desahan maryatie

Aku semakin terangsang melihat
pemandangan nyata di depanku.
Desiran-desiran mulai kurasakan
pada pangkal kemaluanku sendiri.
Dan aku semakin memperkuat
kocokan tanganku sendiri sampai
menimbulkan sedikit bunyi yang
diakibatkan oleh bercampurnya
keringat di telapak tanganku dan
cairan bening yang mulai keluar dan
meleleh dari lubang kecil di ujung
kemaluanku.
Tapi akhirnya aku tak tahan lagi
begitu mendengar Maryati berteriak
memekik. Dan aku segera loncat dari
kursi dan menghambur ke arahnya.
Aku sudah tak tahan lagi dengan
semua ini. Segera kubuka pahanya
yang masih merapat itu dan tanpa
ba bi Bu kutusukkan batang
kemaluanku ke lubang yang sudah
basah oleh cairan birahi itu. Maryati
terpekik ketika seluruh kejantananku
dengan cepat dapat menerobos dan
menyelip masuk. Kurasakan di dalam
sana milikku berdenyut-denyut oleh
konstraksi dindingnya, menimbulkan
rasa geli yang sangat nikmat.
Rupanya orgasme Maryati datang
bersamaan dengan hujaman rudalku.
Sejenak aku diam menikmati
pengaruh orgasme di tubuh Maryati
pada batang kemaluanku. Lalu pelan-
pelan aku mulai menggoyang dan
mengayun pinggulku. Pelan dan
pelan. Berputar dan mengulir.
Sesekali menyentak. Kunikmati sekali
persetubuhan ini, sampai akhirnya
aku mulai melakukan gerakan
memompa dan menusuk-nusuk.
Maryati tampak mulai menikmati
genjotanku. Ia menggeliat-geliat
sambil melenguh dan sesekali
tersenyum dengan mata terpejam.
Seolah meresapi segala gerakan
nikmat yang kuciptakan pada
tubuhnya.

 

tubuhnya.
Aku sendiri, karena akibat onani tadi,
sudah beberapa kali harus menahan
desiran yang terus muncul dari
pangkal selangkanganku. Biasanya ini
tanda orgasmeku mau datang. Tapi
aku merasa sayang untuk
mengeluarkannya sekarang.
Seolah seperti membaca pikiranku,
tiba-tiba Maryati memintaku untuk
segera menyemprotkan cairan maniku
yang sedari tadi kutahan.
“Keluarin Mass.. keluarin sekarang..
di luar saja..” ia merintih sambil
menatapku sayu. Aku mengerti
maksudnya. Maka segera kucabut
batang kemaluanku dan dengan
posisi mengangkangi perutnya, aku
lalu melakukan onani di atas
tubuhnya. Kukocok dan kukocok terus
milikku dengan kuat. Cairan
kemaluan Maryati yang menempel di
sekujur batang kemaluanku makin
memperlancar gerakan tanganku.
Kepala kemaluanku yang bulat
mengkilat tampak tersengal-sengal
dalam genggaman tanganku. Maryati
pun tampak menikmati sekali atraksi
yang sedang kulakukan di atas
tubuhnya. Bahkan ia mulai meraba-
raba kantung pelirku. Oh tidak, ia tak
cuma meraba, tapi juga meremas-
remas kantung bulat berkulit tebal
itu. Membuat pinggul dan pantatku
bergerak-gerak seiring remasan
tangannya. “Ooohh, nikmat sekali..”
Aku menggeram tertahan, ketika
akhirnya semprotan maniku yang
pertama memancar dengan kuat.
Langsung mengenai wajah Maryati.
Tapi ia dengan senangnya merasakan
sentuhan air kental hangat itu di
pipinya. Matanya tak sedikit pun
lepas dari kemaluanku yang sedang
meradang memuntahkan semprotan-
semprotan berikutnya. Semua
memancar dan menyemprot tak
hanya ke wajahnya, tapi juga bibir
dan buah dada Maryati. Tangannya
kulihat sibuk mengusap cairan putih
kental itu dan meratakannya ke
permukaan payudaranya. Terakhir
kulihat Maryati menjilat sisa
spermaku yang ada di ujung jarinya.
Aku betul-betul puas dengan semua
ini dan puncak birahi ini telah
membuat seluruh sendi tubuhku
serasa dilolosi sehingga aku terpaksa
harus menahan tubuhku agar tak
rebah menjatuhi tubuh Maryati.

