Anak Mandor yang penuh Gairah
Aku Ilham, seorang buruh di sebuah pabrik dipinggiran Ibukota. Aku mempunyai pengalaman yang tak akan Aku lupakan. Aku telah menyetubuhi Devi, janda yang merupakan anak dari mandorku sendiri. Aku memang menyukai dia sejak pertama dia datang ke proyek untuk mengantarkan bekal makanan untuk ayahnya. Aku suka tubuhnya yang tetap langsing meski sudah memiliki anak 1, tinggi, secara proporsional “lengkap” baik ukuran payudara maupun pantatnya. Pantatnya tidak terlalu besar namun sesuai dengan pinggangnya, wajahnya ayu dan dengan penampilannya yang sederhana justru semakin membuatku cukup bernafsu untuk memberinya kepuasan dan membuatnya lemas dalam kenikmatan.Ceritanya berawal sewaktu Aku pulang kerja pada jam lima sore, begitu keluar melewati pintu pabrik, Aku lihat Devi sedang menunggu hujan reda, Aku beranikan diri untuk menghampiri dan mengajaknya berbicara. Dari obrolan singkat, ternyata kita searah jalan pulang. Lalu Aku menawarkannya untuk kuantar pulang dengan motor butut kesayanganku. Bahagianya saat dia mengangguk dan mengatakan mau diantarkan olehku begitu hujan reda.
Di sepanjang perjalanan, kami bercerita tentang segala macam, mulai dari hidupku yang masih membujang sampai saat ini, hingga Devi yang kesulitan mengurus anaknya sendirian. Aku merasa ingin sekali bercerita terus namun waktu yang aku punya memang tidak banyak. Singkat cerita, sampailah kita di depan rumahnya yang tidak terlalu besar, namun terlihat cukup asri dan rapih. Dia manawarkanku untuk mampir dan ngopi sebentar sebagai ucapan terima kasih juga sekalian menghangatkan diri karena udara yang dingin setelah hujan.
Rumah kamu sepi sekali Devi, pada kemana yang lainnya? Tanya ku begitu masuk ke ruang ramu Devi yang berisikan sofa berwarna coklat. Aku pun duduk disitu untuk mengistirahatkan badan.
Memang selalu sepi, Mas Ilham. Ira (anak Devi) aku titipkan ke rumah Ibu karena aku kan tadi mengantarkan barang milik Bapak yang ketinggalan… Jelas Devi sambil duduk disampingku.
Sebentar ya, Mas. Aku ambilkan minum terlebih dahulu… Pamit Devi sambil berlalu kebelakang. Hatiku sudah tak karuan rasanya melihat kemolekan tubuh Devi dari belakang. Ingin sekali rasanya mendekap Ibu Muda yang masih terlihat segar dan muda ini.
Tidak lama berselang, Devi kembali sambil membawa teko kecil berwarna coklat yang berisikan teh hangat, tidak terlupa dua buah cangkir kecil berwarna hijau dengan motif bunga melati.
Silakan, Mas diminum. Terima kasih banyak ya sudah mau mengantarkan aku… Kata Devi sambil menyuguhkan ku minum.
Tidak masalah, Devi. Aku senang bisa membantu kamu… Balasku.
Kami pun berbincang-bincang banyak melanjutkan obrolan di motor sebelumnya. Tapi kali ini obrolan kami semakin intim dan tanpa sengaja kami saling bertatap-tatapan. Aku pun memberanikan diri untuk langsung menerjang bibirnya. Kuhisap mulut dan bibirnya yang lembut, tercium aroma tubuhnya, tanganku bergerak merangkulnya dia memegang bahuku.
Devi membalas apa yang kulakukan padanya. Tanpa ada penolakan, bibirnya terbuka, lidahnya dijulurkan ke dalam mulutku. Nafasnya langsung tersengal-sengal. Rupanya Devi tertarik dengan tubuhku yang atletis, yah namanya juga buruh, pekerjaanku banyak menggunakan otot sehingga menjadi lebih kencang.
Kusibakkan rambutnya ke belakang sehingga bisa kulihat belakang kupingnya dan tengkuknya. Lalu kutarik perlahan hisapan mulutku pada bibirnya, lalu kucium leher pada bagian bawah lehernya. Rupanya dia sungguh menikmatinya. Perlahan jari-jemarinya membuka kancing bajuku lalu tangannya masuk di sela-sela dan mengelus dadaku, terasa jantung dan darahku mendesir, sementara keadaan di luar rumah hujan dan dingin.
