Apakah Aku Seorang Lesbian: Kisah Stella dan Melody JKT48

sumber pic Amanda Miliknya Capa

Apakah aku seorang lesbian?

Ah… ini pertanyaan yang tidak akan pernah bisa aku jawab. Pertanyaan ini timbul sejak aku masih duduk di bangku SMA kelas 3, dan berawal ketika aku bermain di rumah kawanku… Melody.

Waktu itu… dia dapat dikatakan sebagai salah satu primadona di sekolahku. Banyak teman-teman cowok yang suka padanya. Tetapi semua ditolaknya secara halus. Bukan karena dia tidak tertarik, tetapi dia sudah mempunyai cowok. Dan cowoknya itu sudah bekerja di salah satu bank negeri ini.

Kisah cintaku sendiri pun tak begitu baik. Aku sampai sekarang malah belum memiliki cowok sekalipun. Bukannya tak tertarik juga, aku ingin punya cowok tapi belum ada yang sesuai kriteriaku.

Di kelas aku duduk sebangku dengan Melody. Ia berasal dari Bandung, Jawa Barat. Kulitnya putih, bentuk tubuhnya proporsional dan berotot. Rambutnya panjang hitam sepertiku. Bedanya, rambut dia belah samping, sementara aku berponi. Selain itu, Melody orangnya ceria, sementara aku lebih pendiam.

Hari itu hari Sabtu. Sepulang sekolah, kira-kira jam 1 siang, Melody mengajakku bermain di rumahnya. Karena sedang tidak ada acara, aku menerima ajakannya itu.

Dan ini bukan yang pertama kali aku ke rumahnya, karena sering juga aku, Haruka, dan teman-teman lainnya diajak main ke rumah Melody. Tetapi hari ini hanya aku saja yang diajak Melody.

Rumah Melody tidak termasuk yang terlalu mewah juga, tetapi cukup luas untuk keluarga beranggotakan 5 orang – ayah, ibu, kakaknya, Melody sendiri, dan adiknya yang bernama Frieska.

Setibanya di rumah Melody atau Melo – panggilan akrabnya – langsung mengajakku ke kamarnya yang berada di lantai dua. Memang kamar Melo cukup besar. Ada meja belajar berikut rak buku. Ada seperangkat stereo tape, TV, dan vCD. Lantainya pun beralaskan karpet seluruh ruangan. Tempat tidurnya cukup besar. Aku tidak tahu ukurannya berapa, tapi mungkin dapat dikatakan ukuran double bed.

Setibanya di dalam kamar, tentunya setelah melepaskan sepatu di luar pintu, aku pun langsung duduk di atas karpet.

“Mel, ada majalah baru enggak..?” tanyaku.
“Ah, belum beli sih,” sahutnya. “Kita karaokean aja yuk. Mau nggak?” sambung Melo.
“Boleh-boleh aja,” sahutku. Kebetulan aku juga senang bernyanyi, jadi karaoke pun aku mau.

Lalu Melo membongkar-bongkar koleksi vCDnya. Sementara aku duduk bersila memperhatikan apa yang dilakukan Melo, tiba-tiba..

“Oh iya.. Stel.. ada film bokep nih. Mau lihat nggak?” serunya.
“Dapat dari mana film itu Mel?” tanyaku balik, agak terkejut Melo benar-benar memiliki vCD bokep. Walaupun aku dan Melo sering juga mengobrol hal-hal berbau 17 tahun ke atas, tapi aku tak menyangka saja.
“Tadi pagi aku ambil dari kamar kakak,” sahutnya.
“Boleh juga deh,” sahutku.

Melo memutar film itu dan duduk di atas karpet di sebelahku. Kami sama-sama duduk bersila menghadap TV 21 inch, sambil menyender ke ranjang. Selama menonton film bokep yang kurasa berasal dari Jepang itu, kami sering tertawa cekikikan. Tidak tahu apa yang lucu, mungkin hanya untuk menetralkan suasana aja. Karena jujur aku terangsang juga melihat adegan dalam film bokep itu.

