Aureliana dan Orang-orang Gila

Part 1
Aureliana Savitri

Selesai mandi, Aurel tidak langsung mengenakan pakaiannya. Dia hanya handukan di dalam kamar kostnya. Handuk putih yang tidak terlalu besar itu membalut ketat di tubuhnya yang montok. Rambut panjang bergelombangnya yang masih basah dibiarkan tergerai. Sesekali, Aurel harus membetulkan handuknya karena kaitan handuknya yang terlepas. Dengan kondisi seperti itu, dia menyantap makanan dan membalas pesan-pesan yang masuk ke handphonenya sambil menonton tv. Pacarnya mengajaknya untuk pergi jalan sepulang dia berkerja nanti.

Setelah hampir satu jam hanya mengenakan handuk, barulah Aurel mengenakan pakaiannya. Gadis cantik itu bersiap-siap untuk berangkat kerja. Dandanannya tidak berlebihan karena dia memang sudah cantik dari sananya. Aurel yang tadinya hanya mengenakan handuk sekarang sudah berpakaian rapi. Seragam putih khas perawat membalut tubuh indahnya. Tidak lupa jilbab menghiasi kepalanya bagaikan mahkota.

Aurel memperhatikan dirinya di cermin. Dia terlihat mempesona.

“Sudah cukup, gak ada yang kurang lagi sepertinya… eh iya ini,” ujarnya kemudian mengganti bros jilbabnya dengan bros baru hadiah dari sang pacar.

“Oke selesai” ujar Aurel bangkit, mengambil tas, lalu berjalan ke luar kamar.
“Pagi mbak Aurell..” sapa Markus yang merupakan seorang penjaga sekaligus petugas kebersihan di tempat Kost nya, meskipun umurnya terbilang lebih tua dari Aurell, tapi dia selalu menyapa Aurell setiap kali berangkat kerja.

“Pagi juga bang Markus,..” Aurell pun kemudian membalas sapa dan tak lama kemudian becak pesanannya sampai untuk mengantarnya ke tempat kerja.

“Wah..pagi-pagi begini semangat sekali Non, berangkat kerja nya..” sapa pak Manto yang merupakan tukang becak langganan Aurell setiap kali berangkat kerja.

“Iya pak, pagi ini ada kerjaan tambahan karena ada yang lagi Absen, jadi Aurell harus menggantikan tugasnya..” jawab Aurell sambil menaiki becak.

Tidak hanya mengantar Aurell berangkat kerja, terkadang pak Manto yang juga seorang Duda umur 50 tahunan sering kali dimintai bantuan Aurell untuk mengantar kemana saja, karena di samping murah bagi Aurell tidak ada salahnya menggunakan jasa becak nya di samping karena perkembangan jaman ini seolah-olah tukang becak kalah sama Ojek Online lainnya. hitung-hitung beramal bagi Aurell untuk membantu perekonomian pak Manto.

Selang beberapa menit kemudian, becak yang mengantar Aurell ke tempat kerja pun tiba.

**

Keramaian suara orang-orang meracau ataupun bergumam sudah biasa terdengar di dalam bangunan itu. Paling tidak sudah terbiasa bagi pengurus dan perawat yang bekerja di sana, baik laki-laki maupun perempuan. Bangunan tersebut tidak lain adalah rumah penampungan bagi orang-orang dengan gangguan jiwa. Ya, di sanalah Aurel bekerja sebagai perawat.

Semua perawat dan pekerja di sana sangat telaten dan baik dalam merawat pasien, termasuk Aurel, seorang gadis cantik yang baru saja lulus dari pendidikan sarjana keperawatan dan profesi Ners. Dia baru bekerja beberapa minggu di tempat ini. Sebelum bekerja di sini, Aurel sebenarnya sudah melamar di berbagai rumah sakit dan instansi, tapi akhirnya disinilah dia mendapatkan pekerjaan.

Saat kecil, Aurel sangat takut sama orang gila yang sering berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya. Aurel selalu lari memeluk mamanya jika melihat orang gila di jalanan. Tapi siapa sangka pekerjaannya sekarang adalah mengurus orang-orang seperti mereka. Jalan hidup memang gak bisa ditebak.

Meskipun dulu ada perasaan takut saat pertama kali berinteraksi dan menangani orang-orang pengidap gangguan jiwa, tapi sekarang Aurel begitu mengasihi mereka. Tidak ada perasaan jijik sedikitpun, karena bagi gadis itu orang-orang itu hanya sedang sakit. Mereka tetaplah manusia yang pantas disayangi. Aurel merawat mereka dengan penuh kasih sayang.

Selain telaten, ia juga begitu sabar melayani semua pasien-pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Bahkan saking telaten dan sabarnya, terkadang Aurel tak keberatan apabila ada pasien yang banyak tingkah hingga harus membuang banyak waktunya.

