Akibat Suka Iri

Ini fiksi… kawan, baca saja dengan santai sambil tiduran, nggak usah dimasukkan ke dalam pikiran.

Akibat Suka Iri

TIDAK pernah saya merencanakan pertemuan ini. Berawal dari saya datang ke rumah kakak saya ingin meminta kakak saya menjual mobil saya, saya ingin membeli mobil baru.

Daripada saya yang menjual sendiri atau saya menyuruh orang lain yang menjual, bukankah lebih baik saya menyuruh kakak saya yang menjual? Dengan demikian komisi maupun keuntungan dari penjualan mobil itu bisa saya berikan pada kakak saya yang hidupnya pas-pasan.

Kakak saya sudah mempunyai 3 orang anak masing-masing berumur 11 tahun, 9 tahun dan 4 tahun. Istrinya atau kakak ipar saya berumur sama dengan saya, 35 tahun, sedangkan kakak saya berumur 40 tahun.

Saya juga sudah mempunyai anak, tetapi hanya 1 orang, umurnya 5 tahun. Saya bekerja di perusahaan asuransi, sedangkan istri saya hanya ibu rumah tangga biasa, sama dengan kakak ipar saya.

Sesampai saya di rumah kakak saya ternyata kakak saya keluar kota, kata istrinya. Lalu saya ngobrol dengan istrinya.

“Dua hari yang lalu tetanggaku nginap di hotel,” katanya. Suaranya seperti terkandung kecemburuan sosial.

Maklum hidupnya di kampung. Kecemburuan sosial masih tumbuh pesat di kampung dibandingkan mereka yang hidup di kota besar, apalagi tinggal di perumahan elite, bisa jadi sudah lu-lu gua-gua. Ada tetangganya yang meninggalkanpun ia tidak tahu, malah acuh.

“Dalam rangka apa ia menginap di hotel?” tanya saya.

“Nggak tau, katanya sih diajak sama kakaknya…”

“Tetanggamu itu perempuan apa laki-laki…?” tanya saya lebih lanjut.

“Perempuan… yang tinggal di sebelah rumah aku ini lho… kakaknya sih laki-laki….”

O… pikiran saya langsung mesum!

Kakak ipar saya pasti tidak tahu apa yang dilakukan oleh tetangganya dengan kakaknya di kamar hotel. Iri dan cemburu sosial dibesar-besarkan, sedangkan pengetahuan seks kurang.

“Apa lo pengen nginap di hotel juga?” tanya saya.

“Apa kamu mau bayarin aku?” ia balik bertanya pada saya.

“Iya, tapi nggak boleh sama Mas Adhi lho, ya. Kamu hanya bisa bawa Lia kalo mau bawa anak. Gimana…? Mau…?”

“Mmmm…. sek.. sekarang… apa kamu bisa, mumpung nggak ada Mas Adhi sama ketiga bocah itu lagi dibawa nginap di rumah tantenya…” jawabannya sudah tidak sabaran saja supaya nanti ia pulang menginap di hotel, ia bisa seperti tetangganya bercerita membangga-banggakan diri.

Bagi saya tidak terlalu sulit mendapatkan sebuah kamar hotel kelas Melati atau hotel kelas Bintang Lima. Tetapi untuk kakak ipar saya, lebih baik saya memilih kamar hotel kelas Bintang Lima.

Saya segera mencari kamar hotel lewat sebuah aplikasi travel yang terinstall di hape saya. Bukan hari besar, hotel pasti tidak penuh.

Setelah dapat, lalu saya menghubungi istri saya mengabarkannya bahwa saya mendapat tugas mendadak dari kantor.

Istri saya percaya saja. Ia tidak pernah curiga pada saya, mungkin karena sudah menjadi kebiasaan tugas saya yang selalu mendadak-mendadak.

Kakak ipar saya bersiap-siap. Sewaktu ia keluar dari kamar, ia hanya membawa sebuah tas kecil, tidak membawa pakaian ganti.

Beruntung sewaktu kakak ipar saya mengunci rumah, para tetangganya tidak sedang duduk di luar, dan tidak mungkin tidak jika pada waktu itu tetangganya duduk ngobrol di luar, kakak ipar saya tidak cerita pada tetangganya ia mau pergi kemana.

Saya sudah tidak ingat dengan kakak saya lagi sewaktu istrinya duduk di samping saya di dalam mobil. Saya tidak langsung mengajaknya pergi ke hotel.

Saya mengajak ia makan di sebuah restoran Korea, sehingga nanti gengsinya akan bertambah jika nanti ia pulang dari hotel, akan banyak cerita nan indah dan eksotik yang akan ia ceritakan pada tetangganya.

