Derita siti nurhaliza part 1

 

Terdiam, antara ketakutan dan rasa sakit yang mendera tubuhnya, Siti Nurhaliza mulai menggeliat. Teror yang dialaminya sepanjang malam membuatnya nyaris tidak bisa berbuat apa-apa. Pikirannya kosong seperti ruangan yang saat ini ditempatinya. Ruangan itu kosong, hanya ada sebuah ranjang tua dari besi, disitulah Siti Nurhaliza sekarang terbaring. Tubuh mulusnya yang menjadi impian liar banyak pria sekarang hanya terbungkus sehelai baju yang sudah acak-acakan seperti tidak niat dipakaikan pada tubuhnya sehingga dengan jelas memperlihatkan sepasang paha dan betis putih yang elok, padat dan sempurna. Mata indah sang biduan itu sekarang terlihat sembab karena banyak mengeluarkan air mata, meski tidak memudarkan kecantikannya barang sedikitpun. Sambil terisak Siti mencoba berdiri. Tubuhnya terasa begitu letih seperti baru saja berlari sejauh ribuan kilometer. Rasanya begitu lama, meskipun baru semalam dia menjalani kehidupannya yang sama sekali baru, kehidupan yang telah membawanya ke lembah paling hina bagi seorang wanita. Kehidupan seolah sudah terjungkir bagi Siti, dari seorang selebritis yang dikagumi dan dihormati banyak orang menjadi seorang wanita yag nyaris tidak punya harga diri lagi. Padahal baru beberapa hari yang lalu dia menikmati bulan madunya berdama Sang Datuk. Tapi siapa yang menyangka perjalanan itu justru menjadi akhir bagi kehidupannya selaku selebritis dan menjadi awal malapetaka yang tidak berkesudahan. Masih diingatnya dengan jelas saat suaminya menghendaki mereka berlibur menggunakan kapal pesiar pribadi di seputar perairan Laut Cina Selatan. Perjalanannya berjalan lancar. Siti begitu menikmati pengalaman barunya bepergian ke laut lepas dengan akomodasi mewah. Suaminya yang kaya memang terlihat memanjakan Siti. Akan tetapi dalam dua hari, segalanya tiba-tiba berbalik. Awan hitam gelap berputar-putar dengan cepat dari arah depan dan bergerak dengan kecepatan tinggi mendekati kapal mereka. Dlam sekejap cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi gelap. Badai datang tanpa diduga sebelumnya. Pengawas pantai yang selama ini menjadi pemandupun tidak pernah memperkirakan ini. Seolah badai ini adalah sebuah pertanda akan terjadinya peristiwa besar. Kapal Siti terombang-ambing ibarat sepotong sabun di dalam mesin cuci. Kekuatan alam itu dengan cepat menyeret kapal pesiar itu menjauhi garis batas perairan Malaysia. Mereka terombang-ambing memasuki perairan yang sama sekali asing. Tanpa bantuan, sendirian. Putus komunikasi dari manapun. Ibaratnya sekarang mereka adalah orang yang tidak pernah eksis.

“Macam mana ini Pak Besar?” Siti bertanya pada suaminya dengan gugup. Cuaca yang gelap membuat segalanya jadi buram. Datuk K hanya menggeleng, dia sendiri sudah buntu menghadapi fenomena alam yang datang secara tiba-tiba. Tapi belum lagi Datuk K memberikan jawaban, tiba tiba intercom berdering.
“Tuan, ada sebuah kapal mendekat!” teriak suara dari ujung intercom.
“Kapal?” Datuk K terkejut. Dia tidak pernah berpikir ada kapal yang berani menembus badai seperti ini. Sebelum sempat menjawab, tiba-tiba sebuah guncangan yang mengiringi suara benturan keras mengguncang kapal pesiar. Siti dan Datuk K terlempar ke lantai. Seketika mereka melihat ke arah jendela. Sebuah benda hitam besar yang mirip lunas kapal membelah sebagian lantai kapal pesiar mereka dan mendorongnya dengan gila-gilaan, sekali lagi keduanya terlempar dan jatuh terlentang. Saat itulah terengar suara gedebukan seperti suara benda jatuh. Sosok-sosok bayangan hitam mulai bergerak mendekat.
“DUAR!” terdengar suara gedoran disertai serentetan tembakan dan teriakan. Suasana seketika berubah menjadi kacau. Siti menjerit ketakutan. Seumur hidupnya belum pernah dia mengalami kejadian ini. Dia beringsut mundur tepat ketika sebuah gedoran keras mengguncang pintu kompartemen mereka. Dua kali gedoran membuat pintu kompartemen yang terbuat dari kayu itu berantakan. Sosok-sosok bayangan hitam bergerak dalam keremangan. Suara bising segera memenuhi kompartemen.

“Jangan!”Terdengar suara Datuk K. “Siti! Cepat pergi! Cepat Pergi!”
“Diam!” terdengar suara berat membentak diiringi suara gedebuk keras. Siti yang bersembunyi di balik meja tidak berani melihat apa yang terjadi. Dia hanya bisa menangis ketakutan. Dia tahu sekarang bayangan yang bergerak tadi jelas tidak bermaksud baik.
“Jangan!” teriakan Datuk K terdengar seperti tersumbat sesuatu. Siti mendengar beberapa orang tertawa sambil mengeluarkan serentetan kata-kata, yang Siti yakin adalah kata-kata makian, dalam bahasa Cina.
Tiba-tiba Siti merasakan sebuah cengkeraman menjambak rambutnya dan menyentaknya ke atas. Siti menjerit kesakitan sambil meronta. Sebuah tangan kokoh mencengkeram rambutnya. Sosok seram sekarang sudah berdiri di hadapannya. Sosok itu tinggi besar dengan wajah kasar dan hitam. Cambang dan kumisnya tebal melintang dengan beberapa bekas luka di wajahnya. Matanya merah seperti orang mabuk.

 

 

“Jangan..!” Jangan pengapakan Siti! Ampun Pakcik!” Siti meronta sambil menjerit ketakutan. Dari sudut matanya mulai menggenang air mata yang perlahan bergulir membasahi pipinya yang mulus. Beberapa anak buah Pria itu menatap Siti dengan tatapan lapar. Siti merasa seolah mereka sedang memindai setiap jengkal kulit tubuhnya. Salah satu dari mereka berbisik pada pimpinannya. Sesaat mereka bicara dalam bahasa yang tidak Siti pahami.
“Astaga..” itu suara pertama yang didengar Siti dari Pria yang mencengkeram rambutnya.
“Aku tahu siapa kamu ini..” Ujar pria hitam besar itu sambil tertawa seram. “Siti Nurhaliza, benar kan..?”
Beberapa orang yang bersama pria itu ikut tertawa, senang, seperti mendapatkan sesuatu yang sudah lama mereka inginkan.
Siti mencoba memalingkan wajahnya saat pria itu bicara. Bau mulutnya menebarkan uap alkohol yang menguar kuat.
“Hari yang hebat rupanya…” Kata pria itu lagi. “Kita dapat tamu penanyi terkenal..”
Siti mencoba meronta sekali lagi, tapi sentakan kuat pada rambutnya menghentikan usahanya.
“Jangan melawan Sayangku.. atau kamu mau seperti dia?” bentak pria hitam besar itu sambil menunjuk ke arah Datuk K yang sudah terkapar di tanah. Siti menjerit ngeri melihat keadaaan Datuk K yang lemah. Beberapa orang, yang Siti tahu adalah anak buah si pria hitam besar, terlihat mengerubungi Datuk K.
“Jangan sakiti dia! Please.. Jangan..” Siti memohon dengan suara memelas.
“Tak akan..Kecuali kalau kalian coba-coba berbuat sesuatu yang tak kusuka,” kata si Pria hitam besar lagi.
“Ampun Pakcik.. Siti tak akan coba lakukan itu.. ampuni Siti Pakcik..” Siti memohon. Air matanya makin deras mengalir.
“Jadi kamu nak menurut padaku?” tanya si Pria lembut, meski tetap saja menyeramkan.
Siti hanya mengangguk pelan seolah pasrah dan tidak punya daya untuk melawan.
Pria hitam besar itu tertawa, suaranya menggema. Tiba-tiba Siti merasa ini adalah akhir dari kehidupannya.

