Konten gagal tayang

“Halo gaes, hari ini hari pertama gua pulang kampung. Setelah setahun lebih nggak bisa pulang, tahu sendiri kan, karena korona. Sekarang gua ada di seputaran selatan kota. Gua mau menuju sebuah cafe. Cafe yang menurut gua cukup menarik meskipun jangan dibandingin sama cafe cafe di lippo ataupun living. Pastinya bakal keliatan sederhana banget.tapi karena tempatnya di pinggir persawahan, jadi rada adem di mata. Nah, seperti yang udah gua sampein di grup, tempo hari. Hari ini gua mau nemuin cewek yang sukses gua SSI. Yang penasaran, tonton sampe abis ya. Kalo video ini sampe tayang, berarti tahu dong apa yg mesti dilakuin? Berbagi itu indah kawan, dan gak bakal bikin kalian miskin. Oke, lets, go”

Kamera pengintai sudah siap di balik jaketku, semuanya siap. Aku turun dari motorku, dan berjalan santai menuju cafe itu. Ornamen mobil rongsokan menyambutku di samping gerbang masuk. Lukisan mural melapisi seluruh dinding bangunan cafe. Ada ornamen mesin jahit, komputer jadul, sepeda tua, dan beberapa ornamen lain menyuguhkan pemandangan berkarakter. Khasnya anak sekolahan. Sejenak kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan, serasa ingin kembali ke masa SMA.

Tak terasa aku senyum-senyum sendiri. Sampai pandanganku tersita oleh sebuah lambaian tangan. Seorang gadis, putih, cantik, senyumnya manis sekali. Aku kenal wajah itu. Tapi kok dia berjilbab? Oh, itu seragam sekolah ya. Wajar, nakal kaya apapun kalau ke sekolah ya harus berjilbab. Eits, tapi aku juga belum tahu dia senakal apa. Kan sampai kemarin baru dikasih lihat pakai kaos ketat. Tapi tunggu, kalau dia masih sma, kok bisa masuk website ya?

Aku datangi dia. Aneh, di tempat seluas ini, dan masih banyak meja kosong, mengapa dia memilih meja di pojokan yang pastinya sempit. Karena lebarnya hanya sekitar satu setengah meter, diantara pagar samping dan pantri.

“Kak aldi ya?” Sapanya begitu aku sampai di mejanya.

“Ayu ya?” Balasku menyapa sambil menjabat uluran tangannya.

“Iya kak, duduk kak” jawabnya

“Udah lama nungguin?”

“Belum, baru semenitan”

“Oh, syukur deh” aku duduk di depannya. Agak susah juga aksesnya.

“Kakak apa kabar?”

“Baik, ayu sendiri gimana?”

“Seperti yang kakak lihat” jawabnya

“Kamu kenapa milih tempat yang sempit gini?”

“Udah pada di booking kak, dapetnya di sini” jawabnya.

“Itu banyak yg kosong”

“Tahu”

“Oke, udah pesen makanan?”

“Udah, tuh dateng. Yang ringan dulu ya kak”

“Oh, oke” ternyata di belakangku sudah datang pelayan membawakan dua gelas es jeruk dan french fries.

“Terimakasih” kata ayu pada pelayan itu.

“Silakan kak aldi, seadanya ya”

“Iya, terimakasih ya. Baru ini aku ditraktir cewek”

“Hahaha… Kakak bisa aja”

“Gimana ulangannya, sukses?”

“Sukses kak, tinggal nunggu naik kelas aja”

“Hahaha, udah pede bakal naik kelas nih”

“Iya dong, kan ayu pinter. Hahaha”

“Hahaha iya deh. Cewek cantik sih emang biasanya pinter” pujiku.

“Kakak bisa aja”

“Tapi tunggu, kok kamu bisa masuk website itu sih? Data palsu ya?”

“Ayu emang udah delapan belas kak, lewat tiga bulan. Nih ktp aku” jawabnya membela diri. Dia menyodorkan ktp dari dompetnya. Iya, benar juga.

“Kok baru kelas 1 sma?”

“Ayu berhenti dulu kak, tiga tahun, nggak ada biaya. Baru bisa sekolah lagi tahun ajaran ini”

“Sampe segitunya yu?”

“Ya begitulah kak. Namanya juga orang nggak punya. Kalo pas seret, ya yang penting adikku bisa sekolah. Aku udah cukup smp aja”

“Oh, dan akhirnya kesampaian juga sekolah lagi” responku sambil tersenyum. Mencoba mencairkan suasana. Senyumnya mengembang, tidak terlihat seperti anak usia delapan belas tahun. Masih cocok jadi anak kelas satu sma.

