Bercinta Dengan Bu Dukun
Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah cita-cita bagi sebagian besar orang. Beberapa tutorial ditempuh supaya dapat lolos tes CPNS. Mengikuti bimbingan tes CPNS, menyogok, menyewa joki, hingga ke dukun sekalipun bakal diperbuat. Entah sebab putus asa seusai beberapa kali gagal dalam tes, akhirnya akupun juga menggunakan jasa dukun alias orang pintar.
Menurut informasi yang aku peroleh dari kawanku, ada seorang dukun di pinggir kota yang dulu sempat meloloskannya menjadi PNS. Malam itu aku sendirian berangkat mencari rumah dukun itu. Seusai sempat muter-muter nanya sana-sini, akhirnya aku tiba di suatu rumah sederhana yang nyaris tidak terlihat dari jalan raya.
Halamannya yang luas dan tertutup rimbunnya pohon-pohon mangga membikin suasana menjadi sejuk dan tenang. Seusai beberapa kali mengetuk pintu, seorang wanita setengah baya dengan senyum ramahnya membukakan pintu. “Permisi, apa benar ini rumahnya Bu Sarmi?” tanyaku kemudian. “Oh iya, saya sendiri. Silakan masuk, Mas!” Seusai dipersilakan duduk, tanpa basa-basi aku segera menawarkan diri dan langsung mengutarakan maksud kedatanganku. “Ooo, jadi Mas Anang ini juga pengen jadi pegawai negeri to?” “Iya Bu!
Saya juga telah membawa sebotol madu murni sebagai syarat, semacam yang dikatakan kawan saya.” Aku menyodorkan satu botol madu murni terhadap Bu Sarmi. “Kalau begitu, silakan Mas Anang ikut saya ke dalam!” Bu Sarmi beranjak dari duduknya sambil membawa botol madu yang aku berbagi tadi.beliau berlangsung menuju ke suatu kamar di ujung ruangan.
Dari belakang aku membentutinya sambil memperhatikan gerakan pantatnya yang membikinku menelan ludah. Sesampainya di dalam ruangan yang redup itu, Bu Sarmi menutup pintu dan menyuruhku membuka pakaianku. “Maaf ya Mas Anang! Tolong pakaiannya di lepas dan silakan berbaring di ranjang itu! Kami bakal segera mengawali ritualnya!” “Semuanya, Bu?” tanyaku malu-malu. Bu Sarmi tersenyum, “Mas Anang gak usah malu. Anggap saja saya tidak ada. Toh ini kan juga demi cita-cita Mas Anang!” Bu Sarmi benar, pikirku. Lagi pula aku telah terlanjur datang ke sini, jadi aku tidak butuh malu lagi. Sementara Bu Sarmi menyiapkan kelengkapan ritual, aku segera menanggalkan semua busanaku kemudian berbaring di atas ranjang yang tidak terlalu empuk itu.
Beberapa hari kemudian, dengan sebotol madu ditangannya , Bu Sarmi datang dan duduk di sampingku. Sesaat aku sempat menonton Bu Sarmi memantau tubuh telanjangku. Pandangannya terlihat liar, seolah tengah menonton ayam panggang yang siap untuk di santap. Dengan duduk bersimpuh di sampingku, Bu Sarmi mulai menuangkan madu murni itu ke sekujur tubuhku. Aku memejamkan mataku saat tangan lembut Bu Sarmi mulai menyentuh dadaku, meratakan madu yang lengket itu ke setiap aspek tubuhku. Jemarinya yang lentik dengan lihai menari-nari, meremas-remas dada bidangku, dan mempermainkan bulu-bulu halus yang tumbuh di atasnya.