***

 

Siti hanya bisa duduk sambil memeluk lututnya. Matanya sembab akibat terllau banyak menangis. Air matanya seolah sudah kering. Tubuh dan jiwanya begitu letih mengalami bermacam kejadian menyeramkan yang baru saja diterimanya. Dia berada di dalam sebuah ruangan yang lembab berukuran sedang, sekitar 3 kali 3 meter, dindingnya terbuat dari kayu masif, sedangkan lantainya terbuat dari papan kayu tebal dilapisi sejenis bulu binatang. Bau kain tua segera tercium di hidung Siti . Dia kemudian menyadari kalau dirinya terbaring di atas sebuah ranjang kayu kasar yang dilapisi kasur usang berupa lapisan-lapisan kain tua yang disusun secara rapi. Ranjang berukuran double itu terletak di tengah ruangan, berhimpitan dengan dinding. Tepat di atas ranjang terdapat sebuah jendela besar berteralis baja tanpa daun jendela, hanya ditutupi tirai usang yang terbuka sampai setengahnya, membuat cahaya matahari yang mulai tenggelam leluasa masuk. Sebuah meja dan kursi sederhana yang juga terbuat dari kayu masif terletak di sudut kiri ruangan.
Kebingungan Siti terbuyarkan oleh suara derit pintu kayu berat yang terbuka ke arah dalam. Siti serentak menoleh ke arah pintu yang tepat berada di depannya. Dilihatnya sosok pria tinggi besar memasuki ruangan. Pria yang menculiknya. hanya memakai celana panjang dengan pistol terselip di pinggangnya. Pria itu mendekati Siti dan menatapnya dengan tatapan liar. Siti merasa seolah tatapan itu siap menelannya hidup-hidup.
“Benar-benar perempuan yang cantik. “Pria itu berujar dengan suara berat. “Namaku Johan, aku adalah pemimpin tertinggi di sini,”katanya memperkenalkan diri. Siti tidak mempedulikan ucapan pria bernama Johan itu.
“Siti memang benar-benar sangat cantik.“ kata Johan. “Sudah lama saya ingin bertemu dengan Siti, Diva paling popular di Asia tenggara ini”
Siti tercekat mendengar ucapan Johan. Artinya Johan tidak buta informasi.
“Kenapa kamu menculik Siti? Apa salah Siti padamu?” Siti memberanikan diri bicara meskipun diiringi dengan isak tangis. Johan tersenyum, dingin.
“Tidak ada salah Siti padaku, “jawabnya. Johan mendekati Siti, Siti langsung beranjak mundur tapi Johan memojokkan dia sampai merapat ke dinding. Wajahnya berada sangat dekat dengan wajah Siti.
“Mana Datuk..? Di mana suami Siti..?” tanya Siti di tengah ketakutannya. Johan tersenyum menghina.
“Jadi Datuk itu suamimu..?” tanya Johan sinis. “Astaga, siapa sangka wanita secantik Siti mau dijadikan istrinya..”

“Di mana suami Siti?” Siti berteriak mengejutkan, bahakan Siti sendiri kaget oleh suaranya, meskipun beberapa saat kemudian Siti menjadi ketakutan.
“Dia sejauh ini tidak apa-apa.. atau kita anggap saja begitu,” kata Johan dingin. “Tapi dia akan menjadi sangat menderita tentu saja, kalau Siti tidak mau bekerja sama denganku.”
Siti tercekat mendengar perkataan Johan.
“Apa maksud kamu?” tanya Siti di sela ketakutannya.
“Yah..” Johan tersenyum. “Nasib suami Siti sekarang berada di tangan Siti sendiri. Kalau Siti menurut, maka semuanya akan baik-baik saja.”
Siti bergidik mendengar ucapan itu, diucapkan dengan nada tidak senonoh.
“Dan Siti tahu, sudah lama sekali saya tidak merasakan kehangatan wanita, apalagi yang secantik Siti…” kata Johan.
Siti langsung lemas mendengar ucapan itu. Dirinya tidak dapat membayangkan akan diperkosa oleh pria seperti Johan. Dia bergidik ngeri membayangkan bila Johan menggagahinya.
” Jangan Pakcik… Jika tidak Siti akan teriak…” jawab Siti sambil menutupi bagian dadanya yang menonjol.
“Ayolah Siti….. Jangan marah begitu… Silakan berteriak sekerasnya… Tidak ada yang akan menolong Siti di sini…” jawab Johan sambil mendekat ke arah Siti.
”Polis akan mencari Siti, merka tahu kemana Siti pergi..!” kata Siti mencoba menakut-nakuti. Tapi johan tidak terpengaruh sedikitpun.
”Polis..??” Johan tertawa dengan nada menghina. ”Mereka tidak akan mencari siapapun, kecuali bangkai kapal kalian, karena kami sudah menenggelamkannya.”
Siti terkejut mendengarnya, seolah tak percaya dia menggeleng.
”Tak mungkin! Mereka akan mencari!” Siti berteriak panik.
”Hehehehe..” Johan terkekeh. ”Silakan saja Siti bilang begitu, tapi Siti tahu kan, di sini jauh dari manapun.. Siti bahkan bisa dianggap sudah tidak ada lagi..”
Siti terpucat mendengarnya, dia tahu kata-kata Johan mengandung kebenaran. Tapi dia bertahan dan mundur dan terus berusaha menghindari Johan. Keringat dinginnya muncul meskipun saat itu cuaca dingin dan hujan. Keringatnya keluar karena menyadari akan bahaya yang segera ia hadapi. Namun Johan pun terus mendesak penyanyi cantik itu ke pinggir ranjang.
“Jangan… Pakcik.. Saya mohon!… Jangan sentuh Siti….” Siti memohon pada perompak itu.
“Ingat Siti, keselamatan suami Siti tergantung pada Siti sendiri,” Johan mulai melancarkan ancaman. ”Apa Siti mau ketemu lagi dengan suami Siti?” tanya Johan. Siti langsung terdiam. Kalimat itu adalah vonis mati baginya. Dia tahu dirinya sekarang sudah sepenuhnya ada dalam kekuasaan Johan.

Jangan Pakcik.. jangan lakukan itu pada Siti.. ampuni Siti Pakcik..” ujar Siti sambil tersedu, dia tidak rela tubuhnya dijamah oleh laki-laki jahat itu, dia tidak rela kehormatannya dirampas oleh perompak brutal seperti Johan. Tapi segala permohonan Siti sia-sia, bahkan tangisan Siti ibarat nanyian menggoda yang makin meningkatkan nafsu Johan. Segala permohonan Siti tidak digubris. Johan terus mendesak Siti hingga berhasil ia rangkul. Saat-saat yang menegangkan itu pun lalu berjalan sesuai rencana Johan. Ia lalu meraih tangan Siti dan membawa Siti ke arah tubuhnya untuk dipeluknya. Siti terpaksa menurut karena tak bisa melawan. Dalam pelukan perompak brewok itu, Siti menangis karena bencana yang ia alami. Lalu Johan meraih dagu Siti dan mengulum bibirnya yang kecil mungil. Siti berusaha mengatupkan bibirnya agar tidak bisa dikulum si perompak brewok. Namun segala upayanya sia-sia. Johan mendekap tubuh Siti begitu eratnya. Secara spontan, wanita itu pun berusaha melepaskan dirinya. Apa daya, rontaan tubuh Siti di dalam pelukan perompak itu malah semakin memberikan kenikmatan pada perompak itu dan menaikkan birahinya. Johanpun berhasil mengulum dan membelit lidah Siti. Siti pasrah dan berusaha melepaskan belitan lidah si brewok. Siti merasa sangat jijik dan terus berusaha melepaskan diri dari betotan tubuh si pria. Ia harus menahan bau tubuh si pria dan kasarnya tangan-tangan si pria yang terus berusaha memilin dan meremas payudaranya yang masih terbungkus baju. Namun apalah daya seorang wanita yang lemah di samping ia pun sudah lemah secara psikis karena suaminya menghilang ditambah beban mental menghadapi upaya perkosaan terhadap dirinya.
Siti hanya bisa menangis sesenggukan. Ia tidak rela diperkosa dan dicemari       rahimnya oleh laki-laki laknat itu. Ingin rasanya ia bunuh diri saat itu juga…. namun alam bawah sadarnya masih mengingatkannya untuk tidak melakukan hal tercela itu.