Sedangkan ia tidak tahu bagaimana gunda gulananya hati saya menatap wajahnya saat makan dan ingin secepatnya menyelesaikan acara makan itu.

Tiba di hotel, saya tidak menyarankan kakak ipar saya turun dari mobil. Jika kebetulan bertemu dengan rekan bisnis saya di lobby bisa berantakan acara saya sore hari ini.

Saya segera melakukan reservasi di meja resepsionis dan saya tidak mendapatkan kesulitan memperoleh kunci kamar hotel karena saya sudah membayar kamar hotel melalui aplikasi traver tadi, dan datanya sudah masuk ke komputer hotel.

Setelah itu saya membiarkan room boy mengantar saya ke kamar di lantai 10. Saya hanya sebentar berada di dalam kamar nomor 15 itu.

Selanjutnya saya turun ke basement menjemput kakak ipar saya yang sedang menunggu saya dan sewaktu saya membawa kakak ipar saya masuk ke kamar hotel tentu saja pegawai hotel sudah tidak mengurus saya lagi sampai sedemikian jauh siapa yang saya bawa masuk ke dalam kamar hotel. Itu sudah urusan saya dengan kakak ipar saya.

Masuk ke dalam kamar hotel, saya melihat kakak ipar saya memandang sekeliling kamar hotel yang ber-AC dingin itu dengan takjub, senang dan bangga, seperti ia sedang berada di dalam kamar pengantin, dan pengantin itu adalah dirinya sendiri.

Sedangkan saya merasa iba melihatnya. Tidak sampai hati saya memesuminya dan tidak sampai hati saya menghianati kakak saya, semestinya begitu.

“Berapa harganya sih nginap di sini semalam?” tanyanya.

“Nggak usah tau…” jawab saya. “Yang penting kamu sudah berada di hotel, dan pulang nanti kamu bisa cerita sama tetangga kamu, jangan mau kalah…” kata saya. “Sudah sore, mandi sana…” suruh saya.

“Nggak bawa handuk…” ujarnya.

“Sudah ada di dalam kamar mandi,” jawab saya. “Sikat gigi, odol, sabun mandi, shampo sudah ada semua…”

Ia meletakkan tasnya di kasur yang terhampar seprei berwarna putih dan selimut berwarna coklat, serta 2 bantal kepala yang dibungkus dengan sarung bantal berwarna putih, lalu melepaskan sandalnya.

Sekali lagi saya kasihan melihat sandal yang dipakainya sekaligus saya gelisah melihat ia masuk ke kamar mandi karena tidak mengunci pintu kamar mandi.

Lalu saya mendorong pintu kamar mandi ingin tau reaksinya. Sewaktu ia tidak melarang saya, sayapun pura-pura masuk ke dalam kamar mandi mencuci wajah saya di wastafel sambil saya meliriknya yang sedang melepaskan kaos yang dipakainya dari balik dinding kamar mandi yang hanya berupa kaca tebal tembus pandang.

Sampai ia telanjang bulat, lalu saya melihat tangannya mengutak-ngatik pemutar kran shower, “John…” ia kemudian memanggil saya dengan mengeluarkan kepalanya dari pintu kamar mandi. “Ini bukanya gimana, sih?”

Rasa kasihan saya kembali berubah menjadi napsu saat saya mengajarinya bagaimana membuka kran air panas dan kran air biasa, karena ia sedang berdiri di samping saya dengan bertelanjang bulat.

Setelah saya mengajarinya membuka kran, saya pergi dari kamar mandi dan tidak ingin memberikan reaksi yang berlebihan pada kakak ipar saya. Biarkan ia beradaptasi dengan diri saya, sehingga selanjutnya saya menjadi gampang menundukkannya tanpa melawan.

Ia keluar dari kamar mandi berbalut handuk putih seperti nyonya besar saja. Pantas ia menjadi nyonya besar karena menginap di hotel berbintang, tetangganya belum tentu. Untuk masalah esek-esek bisa saja ia di losmen atau di penginapan, tak perlu di hotel.

Ia naik ke tempat tidur nonton televisi bersama saya. Namun kemudian saya pergi mandi dan di dalam kamar mandi saya menemukan pakaianmya, BH dan celana dalamnya.

Saya hanya cium BH dan celana dalamnya yang berlendir basah itu sebentar. Selanjutnya, saya segera mandi. Selesai mandi saya mengeringkan tubuh telanjang saya dengan handuk.