Sore itu, Aurel harus berkerja ekstra karena ada beberapa temannya yang tak masuk kerja dalam shift yang bersamaan dengannya. Jadi mau tak mau ia harus memegang pasien lebih banyak. Dia hanya sendirian saat ini. Beberapa saat yang lalu seorang satpam yang sedang berkeliling sempat mengajak Aurel ngobrol dan bercanda. Satpam yang masih muda tersebut memang sering menggoda Aurel meskipun dia tahu Aurel sudah punya pacar. Candaan satpam itu juga kadang menjurus mesum walau tidak terang-terangan.

“Neng Aurel sendirian ya di kos? Abang jagain malam ini mau gak?”

“Bajunya ketat amat neng, nanti susah nafas dan susah gerak lho, buka aja neng”

Kurang lebih hanya candaan seperti itu.

Aurel sendiri tidak pernah mengambil hati, dia juga menganggap satpam tersebut hanya bercanda. Dibandingkan pacarnya, jelas satpam ini kalah telak dalam segala hal. Aurel hanya tertawa renyah menanggapi candaan si satpam. Namun satpam itu hanya sebentar saja menemani Aurel karena dia harus kembali ke pos nya. Sedangkan Aurel harus sibuk menyiapkan obat sore itu.

Setelah menyiapkan obat-obat, Aurel mulai berjalan ke bangsal-bangsal untuk memberikan obat-obat kepada para pasien. Sesampainya Aurel di salah satu bangsal laki-laki, orang-orang gila itu mulai memanggil-manggil namanya seakan rindu ataupun sekedar ingin diperhatikan.

“Kak Aurell!! Kak Aurell!! Hehe.. sinii!” Panggil seorang pasien sakit jiwa yang diikuti dengan yang lainnya.

“Iya bapaak, sebentar yaa, saya kasi obat di sini dulu yaa..” jawab Aurel lembut sambil tersenyum yang dibalas orang gila tadi tertawa-tawa kegirangan. Meskipun akalnya sudah gak jalan, tapi mereka tentu tahu kalau Aurel merupakan wanita yang sangat cantik.

Dengan telaten Aurel melayani satu persatu pasien di sana.

“Ini obatnya ya pak… Yuk dibuka mulutnya,” bujuk Aurel dengan lembut pada pasien tua yang terkenal susah itu.

“Gak mau! Saya gak mau!” Sanggah orang tua kurus berambut gondrong itu sambil duduk selonjor bersender pada dinding. Aurel duduk bersimpuh di sebelahnya.

“Tinggal dibuka kok pak, nanti biar cepat sembuh.. ya pak, yuk.. buka mulutnya, bilang aaaaa..”

“Ngga.. ngga mauu.. pegal mulut saya..” rajuknya lagi dengan alasan yang aneh-aneh. Tapi Aurel yang sabar selalu punya cara untuk membujuk pasien-pasiennya.

“Ya ampun, pegal ya pak kalo buka mulut? Ya udah nanti kalo pegal Aurel pijitin ya rahangnya.. tapi harus minum obat dulu.. yuk..”

“Ga mau! Pegalnya sekarang…”

“Lho bapak kan belum buka mulut.. masa udah pegal?”

“Sekarang bukan mulut yang pegal..” rajuk pria tua penderita skizofrenia itu yang rupanya lagi ingin dimanja.

“Ooowh, pengen dipijit dulu baru mau minum obat yah pak? Ya udah saya pijitin yah..” jawab Aurel yang memaklumi pasien itu karena sepengetahuannya orang tua itu ditinggal anak-anaknya sendirian. Tergerak rasa iba Aurel mulai memijit telapak kaki pak tua yang selonjoran di atas lantai.

“Udah kan pak? Yuk diminum obatnya yah?”

“Belum ah, masi pegal ini!” Jawabnya ketus sambil memejamkan mata dan geleng-geleng menunjuk pundaknya.

“Oooh, yang pegal pundaknya ya pak? Hihi, Aurel kira kakinya, emm..” ujar Aurel tertawa. Dia agak ragu ketika mulai memijit pundak pria tua itu. Aurel menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat apa ada rekan kerja yang memperhatikan dirinya. Karena sepi ia pun meneruskan. Toh hanya sebentar saja, dia harus segera meladeni pasiennya ini agar tak terlambat pulang. Pacarnya akan menjemputnya saat pulang nanti.

Dengan posisi agak nyamping karena bapak tua itu masih bersandar pada dinding, Aurel memijit pundak bapak kurus itu dengan telaten dari depan.

Di tengah kegiatan memijitnya, tak sengaja ia melihat selangkangan celana bapak itu menonjol ke atas. Darah Aurel berdesir. Mendadak ia mulai merasakan gerah di dalam dirinya. Aurel baru sadar kalau sedari tadi bapak itu selalu memandang ke arah buah dadanya yang masih dibalut seragam perawat.

