Tuak Panjat

Para Suhu, saya tidak tahu mau menempatkan tulisan ini dimana. Kalau dibilang FR dan letakkan di underground/fr, saya ga ada photo sebagai bukti dan saksi. Sehingga, saya memutuskan menulisnya dalam bentuk cerita hangat, kalau tdk bisa disebut panas. Mudah-mudahan membantu untuk croootttt, khususnya untuk semproters di Medan. Saya sekali setahun ke Medan. Biasanya rombongan 4-5 orang. Tahun 2012, awalnya, seorang temen ajak minum tuak di jalan kejaksaan. Asri tempatnya untuk ukuran Medan. Nyiur melambai-lambai di antara pondok-pondok disana. Teman menyebutnya “Tuak Panjat”. Kami biasanya tiba di sana sekitar jam 14.00 wib, setelah makan di T********a. Lumayan terkejut juga saya sesampainya di sana pertama kali. Karena, ada banyak perempuan stw mondar-mandir,kemudian menemani kita ngobrol. Menjelang sore, live music pun beraksi dengan organ tunggal. Berganti-ganti pengunjung bernyayi dan perempuan stw pun ikut menyanyi atau menari. Tambah syur-lah rasanya yang minum tuak ini. Usai tugas, saya dan seorang teman mampir lagi kesana sebelum kembali ke Jakarta sedangkan 3 teman yang lain sdh kembali ke Jakarta untuk melanjutkan tugas. Saya kenalan dengan seorang perempuan stw, wajahnya mirip dengan meriam belina, kemudian dia ngaku ada darah perancis. Sebut saja namanya Lina. Ya, wajahnya memang kusam karena sudah tidak diurus lagi. Kami ngobrol ngalor-ngidul. Dia ternyata mantan simpanan seorang pejabat tinggi di PEMPROV SUMUT. Mereka punya satu orang anak perempuan. Tahun ini mungkin, anak itu sudah kelas 10. Alam pun beranjak gelap, saya dan teman kebingungan karena belum booking hotel sejak tiba di Medan siang tadi. Lalu saya usul kepada Lina, gimana kalau kami menginap di rumahnya. Pikir saya, sambil nolongin dia daripada bayar hotel. Lina pun setuju. Jam 22.00 wib kami pun beranjak dari Lokasi Tuak Panjat. Saya duduk dengan Lina, sedangkan kawan dengan stw yang lain. Singkat cerita, usai mandi dan ngobol sebentar. Lina pun mengajak saya tidur di kamarnya, sedangkan kawan tidur di kamar lain. Terus terang, sebetulnya saya tidak ada niatan untuk ML dengan dia. Karena rasa kasihan sudah lebih tinggi. Lagipula kamar kontrakannya pun terasa sumpek. Lina pun peluk saya dan mengatakan, “aku lagi pingin, boleh tolong aku?” sambil mengusap mr.p-ku dan menciumi saya. Aduh saya bener-bener tidak dapat menolak. Padahal badan saya capek plus sudah agak mabuk. Saya mengatakan, “gimana aku capek banget, sudah kepingin tidur.” “Ayolah, aku sudah suja dengamu sejak sore tadi. Kamu sopan dan baik. Aku pingin kali-lah, tolonglah….” katanya sambil terus menciumi pipi dan lan leher saya. Pelan-pelan tapi pasti, dia pun buka kaus oblong saya. Sementara saya menikmati setip kecupannya. Saya tidak menolak dan juga tidak mengiyakan, karena sudah mulai terangsang. Dan mr. p pun mulai bangun dari tidurnya. Lalu dia mulai mencium dada dan “topes-ku” (baca: toket lepes). Wah, rasa mabuk pun berangsur beringsut dari kepala saya menjadi konsentrasi ke-enak-an. Sesampainya di karet pinggang celana pendek, Lina tidak langsung membukanya. Dia menciumi setiap sentimeter lingkar pinggang celana pendek saya. “Lembut sekali perempuan yang satu ini”, pikir saya. Tangan saya hanya bisa mengelus rambutnya yang bergelombang eksotik di remang kamar sumpeknya Lina. Beruntung betul saya malam itu. Dengan telaten Lina menurunkan sedikit demi sedikit celana pendek saya sambil terus menciumi….ooooo…dahsyat banget. Ini pasti tidak akan saya dapatkan dari kapolda (kepala polisi dapur) kami… Sementara, dari ruang tamu terdengar suara kawan sedang memerintah perempuan yang bersamanya. Wow…kawan dapat juga rupanya…. Penjelajahan Lina tidak berhenti sampai mr-p saya tegak dan tegas. Lina pun beringsut sejenak. Ternyata dia mengambil senter, menyalakan dan mengarahkannya ke mr-p saya. “Wuih, bagus warnanya bang,” katanya. Lalu dia mematikan senternya dan mulai mengulum mr-p saya. Saya hanya mengatakan, “hhhmmmmm….” “Ini perempuan sabar betul, ya. Mana cakep lagi”, decak hati saya. Lina tidak berhenti mengulum dan menghisap mr-p. Sesekali dia