Balada Boy
Ini kejadian saat aku ngerjain proyek pertamaku di sebuah dusun terpencil. Proyek penampungan air bersih ditengah hutan. Aku mondok di rumah mertua mandorku yang berada di tepi hutan. Pak Juned 56, Bu Ginah 48, Leli 27(istri mandor) dan Jaka anak mandor. Kejadiannya pada hari ke-5 saat aku mo pesan bahan ke kota kecamatan. “Boy, besok ibu boleh ikut ke kota ya sama kamu. Mo beli pupuk” “Boleh kok Bu. Kok gak pergi sama Bapak” tanyaku “Dia ikut juga kok tapi ada hal yang harus dikerjakannya dulu” jawab Bu Ginah sewot. Aku tau kalo pak Juned pasti mo judi. “Ok deh Bu” “Besok ibu bangunkan pagi2 ya” katanya. Aku ngangguk. Aku terbangun ngedengar ketukan di pintu kamar dan ngeliat jam hp. 05.30 wib. “Boy….Boy…”panggil suara itu lagi. “Ya…” “Bangun boy. Katanya mo berangkat pagi2” “Ya Bu” aku bangkit dan ngambil handuk terus berjalan keluar kamar. Bu Ginah terlihat sudah rapi. “Saya mandi dulu ya Bu” Dia senyum. Jam 07.00 kami pun berangkat dengan mobil ku Triton. Jam 08.03 kami sampai di kota dan aku langsung ke toko bahan bangunan setelah itu ke toko pertanian beli pupuk 4 karung. Jam 09.10 kami memulai perjalanan kembali. “Boy nanti tolong ibu anterin pupuk ini ke kebun coklat ya” “Baik Bu” “Sibapak males banget tuh kalo ngurusin kebun. Main judi mulu kerjanya” rungutnya. Aku bingung mo jawab apa. “Malah ibu denger dia lagi deketin janda Boy” aku mendengarnya mulai terisak. “Masa sih Bu” tanyaku kaget “Bener boy…. dan mulailah dia curhat hampir 1/2 jam kemudian menangis sambil menyandarkan kepalanya di dashboard. Secara naluri aku mengusap pundaknya perlahan. Aku merasakan tali bra-nya. Imajinasiku mulai liar. Usapan tanganku mulai menyusuri tali di pundaknya kearah bawah merasakan tali pengikat bra-nya. Bu Ginah masih terus nangis walau suaranya mulai hilang. Hanya sesegukan dan secara tiba-tiba berbalik ke arahku sehingga tanganku tanpa sengaja tepat berada di toket besarnya. “Ibu harus gimana Boy” katanya tanpa memperdulikan tanganku. Aku hanya diam tanpa rela melepas tanganku dari toketya. Dengan sangat perlahan diambilnya tanganku yang berada di toketnya dan mengangkat tanganku sambil berbaring di pangkuanku kemudian meletakkan tanganku di pangkal lengannya. Dia terlihat mulai tenang. “Nanti kalo kamu udah nikah, jangan nyakitin istrimu ya” katanya sambil ngeletakin tangan kirinya di pahaku dan mengusap lembut. Tanpa disuruh penisku mulai mengeras. “Ih…si Boy dicurhati malah ngaceng” katanya manja. “Ibu sih ngelus2 paha” “Jangan panggil ibu lah sayang. Ginah aja” katanya sambil ngucapin kepalanya di penisku. Sakit tapi geli. Aku hanya senyum dan mulai ngelus2 toketnya. Kami hanya beraktifitas ringan saja selama perjalanan. Aku memarkirkan mobil didepan sebuah gudang kecil di tepi kebun coklat. “Tolong angkatin pupuknya ya yang” kata Ginah sambil keluar mobil dan berjalan ke arah gudang dan membukanya. Aku mulai memanggul satu karung pupuk dan membawa masuk ke dalam gudang. Nafasku tercekat saat melihat Ginah. Kaosnya telah dibuka. Toket besarnya menggantung indah ditutupin bra lusuh yang longgar. “Pake gerobak ini aja yang” katanya sambil mulai ngebuka rok. Karung pupuk ku letakkan dan mendekatinya. Ginah tersenyum tanpa malu. Aku memeluknya dari belakang dan mulai menciumi lehernya. Roknya jatuh terkulai karena kedua tangannya memeluk leherku. Kedua tanganku mengangkat cup bra-nya dan mulai meremas toketnya dengan gemas. Ginah menggesek pantatnya di penisku. Gak puas dengan toketnya, tangan kananku mulai menyusuri perutnya dan perlahan masuk ke CD longgarnya. Aku merasakan bulu kemaluannya yang lebat dan kasar kemudian belahan memeknya yang lembut dan basah. Aku menusuk memeknya dengan jari tengah. Ginah melenguh dan mengeratkan pelukannya. “Boy…masukin pupuknya” desahnya. Aku sedikit kecewa tapi menurutinya dan mengambil gerobak kemudian keluar. Kekecewaan bertambah besar saat kembali masuk dan mendapatinya telah berpakaian lengkap. Ginah tau kekecewaannya dan mengangkat kaosnya keatas. Toket gedenya terlihat tanpa bra. Menggantung bebas. “Ganti baju Boy dengan itu” katanya nunjukin celana Hawaii longgar. “Celana dalamnya gak usah di pake ya” katanya manja. Segera aku membuka seluruh pakaianku didekatnya. “Gede kontolmu