“Naaah.. sudah ya pak. Udah pegal nih Aurel. Minum obat yah pak.. aaa..” Aurel yang tak nyaman karena mengetahui kontol bapak itu ereksi kemudian berhenti memijat. Matanya kembali melirik selangkangan bapak itu yang terlihat menonjol. Sebenarnya sudah biasa ia melihat hal-hal seperti itu selama bekerja di sini, hanya saja entah kenapa kali ini dia merasakan hal yang berbeda. Bapak ini jelas-jelas ngaceng terhadapnya!

“Ga mauu.. ga mauu..”

“Loh kan tadi janjinya mau minum kalo udah Aurel pijitin, nanti Aurel ga mau ngelayanin lagi looh..” gantian Aurel merajuk dengan maksud berpura-pura supaya bapak itu mau meminum obat.

“Tapi bapak masih mau dipijit lagi..”

“Ya udah, tapi habis ini minum obat ya pak… Kalo engga Aurel kasih obat ke yang lain aja deh… hayoo gimana?” ujar Aurel. Meskipun ada gelisah di hatinya, tapi dia memilih untuk terus meladeni pasiennya itu.

“I-iya.. hehehe.. iya mau.. hehe..” jawab bapak itu cengengesan.

Dia pikir bapak itu akan mengulurkan tangannya untuk dipijat, tapi ternyata bapak itu malah memelorotkan celananya. Tampaklah kontolnya yang gelap keras berurat.

“Aaaahhh!!!” Aurel memekik kaget. Dia tidak menyangka bapak itu seenaknya memperlihatkan kontol kepadanya. Aurel kini melihat langsung kontol tegang bapak itu. Aurel semakin gelisah!

“Pak!!? Kok malah buka celana sih!!??” tanya Aurel kesal dan bingung.

“Hehehe.. pijit di sini.. pijit di sini.. hehehe..” ujar bapak itu.

“Aduhh… paaak” Aurel geleng-geleng kepala melihat kelakuan bapak ini. Aurel mencoba menenangkan dirinya yang sempat shock karena tiba-tiba disodori kontol tegang. Yaah, namanya juga orang gila, ada-ada saja tingkahnya, pikirnya. Orang gila mah bebas.

Tapi, memikirkan dia cewek sendirian di sini, memikirkan hanya dia sendirian yang bertugas dan tak ada rekan kerja yang mengawasi, entah kenapa membuatnya jadi terangsang. Pikiran-pikiran nakal untuk berbuat mesum bersama orang gangguan jiwa muncul begitu saja di benaknya. Membayangkan dirinya menjadi pemuas nafsu orang-orang gila membuat dirinya horni.

“Ah, gila nih aku…” batin Aurel. Gadis itu sendiri bingung kenapa dia jadi terangsang begini. Aurel bingung kenapa dia bisa punya pikiran-pikiran nakal begitu.

“Emmhh.. Aurel pijit yah pak..” ujar Aurel menelan ludah. Perasaan jijik tentu ada, tapi Aurel merasakan sebuah dorongan untuk terus melanjutkan. Dia penasaran untuk menuruti pikiran nakalnya.

“Horeeee!!” Pekik pasien-pasien bersorak melihat Aurel memegang kontol orang gila yang sedang ia layani. Ternyata pasien di sana ramai-ramai memperhatikan dirinya seolah menjadi penonton.

Aurel tersenyum kecil melihat tingkah pasien-pasien itu. Setengah dirinya menahan malu, setengahnya lagi merasa terangsang dijadikan tontonan begini, tapi dia terus melanjutkan. Aurel mulai mengurut kontol bapak itu naik turun. Semakin diurut napas Aurel makin berat dan makin sering menelan ludah.

“Iiih bapak, kok makin keras sih? Suka ya Aurel pijit?” Tanyanya terlontar begitu saja dari mulutnya. Tanpa sadar ia mulai menikmati memijat kontol orang ini.

“Hehehe.. kontolku dipegang mba Aurel.. hehehe.. enaaaak!” Celoteh bapak itu sambil melihat kesana sini seperti mempertontonkan kemenangannya pada pasien-pasien lain.

Cukup lama Aurel mengurut kontol bapak itu, lebih tepatnya mengonanikan pasiennya. Bapak itu merem melek sampai badannya melorot hingga hampir rebahan. Aurel yang masih telaten mengocok kontol bapak itu malah ikut maju dan badannya makin membungkuk. Ketika si bapak itu merebah, Aurel tersungkur maju bersamaan dengan ejakulasi bapak itu…

CROOTSS! CROOTS! CROOTTS!!

.. hingga mengenai muka, jilbab, hingga tangan Aurel.

Aurel sangat kaget. Ia terdiam sejenak. Baru kali ini dia dipejuin! Bahkan langsung ke wajahnya. Perasaan Aurel makin campur aduk, antara bingung, jijik… dan terangsang.

“Waaah.. bapaak, kok nggak bilang-bilang? Liat deh nih kena muka Aurel.. uuugh.. nakal deh bapak… udah sekarang minum obatnya!” Aurel tetap berusaha tenang dan tidak marah. Dia ambil celana bapak itu tadi untuk membersihkan ceceran sperma di wajahnya.