 

Siti mencoba meronta dan berusaha untuk tetap sadar tapi sentuhan demi sentuhan Johan membuatnya terhanyut. Tanpa sadar Siti mulai mendesah merasakan kenikmatan sentuhan Johan. Johan makin buas. Dengan paksa dirobeknya baju Siti dan dibuangnya baju itu sehingga sekarang tubuh bagian atas Siti hanya ditutupi oleh BH berwarna putih transparan. Payudaranya yang putih mulus terlihat mencuat menantang. Johan menelipkan tangannya yang besar ke dalam mangkuk BH Siti dan mulai meremas-remas payudara Siti. Siti merasakan sebuah sensasi yang sangat hebat melanda tubuhnya, sesuatu yang belum pernah dia alami sebelumnya bahkan di saat bersama dengan suaminya sekalipun.

Johan makin buas, dia segera merobek BH Siti sehingga payudara Siti yang mulus dan montok itu sekarang telanjang. Bentuknya sangat bagus dan masih kenyal dengan puting susu yang merah segar. Tidak sabar Johan mulai meremas-remas dan menjilati payudara Siti , lalu bibir Johan berganti-ganti melumat dan mengulum puting susu Siti . Siti mengejang mendapat perlakuan itu. Kesadarannya mulai hilang, dirinya sekarang sudah dikuasai oleh dorongan seks yang makin kuat, karena itu dia diam saja saat Johan mulai melepas celananya. Maka di hadapan Johan sekarang tampak sepasang paha yang panjang dan mulus yang berakhir pada celana dalam putih berenda. Lalu dengan kasar Johan menarik celana dalam Siti sampai lepas. Dan Siti sekarang benar-benar sempurna telanjang bulat di depan Johan. Johan memandangi kemulusan tubuh telanjang Siti  dengan takjub.
“Ohh.. tidak saya sangka ternyata Siti lebih cantik jika ditelanjangi seperti ini,“ kata Johan dangan deru nafas memburu.
Lalu Johan mulai menelusuri sekujur tubuh telanjang Siti dengan bibir dan tangannya. Bibir Siti yang merah segar tidak henti-hentinya dilumat oleh Johan sementara tangan Johan tidak berhenti menggerayangi dan meremas payudara Siti. Siti hanya bisa pasrah dikerjai oleh Johan. Johan lalu menjilati bagian perut Siti yang rata dan licin. Kemudian dia membuka paha Siti lebar-lebar hingga terkuaklah liang vagina Siti yang licin tak berbulu. Rupanya Siti secara rutin selelu mencukur rumbut kemaluannya. Johan perlahan mendekatkan wajahnya pada vagina Siti, lalu dengan menggunakan bibir dan lidahnya Johan mulai menjliati vagina Siti . Dan jari-jari tangan Johan perlahan mulai mengorek-korek vagina Siti . Siti langsung mengejang ketika vaginanya dikerjai oleh Johan. Dirangsang sedemikian rupa membuat pertahanan Siti akhirnya runtuh apalagi ditambah pengaruh minuman tradisional yang tadi diminumnya.
“Oohhh… aahhh… oohhhh …. aahssss… ehhsss…” Tanpa sadar Siti mulai mendesah merasakan kenikmatan. Johan mengetahui Siti mulai terangsang makin buas menggeluti tubuh yang putih mulus itu. Dia mengangkangkan kaki Siti dan membenamkan wajahnya ke vagina Siti . Bibir dan lidahnya terus-menerus mengorek liang kemaluan Siti, sementara tangannya yang kekar dan berbulu meremas-remas payudara mulus Siti. Tak tahan lagi Siti akhirnya mengalami orgasme, tubuhnya mengejang sesaat sebelum akhirnya melemas lagi, dari vaginanya mengucur cairan bening kewanitaan. Johan segera menelan cairan vagina Siti dengan buas sambil menjilati sekitar kemaluan Siti karena berdasarkan keyakinannya, keperkasaan pria akan bertambah jika dia bisa meminum cairan vagina dari perempuan yang akan dia setubuhi.
?
Siti terbaring terengah-engah di ranjang, dia baru saja mengalami orgasme yang luar biasa, tubuhnya yang putih mulus sampai berkeringat padahal udara teramat dingin. Johan memandangi tubuh yang mulus itu dengan tatapan buas, matanya menatap ke arah payudara Siti yang naik turun, begitu putih mulus. Dia lalu mendekati Siti yang terbaring pasrah di ranjang. Perlahan dia melepaskan celana yang dia pakai dan seketika penisnya yang hitam dan berukuran besar mencuat di depan wajah Siti. Siti yang dalam keadaan terangsang hanya memandangi penis itu. Penis itu berukuran besar, panjangnya mungkin sekitar 20 senti dengan diameter empat atau lima senti.

 

Johan lalu menaiki ranjang kayu itu. Dengan kedua tangannya, dibukanya kedua kaki Siti sehingga terbuka mengangkang. Perompak itu menempati posisi di tengah, di antara kedua kaki Siti. Kini Siti bisa melihat dengan jelas tubuh Johan yang kekar, liat dan legam terbakar matahari. Berbagai macam tato menghiasi sekujur tubuhnya  mulai dari pinggang hingga pangkal lengannya. Kini di atas ranjang dua tubuh telanjang berlainan jenis telah siap melakukan persetubuhan. Yang wanita adalah Siti Nurhaliza, seorang penyanyi ternama yang kini terbaring tak berdaya setelah diculik. dengan tubuh yang langsing, kulit putih mulus dan wajah cantik rupawan. Sedangkan si pria di atasnya yang siap menyetubuhinya adalah seorang perompak brewok dengan tubuh hitam kekar penuh dengan bekas luka dan tato. Perlahan-lahan, Johan lalu menaikkan kedua kaki Siti yang masih mengangkang sehingga melingkari pinggulnya yang legam dan kekar. Siti melihat kedua pahanya kini mengapit tato menghiasi bagian perut Johan. Kemudian Johan menggosok-gosokkan penisnya ke kemaluan Siti. Lambat laun batang itu pun tumbuh semakin mengeras dan tegak. Siti merasakan kemaluan Johan yang  menyentuhi kemaluannya. Setelah penis Johan mengeras sepenuhnya, perompak itu lalu mengarahkan kemaluannya yang panjang dan hitam Legam itu ke arah bibir kemaluan Siti. Siap untuk dibenamkan ke dalamnya. Bibir kemaluan Siti masih rapat dan belum bisa menerima benda asing yang akan memasukinya saat itu. Lalu dengan jari tangannya Johan membuka bibir itu dan menyelipkannya di tengahnya. Merasa batang penisnya telah siap lalu si perompak pun mendorongnya hingga masuk ke dalam lubang kelamin penyanyi cantik itu.
“Ahhh……….. Ampuuun…” jeritnya halus mengiba belas kasihan kepada perompak itu. Johan masih mendorong penisnya untuk masuk terus hingga dasar kemaluan Siti. Siti pun terus menangis dan air matanya menetes membasahi pipinya yang putih. Tubuhnya pun terguncang-guncang di bawah tubuh kekar Johan.

