkan pak Pedut bisa menggantikan Nyi Ramang. Jika tidak warga akan menemukan kesulitan jika menderita sakit dan menemui berbagai masalah. Sejak Nyi Ramang berhenti mengobati dan menolong orang karena usianya yang sudah sangat lanjut, orang terus meminta dan mendukung agar pak Pedut segera bisa menggantikan Nyi Ramang. Pak pedut hanya terdiam, bingung dan galau. Tidak jarang pula orang menemui Kliwon anak pak Pedut cucu Nyi Ramang. Orang juga menduga – duga Kliwonlah yang mewarisi ilmu neneknya. Banyak orang meminta Kliwon agar mengobati orang sakit yang datang. Seperti ayahnya Kliwon hanya bingung dan takut. Karena memang dirinya tidak bisa melakukan seperti yang dilakukan neneknya. Tidak luput Menikpun banyak ditanya teman – temannya dan para perempuan dusun. Menik hanya bisa diam. Apa yang harus dilakukannya ? Jawaban apa pula yang mesti disampaikan kepada para penanya ? Kalau sudah begitu Menik hanya bisa tertunduk dan menitikan air mata. Setelah melihat itu barulah mereka berhenti bertanya. Tetapi pada kesempatan lain orang lagi – lagi mengganggu Menik dengan pertanyaan – pertanyaan yang sama. Menjelang matahari tenggelam jasad Nyi Ramang dimakamkan. Ratusan pelayat mengiring jasadnya sampai ke kubur di atas bukit kecil di belakang dusun. Hari kesepuluh kematian Nyi Ramang, tamu – tamu pelayat mulai sepi. Tinggal satu dua saja yang datang melayat. Hari sibuk yang dialami keluarga Menik sudah sangat berkurang. Di rumah juga sudah tidak lagi banyak orang membantu. Karena memang sudah tidak lagi banyak pekerjaan seperti hari – hari sebelumnya yang harus menyuguhi tamu – tamu yang datang. Menyiapkan hidangan, bahkan juga menyiapkan makanan bawaan untuk si tamu yang datang membawa sumbangan berupa barang atau hewan. Hanya Gudel dan Yu Jumprit yang masih setia membantu di rumah Menik. Yu Jumprit memang masih ada hubungan darah dengan keluarga Menik. Jadi yu Jumprit masih akan terus membantu keluarga Menik, sampai benar – benar nanti keluarga Menik tidak lagi repot. Yu Jumprit sudah lama menjanda dan tidak memiliki anak. Hidup sendiri di rumah bagi yu Jumprit terasa sepi. Setelah kematian Nyi Ramang yu Jumprit kepikiran ingin tinggal saja di rumah Menik daripada di rumah sepi sendiri. Kepikiran juga di benak yu Jumprit, siapa tahu pak Pedut yang telah lama ditinggal mati mboknya Menik akan menyukainya dan mengajaknya hidup sebagai suami isteri. Lain lagi dengan Gudel. Gudel ingin berjasa di depan Menik. Gudel tak menghitung waktu. Pagi, siang, sore, malam tidak mengenal lelah ada saja yang dikerjakan demi meringankan keluarga Menik. Terutama pekerjaan mengambil air dari sumber. Dari hari pertama meninggalnya Nyi Ramang sampai hari kesepuluh Gudellah yang selalu memikul bumbung – bumbung air dari sumber dibawa ke rumah. Untuk mengambil air dari sumber tidaklah gampang. Harus turun tebing, melewati jalan licin berbatu dan jaraknya cukup jauh dari rumah Menik. Gudel ingin berjasa. Dan jasanya ingin diketahui Menik. Gudel sangat berharap Menik menganggapnya sebagai pemuda yang bertanggung jawab. Pemuda yang tahu akan kerepotan orang lain. Gudel berharap Menik mengaguminya. Dan satu saat nanti Gudel akan bisa mendekati Menik dengan mudah.