Bapak itu hanya tertawa. Tanpa membuang waktu, Aurel segera memberikan obat pada bapak itu. Untung saja kali ini bapak itu mau minum obat. Setelah itu, Aurel mulai beranjak ke pasien yang lainnya. Tapi belum sempat ia berdiri, sudah ada beberapa pasien di sekitarnya.

“Mbak Aurelii.. pijitin mbak Aurelii..” Aurel kaget karena pasien-pasien yang mengelilinginya malah jadi ingin dipijat juga.

“Waduuuh, mau dipijit juga ya?”

“Iya! Iya! Hahaha!”

“Tapi Aurelnya udah capek nih bapak-bapak.. besok aja ya satu-satu..”

“Kalau capek… Mbak Aurel dipijitin dulu.. nanti pijitin kita, hehe..” pinta mereka. Belum sempat Aurel menjawab, pasien di belakangnya sudah mulai meremas-remas pundaknya.

“Emmhh.. unnghh.. udah yah, besok aja lagi main pijit-pijitannya.. sekarang semua minum obat dulu… Aurel mau pulang” ujar Aurel sambil mencoba menepis tangan-tangan di pundaknya. Tapi begitu ditepis, tangan-tangan itu kembali hinggap di pundaknya.

“Pokoknya mba Aurel belum boleh pulang!!”

“Iya, kak Aurel harus kita pijat dulu!!” ujar orang-orang tersebut.

“Hah? Duh bapak-bapak…” sekarang Aurel jadi sedikit merasa takut. Dia sendirian perempuan di antara laki-laki gangguan jiwa. Yang mana sepertinya mereka sudah terlanjur nafsu kepadanya. Aurel bingung harus bagaimana!

“Mi-minum obat dulu ya bapak-bapak…”

“Pijit dulu baru obat mba Aurelii!” balas orang gila yang sedang memijatnya. Aurel kesal dan bingung karena ucapannya tidak didengar. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk menyudahi ini. Saat dia mencoba beranjak, tubuhnya selalu ditahan dan ditarik lagi. Perawat cantik itu gak dibiarkan pergi!

“Duhh… paakkk” mau tak mau dia biarkan dirinya terus dipijat.

Aurel kemudian mencoba tenang. Aurel berpikir keras. Jika dia terus berontak, dia takut orang-orang gila ini justru akan mencelakakan dirinya. Lebih baik dia turuti saja dahulu keinginan mereka. Jika masih dalam batas aman dan sekedar pijat memijat, dia rasa tidak masalah, biar dia juga bisa segera memberi obat pada mereka dan menyelesaikan tugasnya sebelum pacarnya datang.

“Ya udah, iya iya..” Aurel manut.

“Buka dulu bajunya mba Aurel biar enak waktu dipijitin” pinta mereka lagi.

“Loh kok Aurel buka baju??” tanya Aurel.

“Iya donk, kalo ga buka baju nanti yang dipijit bajunya dooonk.. hahaha! Mbak Aurel gimana sih..” jawab orang gila itu. Aurel tertawa kecil mendengar ucapan orang itu. Dasar orang gila. Ucapannya gak logis sama sekali. Tapi bukannya menolak, Aurel malah mengiyakan.

“Hmm, benar juga sih pak” jawab Aurel sambil tertawa. Aurel yang tadinya sempat takut, kini malah jadi terangsang. Pijatan dan rabaan tangan mereka di tubuhnya membuat perawat cantik itu horni. Gadis itu malah terbawa suasana menuruti nafsunya. Pikiran kemana-mana. Membayangkan dirinya telanjang bulat di antara laki-laki pengidap gangguan jiwa membuatnya jadi berdebar-debar. Sungguh pemandangan yang sangat kontras, pikirnya.

“Iya-iya bapak-bapak, sebentar yah Aurel buka seragam dulu..”

Aurel membuka kancing baju seragamnya satu persatu. Baju seragam tersebut kemudian dia lepas dari badannya. Awalnya ia hanya berniat menanggalkan seragam perawatnya saja, tapi melihat pasien-pasien itu terus memandanginya, Aurelpun juga berniat melepaskan bra nya. Aurel tentu tahu meskipun mereka gila, tapi mereka masih mempunyai nafsu, namun dia tetap saja melakukannya.

Akhirnya Aurel sekarang sudah telanjang dada di hadapan orang-orang penderita skizofrenia tersebut. Dada Aurel berdebar kencang menantikan apa yang akan terjadi berikutnya. Dia penasaran apa reaksi orang-orang gila tersebut.

“Ayooo.. katanya Aurel mau dipijiit?” ujar Aurel senyum-senyum sambil duduk bersimpuh. Orang-orang gila yang mengelilinginya langsung berebutan ingin memijitnya!

“Awwww! Geliii! Satu-satu dooong, hihihi!” Aurel mendadak dikeroyok beramai-ramai oleh pasien-pasien lelaki di sana.