Tangan kananku mencoba mencari kancing dan reseleting celananya. Setelah kutemukan, kuturunkan perlahan, tangan kirinya kemudian memegang tanganku sebagai tanda tak setuju. Tak kehabisan akal, kupindahkan lagi bibirku untuk kembali mencium dalam-dalam bibirnya yang tipis itu agar Devi semakin bernasu.
Nafas menderu dan berdesah terdengar dari mulut Devi, sementara semakin rapat saja payudaranya menekan dadaku. Kali ini berhasil kuturunkan retsleting celananya, kemudian ia mengangkat sedikit pantatnya agar aku semakin mudah untuk melepaskan celananya.
Lama juga aku mencium wanita ini, mungkin 10 menit, kemudian aku menatap matanya. Tak ada keraguan dari dirinya, kemudian kuangkat dan kugendong dia ke kamar, sampai di kamar kutaruh dia perlahan ke tempat tidur. Sementara kuturunkan celana panjangku. Kupeluk dia, kucium rambutnya sementara kubuka baju kemudian kaus dalamnya, kulihat kulitnya putih sekali.
Devi mengisyaratkan aku untuk menggunakan kondom, tetapi aku tidak punya, siapa sangka dia mempunyai persediaan kondom. Kemudian ia menepuk pipiku dan menarik pipiku sampai mulutku monyong. “Nakal.. kamu mau dipukuli papaku kalau sampai hamil?”
Aku hanya mengangguk tanda setuju. Lalu dia mengeluarkan kondom yang katanya bisa membuat organ kewanitaan kencang dan rapat, dari dalam tas kecil yang ia bawa dari Pabrik tadi. Setelah dikeluarkan, Devi mengigit bungkus kondom dan membukanya di depanku. Batang kemaluanku semakin mengeras melihat sikap Devi yang berubah menjadi sangat nakal.
Dia mengamati bentuk penisku yang agak kentara, karena sudah agak mengeras di dalam celana dalam. Dia memainkan kuku telunjuknya mengikuti bentuknya dan mengelusnya perlahan. Sementara aku menarik CD-ku agak turun. Sehingga kini tegaklah penisku dengan perkasa dan ia tertawa melihatnya.
Dia memegang batang penisku dengan tangan kirinya dan mengelus-elusnya perlahan. Aliran darah menuju penisku semakin bertambah tegangnya, sehingga terlihat urat-urat di sekitar batangnya. Lalu tanganku ditariknya untuk memegang penisku sementara dia memasangi kondom itu dengan kedua tangannya.
Akhirnya usaha untuk memasukkan kondom itu berhasil lalu dia bergerak maju dan agak berdiri setengah jongkok. Kemudian aku mengarahkan kepala penisku yang terselaputi itu ke arah lubang vaginanya. Devi turun sedikit sehingga kepala penisku terbenam pada bagian kemaluannya. Agaknya dia berteriak tertahan dan berdesis, “Sshh.. ahkk”.
Dia bangun lalu menyuruhku untuk melakukan petting kembali. Tangannya menarik tanganku untuk meremas-remas payudaranya yang memang agak kecil dan bila ia tiduran tambah tidak terlihat tetapi tetap saja membuatku bertambah nafsu melihat ekspresi wajahnya. Sementara kudekatkan wajahku untuk mencium bibir dan lehernya. Tangan kiriku bergerak turun ke balik celana dalamnya yang berwarna putih. Kuikuti alur garis bibir kemaluannya turun kemudian ke atas agak menyelip masuk sedikit ke dalam, kemudian naik ke atas agak di atas liang kenikmatannya. Kucari benjolan kecil yang kemudian dapat kusentuh-sentuh dan kugerak-gerakkan, seiring itu dia bergerak-gerak tanpa sengaja dia menggigit bibirku, Aku menarik wajahku dengan reflek. Tanganku yang tadinya kugunakan untuk meraba payudaranya, kugunakan untuk menarik bibirku agar terlihat dengan mataku, “Sorry nggak sengaja”, katanya.