Mengetahui tangisan Siti saat menerima penisnya masuk, Johan lalu memeluk Siti dengan ketat dengan posisi tetap di atas tubuh putih Siti. Ia peluk Siti dan diciuminya bibir Siti seakan tidak ingin terpisahkan. Johan ingin bibir mereka juga menyatu seperti bagian bawah tubuh mereka yang telah menyatu saat itu. Rasa sakit dan perih di tubuh Siti diungkapkannya dengan menekan bahu si perompak yang kekar dengan kukunya yang runcing. Ia terus sesenggukan dan membenamkan kukunya di bahu bidang itu. Semua tindakan Siti itu apalah artinya bagi pria yang terbiasa merampok itu. Jangankan kuku, golok pun telah ia rasakan. Bahkan respons yang didapatnya saat menyetubuhi Siti benar-benar membuatnya merasa nikmat. Ia tahu Siti adalah istri orang. tapi menyetubuhinya sama seperti memerawani seorang gadis yang lugu dan belum berpengalaman. Sesaat kemudian, Johan sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Siti benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali Johan penis Johan menghujam. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Siti sehingga matanya membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan. Johan lalu mengangkat paha kirinya sepinggang agar bisa mengelusi paha dan pantat Siti sambil terus menggenjot vagina Siti. Johan menikmati semua itu sambil terus mengulum bibir Siti dan menjilati bagian belakang telinganya yang basah oleh keringat. Dari tengkuk Siti jilatannya terus berpindah kearah bahu yang putih bersih hingga menampakkan aliran merah darah dari urat-urat Siti. Nafsu Johan terus terpacu karena wangi tubuh Siti yang juga masih tercium aroma parfum yang telah bercampur dengan keringatnya saat itu. Setelah puas di bahu, lalu ia turun ke arah payudara Siti. Di payudara Siti mulut pria yang penuh oleh cambang dan kumis itu terus bermain-main dengan puting dan belahan susu itu. Jejak cupangan merah mulai banyak menghiasi kedua payudara yang putih dan mulus itu. Ia telah membuat Siti seakan lupa daratan. Siti terus memejamkan matanya tidak ingin melihat kelakuan pria asing yang baru dikenalnya itu di atas tubuhnya. Perlahan Siti mulai terhanyut dengan perlakuan Johan, meskipun masih malu dan berusaha menahan diri. Bagaimanapun Siti belum berani menunjukkannya sehingga ia pun memejamkan kedua matanya. Sementara kedua tangannya tergeletak ke samping sambil meremas-remas seprei kumal yang sudah tak jelas warnanya.

 

Kedua insan itupun terus memacu untuk mencapai kenikmatan seksual yang sama-sama belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Siti perlahan mengakui kalau suaminya belum pernah memberikan kenikmatan seksual seperti yang dialaminya saat ini. Untuk beberapa saat yang terdengar hanya dengus nafas dan erangan kedua insan yang sedang bersetubuh itu. Menit demi menit berlalu, Johan masih bersemangat menggenjot Siti. Sementara Siti sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah perompak  itu. Remasan dan gigitan Johan yang terkadang kasar menyebabkan Siti merintih kesakitan. Namun dia merasakan sesuatu yang lain dari persenggamaan ini, lain dari yang dia dapat dari suaminya, keliaran Johan justru menciptakan sensasi yang khas baginya yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Setelah sekitar limabelas menit, Johan secara tiba-tiba bangkit sambil tetap mendekap tubuh bugil Siti . Dipaksanya Siti duduk berhadap-hadapan dengannya. Ditatapnya wajah Siti  yang cantik itu, wajah itu terlihat sangat memelaskan tapi tidak membuat Johan merasa iba, dia justru merasa kenikmatannya bertambah bila melihat Siti  tersiksa.
“Sekarang Siti yang goyang ya.. seperti kalau Siti menari di panggung,” kata Johan.
Siti hanya bisa mengangguk, lalu mulai menggerakkan pantatnya maju mundur sambil melingkarkan kaki mulusnya ke pinggang Johan. Johan mengimbanginya dengan mencengkeram pantat Siti dan mendorong pantatnya maju mundur. Sementara bibirnya sibuk menyusu pada payudara Siti sambil sesekali mengulum dan menjilati puting payudara Siti. Diperkosa sedemikian rupa akhirnya pertahanan Siti jebol juga. Dengan rintihan panjang, Siti merasakan sensasi kuat menjalari sekujur tubuhnya. Tubuhnya menegang dan melengkung ke belakang, tangannya dengan kuat mencengkeram punggung Johan. Vaginanya berdenyut kuat sekali seperti meremas penis Johan. Di ambang klimaks, tanpa sadar Siti memeluk Johan dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Siti mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram erat-erat lengan kokoh Johan.
“Aahhhhhhkkkhhhhh…. Oohhhhhhh….” Siti mengejang dan merintih keras, orgasmenya meledak menghantam seluruh syaraf kenikmatan seksualnya. Sesaat kemudian tubuhnya melemas kembali dan tergolek di ranjang. Nafasnya memburu membuat payudaranya naik turun. Sungguh dahsyat orgasme pertama yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari suaminya melainkan dari seorang pria mesum yang memanfaatkan situasi tidak menguntungkan ini. Setelah dua menitan tubuhnya kembali melemas dalam pelukan Johan. Tapi Johan segera menarik tubuh mulus itu dan mendekapnya erat-erat. Siti yang belum pulih sepenuhnya disuruhnya menungging di ranjang.

 

“Oohh…ampun Pakcik, Siti sudah tak kuat, ampuun!” ujar Siti memelas dengan lirih. Air matanya membasahi pipinya yang mulus, tapi mendengar itu, Johan cuma nyengir saja, dia merenggangkan kedua paha Siti dan menempelkan penisnya pada bibir kemaluannya.
“Uugghh…oohh !” desah Siti dengan mencengkeram seprei dengan kuat saat penis itu kembali melesak ke dalam vaginanya. Tangan Johan memegang dan meremas pantatnya sambil menyodok-nyodokkan penisnya, cairan yang sudah membanjir dari vagina Siti menimbulkan bunyi berdecak setiap kali penis itu menghujam. Suara desahan Siti membuatnya semakin bernafsu, sambil menggenjot vagina Siti, Johan juga meremas-remas payudara Siti yang tergantung begitu bebas dan bergoyang seirama goyangan pantatnya. Siti mendesah-desah setiap kali vaginanya digenjot.
“Ayo.. teruss.. terus Siti… terusss…” Johan makin kuat menggenjot vagina Siti dengan penisnya, badan Siti sampai tersentak-sentak setiap kali vaginanya digenjot.Akhhh.. ahhh… ohhh… shitt… shittt…” Siti mulai meracau karena merasakan gelombang birahinya meledak dan akhirnya kembali Siti mengalami orgasme meskipun tidak sehebat sebelumnya, kembali vaginanya berdenyut kencang. Tapi Johan belum selesai, kali ini dibalikkannya tubuh Siti hingga terlentang, lalu kedua paha Siti diangkat dan disampirkannya ke bahunya kemudian kembali digenjotnya vagina Siti dengan penisnya sambil memegangi paha mulus Siti karana khawatir Siti akan melepaskan penis itu dari vaginanya. Kali ini Siti sudah tidak berdaya lagi, dia hanya bisa merintih setiap kali digenjot, payudaranya yang putih mulus bergoyang seirama genjotan Johan. Air mata Siti seolah sudah kering untuk menangis, Siti hanya bisa menggigit bibirnya merasakan penderitaan sekaligus kenikmatan yang dia alami sampai akhirnya dia mengalami orgasme untuk kali ketiga, barulah setelah Siti tiga kali orgasme Johan menyudahi pemerkosaannya pada Siti. Diiringi erangan dahsyat Johan menyemburkan spermanya di dalam vagina Siti. Siti merasakan dunianya sudah hancur, dirinya sudah tidak ada harganya lagi setelah diperkosa oleh Johan.  Penyanyi yang sangat dihormati itu sekarang merasa tidak berbeda dengan seorang pelacur. Siti pun kembali menangis tersedu-sedu mengingat penderitaan yang dia alami. Tapi Johan tidak peduli pada nasib Siti. Seorang Siti  baginya tidak beda dengan wanita-wanita lain yaitu sebagai pemuas nafu seksualnya. Johan merasa sangat puas telah berhasil menyetubuhi Siti Nurhaliza. Dia merasa menjadi pria paling beruntung di dunia ini karena berhasil menikmati indahnya tubuh penyanyi cantik itu, sesuatu yang hanya ada dalam impian paling liar dari setiap pria yang pernah mengenal sosok Siti Nurhaliza. Untuk sesaat kembali dipeluknya tubuh Siti yang masih telanjang sambil dikecupnya bibir Siti seolah ingin mengucapkan terima kasih. Siti tidak berdaya untuk menolak ciuman itu.