Aku menggigit bibirku sendiri, mencoba mengendalikan ajaran darahku yang bergejolak menuju ke arah pangkal pahaku. “Mas Anang telah punya pacar?” tanya Bu Sarmi memecah keheningan. “Eh, saya baru menikah enam bulan yang lalu, Bu!” “Ooo…, jadi tetap pengantin baru to! Wah, lagi panas-panasnya dong, Mas!” kata Bu Sarmi meledek. “Ah, Bu Sarmi ini dapat saja!” Tanpa sengaja tanganku menyentuh lutut Bu Sarmi ketika beliau memindahkan tanganku yang tadi menutupi kemaluanku. Aku juga sempat melirik pahanya yang sedikit tersingkap. Wah, mulus juga pahanya, pikirku.
Tanganku jadi betah berlama-lama di atas paha mulus itu. Bu sarmi membiarkannya ketika tanganku mengelusnya. Bahkan beliau malah melebarkan pahanya. Seolah memberbagi tanganku peluang untuk bergerak menelusuri paha tahap dalamnya. Darahku terus mendidih manakala dengan lincahnya jemari Bu Sarmi turun ke perutku, membelai bulu-bulu halusnya dan memijat otot-otot perutku yang keras. “Wah…, badan Mas Anang kekar juga ya. Pasti Mas Anang rajin olah raga.” “Ya, tiap pagi saya usahakan untuk olah raga meskipun cuma angkat beban alias sit up.” “Ooo…, pantesan adi Mas Anang gede!” “Maksud Bu Sarmi, adik yang mana?” tanyaku pura-pura bodoh. “Maksud saya adik yang ini…..” kata Bu Sarmi sambil meremas kejantananku tanpa rasa canggung. Ada rasa kaget sekaligus bahagia dengan perlakuan Bu Sarmi.
Beliau dengan lembut melumuri kejantananku dengan madu, kemudian mengocoknya pelan. “Ooohh…, Bu! Enak…!” aku melenguh nikmat. Aku juga terus berani dengan menyingkap roknya dan memilin pahanya lebih jauh lagi. Dan nyatanya Bu Sarmi menanggapi positif tindakanku itu. Terbukti dengan ia sedikit membawa pantatnya supaya aku dapat mencapai pangkal pahanya. Astaga…! Sekali lagi aku terkejut sekaligus bahagia manakala tanganku menyentuh rambut-rambut halus diantara pangkal paha Bu Sarmi. Nyatanya beliau telah tidak menggunakan celana dalam.
Perlahan-lahan aku mulai menggosok bibir vagina Bu Sarmi yang telah basah itu dengan jariku. Bu Sarmi bertambah kelonjatan dan semaikin bersemangat mengocok batang kontolku. Perlahan lahan batang kejantananku itu mulai membesar dan mengeras. Tanpa rasa jijik, Bu Sarmi mulai menjilati sisa-sisa madu yang menempel di kurang lebih pangkal pahaku, melumat buah zakarku, kemudian bergerak naik menyapu urat-urat kontolku yang telah bertonjolan. “Gimana Mas Anang? Enak kan?” tanya bu Sarmi di sela-sela aksinya. “Ahh.., nikmat banget Bu! Saya belum sempat merasakan senikmat ini!” Aku terbukti belum begitu pengalaman dalam faktor sex. Selagi berhubungan dengan isteriku, kami hanya meperbuat dengan tutorial konvensional saja.
Tetapi hari ini Bu Sarmi memberbagi pelajaran baru yang ekstrim. Terbukti ketika Bu Sarmi dengan lembut memasukkan ujung penisku ke mulut mungilnya. “Ooougghh…yeah…enak, Bu!” nafasku terus memburu. aku merintih-rintih nikmat, tetapi Bu Sarmi tetap asyik mempermainkan kontolku di dalam rongga mulutnya. Aku juga terus berani. Kutarik rokny hingga terlepas.