Ketika ada adegan lesbian dalam film, kami berdua pun jadi terdiam. Dengan mata mengarah ke layar TV, ketika kulirik, ternyata Melo pun jadi serius melihat adegan demi adegan dalam film itu.

Aah.. uhh.. ahh..

Terdengar rintihan dari dalam TV – suara dua siswi SMA yang saling bercumbu di dalam ruang kelas kosong. Diam-diam aku mulai gelisah, entah kenapa aku menjadi sangat tertarik sekali melihat adegan sesama jenis itu. Sebentar-sebentar aku meluruskan kedua kakiku, lalu bersila lagi. Sementara Melo pun juga tampak mulai gelisah. Kadang-kadang dia memiringkan badannya ke samping. Dan ketika aku bersila lagi, tanpa sengaja lututku menyentuh lutut Melo, tetapi Melo diam saja. Dari sudut mataku aku dapat melihat Melo semakin serius menontonnya.

Tiba-tiba, Melo membetulkan letak duduknya dan bahu kami pun saling bersinggungan. Aku diam saja. Tidak lama kemudian, Melo menaruh tangannya di atas pahaku. Aku sedikit tersentak kaget. Aku melirik ke arah Melo. Tampak dia masih tetap asyik menonton.

Aahh.. uuh.. ahh..

Di TV semakin tampak adegan semakin syur itu. Dan tiba-tiba aku merasa tangan Melo sedikit demi sedikit mulai bergerak meraba pahaku. Jantungku segera berdetak keras. Segera aku memegang tangan Melo itu. Terasa dingin tangan Melo itu, mungkin karena AC di dalam kamar itu cukup dingin. Lalu aku melirik lagi ke arah Melo, dan dia pun melirik juga ke arahku.

Aku tersenyum. Dia pun ikut tersenyum. Aku menoleh ke arah dia. Dia pun menoleh ke arahku, sehingga kami saling berpandangan.

Perlahan-lahan, aku merasakan Melo semakin memajukan wajahnya ke arah wajahku. Entah kenapa aku pun berbuat hal yang sama sehingga kening kami akhirnya saling bersentuhan. Aku dapat merasakan hembusan nafas Melo yang tidak teratur di pipiku. Mungkin Melo juga dapat merasakan hembusan nafasku, hingga hidung kami saling bersentuhan. Lalu tanpa sadar aku meremas tangan Melo, dan ia pun tersenyum. Aku memberinya senyuman balik.

Tiba-tiba Melo sudah mengecup bibirku mesra. Aku sendiri pun berinisiatif membalas kecupan bibir Melo yang tipis itu.

Dia mengecup sudut bibirku sebelah kiri. Aku pun melakukan hal yang serupa. Dia mengecup sudut bibirku yang kanan. Aku pun membalasnya. Lalu Melo tersenyum, aku pun tersenyum.

Kemudian Melo menjulurkan lidahnya menjilat bibirku. Terasa berdesir darah di tubuhku. Dan aku pun membalasnya, hingga kami tidak tahu lagi siapa yang memulai duluan. Kami saling berciuman, semakin panas, semakin bernafsu. Terasa lidah Melo memasuki mulutku, dan menari-nari menjilati di dalamnya. Aku segera membalas melakukan hal yang sama. Dengan nafas yang sangat memburu kedua bibir kami saling bertaut.

Ooh.. ahh.. uuhh..

Terdengar suara dari TV, dan kami pun berhenti berciuman. Sekali lagi Melo tersenyum padaku. Aku membalasnya juga.

“Kita gila yaa..” seru Melo.
“Memang..”sahutku.
“Baru kali ini aku mencium perempuan,” tambahnya.
“Aku juga.”
“Enak nggak?” tanyanya.
“Mhmm.. enak. Kamu?”
“Enak..” jawabnya.