Langsung saja kutarik celana dalamnya turun sampai ke betis, lalu kulihat bagaimana kemaluannya masih ditumbuhi bulu yang tidak terlalu lebat, halus namun merata. Lalu warna merah jambu bibir kemaluannya dengan bagian pantat yang tidak gemuk, ia terlihat seperti anak-anak meski sudah pernah berumah tangga. Langsung saja kutindih tubuhnya, namun kujaga agar ia tidak langsung kaget menerima beban tubuhku. Kepala penisku kuarahkan ke arah bagian kemaluannya, aku kembali menciumi bibirnya dengan bibirku yang agak berdarah. Agak asin kurasakan kini, waktu itu penisku tidak masuk melainkan kegesek di luar saja kemudian kuangkat pantatku dan kulebarkan pahanya.
Sementara tangan kananku meraih bantal dan kuletakkan dibawah pinggang Devi sehingga agak terangkat. Kemudian kuarahkan masuk kepala penisku sedikit demi sedikit kurasakan hangatnya lubang kewanitaan yang sudah lama tak dijamah ini.
“Aakh.. shh..” aku atau dia yang berdesis, aku sudah tidak ingat.
Tak sampai penuh masuk, kutarik lagi penisku dan kulebarkan kembali pahanya dan kumasukkan kembali penisku dengan agak memaksa. Terasa sempit sekali liang Devi, kenikmatan duniawi yang tak tertahankan.
“Oouuuuuuch”, ujarnya.
Kutarik ke atas pantatku kemudian kubenamkan kembali penisku setelah beberapa kali terulang kutarik agak keluar dan kemudian kudesak sangat dalam sampai pangkal atau buah zakarku tertekan pada lubang pantatnya.
Selama kejadian itu berlangsung tangan dia memelukku dengan erat namun seakan melemah ketika pinggangku kuangkat naik.
Saling tarik nafas terjadi bagai sebuah kancah berebut oksigen sehingga beberapa menit kemudian desakan dari dalam tak bisa kutahan dan kulepaskan saja semuanya.
Nafasku terengah-engah, putus-putus, tak lama kemudian aku merasakan rasa tolakan serta desakan yang kuat dari dalam vagina Devi yang sempit.
Keringat dingin terasa di tubuhku dan kejang-kejang serta ekspresi lain yang tak kuingat dan kulihat karena aku merem menyertai pada diri Devi.
“Ooohh.. shhhhh, terus masssss aahhhhhh….” Erang Devi, kemudian dia memelukku erat walaupun terasa desakan dari dalam kuat tetap saja tak mampu mengeluarkan penisku, malah jadinya kutekan sekuatku ke dalam. Lalu tak terasa aku tertidur lemas sampai akhirnya ia menggeserku agar pindah dari atas tubuhnya.
Penisku terangkat dan bersandar di pahanya. Kuberikan isyarat untuk mencopot kondomnya, ia kemudian melakukannya. Kupegang penisku dan kugerak-gerakkan, “Berani nggak?” kutanya.
Dengan cekatan Devi meraih penisku dan memasukannya ke dalam mulut mungilnya. Dengan penuh gairah ia memainkan penisku dengan lidah dan bibirnya. Sesekali dicium bagian ujung penis sambil matanya mencoba melihatku.
Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya penisku kembali berdiri tegak, siap untuk pertempuran selanjutnya.
Kali ini Devi membungkukan badan untuk posisi doggy style. Ku gesek-gesekan batang kemaluanku ke lubang vagina Devi.
Ahhh, mas, masukinn aahhhh…. Lenguh Devi manja sambil menggigit bibirnya sendiri.
Secara perlahan aku masukan penis ku, sambil meremas kencang pantat Devi. Lekukan tubuh Devi kini terlihat semakin memesona. Aku semakin tak sabar juga untuk menikmatinya yang kedua kali.
Aaahhh, iya mas gitu….aaaaahhh enak mas Ilhammm, aaaahhhhh…. aku terus menggenjot tubuh Devi. Ku lihat payudaranya menggantung dan berayun seirama masuknya penisku ke dalam tubuhnya.
Uhhhhhh mas Ilhammm aaarggghhhh terus mass, terussss….
Aku pun menarik rambut Devi dengan tangan kiri sambil tetap meremas pantatnya oleh tangan kananku. Penis ku semakin jadi menghujam vagina Devi.