Bahkan Bu Sarmi juga melepaskan kaosnya sendiri. Gila! Di usianya yang telah tidak muda lagi, ternya bu Sarmi tetap mempunyai tubuh yang keren. Kulitnya putih mulus, payudaranya yang tetap kencang dan montok, dan pantatnya yang bulat menggemaskan membikinku seolah ingin mengunyahnya. Oh, sungguh sexy. “Aahhh…., kontol Mas Anang terbukti menarik besarnya. Hhhmmmm…., saya terbukti telah lama mendambakan kontol sebesar ini.Hhhmmm…!” dengan rakus Bu Sarmi kembali melumat kejantananku. Hari ini beliau mengangkangi tubuhku dan menyodorkan vaginanya cocok ke wajahku.
Dengan naluriku, akku mendekatkan mulutku ke vagina Bu Sarmi yang merekah merah. Aroma harum yang keluar sangat merangsah syaraf otakku untuk menjilatnya. Perlahan-lahan kujulurkan lidahku, dan kusapu permukaan vaginanya dengan lembut. “Aaaaghhh…! Yaahhh…, begitu Mas! Jilat terus punya saya….!Oooghhh…!” Bu Sarmi bertambah semangat mempermainkan kontolku di dalam mulutnya. Sementara tangannya mengocok batang kontolku, kepalanya juga bergerak naik turun. Sesekali beliau menyedo-nyedot ujung kontolku kuat-kuat. Lumayan lama kami dalam posisi ini, saling menjilat, mengulum dan mengocok kemaluan masing-masing. Berapa saat kemudian Bu Sarmi melepaskan kulumannya. “Gimana, Mas Anang Suka kan?” tanya Bu Sarmi sambil tersenyum padaku.
Aku hanya mengangguk pelan sambil menikmati jemari Bu Sarmi yang tetap memijit-mijit batang kontolku. “Berdasarkan pengawasan saya, banyak orang yang mempunyai penis besar mempunyai keinginan yang besar pula. Saya yakin, hari ini Mas Anang pasti bakal dapat jadi Pegawai Negeri.” kata Bu Sarmi membahas. “Tapi sekarang, biarkan saya berbahagia-bahagia dulu dengan kontol Mas Anang yang besar ini!” Bu Sarmi mengambil posisi duduk di atas pahaku.
Perlahan-lahan beliau meraih kejantananku dan membimbingnya menuju ke gua darbanya yang telah basah. Dirinya terlihat meringis saat ujung penisku mulai memasuki memeknya yang hangat. Entah sebab memek Bu Sarmi yang sempit, ataukah sebab kontolku yang besar, proses penistrasi itu berlangsung dengan lambat tetapi nikmat.
Bu Sarmi tampak sulit payah berusaha supaya batang kontolku dapat masuk utuh ke dalam memeknya. Hingga akhirnya… “Aaougghh…., aduh Mas Anang! Gede banget kontolmu!” tubuh Bu Sarmi yang mulus tampak berkilat-kilat oleh cucuran keringatnya. Beberapa kali ia menghirup nafas dalam-dalam sambil membiarkan batang kontolku terbenam dalam rongga vaginanya yang sempit. Beberapa hari kemudian Bu Sarmi mulai beraksi.
Dengan kedua tangannya bertumpu pada dada bidangku, beliau mulai melambaikan pantatnya naik turun. “Aaaahhh…, aahhhh…, ooougghh…!” Aku mendesah-desah keenakan. Kedua tanganku memegang pinggul Bu Sarmi untuk mengatur gerakan naik turunnya. Sesekali tanganku juga merayap naik, menggapai dua buah benda kenyal yang melambai-lambai indah seiring dengan gerakan naik turun tubuhnya.
Dengan liar Bu Sarmi menghentak-hentakkan pantatnya, meliuk-liuk di atas tubuhku, semacam seekor ular betina yang tengah membelit mangsanya. Terkadang beliau juga membikin goyangan memutar pantat jadi jepitan vaginanya terasa mantap. Batang kontolku terasa semacam di pelintir dan dipijit-pijit di dalam lobang kenikmatan itu. Terasa hangat dan nikmat. Terus lama gerakan Bu Sarmi terus liar tidak terkendali.