Boy. Pasti enak disini” katanya perlahan sambil ngangkat sarungnya. Seketika kontolku ngaceng sejadi-jadinya ngeliat memek rimbunnya. Ginah jongkok di depanku saat aku akan mengangkat celana Hawaii longgar. “Bentar ya Boy” katanya sambil menggenggam kontolku dan memasukkannya ke dalam mulut. Kedua lututnya terasa goyah. Ginah menggigit perlahan kepala kontolku sampai kepangkal. Kemudian mengatupkan mulutnya kuat sambil menarik kepalanya kebelakang. Plooff …. Aku melenguh. Ginah berdiri merapat ke tubuhku sambil mengarahkan kontolnya ke pangkal pahanya. Menjepit dan menggesek di memek lembutnya. “Ke kebun yuk yang” ajaknya. Ginah berjalan di depan dengan membawa tikar dan golok. Kami berjalan sekitar sepuluh menit dan tiba di sebuah lubang air di tengah kebunnya. Ginah membentang tikarnya. “Duduk dulu ya yang. Biar ku bersihkan kebunku bentar” katanya sambil berjalan kearah pohon coklat dan mulai memotong cabang. Aku memperhatikannya. Toketnya berayun ayun saat tubuhnya bergerak. Kontolku kembali menegang. Aku bangkit dan berjalan mendekatinya. Ginah tersenyum melihatku. “Gak tahan ya yang” “Tahan kok” “Kontolmu nunjuk- nunjuk tuh” “Mo gimana lagi udah kepengen banget masuk. Liat nih” kataku sambil nurunin celana. Ginah tersenyum mendekat. “Bentar ya manis” katanya ke arah kontolku dan menyarunginya dengan mulutnya. Kali ini hisapannya terasa lembut. Beberapa kali turun naik, Ginah melepas kontolku. “Gak lama kok” “Buka aja bajunya yang” pintaku. Ginah senyum dan melepas kaosnya. Toketnya bergerak liar saat dia kembali memotong dahan. Aku kembali beranjak ke tikar dan mulai rebahan. Aku terbangun saat merasakan kontolku geli dan hangat serta terasa berat. Aku membuka mataku dan melihat punggung Ginah yang jongkok di atas tubuhku. Pantat besarnya yang kecoklatan berkilat oleh keringat. Kontolku keluar masuk seiring tubuhnya naik turun. “Yeee.. curang” Ginah terkejut dan berdiri. “Siapa yang curang” “Kamu dong yang” “Gak kok. Tadi kontolmu ngaceng terus aku buka celanaku ehh dia malah ngejerit makanya aku bekap aja” katanya sambil duduk bersimpuh di sebelahku. Aku pun duduk di hadapannya. Aku mengangkat kakinya dan menyelipkan kakiku kebawah kakinya. Dia membiarkanku mengangkat sarungnya keatas tubuhnya sehingga dia telanjang dengan ngangkang di depanku sehingga warna kemerahan memeknya terlihat. Ginah pun menarik lepas celanaku. Kami bertatapan dengan nafsu membara. Sementara tangan kami mengelus kemaluan. Kami berciuman dengan ganas saling menusuk lidah. Tangan kami pun tak kalah ganas memainkan kemaluan. “Ahhhhhh….,..” lenguh Ginah menengadahkan kepalanya sambil menggenggam kontolku dengan kuat. Tiga jariku yang berada dalam memeknya terasa panas. Lehernya yang berkeringat membuatku bernafsu. Aku pun menggigit agak keras. Bukannya kesakitan, Ginah malah memelukku erat sehingga tubuh bagian bawah kami menjepit erat lengan bawahku yang membuat seluruh tiga jariku masuk dalam. Beberapa lama Ginah memeluk erat sampai akhirnya dia melepaskan pelukannya. “Nikmat banget yang” suara parau. Aku tersenyum sambil meremas toketnya. “Yang kontolku di isepin dong” pintaku. Ginah merebahkan tubuhnya telentang menyamping. Sebelah kakiku berada diatasnya toketnya. Hangat. Tanganku kembali menggapai memeknya saat kontolku di dalam mulutnya. Gerakan kepalanya perlahan. Nikmat. Aku melayang. Aku bergerak menaiki tubuhnya dan mengarahkan kepalaku ke memeknya. Ku peluk kedua pahanya dan berbalik sehingga Ginah berada diatas. Ku jilati memeknya dan jariku memainkan lubang pantatnya. Aku merasakan Ginah keluar dikontolku. Terasa jarinya menusuk sun hole ku. Geli. Perlahan ku tusuk masuk jari tengahku ke sun hole nya. “Jorok lubang pantat yang” katanya melihat ku. Aku hanya diam sambil memainkan jariku dalam sun hole nya. Ginah mengerang dan menggoyang pantatnya kemudian kembali bermain dengan kontolku. Merasa Ginah gak keberatan, aku memasukkan satu jari lagi. Ginah mengerang dan meliar di kontolku. Aku menghentikan aktivitas saat merasakan klimaks. “Kenapa yang” rengekannya. Perlahan aku bangkit mengulur waktu. “Pengen ngewein kamu yang” sahutku. Ginah tersenyum dan melebarkan kakinya. Aku ambil kedua kakinya dan meletakkan di bahuku sambil jongkok. Bersambung……