Aaarggg, mas, aah, mas aaaaahh… Aku mau keluar mas aaaahhhh
Kupercepat genjotanku di vagina Devi. Teriakan Devi pun semakin jadi, sampai,
Aaaaaaaarggghhh masssss Ilhamm akuu aaahhhhh keluarrrrr….. teriak Devi.
Devi pun terkulai lemas, namun aku masih belum apa-apa. Penisku masih tegang mengacung.
Devi menatapku, yang masih berdiri, sambil berbaring. Melihat penisku yang masih siap bekerja, Devi tersenyum sambil membuka kakinya lebar-lebar dan mengusap vaginanya dengan tangan kanannya.
Aku kembali dengan posisi misionaris, ku letakan kaki Devi di kedua bahuku, dan dengan cepat ku genjot lagi vagina Devi untuk yang ke sekian kalinya.
Aaahhh, aaaahhh, aahhhh mas aaaaa….. racau Devi dengan mata tertutup dan mulut yang terbuka.
Dengan posisi seperti itu, tak ku sia-siakan untuk meremas payudara Devi dengan gemas, ku pelintir kecil putingnya sambil pinggulku tak berhenti menggenjotkan penis ke dalam vagina Devi.
Duhh aahhh, nikmat mas Ilham, kontol mu enak massss… aaahhhh
Ku percepat lagi genjotanku, kali ini aku sudah tidak bisa membendung dorongan dari dalam penis yang memaksa ingin keluar.
Aaah, aku…. mau keluar…. lagi masss…. aaahhh…
Aku juga Devi, bareng ya kalau gitu… Kataku sambil sedikit terengah menggenjot Devi.
Tidak lama berselang, AAAAAAAAAAAAA Mas Ilhaaaaaaammm, aku keluar massss……
Dengan cepat ku muntahkan juga semua spermaku di dalam vagina Devi. AARGGGHHHH aku juga aahhhhhhhh Deviiii nikmat sekaliiii…. Teriakku kali ini.
Tubuhku langsung terasa begitu lemas setelah pertarungan panjang bersama Devi. Aku tidur di samping Devi dan ia langsung memelukku mesra.
Mas, jangan bilang sama siapa-siapa ya soal ini. Aku malu…
Loh kenapa malu? Aku tidak akan bilang siapa-siapa juga, kok.
Ya malu saja, Mas. Aku janda, mas kan masih perjaka. Nanti apa dikata orang?
Aku hanya tersenyum sambil menatap wajah Devi yang penuh keringat, lalu mencium bibirnya pelan.
Jangan pedulikan kata orang, yang penting kita bisa bahagia Devi… Jawabku.
Devi tersenyum sambil menutup matanya. Malam itu aku menginap di rumah Devi berdua.
Hubunganku dengan Devi berjalan dengan serius, apalagi saat tahu Boss ku yang merupakan ayah Devi merestui hubungan kami berdua. Dalam beberapa bulan ke depan pun kami memutuskan untuk menikah.
Di sepanjang perjalanan, kami bercerita tentang segala macam, mulai dari hidupku yang masih membujang sampai saat ini, hingga Devi yang kesulitan mengurus anaknya sendirian. Aku merasa ingin sekali bercerita terus namun waktu yang aku punya memang tidak banyak. Singkat cerita, sampailah kita di depan rumahnya yang tidak terlalu besar, namun terlihat cukup asri dan rapih. Dia manawarkanku untuk mampir dan ngopi sebentar sebagai ucapan terima kasih juga sekalian menghangatkan diri karena udara yang dingin setelah hujan.
Rumah kamu sepi sekali Devi, pada kemana yang lainnya? Tanya ku begitu masuk ke ruang ramu Devi yang berisikan sofa berwarna coklat. Aku pun duduk disitu untuk mengistirahatkan badan.
Memang selalu sepi, Mas Ilham. Ira (anak Devi) aku titipkan ke rumah Ibu karena aku kan tadi mengantarkan barang milik Bapak yang ketinggalan… Jelas Devi sambil duduk disampingku.
Sebentar ya, Mas. Aku ambilkan minum terlebih dahulu… Pamit Devi sambil berlalu kebelakang. Hatiku sudah tak karuan rasanya melihat kemolekan tubuh Devi dari belakang. Ingin sekali rasanya mendekap Ibu Muda yang masih terlihat segar dan muda ini.