Menghujam-hujam kejantananku terus dalam dan mentok hingga dinding terdalam rongga vaginanya. Nafas kami juga terus memburu, semacam bunyi lokomotif rua yang berlangsung dengan sisa-sisa tenaganya. “Oh, Mas Anang…, saya…telah…nggak kuat…lagi…! Arrrgghhh….!” Bu Sarmi menjerit nikmat berbarengan dengan muncratnya magma panas dari dalam rahimnya. Beliau mencengkeram kuat-kuat dadaku. Seolah ingin menancapkan kuku-kukunya ke dalam dada bidangku. “Ooohhh…, sebentar lagi Bu! Saya juga telah mau keluar…, ooohhh…yeaahhh….!” Aku juga mempercepat gerakanku. Meskipun Bu Sarmi terlihat lelah, tetapi aku tetap dapat menopang tubuhnya dan menggerakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah. Beberapa menit kemudian, aku merasakan batang kontolku terus mengencang dan mulai berdenyut-denyut. Aku segera mempercepat gerakanku.
Ku hentak-hentakkan tubuh Bu Sarmi. Bunyi berkecipak terus terdengar nyaring. Hingga akhirnya….. “Saya…, keluar Bu! Oogghhh…!” aku mengerang nikmat bersamaan dengan menyemburnya spermaku di dalam rongga kenikmatan Bu Sarmi. Seketika tubuhku lemas. Aku telah tidak sanggup lagi menopang beban Bu Sarmi yang berada di atas tubuhku. Beliau roboh menindih tubuhku sementara batang kejantananku tetap tetap menancap di vaginanya yang hangat. Dalam hati aku kagum dengan wanita ini.
Beliau telah memberbagi pengalaman baru dalam bercinta. Belum sempat aku merasakan senikmat ini dalam berhubungan sex. “Mas Anang terbukti sangatlah hebat!” kata Bu Sarmi sambil membelai bulu-bulu halus di dadaku. “Ibu juga hebat! Belum sempat saya sepuas ini, Bu!” Aku mengecup kening beliau dan membelai rambutnya yang terurai panjang. Tidak berapa lama kemudian akupun terlelap dalam dekapan hangat Bu Sarmi.
Entah telah berapa lama aku terpejam, ketika aku merasakan sesuatu yang merayap di atas perutku. Sesuatu yang hangat dan lembut. Perlahan aku membuka mataku, nyatanya Bu Sarmi tengah asyik menciumi, menjilati dan melumat permukaan kulit perutku. “Aahhh…, Bu Sarmi tetap pengen nambah lagi?” desahku pelan. Bu Sarmi tersenyum manja, “Habis…, kontol Mas Anang guede sih! Siapa sih yang gak ketagihan ama kontol segede ini!” “Ah, Bu Sarmi ini dapat aja!” aku hanya merem melek, menikmati tangan beliau yang bermain main nakal di selangkanganku. Dengan lembut Beliau membelai kejantananku dan mengurut-urutnya dengan jempol dan telunjuknya. Terasa nikmat terbukti.
Bu Sarmi bertambah antusias ketika batang kontolku mulai membesar dan mengeras. Dan dengan rakus, Bu Sarmi mulai menjilatinya, melumat dan mengocok kejantananku dengan mulut mungilnya. “Aaahhh…, aaahhh…, enak Bu! Oohhh…!” aku hanya dapat mengerang keenakan. “Hhhhmmm…., Mas Anang mau yang lebih enak lagi?” tanya Bu Sarmi menggoda. “Emang ada yang lebih nikmat, Bu?” “Coba Mas Anang berdiri!” aku menuruti perintah Bu Sarmi. Dengan kondisi tubuhku tetap telanjang bulat, aku berdiri di atas ranjang.
Sementara itu, Bu Sarmi yang berlutut di hadapanku tampak memandangi batang kejantananku yang telah berdiri mengangguk-angguk. Perlahan-lahan Bu Sarmi meraihnya dan mengocoknya dengan lembut.