Seorang pasian berdiri di belakang Aurel memijit pundaknya. Seorang lagi duduk di samping kanan dan seorang juga duduk di samping kiri memijit lengannya. Dua orang pasien duduk di belakang Aurel berhimpitan dengan kaki pasien yang memijit pundak. Dua orang ini memijit punggung Aurel. Tidak hanya itu, dua orang pasien duduk berjongkok di depan Aurel kemudian meremas buah dadanya. Pasien yang lain yang tidak dapat jatah tempat hanya menonton mengelilingi Aurel.

“Aaaahh…. Pak… Susu Aurel tidak pegel”

“Hehehehehe…. Susu Aurel enak”

Pasien yang meremas buah dada kiri kemudian melepaskan tangannya, tapi tidak dengan pasien yang satunya. Ia sibuk meremas buah dada kanan Aurel.

“Paaakk…” ujar Aurel.

Mengetahui Aurel menolak, akhirnya pasien tersebut melepaskan tangan dari buah dada kanan Aurel. Aurel hanya bisa tertawa kecil buah dadanya diperlakukan seperti itu. Namun kalau terus dibiarkan ia takut mereka akan lepas kendali. Aurel juga takut dirinya makin terbawa nafsu. Apalagi tidak sekali dua kali tubuhnya kesundul kontol pasiennya yang semuanya pada tegang, tapi berkali-kali. Selain itu, puting yang merupakan salah satu titik tubuh sensitifnya juga sempat bersenggolan dengan jari jemari kasar pasien tua yang tadi meremas sepasang buah dadanya.

“Udah ya bapak-bapak, Aurel kan udah dipijit. Sekarang gantian yah Aurel yang pijitin bapak-bapak,” ujar Aurel kemudian.

“Tapi buka dulu celana mbak Aurelnya..” pinta mereka.

“Oooh, kalo Aurel yang mau pijit harus telanjang yah pak?”

“Naaah! Mbak Aurel pinteeer.. hehehe..” jawab mereka. Aurel tertawa kecil. Dia malah meladeni ucapan mereka yang jelas-jelas ngawur dan gak logis.

“Tapi sebelum Aurel buka celana, semuanya minum obat ya bareng-bareng,”

“Iya mba Aurelii!” Jawab mereka serempak seperti murid yang diajari oleh sang guru.

Lumayan pikirnya, kebetulan pas pada kumpul dan bersedia minum obat tanpa perlu dibujuk lagi. Aurelpun membagikan obat menurut jenis dan dosisnya pada mereka tanpa perlu bersusah payah. Setelah selesai, sebenarnya bisa saja ia langsung meninggalkan pasien-pasien itu. Tapi karena tak tega dan kasihan, apalagi ia sudah berjanji, iapun menunaikan janjinya. Toh dia bekerja di sana memang untuk melayani pikirnya.

Sebenarnya Aurel khawatir jika nanti ketahuan bugil oleh rekan-rekan kerjanya, atau oleh satpam di luar, apalagi oleh pacarnya. Tapi semakin dia bertaruh kalau aksi bugilnya bisa saja ketahuan, malah semakin membuatnya makin nekat dan horni. Aurel bertekat untuk terus melanjutkan.

“Aurel lepas celana sekarang ya bapak-bapak” ujar Aurel sambil tersenyum manis. Para pasien di sana menyambut heboh.

Aurel berdiri di antara pasien-pasien itu dan pelan-pelan memelorotkan celana panjangnya. Paha putihnya yang mulus pelan-pelan terlihat hingga betisnya. Celananya lalu jatuh ke lantai. Karena tanggung, ia pun juga memelorotkan celana dalam nya. Vaginanya kini terlihat. Aurel sekarang telanjang bulat. Auratnya kemana-mana, hanya menyisakan jilbab di kepalanya. Terang saja membuat para penderita gangguan jiwa itu melongo terpesona melihat sosok cantik telanjang bulat di depan mereka.

Aurel kemudian kepikiran sesuatu. Gadis itu memikirkan sebesar apa dosanya jika pamer aurat seperti ini di depan orang-orang gila. Apakah sama besar dosanya dengan dosa pamer aurat di depan laki-laki normal? Dengan pacarnya saja dia tidak pernah menunjukkan auratnya, sekarang malah pamer aurat di depan orang-orang gila. Tapi kemudian dia tertawa dalam hati, kenapa juga dia berpikiran sejauh itu. Lebih baik dia memikirkan apa jadinya jika keadaannya saat ini diketahui orang lain. Orang-orang mengenalnya sebagai gadis baik-baik, entah apa yang akan terjadi jika mereka melihat kelakuannya sekarang yang telanjang bulat di hadapan para pengidap gangguan jiwa.

“Ayoo.. mana dulu yang yang mau Aurel pijitin? Yang mau dipijit tunjuk tangaaan” Tanyanya sambil melihat pasiennya satu persatu. Mereka semua tunjuk tangan. Aurel tergelak tertawa.