Tidak lama berselang, Devi kembali sambil membawa teko kecil berwarna coklat yang berisikan teh hangat, tidak terlupa dua buah cangkir kecil berwarna hijau dengan motif bunga melati.
Silakan, Mas diminum. Terima kasih banyak ya sudah mau mengantarkan aku… Kata Devi sambil menyuguhkan ku minum.
Tidak masalah, Devi. Aku senang bisa membantu kamu… Balasku.
Kami pun berbincang-bincang banyak melanjutkan obrolan di motor sebelumnya. Tapi kali ini obrolan kami semakin intim dan tanpa sengaja kami saling bertatap-tatapan. Aku pun memberanikan diri untuk langsung menerjang bibirnya. Kuhisap mulut dan bibirnya yang lembut, tercium aroma tubuhnya, tanganku bergerak merangkulnya dia memegang bahuku.
Devi membalas apa yang kulakukan padanya. Tanpa ada penolakan, bibirnya terbuka, lidahnya dijulurkan ke dalam mulutku. Nafasnya langsung tersengal-sengal. Rupanya Devi tertarik dengan tubuhku yang atletis, yah namanya juga buruh, pekerjaanku banyak menggunakan otot sehingga menjadi lebih kencang.
Kusibakkan rambutnya ke belakang sehingga bisa kulihat belakang kupingnya dan tengkuknya. Lalu kutarik perlahan hisapan mulutku pada bibirnya, lalu kucium leher pada bagian bawah lehernya. Rupanya dia sungguh menikmatinya. Perlahan jari-jemarinya membuka kancing bajuku lalu tangannya masuk di sela-sela dan mengelus dadaku, terasa jantung dan darahku mendesir, sementara keadaan di luar rumah hujan dan dingin.
Tangan kananku mencoba mencari kancing dan reseleting celananya. Setelah kutemukan, kuturunkan perlahan, tangan kirinya kemudian memegang tanganku sebagai tanda tak setuju. Tak kehabisan akal, kupindahkan lagi bibirku untuk kembali mencium dalam-dalam bibirnya yang tipis itu agar Devi semakin bernasu.
Nafas menderu dan berdesah terdengar dari mulut Devi, sementara semakin rapat saja payudaranya menekan dadaku. Kali ini berhasil kuturunkan retsleting celananya, kemudian ia mengangkat sedikit pantatnya agar aku semakin mudah untuk melepaskan celananya.
Lama juga aku mencium wanita ini, mungkin 10 menit, kemudian aku menatap matanya. Tak ada keraguan dari dirinya, kemudian kuangkat dan kugendong dia ke kamar, sampai di kamar kutaruh dia perlahan ke tempat tidur. Sementara kuturunkan celana panjangku. Kupeluk dia, kucium rambutnya sementara kubuka baju kemudian kaus dalamnya, kulihat kulitnya putih sekali.
Devi mengisyaratkan aku untuk menggunakan kondom, tetapi aku tidak punya, siapa sangka dia mempunyai persediaan kondom. Kemudian ia menepuk pipiku dan menarik pipiku sampai mulutku monyong. “Nakal.. kamu mau dipukuli papaku kalau sampai hamil?”
Aku hanya mengangguk tanda setuju. Lalu dia mengeluarkan kondom yang katanya bisa membuat organ kewanitaan kencang dan rapat, dari dalam tas kecil yang ia bawa dari Pabrik tadi. Setelah dikeluarkan, Devi mengigit bungkus kondom dan membukanya di depanku. Batang kemaluanku semakin mengeras melihat sikap Devi yang berubah menjadi sangat nakal.
Dia mengamati bentuk penisku yang agak kentara, karena sudah agak mengeras di dalam celana dalam. Dia memainkan kuku telunjuknya mengikuti bentuknya dan mengelusnya perlahan. Sementara aku menarik CD-ku agak turun. Sehingga kini tegaklah penisku dengan perkasa dan ia tertawa melihatnya.
Dia memegang batang penisku dengan tangan kirinya dan mengelus-elusnya perlahan. Aliran darah menuju penisku semakin bertambah tegangnya, sehingga terlihat urat-urat di sekitar batangnya. Lalu tanganku ditariknya untuk memegang penisku sementara dia memasangi kondom itu dengan kedua tangannya.