menjilatnya. “Lina…” panggilku. “Kamu ga capek sayang? Sini gantian.” “Hihihi…kurang cepat abang bilang begitu. Aku segan, bang”, katanya. Saya sempat melihat wajahnya yang berbahagia. Saya berpikir bahwa saya tidak mau jadi penjajah dalam kenikmatan seperti ini. Sambil duduk, kami pun beciuman ala FK. “Wah anak ini betul keturunan Perancis”, pikir saya sambil mulai menciumi lehernya dan berlanjut ke dadanya yang aduhai montok beserta puting mungil yang indah menghiasi payudaranya yang montok itu. “Bang, ayolah. Masukan saja, aku sudah basah dan enak sejak tadi. Sudah lama kali pun, aku tidak rasakan ini. Ayolah, bang”, pintanya. “Kok, buru-buru?” tanyaku. “Ya, biar abang pun dapat enaknya”, katanya lagi Ada bagusnya juga, nanti kelamaan jadi ambruk lagi tiang bendera, pikir saya. Dengan semangat, tangan saya pum menekan mr-p agar sedikit rendah hati, tidak terlalu mendongak untuk masuk ke istana lendir. Saya memainkan gaya lama dengan memompakan mr-p ke dalam istana lendirnya Lina. Lina pun mulai melenguh tak karuan. Tiba-tiba, dia katakan, “Bang stop dulu, aku mau rasa barang kesayangan itu di dalam.” Saya pun berhenti, dan merasakan istana lendir itu memerintahkan dayang-dayangnya menghisap dan memijat dari dalam. Oooo…nikmatnya… Rasanya seperti mendorong sperma untuk keluar dari persembunyian dan mengajak bertu dalam istana. Lalu, “Linnnn…,” kata saya berbisik. “Mau keluar nih…” “Tahan dan cabut dulu, bang.” katanya. “Aku mau ke atas, bang” Kami pun bertukar posisi. “Ayo, bang,” katanyanya. Dia pun mulai memompa sambil menggoyang pinggulnya berputar dan memompa bergati-gantian. Saya pun lupa mau nyemprot. “Ayo, bang. Keluarkanlah, aku sudah sampe. Sudah ketiga kali pun”, katanya. “Hah? Kok, bisa?” tanya-bodohku. “Teruskanlah memijat seperti tadi. Enak…” kata saya lagi. Lina pun menghentikan gerakannya dan mulai memerintah dayang-dayang istana lendir memija mr-p. Nikmat sekali saya rasa. ooh. Tidak terlalu lama Lina melakukan pijatan denga mrs v-nya. Dia pun mula menggoyang dan memompa lagi. Lalu saya berkata dengan berbisik… “Lin…lin…linnnn keluar nih….” kata saya “Ya, terasa makin besar abng barangnya”, sahut Lina. “Keluarkanlah, aku pingin rasakannya, bang. Ayo….sayang…enak…saayyyyaaannngggg……..ah..aaahhhh….ah….ahhhh…” katanya lagi…. Benar saja, pada desah Lina terpanjang, sperma saya pun memancar deras dengan tiga atau empat kedutan. Lina tidak membiarkan mr-p beranjak dari istana lendirnya. Tanpa sengaja kami mengucapkan, “uuuuuhhhhh…..” Lalu Lina menelungkupkan badannya ke dada saya, sambil berkata: “hehehehe…kompak kali kita bilang uuuuhhhh…hehehehee….” Jawab saya, “yaya, kok bisa begitu? terima kasih ya Lin. Kamu tuan rumah yang baik. Ngomong-ngong jam berapa sekarang?” Lina pun menjulurkan tanganya meraih jam tangannya, katanya, “Jam setengah tiga, bang. wuih lama juga kita main, bang.” “Iya, enak rasanya, Lin. Kamu pintar mengaturnya. Biasanya saya cepet keluar. Kali ini, lama. Berarti kamu yang pintar dan hebat”, kata saya. “Besok flight ja berapa ke jakarta, bang?” tanyanya sambil membersihkan dan membenahi sperma dan sprei yang kami gunakan. “Jam duabelasan sih”, jawab saya. “Tidurlah kita, bang. Terima kasih, abang mau ku ganggu dan layani aku. Andai boleh meminta…” katanya. “Apa?” tanya saya. “Tinggalah satu atau dua hari lagi di Medan ini, tak usah pun di rumah ini. Aku masih pingin peluk abang,” katanya lalu menciummi pipi dan bibir saya. “Aku juga maunya seperti itu. Tapi ga bisa, sayang. Kita pasti ketemu lagi kok”, sahut saya, “Betul ya, bang. Tapi jangalah lama-lama, ya”, pintanya. “Kita lihatlah nanti”, sahut saya lagi. Kami pun berpeluk seraya berpeluh. Usai sarapan jam 08.00 wib, saya dan kawan pun berpamitan berangkat ke bandara. Sekali setahun kami bertemu sampai tahun lalu, kerut wajahnya pun bertambah. Tentu saja kami masih bercinta saat bertemu. Lina selalu mengajar saya mengolah waktu saat bercinta… Tahun ini, kami tidak bisa bertemu. Karena, saya tidak bertugas lagi untu area Medan, dan saya maupun dia tidak pernah meminta nomor kontak kami masing-masing. Terima kasih Lina.Saya rindu kamu, Lina…