Aku kembali mengecup bibirnya, dan kami berciuman lagi. Aku pun bergerak untuk berlutut dan Melo melakukan hal yang sama. Kami saling mengisap lidah masing-masing. Dengan bibir saling bertautan aku pun berusaha berdiri, diikuti oleh Melo hingga akhirnya kita berdua berdiri. Dan tak cukup rasanya jika tak ada pelukan erat di tubuh kami masing-masing.

Cukup lama kami berpelukan dan berciuman ketika.

Ooh.. oohh.. kimochiiii..

Kami pun segera menoleh ke arah TV, lalu saling berpandangan lagi.

Melo mengajakku naik ke atas ranjangnya. Di atas ranjang itu kita berpelukan dan bergumul lagi. Segera bibir kita saling bertautan lebih mesra. Kusedot air liur Melo, dan dia membalas melakukan hal serupa. Kuluman lidah kami mengikuti dengan ganasnya, seakan tidak mau melepas. Kami pun semakin erat berpelukan. Berguling kesamping, ke arah sebaliknya, dan seterusnya. Tidak beraturan. Hingga akhirnya tubuh Melo tepat berada di atas tubuhku. Kemeja seragam Melo dan rambutnya tampak acak-acakan. Kemeja dan rambutku pun tak jauh berbeda keadaannya.

“Stella.. nggkk..” seru Melo.
“Kenapa Mel..?” sahutku.
“Kamu.. cantik.”
“Kamu juga kok.”
“Aku suka kamu,”
“Hhmm.. aku juga Mel,” jawabku.

Kami saling menjulurkan lidah kembali hingga bersentuhan. Ooh.. nikmatnya air liur yang tertumpah. Kami saling menjilat lidah masing-masing, lalu aku membalikkan tubuh Melo sehingga aku yang kini berada di atasnya. Lalu aku bergerak ke samping, dan duduk berlutut di sisi kanan Melo. Kulihat rok abu-abu Melo sudah tersibak naik, hingga kelihatan CDnya yang berwarna putih itu. Lalu aku meraba paha Melo.

“Aahh..” Melo mendesis dengan mata setengah terpejam.

Tanganku pun terus naik ke atas hingga menyentuh tepian CD Melo. Tampak olehku CD Melo sudah basah. Dan saat itu aku yakin CDku juga sudah basah. Dengan tak sabar aku menyusupkan telunjukku ke balik CD Melo dan segera menyentuh bulu-bulu kemaluan Melo. Melo rada sedikit menggelinjang. Kugerak-gerakkan telunjukku itu hingga menyentuh kemaluan Melo.

“Oohh..” Melo menggeliat. Sambil merenggangkan kedua pahanya, segera aku merasakan cairan kental dari vagina Melo.

Tiba-tiba Melo mengerakkan tangan kanannya ke atas dan memegang payudaraku yang sebelah kiri. Dan tanpa disuruh segera dia meremas-remas payudaraku itu.

”Oohh.. aahh..” aku mendesah merasakan nikmat. “Ooh.. Mel..” rintihku sembari menciumi paha Melo yang putih mulus itu.

Melo menggeliat lagi. Kujilati paha Melo hingga lidahku menyentuh CDnya.

“Aahh.. nngkk.. ahh..” rintih Melo.

Lalu satu per satu kancing kemeja seragamku dilepasnya. Aku pun segera beralih, ikut melepas kancing kemeja Melo. Setelah itu kita berdua melepas kemeja kami bersama-sama. Lalu bra kami pun kami lepas. Melo pun memandangi payudaraku, sembari tersenyum dengan mesumnya.

“Stella..” serunya.
“Mhmm?”
“Payudara kamu gede banget yaa”
“Tapi punya kamu bentuknya lebih bagus,” sahutku sembari mengelus-elus payudara Melo. Lalu aku menciumi payudara Melo.
“Oohh..” Melo mengelinjang lagi.

Aku lalu mengisap-isap kedua puting payudara Melo. Melo hanya menggeliat saja keenakan.

“Oohh.. Stellaa.. oohh..” rintih Melo.