“Iya kak. Btw, tadi katanya mau nanya sesuatu. Nanya apa kak?”

“Oh, ini, aku mau ngangkutin barang-barang aku. Aku butuh bantuan tenaga. Kamu ada temen atau sodara yang bisa bantu aku? Ada fee nya kok”

“Emang kakak mau kemana?”

“Keluargaku pindah rumah. Jadi deket kota sini”

“Oh, emangnya rumah yang awal dimana?”

“Sono deket jalan baru. Rumahnya simbah. Sekarang jadi milik pakdeku”

“Wah, butuh truk dong kak?”

“Nggak juga sih, orang tinggal punya aku aja. Yang lain sih udah diangkutin”

“Lah kok bisa barang barang kakak ditinggalin?”

“Abisnya kamar aku terkunci, kuncinya aku bawa. Hahaha”

“Ya pantes. Hahahaha”

“Makanya, aku butuh bantuan. Nggak berat sih, barang aku dikit. Yang berat paling geser lemari. Mobil angkutnya sih udah ada sendiri”

“Kalo cuman sedikit sih, aku aja kak” tawar ayu.

“Hah, ayu?”

“Iya. Aku udah biasa kali beres beres rumah”

“Ya kali aku hire ayu”

“Kak, serius. Ayu lagi butuh uang. Ayu punya tunggakan di sekolah. Kalo nggak lunas, sekolah ayu bisa terancam” jelasnya. Dia mengenggam tanganku. Jujur aku terpesona dengan kecantikannya.

“Waduh, kok bisa begitu. Emang nunggak berapa?”

“Satu setengah juta kak” jawabnya lirih

“Wow, sampe segitu?” Tanyaku agak terkejut. Cukup besar untuk anak kelas satu.

“Ya, dari seragam sampe spp, tahu kan seragamnya sendiri udah delapan ratus sendiri”

“Oh, iya. Masih bu vela kah bagian pembayarannya?” Tanyaku.

“Eh, kakak kenal?”

“Ya kan sekolahmu sekolahku juga dulu”

“Oh, iya benar. Hahaha, ayu lupa”

“Ya udah, biar aku urus dulu” kataku sambil memainkan ponselku.

“Kak, jangan. Kakak kasih aja aku sesuai fee beresin rumah. Itu aja”

“Ya ampun, segitunya”

“Ya aku bisanya cuman itu kak, mana ada orang beresin rumah dibayar segitu. Bulanan juga nggak nyampe segitu kak”

“Hahaha… Kalo pekerjanya kaya aku sih, iya. Tapi kalo pekerjanya cantik begini, ya pantas aja dibayar segitu”

“Dih, kakak bisa aja. Hubungannya apa? Kan yang kerja tangannya bukan mukanya”

“Hahahaha… Dah, udah di konfirmasi nih. Aku share ya bukti bayarnya, sama bukti konfirmasinya” kataku.

“Ya ampun kaak, kok kakak baik banget. Terus aku harus balas pake apa kak. Apa aku bantu bantu di rumah kakak. Sebulan apa dua bulan gitu” kata ayu salting

“Hei hei hei… Ayu, udah, nggak papa. Aku juga pernah ditolong orang kok. Anggep aja rejeki”

“Kak… ” Kata ayu terputus, dia menggenggam jemariku lagi.

“Terimakasih ya kak”

“Iya”

“Emm… Mumpung masih siang, gimana kalo kita mulai aja beberesnya kak?”

“Hmm? Apa kamu selalu semangat gini?”

“Ya kan aku udah dibantu. Apa cukup sama terimakasih aja?”

“Oke. Hayu kalo gitu”

“Oke. Aku bayar dulu ya kak”

“Duluan juga aku nyampe kasir”

“Kakak… Kan aku yang pesen”

“Hahaha”

Aku membayar makanan yang kita makan tadi. Dan ayu tampak menunjukkan wajah cemberut. Entah bercanda atau aslinya begitu.

“Yu, aku ke toilet bentar ya”

“Oh, iya. Silakan kak” jawabnya.

Akupun segera balik kanan menuju toilet yang tak jauh dari situ. Bukan untuk pipis, tapi untuk sesuatu yang lain. Aku ambil ponselku, dan aku nyalakan kameranya.