Akhirnya Aurel menyuruh mereka duduk dilantai berjejer merapat pada dinding yang nanti akan dipijit olehnya satu persatu.

Di dalam ruangan yang berisi pasien sekitar 40 orang itu, tentunya tidak semuanya yang ikut. Hanya sekitar setengahnya saja yang ingin merasakan dipijat oleh Aurel. Tidak semua dari mereka yang otaknya sedang mupeng. Sebagian ada yang hanya berdiam diri di sudut ruangan, ada yang tidur-tiduran, serta ada yang jalan mutar-mutar sambil meracau tak jelas. Yah, namanya juga orang gila.

“Bapaaak.. Aurel pijat dulu yaaa.. sini kakinya..” ucapnya lembut meminta pasiennya untuk ia layani bak seorang terapis pijat.

“Hehehe.. pijit mba Aurel.. pijit.. hehe..”

“Iyaaa.. Aurel mulai dari kaki yaaa..”

Aurelpun mulai memijit orang pertama. Dengan telaten ia memulai dengan kakinya. Dimulai dari ujung kaki kiri lalu ke paha atas, Aurel mengulanginya ke kaki satunya. Dengan sabar jemari kaki pasien juga dipijit. Aurel menarik kesepuluh jari kaki meskipun hanya 7 jari yang bunyi.

Setelah kaki, kini Aurel memijit perut bawah pasien. Lirikan matanya masih tertuju ke selangkangan pasien tua yang terdapat tonjolan dibalik celananya. Dari perut bawah, Aurel naik ke perut atas. Pijitan yang Aurel berikan tentunya bukan pijitan asal-asalan, tapi pijitan untuk memperlancar pencernaan.

Selesainya, Aurel naik menuju dada kemudian ke pundak. Hampir sama seperti ketika pertama tadi Aurel memijat bapak-bapak sebelumnya, tapi sekarang Aurel lebih sepenuh hati melayani pasiennya. Aurel memberi bonus pada pasiennya dengan memijiti pundak orang itu menggunakan buah dadanya yang montok dan padat kenyal. Malah kini Aurel mulai tidak menggunakan tangannya sama sekali tapi buah dadanya saja! Aurel membayangkan dirinya menjadi perawat sekaligus terapis pijat plus-plus di sini.

Sepasang tangannya memegang pangkal buah dadanya, kemudian digerak-gerakkan dan menekan pundak pasien. Mulai pundak kiri, sampai pundak kanan. Tak hanya pundak saja tapi juga lengannya. Ia himpitkan buah dadanya ke lengan pasien hingga berada di tengah dan ia gesek-gesekkan. Puting Aurel mulai mengeras. Entah mengapa ia ingin melakukan lebih. Dia ingin lebih menggunakan buah dadanya sebagai sarana memijit. Ia ingin buah dadanya menempel di seluruh tubuh pasiennya. Dari ujung kaki, sampai ujung rambut.

Aurel lalu mengangkat lengan kiri pasien. Aurel tertegun melihat ketiak yang penuh rambut dan sudah beruban. Bau menyengat tercium olehnya. Dari tadi saja sebenarnya Aurel sudah mencium aroma tak sedap dari tubuh mereka. Obat-obat yang mereka konsumsi memang membuat aroma tubuh mereka menjadi tak sedap melalui keringat yang keluar. Tapi Aurel sudah terbiasa.

Tanpa ragu, Aurel mengarahkan salah satu buah dadanya ke ketiak itu. Sensasi puting bergesekan dengan rambut ketiak yang bau membuat Aurel merasakan kemaluannya berkedut. Dia tahu ini sudah berlebihan, tapi dia terus saja melakukannya. Aurel ingin totalitas!!

Setelah menggesek-gesekkan buah dadanya ke ketiak kiri, Aurel menggesekkan buah dada satunya ke ketiak kanan pasien.

“Enak pijitannya paaak?”

“Hehehe.. enak enak.. kontol enak.. dipijat enak dong mbak Aurel..” pinta pasien itu sambil mengeluarkan kontolnya dari dalam celananya.

“Hihihi.. udah tegang ya pak? Iya deeh.. Aurel pijitin yaaa..” Aurel tanpa ragu menuruti keinginan mereka! Perawat cantik itu sudah semakin terbawa nafsu!

Dengan telaten Aurel membangunkan pasien itu sampai berdiri dan memelorotkan celananya. Sudah seperti sedang melayani seorang suami saja.

Aurel menjepit kontol pasien itu dengan buah dadanya yang dibantu dengan kedua tangannya, Aurel mulai menaik-turunkan buah dadanya yang gerakannya mengurut kontol bapak itu.

Sambil terus menjepit dan menggerakkan buah dadanya, Aurel melihat wajah pasiennya yang mupeng berat dan meracau tak karuan. Hingga akhirnya orang itu muncrat dan pejunya muncrat kemana-mana sampai membasahi muka Aurel. Wajahnya kembali dibasahi peju. Aurel hanya bisa terpejam menerima tembakan-tembakan cairan putih kental yang berbau tajam keluar dari kontol bapak itu.