 

Kemudian Johan membaringkan kembali tubuh Siti sambil mengelus-elus beberapa bagian tubuh Siti yang mulus itu sambil kemudian dia merebahkan diri di samping tubuh Siti, kedua tubuh telanjang itu terbaring sambil berpelukan. Sementara itu, Siti yang telah pulih kembali pikiran dan akal sehatnya yang sebelumnya tertutup oleh hawa nafsu hanya bisa menangis. Ia merasa berdosa telah mengkhianati suaminya. Ia merasa dirinya kotor. tak ada bedanya seperti pelacur. Kalut dengan hal yang akan dialaminya setelah ini akhirnya membuat Siti jatuh pingsan. Ketika sadar dari pingsannya, Siti menemukan dirinya, masih dalam keadaan telanjang bulat, terbaring sendirian di kamar. Siti merasakan tubuhnya seperti remuk seperti dilindas rombongan banteng. Dengan sisa tenaganya, dia mencoba berdiri dan mencoba mencari pakaiannya. Siti menenukan pakaiannya terserak di lantai. Tapi baru sempat Siti memakai BH dan celana dalam, tiba-tiba pintu menjeblak terbuka. Johan terlihat berdiri di ambang pintu. Siti buru-buru memakai baju yang masih dipegangnya meskipun tidak sempat mengancingkannya secara sempurna. Dalam sekejap saja Johan sudah berdiri di depannya. Tiba-tiba Siti tersentak ke depan. Sebuah sentakan kasar merenggut pergelangan tangan Siti membuat Siti meringis kesakitan, rupanya selain mencengkeram tangan Siti kuat-kuat, Pimpinan perompak itu juga membenamkan kuku kukunya yang kehitaman ke kulit tangan Siti yang putih.
“Ampun Pakcik..! Jangan pengapakan Siti..!”

 

Siti menangis sambil meronta-ronta. Tapi Johan sang kepala perompak tidak menghiraukannya. Dengan kasar dia menyeret Siti Nurhaliza menuju ke sebuah ruangan besar. Ruangan itu dibuat mirip seperti panggung hiburan puluhan kursi berderet menghadap sebuah panggung yang lebih tinggi setengah meter dari lantai. Sebuah tirai hitam dan kumal menjadi backdrop dari panggung membuat kesan seram terasa begitu kental.  Panggung itu sendiri tidak seberapa besar. Berbentuk setengah lingkaran berukuran sekitar tiga meter. Beberapa lampu sorot menerangi lantai panggung dengan cukup terang. Johan menarik Siti menaiki panggung dan menyuruh Siti berdiri di tengah-tengah. Sorot lampu yang terang itu menembus baju Siti yang tipis sehingga pakaian dalamnya terbayang dengan cukup jelas. Siti memalingkan mukanya antara malu bercampur takut. Sekilas dia sempat melihat kursi yang berjejer menghadap ke panggung tempatnya berdiri sudah dipenuhi oleh beberapa laki-laki yang hampir semuanya bertampang sangar, dengan kumis, janggut dan rambut yang awut-awutan tidak terawat. Banyak dari mereka yang mungkin sudah berhari-hari tidak tersentuh air. Siti ingat beberapa dari mereka adalah anak buah Johan yang berada di kompartemennya saat dirinya dan Datuk K diculik.

 

Melihat sesosok perempuan cantik bertubuh mulus yang hanya mengenakan pakaian sehelai baju tipis membuat semua yang duduk di depan panggung serentak bergumam dengan suara berdengung seperti lebah. Suara yang merupakan campuran antara kagum dan nafsu ketika mereka melihat sosok perempuan yang berdiri di depan mereka. Bagi mereka hal itu adalah sebuah hiburan yang sangat luar biasa istimewa, karena mereka sudah berhari-hari, atau mungkin berminggu-minggu tidak pernah menyalurkan hasrat kelelakian mereka. Apalagi saat mereka mengetahui siapa sosok perempuan mulus yang ada di hadapan mereka itu.
“Astaga,, itu kan Siti Nurhaliza..!!” teriak salah satu dari mereka.
“Benar.. itu dia.. Woi.. itu Siti Nurhaliza..!!” teriak yang lain. Serentak seisi ruangan menjadi gempar oleh teriakan-teriakan yang bernada tidak senonoh. Akan tetapi banyak juga dari mereka yang tidak percaya itu Siti Nurhaliza, tapi kemudian mereka menjadi yakin saat Johan memaksa Siti untuk bicara.
“Ayo bicara ke mereka…!” kata Johan sambil mendorong punggung Siti. “Tunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya.”
Siti diam saja, karena malu dan takut. Dia tidak bisa berkata barang sepatahpun, suasana ruangan sejenak menjadi hening, yang terdengar hanyalah suara tangis Siti yang tersedu pelan.
“Ayo.. ngomong..” Johan menjambak rambut Siti sampai wajahnya menegadah. Siti mengeduh pelan sambil menarik-narik tangan Johan yang kekar mencoba menahannya agar tidak terlalu keras menarik rambutnya.
“Bilang kalau kamu ingin menghibur mereka,” kata Johan di dekat telinga Siti. Siti merinding merasakan hembusan nafas Johan yang berbau alkohol.
“Iya Pakcik.. ampuni Siti.. Siti nak cakap..” kata Siti tersedu. Johan tersenyum puas, kemudian dia melepaskan jambakannya. Siti akhirnya maju selangkah mendekati penonton yang menonton tubuhnya yang mulus yang hanya bertutupkan Bra dan celana dalam putihnya.

“Eh.. apa kabar semua..?” kata Siti terbata dengan logat Melayunya yang khas. Siti mencoba tersenyum meskipun saat itu hatinya sudah serasa teriris sembilu.
“Saya Siti Nurhaliza, ingin memberikan persembahan bagi para peminat semua.” kata siti sedikit terisak. “Apa yang kalian mahu Siti nak lakukan..”
“Woi Siti.. kami mau kau menyanyi sambil menari..” teriak salah satu dari mereka.
“Ya.. benar.. ayo mulai..” teriak yang lain. Keheningan yang sempat tercipta seketika pecah bak kerusuhan yang meledak secara tiba-tiba.
“Menyanyi sambil menari….?” Siti tercekat dan bergidik ngeri membayangkannya. Selama ini dia dikenal orang sebagai seorang penyanyi yang santun dalam berbusana. Sekarang dia dipaksa untuk mempertontonkan tubuhnya di depa puluhan laki-laki yang semuanya kasar dan brutal. Tangisannya kembali pecah. Dia menggelengkan kepalanya  kuat-kuat seolah berusaha meyakinkan kalau ini hanya sebuah mimpi buruk. Tapi ketika dia sadar, dia tahu ini bukanlah mimpi. Ini sebuah kenyataan pahit yang harus dihadapinya. Siti akhirnya berusaha pasrah dan tegar. Lagipula dia merasa dirinya sudah kotor setelah diperkosa oleh Johan beberapa jam yang lalu. Akhirnya Siti mengangkat mukanya dan menyeka air matanya. Kembali dia tersenyum dan berdiri tegak.
“Yah.. baiklah.. malam ini Siti nak menghibur peminat semua dengan lagu dan tari.” katanya pelan. Seketika pecah kembali sorak penonton yang sudah setengah mati menahan nafsunya.
“Tunggu dulu!” Johan tiba-tiba menghentikan Siti yang sudah siap menyanyi. Siti tidak mengertiapa maksud Johan menghentikannya. Dia hanya menatap Johan seolah meminta kejelasan.
“Silakan Siti menyanyi. Tapi..” Johan, yang sekarang berdiri di belakang Siti secara tiba-tiba merenggut baju tipis Siti dan menyentaknya ke bawah. Seketika baju itupun robek di bagian depannya, dan satu sentakan lagi membuat baju itu lepas dari tubuh Siti, membuat Siti sekarang hanya berbalut selembar BH dan celana dalam putih tipis. Serentak semua yang menyaksikannya langsung melongo penuh ketakjuban. Selama ini, tubuh Siti Nurhaliza yang mulus hanya ada di dalam fantasi liar mereka, sekarang tubuh itu terbentang di hadapan mereka dengan begitu bebas, seolah memang disediakan untuk mereka nikmati. Tidak henti hentinya mereka mangagumi kemulusan tubuh Siti. Perhatian mereka terpusat pada sepasang payudara indah  yang selama ini menjadi angan-angan kaum laki-laki untuk bisa menjamahnya, dan sepasang paha putih mulus dan ramping yang berakhir pada segitiga daerah kemaluan Siti Nurhaliza yang masih tertutup celana dalam.