“Gaes, sudah memasuki tahap dua, masih stay tune kan? Jangan kemana-mana ya. Ikuti terus! By” kataku berbisik. Bagi konten maker pasti tahu lah itu bagian dari apa. Dan hanya untuk itu saja. Aku langsung balik kanan kembali menghampiri ayu.

“Udah kak?” Tanya ayu menyambutku.

“Udah, yuk!” Ajakku.

“Motor kakak yang mana?”

“Tuh” jawabku menunjuk motor matic bongsor warna putih.

“Oh, oke”

Aku mengajaknya pergi dari cafe itu. Menyusuri jalan menuju pantai, tapi bukan ke pantainya. Tapi menuju jalan baru, dimana rumah yang aku tunjuk tadi ada di sekitar dua puluh kilo meter di depan. Ayu tampak malu malu saat aku bonceng. Seperti hendak memeluk tapi ragu ragu. Alhasil dia tetap memberi jarak dengan punggungku.

“Kak, sepi amat” celetuk ayu saat mulai masuk ke jalan kampung.

“Kan rumahnya di bawah sana yu” jawabku

“Ati ati kak” katanya lagi saat jalan mulai menurun cukup curam. Mau tidak mau dia memeluk juga. Karena takut jatuh. Ada rasa empuk dan hangat di punggungku.

“Tenang, aku udah biasa di jalan ini” hiburku.

“Iya sih, pastinya. Kan orang sini. Tapi ini beneran sepi kak, pada kemana ya?”

“Masih pada kerja kali. Di sini kebanyakan paruh baya sama orang tua. Pemuda kaya aku pada merantau. Jadi ya gini, sepi”

“Yang anak kecil?”

“Tidur kali. Apa belum balik sekolah”

“Hmm, serius kak, sepi banget kampung kakak”

“Hahaha, dulu rame banget yu”

“Waktu masih ada semua ya, pemudanya?”

“Iya. Nah, sampe deh”

“Akhirnya”

“Eh, tadi udah pamit belum sama bapak-ibu?” Tanyaku tiba-tiba.

“Udah, waktu kakak ke toilet tadi. Ayu bilang ada yang butuhin tenaga ayu. Kumayan buat nutupin tunggakan”

“Terus, dibolehin?”

“Ya awalnya sih enggak. Tapi akhirnya boleh”

“Oke deh. Masuk yuk” ajakku.

Ayu masih melihat sekeliling rumahku. Aku belum bisa membaca gelagatnya. Apakah dia nakal atau hanya sekedar suka pakai pakaian ketat. Akhirnya dia ikut juga masuk rumah. Aku memyalakan lampu ruang keluarga.

“Kok dinyalain kak, kan masih siang?” Tanya ayu.

“Hehe, aku suka parno kalo ditinggal sendiri. Makanya aku suka nyalain lampu, sekalipun siang” jawabku. Padahal bukan itu aslinya.

“Kan ada aku kak. Lagian nggak keliatan serem kok rumahnya. Cuman kosong aja. Hahaha” komentar ayu.

“Hahaha… Emang akunya yang parnoan”

“TEK” aku membuka kunci kamar.

“Nah, tinggal ini aja sih” kataku.

Aku masuk kamar dan langsung menuju pojokan. Aku nyalakan lampu kamar, pastinya ada sesuatu juga. Aku mulai membereskan buku-buku jaman sekolah yang tersusun di meja belajar. Aku bawa buku-buku itu keluar kamar. Tapi langkahku terhenti.

“Estafet” kata ayu.

Senyumnya kembali membuatku terpesona. Ternyata dia sudah menyiapkan kardus yang tadi di belakang. Aku serahkan buku-buku itu padanya. Aku kembali mengambil setumpuk buku lain di meja belajar. Dan aku estafetkan ke ayu. Sejenak aku sengaja diam memperhatikan ayu. Pinggangnya ramping, indah dibalut seragamnya yang body fit. Aku baru teringat, mengapa dia tidak ganti pakaian dulu ya. Mungkin tidak bawa. Kan bisa pakai pakaianku dulu. Ada yang panjang kan.

“A… ”

Baru aku mau memanggilnya, tapi sebuah pemandangan membuat suaraku tercekat. Pemandangan saat ayu membungkuk menata buku-buku itu ke dalam kardus. Sepasang kaki jenjang yang tercetak dalam rok abu abu spannya. Betis yang membulir padi dengan aksen kaos kaki putih di telapak kakinya. Pahanya sungguh mengundang tangan tangan nakal untuk mengelusnya. Ke atas, sudah pasti, sepasang bongkahan daging semok nan bulat. Dengan siluet pinggiran sempak yang melingkarinya. Rok itu tak mampu menyembunyikan semoknya bokong ayu. Belahannya sedikit tercetak membuat penisku menegang.