“Cekreeek!! Hehehe.. cekreeek!! Gaya dong mbak Aureli.. hehe..” celoteh salah seorang pasien yang menunggu gilirannya untuk dipijat. Ternyata ada seorang pasien yang sedang memegang HP Aurel. Pasien itu mendapatkan hape tersebut dari kantong celana Aurel. Namun tentu saja hape tersebut dalam keadaan terkunci dan layarnya mati. Bukannya marah, Aurel justru tertawa melihat tingkah pasien yang masih tergolong muda itu, tapi tetap lebih tua dari Aurel.

“Bukan gitu cara pakenya bapaaak.. gini lhoo..” ucapnya lembut sambil membuka kunci layar dan mengaktifkan mode camera. Aurel kemudian tanpa sungkan merangkul pasien itu dan mengajaknya selfie.

“Bilang cheese…” ajak Aurel dengan gaya jari victory. Sebuah gambar erotis terabadikan, yang mana Aurel telanjang bulat sedang merangkul seorang pasien gangguan jiwa yang masih berpakaian lengkap.

“Hehehe.. pijat mbaak.. pijaat.. saya dooong.. sambil ciiiis..” ajak pria itu lagi.

“Hihihi, baiklah bapaaak, mau Aurel pijitin sambil selfie ya?”

“Bukaan! Mau pijit sambil ciiis!”

“Hihihi, iya iyaaa.. Aurel pijit sambil cheese yaaah..” Aurel tertawa. Ia pun mulai memijit bapak itu sambil sesekali selfie. Ada gaya ketika Aurel menekan buah dadanya ke pundak pasien itu, ada pula saat Aurel mengurut lengan pasien itu dengan dijepitkan diantara kedua pahanya yang putih mulus. Semua diabadikan dalam ponsel miliknya. Semua ini akan menjadi kenangan indah akan kenakalannya di tempat kerjanya untuk dia ingat suatu saat nanti.

Saat memasuki sesi pijat kontol Aurel bingung hendak mengabadikan dengan cara bagaimana secara kedua tangannya digunakan untuk menekan buah dadanya. Sedangkan bila dipasrahkan pada orang gila itu pastilah tak bisa mengoperasikannya, pikirnya.

Aurelpun kemudian mendapat ide dengan meletakkan ponselnya di atas meja dan merekam kegiatan memijatnya. Pikirnya cukuplah satu video dari satu pasien itu ucapnya dalam hati.

“Enak bapak? Enak ga pijatan susu Aurel?”

“E-enaak.. hehehe.. enaak..”

“Mau dijepit lebih kencang lagi pak?”

“Ma-mauuu.. mauuu.. uuugh… enaaak..”

“Bilang ‘enak mbak Aurelii’ gitu deh pak.. hihi..”

“E-enak mbak Aurelii..”

“Hihihi.. makasi bapaaak.. Aurel layani sampai puas yaaah..”

“Auughh!! Enaaak!! Aurelii!! Anjiing! Pereeek!! Enakk!! Aaargghh!!” Pekiknya sampai terkejang-kejang dan menyemburkan banyak pejuh sampai ada yang masuk kedalam lobang hidungnya. Setelah menyeka wajahnya dengan celana pasien dihadapannya ia mengambil ponselnya dan mengembalikan ke mode camera.

Belum sempat Aurel berdiri dan masih dalam keadaan berlutut, sudah ada pasien lain yang menarik Aurel dan langsung menyodorkan kontolnya ke hadapan Aurel. Gadis itu sudah ditunggu kontol-kontol lain yang tak sabar ingin dipijat olehnya. Semua yang ada di ruangan tersebut sudah tidak sabar. Mereka semua mengelilingi Aurel dan menyodor-nyodorkan kontolnya ke wajah Aurel.

Namun Aurel tidak bisa jika harus melayani mereka satu persatu karena waktu sudah sangat sore. Aurel inisiatif menggenggam kontol pasien di sebelah kanannya dengan tangan kanannya lalu mulai mengocok kontol itu. Karena tangan kirinya masih memegang ponsel, maka ia menyuruh pasien yang lain untuk menggunakan buah dadanya. Aurel terus menyempatkan selfie sambil melayani kontol-kontol di sekitarnya.

Tapi baru beberapa gambar yang ia ambil, sudah ada kontol lagi di sebelah kirinya yang menanti dilayani.

“Mbak Aurelii! pijit mbaaak! ayooo!”

“Eh bapak.. i-iya.. aduh, tanganya sibuk semua.. pakai apa yah?”

“Pijat mbak Aurelii! Mauuu!” paksa pasien bapak-bapak itu yang dengan sabar dimaklumi oleh Aurel.