Tiba-tiba Melo menarik tubuhku hingga aku menindih tubuhnya.

“Oohh..” Terasa hangat payudara Melo ketika dada kami saling bersentuhan. Kami pun saling tersenyum.

Lalu tangan Melo turun ke bawah dan melorotkan rok abu-abuku. Aku ikut membantunya, hingga rokku terlepas dan kulempar ke atas karpet. Lalu aku memelorotkan rok Melo dan melemparnya juga ke atas karpet. Kini tampak tubuh mulus Melo yang berbaring di hadapanku. Kuperhatikan dari unjung rambut sampai ujung kaki Melo.

“Stella..”
“Ngk..”
“Jangan gitu dong,” seru Melo.
“Kenapa..” sahutku sembari tersenyum padanya.
“Aku kan malu..” sahutnya dengan muka rada cemberut.
“Aku juga,” sahutku.

Lalu Melo menarik tubuhku, dan kembali kami saling berpelukan. Rupanya kami berdua sudah mencapai puncak rangsangan. Berpelukan. Berciuman. Berguling kesana-kemari sembari berpelukan. Oohh.. nikmatnya.

Kini aku berada pada posisi di bawah, dan tubuh Melo menindih tubuhku. Lalu ia menciumi leherku. Ouuhh.. geli. Dengan mata setengah terpejam, terus Melo beralih ke dadaku dan dengan ganas mulai menjilati kedua payudaraku.

“Ooh.. aaakkhh.. oohh.. Mell.. Mell..” desahku dengan tubuh menggelinjang keenakan. Apalagi ketika Melo mulai mempermainkan puting payudaraku dengan ujung lidahnya.

Aahh.. bergetar hebat tubuhku merasakan nikmat itu. Lalu jilatan Melo makin ke bawah.. ke bawah.. dan berhenti di pusarku. Dan segera lidahnya bermain di atas pusarku.

“Ooh..”

Tapi tidak hanya sampai disitu. Tiba-tiba Melo memegang tepian celana dalamku dan melorotkan CDku itu hingga terlepas. Lalu tampak dia memperhatikan kemaluanku yang terpampang di depan wajahnya. Dielus-elusnya bulu2 kemaluanku yang masih sedikit itu. Jantungku berdetak keras. Aku merasa tegang, menunggu apa kira-kira yang akan dilakukan Melo.

“Aaahh..” desisku ketika Melo membenamkan wajahnya di selangkanganku. “Oohh Mell.. Melloo..” jeritku kecil ketika Melo mulai menjilati bibir vaginaku.

Nggkk.. aakk.. tubuhku menggelinjang hebat ketika lidah Melo mulai mempermainkan klitorisku. Kurapatkan kedua pahaku menjepit kepala Melo. Tapi Melo tidak peduli. Ia tampak asyik menjilati vaginaku. Aku benar-benar merasa terbang. Kedua tanganku hanya bisa meremas-remas sarung bantal.

Aku benar-benar merasakan nikmat luar biasa. Baru kali ini aku merasakan dioral. Nikmat sekali, dan akhirnya aku tidak bisa menahan nya lagi. Sapuan lidah Melo pada vaginaku benar-benar membuat aku kelabakan. Dan akhirnya..

“Aakk.. ooh.. Melo.. Meloo.. aaakk..” aku mengerang panjang dengan tubuh bergetar.

Kupegang kepala Melo dan kutekan kepala Melo hingga wajahnya terbenam di selangkanganku, rupanya aku telah mencapai klimaks. Dan Melo terus saja menjilati cairan yang keluar dari vaginaku. Oohh..

“Melo.. Mel..” seruku dengan nafas masih memburu.
“Kenapa Stel..” jawabnya sembari tersenyum padaku.
“Kamu.. nakal Mel.”

Lalu aku menarik Melo ke atas tubuhku. Dan wajahnya kini tepat di hadapan wajahku. Tercium bau aroma kemaluanku dari mulut Melo. Aku tersenyum. Dan dia juga tersenyum.