Ku kira beliau bakal memasukkan batang kontolku ke dalam mulutnya, tapi ternyat tidak. Beliau nyatanya malah menggosok-gosokkan batang kontolku di permukaan buah dadanya yang lembut. “Oohhh….yaaahhh! Enak banget Bu!” “Ini tetap belum seberapa, Mas! Coba Mas Anang rasakan yang ini…” Bu Sarmi menggeser batang kontolku dan menyelipkannya di antara belahan buah dadanya. “Sekarang, coba ayunkan pantat Mas Anang!” Aku menurut saja.
Perlahan-lahan aku melambaikan pantatku maju dan mundur, sementara Bu Sarmi menekan-nekan buah dadanya ke dalam jadi batang kontolku terasa terjepit-jepit diantara susunya yang kenyal. “Oouuhhh…! Bu Sarmi terbukti sangatlah pandai memanjakan pria! Ini sangatlah menarik, Bu!” aku mendesah-desah nikmat.
Susu Bu Sarmi yang menekan-nekan kontolku membikin diriku serasa melayang. Lama juga kami meperbuat foreplay ini. Hingga akhirnya Bu Sarmi memintaku untuk segera menuntaskan permainan itu. “Aahhh…, Mas Anang! Bunda telah kepengen banget nih!” rengek bu Sarmi. Beliau melepaskan jepitan susunya dan kemudian mengambil posisi semacam orang sedang bersujud. Meskipun aku tetap belum begitu pengalaman, tetapi aku telah sempat menonton posisi semacam itu dalam film porno. Perlahan-lahan aku mengajar kejantananku yang telah berdiri keras ke arah celah kewanitaan Bu Sarmi yang menganga dari belakan. Bu Sarmi tampak menggigit bibir sendiri ketika aku mulai menggesek-gesekkan ujung penisku di bibir vaginanya. “Ooouhhh…, ooohhh…! Cepetan masukin dong Mas!” rengek Bu Sarmi. Pelan-pelan ku tusukkan ujung kejantananku ke arah vagina bu Sarmi yang memerah. “Aahhhh…!” aku melenguh nikmat.
Di usianya yang telah tidak muda lagi, tapi Bu Sarmi tetap mempunyai memek yang seret lagi keset. Jepitannya tetap terasa kuat, seakan-akan ingin meremukkan batang kontolku. Terlebih ketika seluruh batang kontolku tertanam dan terhisap di dalam rongga memeknya. Sesaat aku membiarkan kontolku tertancap. Kemudian, pelan tapi pasti aku mulai mengayunkkan pantatku maju mundur. “Aaaahhhh…, yeaahhh….! Sodokanmu mantep banget Mas Anang, Ooohhh…!” Bu Sarmi mengoceh tidak karuan. Ah-uh-ah-uh, oh-yeh-oh-yeh! Beliau juga hanya dapat meremas-remas seprei kusut itu saat gerakanku mulai cepat. Lama juga kami bermain dalam posisi doggy itu, hingga akhirnya Bu Sarmi terlihat sangat lelah. “Aduh…, Oouhhh… kami istirahat dulu ya sayang! Ooohhh…!” Aku mencabut penisku, sedangkan Bu Sarmi terguling ke samping dan terkapar dengan tubuh bersimbah keringat.
Buah dadanya yang montok tampak naik turun seiring dengan deru nafasnya yang terengah-engah. Seusai mengatur nafas beberapa hari, akupun mulai melanjutkan aksiku. Ku bentangkan kaki Bu Sarmi kesamping, ku angkat kaki kanannya dan ku letakkan di atas bahuku. Perlahan-lahan ku tarik pinggang Bu Sarmi dan ku arahkan batang kontolku menuju gua darbanya yang menganga, dan sleeeep…! Kembali kejantananku tertanam dalam lobang hangat itu. “Aduuhh…, pelan-pelan dong sayang!” rintih Bu Sarmi. Kembali aku ayunkan pantatku perlahan-lahan tetapi pasti.