Setelah itu saya juga membungkus tubuh telanjang saya dengan handuk yang saya pakai untuk mengeringkan tubuh saya, sedangkan dada saya telanjang.

Di atas ranjang, saya mrlihat kakak ipar saya menyandarkan punggungnya dengan 2 bantal kepala sedang memperhatikan layar hapenya. Sekali-sekali jari tangannya sibuk mengutak-atik keybord di hape-nya.

Saya juga duduk melihat layar hape saya, tetapi apa yang ingin saya lihat saya tidak tau karena konsentrasi saya terfokus pada makluk yang sedang duduk bersandar di bantal itu.

Kemudian ia menaruh hapenya di kasur. Saya mencium pipinya dan tanpa saya sangka ia menunduk mencium dada saya yang telanjang.

Semakin buyar rasa kasihan saya padanya, apalagi sampai saya teringat dengan kakak saya, atau istri saya, atau anak saya, TIDAK LAGI SEMUANYA!

“Jilat…!” suruh saya malahan pada kakak ipar saya.

Ia menjilat saja susu kiri saya sementara puting susu sebelah kanan dielus-elusnya dengan jari. Wanita ini bukan wanita sembarangan yang tidak paham seks jika permainannya sudah sampai taraf begini, batin saya.

Sayapun melepaskan handuk kakak ipar saya tanpa sungkan lagi dan handuk saya juga saya lepaskan. Tangan kakak ipar saya segera menjamah dan menggenggam penis saya yang tegang. Sambil lidahnya menjilat dada saya, tangannya mengocok penis saya.

Saya membiarkan saja dan saya menikmati permainannya. Sungguh tidak saya sangka jika saya bisa bermain seks dengan kakak ipar saya di sebuah kamar hotel, sedangkan suaminya berada di tempat yang nun jauh disana sedang mencari nafkah untuknya.

Ahh… terbayang oleh saya wajah kakak saya… kasihan, tetapi mau saya melepaskan istrinya, saya sungguh enggan.

Kemudian saya menaikkan sebelah kaki kakak ipar saya melangkahi perut saya sehingga belahan pantatnya berhadapan dengan wajah saya. Kakak ipar saya segera menghisap penis saya. Malahan bukan hanya itu. Tanpa saya memberikannya aba-aba, ia menyodorkan vaginanya ke mulut saya dengan posisi 69.

Hmmm…

Vaginanya berbau amis ketika saya menjilat dan bibir vaginanya menonjol keluar seperti 2 iris daging yakiniku, tapi ini bentuknya bulat panjang dan tebal bukan berbentuk tipis.

Saya kulum dan saya hisap kedua iris daging itu sambil lidah saya merogoh lubang vaginanya yang licin dan basah, sedangkan di bagian atas belahan vaginanya terdapat bulu-bulu hitam yang lebat.

Cantik vagina istri saya, batin saya, karena vagina istri saya baru melahirkan satu anak, sedangkan vagina ini melahirkan sampai 3 anak. Sudah layu dan keriput.

Tetapi saya tidak berpikir sampai sedemikian jauh lagi. Selama kakak ipar saya memberikan saya menikmati tubuhnya, saya harus menikmati dan tidak akan saya menyia-nyiakan kesempatan ini.

Saya membalik tubuh kakak ipar saya hingga saya bisa menjilat vaginanya dari depan. “Ooohhh… ooohhhh… awwhh… ooohhh…” kakak ipar saya mulai merintih-rintih nikmat.

Kali ini anusnya saya jilat. Setelah beberapa jilatan, saya pindah menjilat ‘clit’-nya yang sebesar kacang tanah dan sudah menonjol keluar di bagian atas bibir vaginanya.

Dari menjilat, saya hisap dan saya gigit-gigit kecil biji kacang yang sudah sangat tegang itu dan lubang vaginanya juga sudah terbuka menganga seperti lubang yang bolong. Saya belum akan berhenti sebelum ia orgasme.

“Ooohhh… ooohhh…. Joo…oohhnn… oooo… ooohh… aaa…akuu… sudd… dahh mau sampee… hentikan, Joo…oohnnhh… aku sudah gak sanggg….. gguu…ppphh…. ooooooooooooooooohhhhh….” suaranya melengking tinggi. Tubuh telanjangnya meliuk dan melengkung. Napasnya tersendat-sendat kejang.

Ia sudah klimaks. Ia sudah orgasme. “Ouuuhhh…” rintihannya melemah.

Bukk… pantatnya terhempas ke kasur. “Ohhh… John…” desahnya lemas.