“Gila Mel.. aku belum pernah merasakan begini,” seruku.
“Enak?”
“Enak.. Mel.. enak,” sahutku dengan nafas masih memburu.

Lalu kucium bibir Melo itu. Dan dia membalas ciumanku itu. Kupeluk tubuhnya dengan erat, dan kubalikkan tubuhnya hingga kini aku berada di atasnya.

“Gantian yaa.. Mel,” seruku.
“Kamu mau..?” serunya.
“Mau..” jawabku.
“Benar?” tanyanya.
“Benar..” jawabku.
“Nggak jijik?” tanyanya.
“Nggak,” sahutku dengan tersenyum.

Padahal aku pun tidak tahu apakah aku bisa. Tapi rasanya kurang sempurna kalau aku belum memuaskan Melo. Dan ini spontan aku lakukan. Lalu kupegang kedua tangan Melo, dan kupentangkan kedua tangan Melo ke samping. Lalu aku mulai menciumi lehernya.

“Oooh..” Melo mengeliat keenakan. Kuciumi.. kujilati leher Melo. Terus turun kedada.. dan akhirnya ujung lidahku bermain di atas puting payudara Melo.

Kulirik Melo. Tampak dia memejamkan matanya, dan nafasnya juga mulai memburu. Aku pun terus menjilati dada Melo. Terus ke bawah, ke bawah hingga ke bagian pusarnya. Kujilati pusar Melo itu. Terasa beberapa kali tubuh Melo terhentak.

“Ooh.. Stellaa.. aahh..” desahnya. Lalu aku beralih ke bawah pusarnya. Tampak bulu-bulu kemaluan Melo yang masih jarang itu. Dan bentuk kemaluannya, ouuhh.. indahnya.
Kujilati bibir kemaluan Melo. “Aaahh..” Melo mendesah.

Terasa asin, tapi aku tidak peduli. Kujilati terus, kupermainkan klitorisnya dengan ujung lidahku.

“Ooh.. Stella.. oohh.. ampunn.. ampunn..” erang Melo dengan tubuh mengelinjang.

Mendengar erangan Melo itu, aku tambah bernafsu. Kujilati lagi belahan vagina Melo yang masih virgin itu. Dan hal ini membuat tubuh Melo tersentak-sentak.

“Stellaa.. ampunn.. Stella.. ampunn..” erangnya. Kedua tangannya segera mengacak-ngacak rambutku diremas-remasnya kepalaku. Dan dicambak-cambaknya rambutku.

Tapi aku menikmati. Kusedot klitoris Melo. Dan..

“Aaakk.. Stellaa.. Stellaa.. nggkk..” Melo mengerang panjang dengan tubuh mengejang. Segera kedua pahanya menjepit kepalaku. Dan seketika aku merasakan vagina Melo semakin basah.

Rupanya Melo telah mencapai klimaks. Kujilati cairan itu. Asin, tapi nikmat.

“Stella.. Stellaa.. sudah Stella.. sudah..” seru Melo memelas.

Aku pun tersenyum. Lalu ia menarik tubuhku ke atas lagi dan dengan penuh gairah. Dilumatnya bibirku. Aku juga membalas melumat bibirnya. Akhirnya kami berdua terbaring lemas bersebelahan.

Setelah beristirahat sejenak..

“Stella..” seru Melo.
“Mmhm..?”
“Kamu nakal.”
“Kamu juga.”
“Kita sama-sama gila yaa,” serunya.
“Sama-sama nakal,” sahutku.
Lalu Melo menoleh padaku dan tersenyum. “Kita mandi yuk,” serunya.
“Yuk..” lalu kami berdua bangun. Tampak di TV sudah tidak ada gambar apa-apa lagi.

Kami mandi bersama, sembari becanda dan tertawa cekikikan. Saling menyabuni dan saling iseng mencolek-colek. Entah payudara, entah selangkangan.