Akhirnya usaha untuk memasukkan kondom itu berhasil lalu dia bergerak maju dan agak berdiri setengah jongkok. Kemudian aku mengarahkan kepala penisku yang terselaputi itu ke arah lubang vaginanya. Devi turun sedikit sehingga kepala penisku terbenam pada bagian kemaluannya. Agaknya dia berteriak tertahan dan berdesis, “Sshh.. ahkk”.
Dia bangun lalu menyuruhku untuk melakukan petting kembali. Tangannya menarik tanganku untuk meremas-remas payudaranya yang memang agak kecil dan bila ia tiduran tambah tidak terlihat tetapi tetap saja membuatku bertambah nafsu melihat ekspresi wajahnya. Sementara kudekatkan wajahku untuk mencium bibir dan lehernya. Tangan kiriku bergerak turun ke balik celana dalamnya yang berwarna putih. Kuikuti alur garis bibir kemaluannya turun kemudian ke atas agak menyelip masuk sedikit ke dalam, kemudian naik ke atas agak di atas liang kenikmatannya. Kucari benjolan kecil yang kemudian dapat kusentuh-sentuh dan kugerak-gerakkan, seiring itu dia bergerak-gerak tanpa sengaja dia menggigit bibirku, Aku menarik wajahku dengan reflek. Tanganku yang tadinya kugunakan untuk meraba payudaranya, kugunakan untuk menarik bibirku agar terlihat dengan mataku, “Sorry nggak sengaja”, katanya.
Langsung saja kutarik celana dalamnya turun sampai ke betis, lalu kulihat bagaimana kemaluannya masih ditumbuhi bulu yang tidak terlalu lebat, halus namun merata. Lalu warna merah jambu bibir kemaluannya dengan bagian pantat yang tidak gemuk, ia terlihat seperti anak-anak meski sudah pernah berumah tangga. Langsung saja kutindih tubuhnya, namun kujaga agar ia tidak langsung kaget menerima beban tubuhku. Kepala penisku kuarahkan ke arah bagian kemaluannya, aku kembali menciumi bibirnya dengan bibirku yang agak berdarah. Agak asin kurasakan kini, waktu itu penisku tidak masuk melainkan kegesek di luar saja kemudian kuangkat pantatku dan kulebarkan pahanya.
Sementara tangan kananku meraih bantal dan kuletakkan dibawah pinggang Devi sehingga agak terangkat. Kemudian kuarahkan masuk kepala penisku sedikit demi sedikit kurasakan hangatnya lubang kewanitaan yang sudah lama tak dijamah ini.
“Aakh.. shh..” aku atau dia yang berdesis, aku sudah tidak ingat.
Tak sampai penuh masuk, kutarik lagi penisku dan kulebarkan kembali pahanya dan kumasukkan kembali penisku dengan agak memaksa. Terasa sempit sekali liang Devi, kenikmatan duniawi yang tak tertahankan.
“Oouuuuuuch”, ujarnya.
Kutarik ke atas pantatku kemudian kubenamkan kembali penisku setelah beberapa kali terulang kutarik agak keluar dan kemudian kudesak sangat dalam sampai pangkal atau buah zakarku tertekan pada lubang pantatnya.
Selama kejadian itu berlangsung tangan dia memelukku dengan erat namun seakan melemah ketika pinggangku kuangkat naik.
Saling tarik nafas terjadi bagai sebuah kancah berebut oksigen sehingga beberapa menit kemudian desakan dari dalam tak bisa kutahan dan kulepaskan saja semuanya.
Nafasku terengah-engah, putus-putus, tak lama kemudian aku merasakan rasa tolakan serta desakan yang kuat dari dalam vagina Devi yang sempit.
Keringat dingin terasa di tubuhku dan kejang-kejang serta ekspresi lain yang tak kuingat dan kulihat karena aku merem menyertai pada diri Devi.
“Ooohh.. shhhhh, terus masssss aahhhhhh….” Erang Devi, kemudian dia memelukku erat walaupun terasa desakan dari dalam kuat tetap saja tak mampu mengeluarkan penisku, malah jadinya kutekan sekuatku ke dalam. Lalu tak terasa aku tertidur lemas sampai akhirnya ia menggeserku agar pindah dari atas tubuhnya.
Penisku terangkat dan bersandar di pahanya. Kuberikan isyarat untuk mencopot kondomnya, ia kemudian melakukannya. Kupegang penisku dan kugerak-gerakkan, “Berani nggak?” kutanya.