“Dan satu lagi..” kata Johan. ”Supaya bisa menyanyi dengan bebas, maka..” Johan memeluk Siti dari belakang, semantara tangan Johan meraih mangkuk BH Siti. Lalu tangan nakal itu menyentak mangkuk BH itu ke bawah membuat payudara Siti secara spontan keluar dari mangkuk BH nya dan menggantung bebas, diiringi suara “OOOOOH” dari para penonton. Siti terpekik ngeri dan maul saat payudaranya mencuat telanjang. payudara berukuran sedang yang sangat mulus itu bagaikan sebuah gunung kembar yang sangat indah, terlihat sempurna dan serasi dengan wajah Siti yang cantik.
“Ampun Pakcik.. ampuun..” Siti memohon menghiba sambil menutupi payudaranya yang lembut. Payudara itu terlihat menonjol dibalik himpitan kedua belah lengan Siti seolah meronta ingin keluar dari dekapannya.
“Ampuni Siti Pakcik.. Siti tak boleh melakukannya..” kata Siti. Tak boleh dalam bahasa malaysia artinya tidak bisa.
“Siapa yang bilang tak boleh..?” kata Johan dengan tatapan bernafsu. “Siti boleh melakukannya, bahkan Siti harus melakukannya.”
Siti menunduk malu sambil mendekap payudaranya yang telanjang. Dia kembali menangis sesenggukan, tapi tangisan Siti tidak membuat Johan menjadi iba, justru membuatnya menjadi makin bernafsu. Secara tiba-tiba ditariknya tangan Siti yang menutupi payudaranya dan diremasnya payudara Siti yang menantang itu dengan kekuatan penuh.
“Aww… ahhkh..” Siti mengaduh keras merasakan sakit pada payudaranya. Dia kembali menangis, karena malu dan karena sakit.
“Kalau kamu tidak mau, terpaksa aku suruh mereka memperkosamu beramai-ramai.” Kata Johan dengan seringai penuh ancaman. Sekaetika Siti tersentak mendengarnya.
“Ampun Pakcik!!” Siti menjerit ketakutan. Trauma saat dirinya diperkosa oleh Johan belum lagi selesai, dia sudah berhadapan dengan sesuatu yang lebih mengerikan yang bahkan dalam mimpipun tidak pernah dibayangkannya diperkosa beramai-ramai oleh laki-laki sebanyak itu.
“Jangan Pakcik.. jangan.. Baiklah.. Siti nak lakukan apa yang Pakcik minta.. Siti nak lakukan..” katanya terisak.
Johan tertawa penuh kemenangan, baginya adalah sebuah prestasi tersendiri ketika dia berhasil memaksa Siti Nurhaliza menyerahkan semua kehormatan dan harga diri sebagai seorang wanita baik-baik pada dirinya. Siti segera maju mendekati ujung panggung dan menatap ke arah para pria yangmemelototi tubuh dan terutama payudaranya yang telanjang dengan tatapan bak srigala lapar melihat seekor anak domba. Siti menatap ke seluruh penjuru ruangan, mataya menatap ke arah kerumunan pria yang memelototi tubuhnya yang nyaris telanjang. Dilihatnya johan sudah bergabung dengan para penonton yang lain dan duduk dengan santainya, seolah sedang menyaksikan sebuah pertunjukan, dan memang pertunjukan itu sebentar lagi akan dimulai.Siti terdiam bebrapa saat ditundukkannya wajahnya yang bersimbah air mata. Pelan pelan Siti menarik nafas dalam-dalam, mengatur perasaannya yang tidak karuan, seperti sedang menghimpun keberanian untuk melakukan sesuatu yang sama sekali tidak pernah dilakukannya, bahkan dalam angan-angannya yang paling liar sekalipun. Kemudian Siti menghela nafas panjang, saat itu dia merasakan ada sebuah energi menghampiri tubuhnya, sebuah energi yang membisikkan kata-kata jahat padanya, menguatkannya untuk melakukan hal yang sebelumnya tidak bisa dilakukannya.
“Nah.. baiklah..” kata Siti, tersendat oleh tangisnya. “Macam mana kalau Siti mulai?” kata Siti dengan berusaha tersenyum.
“Ya.. ya.. ayo Siti.. cepat mulai..” teriak para laki-laki kasar tersebut. Beberapa diantaranya berteriak-teriak seperti di tengah hutan.
”Ayo Ayam cantik.. cepat menari.” teriak beberapa dari mereka. Kata Ayam sendiri dalam bahasa slang Malaysia artinya adalah pelacur. Siti merasa terhina dengan ucapan kotor itu. Seorang penyanyi terhormat seperti dirinya dipaksa untuk jatuh ke level hina sehina seorang pelacur. Tapi siti tidak punya daya untuk melawan, Siti tahu dirinya sudah dikuasai sepenuhnya oleh gerombolan perompak dari tengah lautan itu. Maka dengan sekuat tenaga dia berusaha tegar dan menguatkan dirinya. Dia kemudian bahkan berpikir kalau nasibnya memang harus berakhir menjadi pelacur yang harus melayani gerombolan perompak liar dan tidak beradab itu. Karena itulah saat lantunan musik dari sebuah tape recorder kecil mulai bergema, dia mulai melakukan tugasnya, digerakkannya tubuhnya dengan gerakan gemulai yang biasanya diperagakan di atas panggung. Siti kemudian merasa terbiasa dengan keadaan dirinya yang nyaris telanjang. Pela-pelan Siti kemudian merasa ini hanya seperti menyanyi di panggung saat melakukan konser, hanya bedanya dia harus melakukannya dalam keadaan telanjang dan ditonton oleh puluhan pria kasar. Siti Nurhaliza mulai meliukkan tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang sebelumnya sama sekali belum pernah dilakukannya. Tangannya diangkat ke atas kepala dan pinggulnya bergoyang goyang ke kiri ke kanan membuat pantatnya bergoyang dengan erotis.

Seluruh penonton terkesima melihat tontonan langka tersebut. Sebuah tontonan yang sangat membangkitkan nafsu yang selama ini hanya ada dalam mimpi mereka. Bagaimana seorang Siti Nurhaliza menari di depan mereka nyaris tanpa busana. Hasrat kelelakian mereka seketika melonjak yang kalau diukur dengan meteran, maka jarum pengukurnya pasti akan mentok ke tingkat maksimum.Beberapa diantara mereka bahan nekad membuka celananya dan beronani di tempat. Sementara Siti kemudian mulai melantunkan suara seksinya sambil terus menari dengan gerakan erotis. Payudaranya yang terbuka bergerak-gerak seirama dengan goyangan tubuhnya. Beberapa kali bahkan Siti mulai melakukan remasan-remasan pada payudaranya sendiri. Melihat Siti yang makin panas, penonton mulai nekad. Mereka berteriak meminta Siti untuk melepas BH dan celana dalam yang masih dipakainya.
“Ayo Siti.. lepaskan BH dan celana dalamnya..” teriak mereka sambil bertepuk tangan. “Ayo telanjang, jangan tanggung-tanggung!”
Siti mulai kembali meneteskan air matanya, dirinya kali ini benar-benar harus bertelanjang bulat di hadapan para laki-laki liar itu. Tapi sekali lagi Siti sadar posisinya yang sangat terjepit. Maka dia mencoba menguatkan dirinya.
“Baiklah.. Siti nak berbogel, khas buat peminat Siti semua..” kata Siti sambil menelan ludah. Ditelannya segala kejijikan dan rasa malunya. Perlahan dilepasnya BH yang sudah tidak menutupi payudaranya. BH itu dilemparkan ke penonton dan langsung jadi rebutan. Penonton yang mendapatkan BH Siti Nurhaliza tersebut menciumnya dengan penuh suka cita. Lalu, dengan sebuah gerakan yang sangat menggemaskan, Siti menggoyangkan pantatnya sambil tangannya memelorotkan celana dalamnya sendiri. Seketika celana dalam Siti melorot sampai ke lutut, memperlihatkan vagina Siti yang bersih dan mulus, membuat semua penonton terkesima. Untuk kalinya mereka bisa melihat seorang artis yang sedemikian cantik dan terhormat bersedia bertelanjang bulat di hadapan mereka. Seketika mereka bersuit suit dengan penuh nafsu.
“Kalian nak lihat Siti berbogel..?” katanya sambil berusaha tersenyum manis. Serentak para penonton mengiyakan sambil bersorak kegirangan.
“Siti.. awak nak perkosa dirimu..” teriak beberapa dari mereka. Yang lainnya juga meneriakkan ucapan-ucapan kotor yang seumur hidup belum pernah didengar oleh Siti. Siti menunduk malu untuk beberapa sat, tapi kemudian dia kembali pada ketabahannya. Dia kembali tersenyum pada penonton seolah ucapan-ucapan mesum terhadap dirinya adalah sambutan yang sangat menyenangkan. Dia kembali meneruskan nyanyiannya yang sensual dan tarian erotisnya.