Seusai mandi, ketika aku sedang mengeringkan rambutku dengan handuk, tiba-tiba HPnya berbunyi.

“Halo.. Melody” terdengar suara cowoknya.
“Halo sayank..” jawabnya.
“Gimana nanti malam jadi enggak kita nonton?” seru cowoknya.

Melo pun terdiam. Melo yang masih telanjang itu memandang ke arahku tidak enak. Entah kenapa, aku juga sangat berharap Melo menolak ajakan cowoknya itu.

“Jangan nanti malam yaa,” serunya.
“Loh kenapa..?” protes cowoknya.
“Stella sekarang nginap di rumah,” serunya.
Tiba-tiba aku menghampirinya dan merebut HPnya. “Halo Mas,” seruku. “Iya.. nanti malam aku nginap di sini. Boleh kan?” seruku. Melo hanya tersenyum saja memperhatikanku. Lalu aku menyerahkan HPnya itu kembali.
“Halo..” serunya.
“Halo.. yaa.. sudah enggak apa-apa tapi besok siang aku jemput kamu yaa..” seru cowoknya.

Setelah menutup telepon, Melo segera memelukku dan aku membalas pelukannya. Oohh.. indahnya.

Malam itu aku menginap di rumah Melo, kita makan malam bersama keluarga Melo. Dan aku dipinjamkan daster oleh Melo. Dan malamnya sebelum tidur, kami meneruskan permainan seks kami. Bahkan kami meniru beberapa adegan dalam film bokep yang kami tonton bersama. Nikmat sekali. Hingga akhirnya kami mencapai kepuasan lagi, kelelahan dan tertidur sama-sama telanjang. Dan saling berpelukan di bawah selimut.

Sejak kejadian itu. Kami semakin akrab. Di sekolah kami selalu bersama-sama. Dan kami sering tidur bersama. Entah di rumah Melo atau di rumahku.

Cowoknya..? Ah, Melo bilang dia tidak pernah mengetahui hubungan Melo denganku. Sampai sekarang.

Akhirnya aku pun harus berpisah dengan Melo. Dia disekolahkan oleh orang tuanya ke Jatinangor, Bandung mengambil jurusan agroteknologi di salah satu universitas negeri di sana. Sementara aku meneruskan kuliah disini di jurusan advertising salah satu universitas swasta. Sampai saat aku menulis cerita ini, kami masih saling berhubungan. Sering sekali kami berkomunikasi lewat chatting, tentu saja dengan voice dan webcam. Sehingga kami bisa saling melepas rindu sesaat. Kadang-kadang berbicara mesra penuh gairah seperti kami melakukan phone sex. Bahkan kami sering sekali bermasturbasi bersamaan di depan webcam masing-masing, memberikan tontonan gratis paling panas ke satu sama lainnya.

Kuputuskan juga dalam sebulan paling tidak aku harus 2x ke Bandung dalam rangka berlibur. Selain berbelanja dan berwisata kuliner, juga untuk janjian kencan dengan Melo. Bahkan kadang-kadang kami akan menyewa sebuah kamar hotel untuk semalam – Melo akan beralasan dia menginap di rumah temannya, belajar untuk ujian atau mengerjakan tugas dari organisasi. Jika kami sudah berdua saja, kami tak akan segan-segan melepas segala rindu yang sudah kami tanggung sejak lama. Saking rindunya, aku dan Melo baru bisa tidur menjelang pagi, setelah lelah dan puas bermain seks semalam suntuk. Hal yang sama pun dilakukan Melo jika dia sedang ke Jakarta.

Yang terpenting aku merasa nyaman menjalani hubungan yang terlarang ini dengan Melody. Jika kami diam, tak akan ada yang tahu. Rahasia kami aman. Tapi kadang-kadang, aku masih juga ingin seperti Melody. Memiliki seorang cowok yang mencintainya.

Sungguh aneh apa yang terjadi padaku sampai saat ini.

Oh.. Meloku.. Melodyku..

Apakah aku seorang lesbian??

T A M A T