Bu Sarmi yang berada di bawahku tampak kelonjatan menikmati aksiku ini. Terlebih ketika aku membercepat ayunanku dan menekan kuat-kuat batang kontolku ke dalam rahimnya. Beliau hanya dapat mengerang nikmat sambil mencengkeram kuat-kuat lenganku yang sesekali meremas-remas buah dadanya. “Iyaah…aaghhh! Terus sayang…yahhh…yaahh…oouug ghhh….!” Bu Sarmi mengoceh tidak karuan. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Aku terus memompa tubuhku dengan gerakan mengorek-ngorek celah nikmat itu.
Terus lama gerakanku terus liar. “Ooohh…, Mas! Saya telah nggak sanggup lagi…., Ooohhh…., saya mau keluarrr….!” Aku merasakan dinding-dinding vagina Bu Sarmi mengerut dan berdenyut-denyut, mencengkeram dan meremas-remas batang kontolku dari dalam. Terus lama kedutan vagina Bu Sarmi semain cepat, faktor yang sama juga terjadi padaku. Batang kontolku telah terasa ngilu dan berdenyut-denyut. Hingga akhirnya….. “Aaarrggghhh….! Aku keluar lagi Mas!” Bu Sarmi menjerit puas.
Aku terus mempercepat gerakanku, mengoyak-ngoyak isi vagina Bu Sarmi. Tetapi ssebelum spermaku keluar, aku segera mencabut penisku. Sambil mengocoknya dengan tanganku, aku menyodorkan batang kontolku ke bibir Bu Sarmi yang terbuka. Aku terus mempercepat kocokan tanganku hingga akhirnya…. “Aaaaggghh….aaaghh….aaaghh h…!” Crot…crot…croottt! Cairan putih kental muncrat beberapa kali ke mulut Bu Sarmi. Tanpa rasa jijik beliaupun menelan spermaku, kemudian menjilati sisanya yang tetap menempel di batang kontolku. Seketika tubuhku lemas, tulang-tulangku seolah rontok.
Dan akupun terkapar di segi Bu Sarmi. “Oh, Mas Anang sangatlah perkasa! Terima kasih ya Mas!” aku memeluk tubuh Bu Sarmi dan mencium keningnya. Beliau tampak tersenyum puas sambil meletakkan kepalanya di atas dada bidangku dan mengusap-usap bulu-bulu halus di atasnya. “Kalau saya sukses jadi Pegawai Negeri, Bu Sarmi mau minta apa?” tanyaku kemudian. Bu Sarmi bangkit dan duduk bersimpuh di sampingku. “Saya tidak minta apa-apa kok, Mas!” beliau tersenyum, “Mas Anang tidak butuh membelikan saya apapu! Saya cuma minta ini…..” Bu Sarmi meraih penisku yang terkulai tidak berdaya.
Kemudian mengurut-urutnya dengan jemarinya yang lentik. “Maksud Bu Sarmi?” tanyaku tidak mengerti. “Kalau Mas Anang sukses jadi PNS, saya cuma ingin Mas Anang mengunjungi saya setiap seminggu alias dua minggu sekali untuk memberi saya jatah punya Mas Anang yang besar ini…..” lanjut beliau sambil menjilati sisa-sisa sperma yang tetap lengket di batang kontolku. “Ah, kalau itu sih gampang! Dengan bahagia hati saya bakal rutin siap melayani Ibu!” Mendengar jawabanku Bu Sarmi kegirangan. Dan beliau kembali mengguguah birahiku dengan memberbagi kuluman dan kocokan di batang kontolku.
Beberapa minggu kemudian akhirnya aku sangatlah lolos menjadi PNS. Dan seusai dilaksanakan pelantikan, aku memenuhi janjiku kepad Bu Sarmi. Setiap kali ada peluang, aku rutin berkunjung ke tempat Bu Sarmi. Pasti saja untuk memberinya kepuasan. Dan selagi berhubungan dengannya, beliau tetap saja mengakui kejantananku.