Dengan cekatan Devi meraih penisku dan memasukannya ke dalam mulut mungilnya. Dengan penuh gairah ia memainkan penisku dengan lidah dan bibirnya. Sesekali dicium bagian ujung penis sambil matanya mencoba melihatku.
Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya penisku kembali berdiri tegak, siap untuk pertempuran selanjutnya.
Kali ini Devi membungkukan badan untuk posisi doggy style. Ku gesek-gesekan batang kemaluanku ke lubang vagina Devi.
Ahhh, mas, masukinn aahhhh…. Lenguh Devi manja sambil menggigit bibirnya sendiri.
Secara perlahan aku masukan penis ku, sambil meremas kencang pantat Devi. Lekukan tubuh Devi kini terlihat semakin memesona. Aku semakin tak sabar juga untuk menikmatinya yang kedua kali.
Aaahhh, iya mas gitu….aaaaahhh enak mas Ilhammm, aaaahhhhh…. aku terus menggenjot tubuh Devi. Ku lihat payudaranya menggantung dan berayun seirama masuknya penisku ke dalam tubuhnya.
Uhhhhhh mas Ilhammm aaarggghhhh terus mass, terussss….
Aku pun menarik rambut Devi dengan tangan kiri sambil tetap meremas pantatnya oleh tangan kananku. Penis ku semakin jadi menghujam vagina Devi.
Aaarggg, mas, aah, mas aaaaahh… Aku mau keluar mas aaaahhhh
Kupercepat genjotanku di vagina Devi. Teriakan Devi pun semakin jadi, sampai,
Aaaaaaaarggghhh masssss Ilhamm akuu aaahhhhh keluarrrrr….. teriak Devi.
Devi pun terkulai lemas, namun aku masih belum apa-apa. Penisku masih tegang mengacung.
Devi menatapku, yang masih berdiri, sambil berbaring. Melihat penisku yang masih siap bekerja, Devi tersenyum sambil membuka kakinya lebar-lebar dan mengusap vaginanya dengan tangan kanannya.
Aku kembali dengan posisi misionaris, ku letakan kaki Devi di kedua bahuku, dan dengan cepat ku genjot lagi vagina Devi untuk yang ke sekian kalinya.
Aaahhh, aaaahhh, aahhhh mas aaaaa….. racau Devi dengan mata tertutup dan mulut yang terbuka.
Dengan posisi seperti itu, tak ku sia-siakan untuk meremas payudara Devi dengan gemas, ku pelintir kecil putingnya sambil pinggulku tak berhenti menggenjotkan penis ke dalam vagina Devi.
Duhh aahhh, nikmat mas Ilham, kontol mu enak massss… aaahhhh
Ku percepat lagi genjotanku, kali ini aku sudah tidak bisa membendung dorongan dari dalam penis yang memaksa ingin keluar.
Aaah, aku…. mau keluar…. lagi masss…. aaahhh…
Aku juga Devi, bareng ya kalau gitu… Kataku sambil sedikit terengah menggenjot Devi.
Tidak lama berselang, AAAAAAAAAAAAA Mas Ilhaaaaaaammm, aku keluar massss……
Dengan cepat ku muntahkan juga semua spermaku di dalam vagina Devi. AARGGGHHHH aku juga aahhhhhhhh Deviiii nikmat sekaliiii…. Teriakku kali ini.
Tubuhku langsung terasa begitu lemas setelah pertarungan panjang bersama Devi. Aku tidur di samping Devi dan ia langsung memelukku mesra.
Mas, jangan bilang sama siapa-siapa ya soal ini. Aku malu…
Loh kenapa malu? Aku tidak akan bilang siapa-siapa juga, kok.
Ya malu saja, Mas. Aku janda, mas kan masih perjaka. Nanti apa dikata orang?
Aku hanya tersenyum sambil menatap wajah Devi yang penuh keringat, lalu mencium bibirnya pelan.
Jangan pedulikan kata orang, yang penting kita bisa bahagia Devi… Jawabku.
Devi tersenyum sambil menutup matanya. Malam itu aku menginap di rumah Devi berdua.
Hubunganku dengan Devi berjalan dengan serius, apalagi saat tahu Boss ku yang merupakan ayah Devi merestui hubungan kami berdua. Dalam beberapa bulan ke depan pun kami memutuskan untuk menikah.