 

Maka dengan bertumpu pada kedua
telapak tanganku, pelan-pelan aku
merundukkan tubuhku sehingga
tubuhku merapat agak menindih dan
membuat batang kemaluanku
mendarat tepat di sela-sela kedua
bukit buah dadanya. Rasa kenyal
yang diciptakan membuatku bereaksi
untuk menggeser-geserkan pisang
ambonku di celah kedua bukit itu.
Ah.. geli sekali rasanya. Geli yang
nikmat. Nikmat yang sangat.
Beberapa kali tubuhku sampai
tersentak-sentak oleh rasa geli yang
muncul belakangan itu. Apalagi
kedua telapak tangan Maryati
kemudian menekan kedua pantatku
ke bawah dan memutar-mutarnya.
Aku hanya bisa melenguh menikmati
bonus orgasme yang diberikannya.
“Enak Mas?” kata Maryati ketika
akhirnya aku rebah di sebelah kiri
tubuhnya.
“Hhheehh..” aku hanya bisa
mendesah dan membalas kecupan
bibirnya.
“Mas Is seksi banget kalau lagi
ngocok..”
“Hmm.. asal jangan djadikan
tontonan rutin saja..” sahutku masih
terengah.
“Kenapa?” tanyanya.
“Masak mau ngocok terus?” sahutku.
“Katanya sudah biasa..” katanya.
“Ya, tapi kan sekarang sudah ada Dik
Mar”, kataku.
“Kalau saya sedang nggak ada, atau
lagi berhalangan, gimana?” tanyanya.
“Tergantung..” sahutku seenaknya.
“Tergantung apa?” tanyanya lagi.
“Tergantung yang menggantung!”
kataku.
“Iiihh..” tangan Maryati mencubit
bagian tubuhku yang menggantung
itu. Aku sampai berteriak. Tapi
kemudian ia membelai-belai mesra
buah pelirku.
“Bagaimana kalau yang berhalangan
saya?” aku lalu gantian bertanya.
“Hmm..” ia tampak berpikir.
“Ya, kalau dalam keadaan terjepit
seperti itu ya harus bisa
memanfaatkan kesempatan..”
katanya.
“Kok, kesempatan?” tanyaku heran.
“Iya, yang sempit-sempit harus diberi
kesempatan untuk tetap menjepit
meskipun dalam keadaan terjepit..”
jawabnya tenang sambil senyum-
senyum.

 

Aku tertawa ngakak mendengar
balasannya yang cerdas itu. Segera
kurengkuh pinggangnya dan kutindih
tubuhnya sebelum ia sempat
mengelak. Kutempelkan punyaku
tepat di cekungan pangkal pahanya.
“Jadi, kapan lagi mau menjepit yang
menggantung?” tanyaku bercanda
sambil menekan milikku ke miliknya.
“Itu sih tergantung dari yang mau
terjepit..” sahutnya kocak sambil
sedikit menggoyangkan pinggulnya.
Sialan, gerakannya membuatku
berdesir.
Tapi sore ini aku tak ingin terlalu
menuruti hawa nafsu yang muncul.
Maryati pun bukan type wanita yang
menggebu-gebu nafsu seksnya. Bagi
kami, yang penting adalah kualitas
dalam bermain cinta, bukan
kuantitas atau frekuensinya.
Maka sore itu juga, setelah selesai
mandi, Maryati memintaku untuk
mengantarnya pulang ke rumah.
Selama di mobil kami ngobrol dan
guyon-guyon mengenai hal-hal yang
ringan. Tak ada lagi acara saling
remas seperti siang tadi. Karena
semuanya sudah tersalurkan.