Kali ini Siti berpura-pura melakukan onani di tengah pangggung, persis yang pernah dilihatnya di VCD porno yang diperlihatkan oleh Johan sebelum memperkosa dirinya. Siti meremas-remas payudaranya sambil mengaduk-aduk liang vaginanya dengan jari dan mendesah-desah  sambil terus menari. Gerakan sensualnya makin liar dan tidak teratur, Siti hanya mengikuti nalurinya semata dalam melakukan tarian telanjang tersebut. Tidak terasa sudah setengah jam Siti menghibur penonton dengan tubuh mulusnya yang telanjang. Tubuh Siti sudah basah oleh keringat yang mengucur dengan deras, tubuhnya sekarang seperti berkilau ditimpa cahaya lampu sorot. Siti kemudian mengakhiri tariannya dengan mengangkat tangannya tinggi tinggi ke atas dan melebarkan kedua kakinya lebar-lebar, menciptakan huruf X besar dengan tubuh bugilnya yang putih mulus. Suitan dan tepuk tangan penonton seketika menggema seolah mengangkat atap ruangan begitu Siti mengakhiri tarian sensualnya. Siti seketika memalingkan mukanya masih dalam posisi tangan dan kaki tertentang. Dia tahu saat itu seluruh tubuhnya sedang dijadikan tontonan seperti sebuah obyek wisata yang menarik. Dan memang penonton sangat menikmati keindaan tubuh Siti yang putih dan mulus itu, apalagi mereka tahu Siti sebagai seorang penyanyi yag tidak pernah mempertontonkan tubuhnya secara terbuka, karena itu mereka merasakan suatu sensasi lebih, sensasi yan terasa sangat menantang  dan mendorong gejolak seksual mereka melebihi dari yang pernah mereka rasakan sebelumnya. Dan Johan tahu hal itu, dia tahu persis dari tatapan para penonton yang seperti singa lapar siap menerkam mangsanya, karena itu dengan sigap dia segera naik ke panggung dan berdiri di belakang Siti, dipeluknya tubuh telanjang Siti dengan tangannya yang kokoh, membuat tubuh Siti berhimpit dengan tubuhnya. Kemudian tangan Johan yang kekar itu menarik lengan Siti yang sedianya digunakan untuk menutupi bagian dada dan selangkangannya. Ditariknya tangan Siti ke belakang punggungnya dan ditelikung sedikit keras, membuat Siti terhenyak dan meringis kesakitan. Didorongnya punggung Siti membuat payudaranya yang putih kenyal jadi mencuat membusung tegak mengundang selera, putingnya yang pink segar terlihat mencuat menggairahkan sementara kedua kaki Siti dipaksa mengangkang lebar membuat belahan vaginanya sedikit melebar. Siti mencoba meronta melepaskan cengkeraman Johan, tapi semakin Siti meronta, semakin sakit tangan Johan mencengkeramnya, akhirnya Siti pasrah dan membiarkan payudara dan vaginanya yang telanjang dipampang di depan banyak orang.Nah..” johan berujar sambil menyapukan pandangannya ke seluruh penonton yang menatap tubuh Siti Nurhaliza yang telanjang bulat dengan tatapan liar penuh nafsu. “Malam ini adalah malam istimewa buat kalian, karena malam ini aku putuskan akan ada tiga orang yang beruntung, Siti Nurhaliza akan menyerahkan tubuhnya untuk bersenggama dengan tiga orang dari kalian.”

Seketika Siti terkesiap, bagaikan disambar petir, Siti terloncat dari tempatnya. Dia tidak menyangka kebinatangan Johan sudah sampai sejauh itu. Johan tidak hanya menyekapnya untuk dinikmati sendiri, tapi dia bahkan hendak memberikan Siti untuk diperkosa beramai-ramai.
“Jangan Pakcik.. jangan.. Siti tak mau Pakcik.. Siti mau melakukannya bersama Pakcik, tapi tak mau bersama mereka..” Siti menangis tersedu-sedu dengan sangat memelaskan. Tapi Johan tidak mempedulikan tangis dan permohonan Siti. Seketika disentakkannya tangan Siti lalu Johan membalikkan tubuh Siti sehingga keduanya saling berhadapan sekarang. Dengan kasar Johan mendekatkan tubuh bugil Siti ke tubuhnya sendiri sampai dempet dan dipeluknya tubuh mulus penyanyi itu erat-erat. Siti meronta kehabisan nafas, tapi Johan menjambak rambutnya hingga wajah Siti  mendongak. Johan merapatkan tubuhnya dengan tubuh Siti makin ketat, wajah Siti yang mendongak sekarang berdekatan dengan wajah Johan.
“Siti harus mau melakukannya, karena kalau tidak, aku akan buat suami Siti menderita..” kata Johan kalem, kemudian tanpa terduga, Johan mendaratkan sebuah ciuman ganas pada bibir Siti, bibir mungil itu dilumatnya dengan kasar dan penuh nafsu, Siti meronta-ronta mencoba menghindar, tapi Johan menekan wajahnya dengan rapat, beberapa detik lamanya kedua bibir yang berbeda kasta itu saling merapat. Johan berkali-kali mengecup dan mengulum bibir Siti. Bibir Siti dipagutnya sambil sesekali lidahnya ikut bermain mendorong dan membuka mulut Siti, Siti sendiri kemudian merasakan suatu sensasi tersendiri dari ciuman Johan dan akhirnya dia ikut pula menikmati ciuman itu. Pelan-pelan dia mulai menerima saat lidah Johan menari-nari di dalam mulutnya.
Setelah beberapa lama berciuman, Johan akhirnya melepaskan pagutannya.
“Nah.. bagaimana Siti sayang..?” tanya Johan dengan wajah puas. Siti memalingkan mukanya dengan sangat malu sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan.
“Iya.. baik Pakcik.. Siti mahu, Siti nak lakukan..” kata Siti sambil terisak pelan.
“Bilang ke mereka, jangan padaku..” kata Johan, masih dengan nada yang sama kalemnya dengan sebelumnya.
Siti kembali menarik nafas dalam-dalam lalu dihembuskannya kuat-kuat, mencoba mengusir ketakutan dan rasa malunya. Dicobanya untuk tersenyum.
“Siti rasa seronok sekali kalau kalian mahu bersenggama dengan Siti..” kata Siti akhirnya sambil tersenyum, ucapan Siti itu membuat para penonton bersorak kegirangan. Mereka segera berebutan mengajukan diri sehingga suasana berubah menjadi gempar. Tapi Johan buru-buru menengahi. John menjentikkan tangannya ke arah belakang panggung. Salah satu wanita anak buah Johan datang dengan membawa sebuah kardus berukuran sedang.