“Ummm.. ya udah.. pijat pakai mulut Aurel yaaah… aaa..” tanpa ragu karena sudah kadung kebablasan, sekalian saja Aurel mengoral kontol pasien itu. Aurel kini bagaikan objek pemuas hasrat seks bagi pasien-pasien sakit jiwa di situ!

Di kelilingi pasien sakit jiwa membuat Aurel semakin horni hingga cairan dari memeknya banjir mengalir di antara pahanya. Aurel melihat wajahnya di kamera ponselnya saat selfie terlihat merah dan horni berat. Sepertinya tanpa harus disentuh memeknya sudah akan bisa mengalami orgasme.

Setelah agak lama, akhirnya ketiga pasien itu menyemprotkan lahar putihnya bersamaan dengan Aurel yang juga mendapatkan orgasme. Semprotan pejuh mereka menghujani jilbab, wajah Aurel, dan rongga mulutnya sampai Aurel kesulitan membuka mata lagi. Lagi-lagi dia langsung disambut kontol lain yang sudah tak sabar dipuaskan. Malah ada yang menggesek-gesekkan kontolnya ke punggung Aurel. Ada juga yang memukul-mukul kontolnya ke kepala Aurel karena tak tahan menunggu giliran.

Aurelpun terus melayani mereka satu persatu, baik dengan tangan, buah dada, maupun mulutnya. Tak lupa sambil terus mengambil gambar.

“Udah kan bapak-bapak? Aurel pulang dulu ya… Pacar Aurel mau jemput… Besok kita main lagi… Duh, jilbab Aurel tadi mana ya?”

“Ini mba” ujar salah satu pasien menyerahkan jilbab Aurel yang ternyata tergeletak sembarang di lantai.

“Makasiiiih…” Aurel tidak langsung mengenakannya, dia hanya menenteng jilbab itu di tangannya.

“Mba Aurelii! tungguuu!” tahan salah seorang pasien.

“Ada apa pak? Kan sudah semua Aurel pijat?”

“Cis dulu mbaaak.. hehehe..”

“Ya ampuuun, cis cis terus… hihihi.. iya deeh..”

“CIIIS!” cekrek!

Terambil sebuah gambar Aurel yang berkeringat bertelanjang dengan wajah dan dada belepotan cairan kental putih, rambut tergerai berantakan, dirangkul dikelilingi pasien-pasien sakit jiwa yang juga telanjang dengan kontol masih tegang yang ujungnya mengeluarkan sisa-sisa air mani. Aurel berpose dengan jari membentuk huruf V. Gambar erotis yang akan Aurel kenang sampai nanti.

Aurel lalu mengenakan pakaiannya dan berlari keluar dari ruangan tersebut. Dia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak mungkin dia bertemu dengan pacarnya dengan kondisi seperti ini. Dia tidak ingin pacarnya menemukan sisa-sisa sperma di tubuhnya.

Sambil membersihkan diri, Aurel senyum-senyum sendiri memikirkan apa yang telah dia lakukan. Kejadian hari ini telah membangkitkan hasrat seks terpendam yang bahkan tidak pernah dia pikirkan untuk dilakukan sebelumnya. Dia rela merendahkan harga dirinya untuk melayani nafsu orang-orang pengidap gangguan jiwa. Meskipun hanya sampai dipejuin sambil mengurut dan menyepong kontol mereka, tapi tentu saja itu sudah betul-betul gila, Aurel bahkan terangsang dengan kegilaan yang dilakukannya.

Hapenya bergetar, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Pacarnya mengirim pesan kalau dia sudah ada di depan. Dengan segera Aurel menyelesaikan aktifitas bersih-bersih dirinya. Tubuhnya sekarang sudah wangi kembali. Sekarang dia sudah bisa bertemu dengan pacarnya tercinta.

Saat berjalan keluar Aurel kembali melewati ruangan tadi. Orang-orang gila itu kembali memanggil-manggil namanya. Aurel hanya balas tersenyum pada mereka. Tak lama kemudian Aurel sampai di depan. Tampak pacarnya sudah menunggu di atas motor sportnya yang macho.

“Maaf ya lama”

“Gak apa-apa”

Aurel naik. Dia berpegangan dan memeluk pacarnya dari belakang.

“Gimana Yang hari ini? Lancar?” tanya pacarnya.

“Hmm? Gimana?” Aurel tidak fokus. Di kepalanya masih saja terbayang-bayang kejadian di ruangan tadi.

“Aku tanya, gimana pekerjaan kamu hari ini? Lancar kan?” tanya pacarnya sekali lagi.

“Eh, i..iya lancar”

Pikirannya kembali melayang jauh. Dia kembali mengingat kejadian tadi. Aurel penasaran jika seandainya dia memberikan lebih pada orang-orang itu.

‘Hmmm… Gimana rasanya ya ngentot dengan orang gila? Gimana rasanya ya kalau aku digangbang orang gila? Gimana rasanya ya jadi budak seks orang gila? Atau….’

Aurel menelan ludah. Dadanya berdebar.

….Gimana rasanya jika dihamili orang gila?’