“Kok sampe segini sih kita, John…” katanya setelah ia sadar. “Aku ini kan kakak iparmu. Bagaimana dengan kakakmu… apa kamu gak mikirin kakakmu…?” katanya.

“Apa aku memaksa kamu…?” tanya saya. “Nggak, bukan? Semuanya berjalan secara alami. Kalau itu sudah jodoh kita mau bagaimana lagi…”

“Jodoh kepalamu…!! Jodoh….” omelnya.

Terserah ia mau memarahi saya sekasar apapun sudah tidak mempan. Vaginanya, merjpakan rahasia pribadinya yang selama ini disembunyikannya di dalam selangkangannya itu sudah kunikmati walaupun belum kusetubuhi, paling tidak ia tidak mungkin akan lari dari pelukan saya malam ini, apalagi kalau lubang vaginanya sudah merasakan sodokan penis saya.

Saya memeluknya. Ia mencium dada saya. “Kali ini saya mengalah… tetapi awas, peristiwa ini jangan sampai viral, ya…” katanya.

Ha..ha..

“Iyaaa…lah…” jawabnya. “Sekarang kan dikit-dikit viral… dikit-dikit viral… apalagi ini… perselingkuhan kakak ipar dengan adik iparnya…” katanya.

Ha..ha..

“Oookkk… Joo.. oohnn…” rintihnya saat penis saya menghujam masuk lubang vaginanya.

Blesss… blessss… blesss…ekk.. bllesss…

“Ohhh… John… ooohh… oohh… trussss, John… masukin yang dalam, John… oouuughhhhhh… mmmhh… mmmmhh…” desah kakak ipar saya saat penis saya semakin tenggelam di dalam lubang vaginanya yang basah.

Terus saya pompa keluar-masuk sambil mencium bibirnya dan tangan saya ikut meremas-remas payudaranya yang lembut namun besar.

“Perselingkuhan yang nikmat…” kata saya.

Ia mencubit pinggang saya. Kemudian ia mulai menggoyang pantatnya memutar-mutar seperti kue serabi, sedangkan kue pancongnya saya enjot-enjot, saya tusuk-tusuk. “Oahhh.. aaaoohh… aah…. ooohhhh…. seesstt… uenaa..akk… John…” rintihnya sepenuh nafsu mengiringi goyangannya dan sodokan penis saya.

Lubang yang pernah melahirkan 3 anak itu semakin dienjot, semakin basah dan juga semakin longgar sampai beberapa kali penis saya tergelincir karena saking semangatnya saya mengenjot-enjot. Ha.. ha..

Tidak ada pesta yang tidak usai. Akhirnya saya harus mengakui kekalahan saya. Tidak ada seorang priapun, sekuat apapun ia, segagah apapun tubuhnya, sebanyak apapun depositonya di bank, ia pasti akan takluk pada seorang mahluk yang lemah ini, namanya WANITA!

Wanita bisa memakai you can see pergi ke mall, pakai celana pendek yang hanya buat menutup auratnya untuk pergi jalan-jalan, apakah laki-laki sanggup?

Air mani saya melesat ke rahim kakak ipar saya bagaikan semburan lava panas gunung yang meletus. Crrroootttttttt…. crraatttttttt…. crrroooottttt….. crraaaattttttttt…..

“Oohhhh…” desah kakak ipar saya sambil matanya terpejam.

Crrroootttttttt…. crraatttttttt…. crrroooottttt….. crraaaattttttttt…..

Masih juga… crroooooooottttttttt….. crroooooooottttttttt….. crroooooooottttttttt…..

Kapok…?

Istirahat sebentar, setelah membersihkan diri kami masing-masing di kamar mandi, kami mulai lagi dengan ronde berikutnya. Kakak ipar saya mau aku ajak ia gaya nungging. Kemudian dengan gaya women on top.

Sampai jam 2 pagi entah berapa banyak air mani yang saya salurkan ke lubang rahimnya.

Tinggal tunggu waktu saja kapan spermatozoid-spermatozoid itu berubah menjadi jabang bayi di dalam rahim kakak ipar saya.

Saya tidak berani mengajaknya selingkuh lagi dan ia juga berusaha menghindar dari saya tidak mau bergabung ngobrol dengan saya saat saya ke rumahnya menemui kakak saya.

Kakak saya tidak tahu hubungan sumbang saya sampai kisah ini ditulis, karena mana tahan istrinya menghindar dari saya kalau vaginanya sudah merasakan sodokan penis saya?

Kami masih melakukannya sampai hari ini. Ia tidak hamil, karena katanya ia minum jamu peluntur. Ha.. ha.