“Kawan-kawan, biar adil, kita biarkan Siti yang memilih, siapa diantara kalian yang berhak menidurinya.” Kata Johan buru-buru.
“Di dalam kardus ini ada nama-nama kalian yang tadi kalian tulis pada tiket kalian. Siti akan mengambil tiga nama, dan siapapun yang namanya muncul, maka dialah yang berhak meniduri Siti.”
Siti terdiam. Ini bukan pilihan, ini keterpaksaan. Memilih sesuatu yang sama sekali tidak dikehendaki adalah sebuah petaka. Dan itulah yang harus dihadapi oleh Siti. Untuk beberapa lama Siti tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya berdiri terdiam di atas panggung.
“Pilih..” Johan akhirnya berbisik ke telinga Siti. Siti menggeleng pelan sambil memejamkan mata, dia merasa kakinya goyah mendengar ucapan itu.
“Siti tak tahu nak pilih siapa Pakcik..” kata Siti jujur.
“I don’t care how you choose, but you have to choose three of them!” Johan berbisik dengan nada penuh ancaman. Siti kembali menggeleng lemah, dia sudah benar-benar ttidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya dengan keterpaksaan yang luar biasa, Siti memasukkan tangannya ke dalam kardus, seperti seorang yang mengundi pemenang sayembara, yang hadiahnya adalah tubuhnya sendiri.
Dengan tangan gemetar Siti menarik satu nama. Dilihatnya sebentar tulisan cakar ayam yang tertera pada kertas kecil di tangannya.
“Bar.. Barda..” Siti membaca nama yang tertulis di kertas tersebut dengan terbata-bata. Seketika itu seorang pria berteriak “Yes” dengan nyaring. Siti langsung menoleh ke arah suara tersebut. Siti terpucat melihat pria yang bernama Barda itu. Pria itu tidak seberapa tinggi, mungkin tingginya sama dengannya yang 163 cm, tapi orang itu kekar sekali, otot lengannya terlihat menonjol dari bajunya yang ketat. Wajahnya hitam terbakar dengan rambut panjang dan gimbal, ikat kepala lusuh yang melingkari kepalanya menjaga rambut itu tidak berantakan. Kumis dan cambangnya kasar dan tidak terawat, matanya merah meradang seperti orang mabuk. Barda kemudian tersenyum pada Siti, memamerkan giginya yang kekuningan. Barda segera naik ke atas panggung, dia menatap tubuh telanjang Siti dengan penuh nafsu. Kemudian dia mendekati Siti dan mendaratkan sebuah ciuman ke arah pipi Siti. Siti melengos cepat mencoba menghindar, tapi Barda menarik tangan Siti dan merapatkan tubuhnya ke tubuh Siti. Dengan terpaksa Siti merelakan pipinya diciumi oleh pria kasar itu, bau alkohol terasa menusuk hidung Siti membuatnya sedikit pusing.

“Pilih lagi.. pilih lagi..” terdengar suara penonton yang tidak sabar menunggu. Siti berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Barda, tapi Barda tidak mau melepaskannya. Akhirnya Siti melakukan undian sambil pipinya terus menerus diciumi oleh Barda. Kali ini Siti mengambil dua nama sekaligus.
“Herman… Godon….” Siti membaca nama-nama yang tertera di kertas yang dipegangnya. Serentak dua orang lagi maju dan naik ke atas panggung. Herman, pria berambut agak pirang berwajah agak bule, kurus dan pucat, dengan rambut yang panjang diekor kuda, wajahnya seram, ada bekas luka memanjang diagonal seperti membelah wajah itu menjadi dua, kumisnya panjang dan tidak teratur dengan janggut yang tumbuh jarang-jarang. Sementara Godon, pria gemuk berkulit hitam dengan kepala botak, wajahnya tidak jauh beda dengan pantat kuali saking hitamnya, kumis dan brewoknya menyatu dan dibiarkannya tumbuh lebat. Perutnya agak buncit menonjol ke depan. Keduanya menyeringai menatap tubuh Siti yang telanjang itu. Siti gemetar ketakutan, melebihi ketakutannya saat dirinya diperkosa oleh Johan. Betapa buruk nasib yang akan dihadapinya, dirinya seorang wanita terhormat, tiba-tiba berbalik 180 derajat menjadi lebih rendah dari seorang pelacur hina.
Nah..” Johan berujar. “Untuk satu hari ini, dia milik kalian..” katanya sambil mendorong tubuh Siti ke arah ketiga orang itu. Siti terjerembab dan jatuh ke dalam pelukan Barda. Payudaranya yang lembut menekan tubuh Barda, Barda langsung memeluk tubuh yang lembut dan hangat itu dengan penuh nafsu.
“Ayo Siti manis.. sekarang kamu jadi istri kami..” kata Barda sambil mencium bibir Siti.
Siti meronta sekuat tenaga, tapi melawan tiga pria sekaligus, perlawanannya tidak berarti sama sekali. Ketiga orang itu menyeret Siti ke tempat lain, diiringi gerutuan kecewa dari mereka yang tidak terpilih. Siti sempat mendengar Johan berteriak-teriak menenangkan mereka yang kecewa.

Siti dibawa ke sebuah ruangan berdinding papan tanpa jendela. Penerangannya yang berupa lampu kecil membuat suasana menjadi agak suram. Ruangan itu sempit dan pengap, berukuran mungkin sekitar 3 kali 3 meter. Pada dindingnya tertempel beberapa lembar poster wanita dalam pose setengah telanjang, bahkan ada yang berpose telanjang bulat. Sebuah ranjang kayu besar terdapat di tengah-tengahnya, membuat ruangan jadi terasa makin sempit. Ranjang itu berlapis kasur apak dengan lapisan seprei tua berwarna merah pudar. Sebuah kursi kayu kasar terdapat di dekat ranjang. Sepertinya ruangan itu memang didesain untuk digunakan bagi pelacur-pelacur yang melayani tamu-tamunya karena Siti sempat melihat beberapa deret ruangan serupa di dekat situ terutama saat Siti ingat ada banyak perempuan di sarang perompak tersebut. Mereka kemudian menyuruh Siti berdiri di dekat ranjang, dan untuk beberapa saat lamanya, ketiga perompak itu hanya memandangi tubuh Siti yang putih mulus yang mati-matian berusaha ditutupi dengan kedua belah tangannya.
“Ck.. ck.. ck..” Barda berdecak kagum. “Ini bukan mimpi kan? Bagaimana mungkin seorang Siti Nurhaliza mau berbugil ria di hadapan kita..?”
“Kan kau sudah dengar tadi dia menyanyi, mana ada penyanyi yang punya suara seperti dia selain Siti Nurhaliza.” Herman menukas dengan logat agak terdengar seperti orang bule.
“Iya.. ya..” Barda mengangguk-angguk tolol. Dia menatap Siti dari ujung rambut sampai ujung kaki, mengagumi kemulusan tubuhnya, terutama pada bagian dada dan pahanya yang bening.
“Nah.. Siti, sekarang kau tahu tugasmu bukan..?” kata Barda dengan nada dibuat-buat, sok sopan. Siti menggeleng dengan air mata berderai.
“Tidak tahu?” Barda mengangkat alis. “Cantik cantik kok bodoh. Tugasmu di tempat ini buat melayani kami, buat memberi kepuasan pada kami. Tugasmu adalah untuk ditiduri.”
“Ampuni Siti Pakcik, jangan pengapakan Siti..” Siti menggeleng sambil tersedu.
“Ah.. tak apa Siti,” Godon menjawab dengan logat Malaysia yang sama. “Awak tak akan menyakiti Siti, asal Siti tak berlaku teruk pada kami. Siti faham kah?”
Siti terdiam beberapa saat,  dia merasa benar-benar tidak berdaya sama sekali menolak keinginan tiga pria kasar di depannya. Siti tersedu sesaat, kemudian dia mencoba menguatkan dirinya. akhirnya Siti mengangguk pelan.
“Ah.. baguslah itu,” kata Godon sambil tertawa puas, berhasil menaklukkan Siti Nurhaliza. “Nah, sekarang naiklah Siti ke atas tempat tidur.”
Siti pelan-pelan menurut. Dia mulai meletakkan pantatnya ke atas ranjang. Kemudian Godon meyuruhnya duduk. Siti duduk di atas ranjang dengan tangan menumpu ke belakang, kakinya terlipat ke depan.