“Kak” sebuah suara membuyaran pikiranku

“Eh.. eh.. ya”

“Kak aldi kenapa?” Tanya ayu dengan tampang bingung. Entah beneran bingung atau pura-pura.

“Eh, enggak, mau nanya aja. Kamu nggak ganti baju dulu? Aku punya baju sama celana panjang” jawabku agak gelagapan.

“Nggak usah kak, makasih. Aku udah biasa kok kerja dengan baju ini. Kan di sekolah praktek jahit juga pake ini” jawabnya polos.

“Oh, iya. Ya udah”

“Udah abis kak, bukunya?” Tanya ayu sambil tersenyum melihatku salting. Sepertinya dia tahu aku merhatiin dia nungging.

“Eh, masih, masih. Sebentar”
Aku masuk lagi dan keluar membawa buku-buku yang masih tersisa. Berlanjut mengeluarkan meja belajarnya. Lanjut mengeluarkan rak mainanku jaman sekolah, beserta isinya juga. Lanjut speaker aktif, dvd, dan perangkat personal komputer. Ayu sempat menghela nafas panjang. Keringatnya mulai bercucuran. Wajar, sudah sejam kita membereskan isi kamar. Terlihat sedikit, tapi cukup menguras tenaga. Lihat, dia tampak lebih cantik dan sensual saat keningnya dipenuhi bulir-bulir keringat. Rasanya dia tak seperti yang kubayangkan.

“Hei aldi, kenapa kamu jadi baper gitu. Inikan urusan konten” kata setan dalam hatiku.

“Tapi dia beda, dia cantik alami, nakalnya pun masih wajar. Selama SSI juga nggak dampe vulgar kaya yang lain” jawabku dalam hati.

“Ya sudahlah, terserah. Gara gara baper, ilang tuh entar, rupiahnya”

“Bodo ah, dia cantik, baik”

“Tahu dari mana?” Setan itu terus mencecarku.

“Kita liat aja” jawabku dalam hati.

Sehabis itu, gantian kasur busa yang kita keluarkan. Karena tidak ada alat untuk memvakum, jadi perlu tenaga lebih untuk bisa mengikatnya menjadi seperempat panjang awal.

“Huh, lumayan juga nih kasur. Empuk tapi ngelawan” celetuk ayu.

“Hah, ngelawan?” Tanyaku kaget. Setahuku itu istilah yang merujuk pada payudara atau bokong.

“Iya ngelawan. Kirain cuman kasur kapuk yang berat, ternyata busa juga berat dilipetnya” jawab ayu.

“Oh. Hahaha… Iya. Nggak ada vakumnya sih. Aku bikin minum dulu ya” pamitku.

“Wah, boleh tu kak”

“Es jeruk lagi, atau es teh?”

“Es teh aja kak” jawab ayu.

“Oke”

“Abis ini apa lagi kak?”

“Baju-baju aja dulu aja yang enteng”

“Oke”

Aku tinggalkan dia sendiri di ruang keluarga. Aku pergi ke dapur membuatkan esteh untuk kita berdua. Biasanya kalo sudah begini, aku pasti menggunakan senjata andalanku, perangsang. Tapi kali ini aku ingin sesuatu yang berbeda. Jadi ya aku buatkan es teh biasa. Saat aku kembali ke ruang keluarga, aku tidak melihat sosok ayu. Ternyata dia ada di dalam kamar. Aku letakkan nampan berisi teko dan gelas di lantai. Aku hampiri ayu. Dia sedang menghadap ke arah lemariku. Praktis dia membelakangi pintu. Seingatku di sisi kanan atas lemariku, adalah tempat celana dalamku. Apa yang da perhatikan. Apakah dia sedang memperhatikan celana dalamku? Saking asyiknya dia melihat isi lemariku, sampai tak sadar aku sudah di dekatnya.

“Hayo lihat apa?” Tegurku.

“AHH” dia terkejut.

Reflek dia balik kanan dan menghadapku. Jarak wajah dia sekarang hanya beberapa mili dengan wajahku. Matanya menatap lekat mataku. Antara malu, takut, dan terkejut pastinya. Bisa kurasakan dengus nafasnya di wajahku. Sungguh cantik anak ini, alami, tanpa polesan make up. Bibirnya merah alami tanpa lipstik. Tipis, dan mengundangku untuk mengecupnya. Seolah bibir itu mengandung magnet, dia mampu menarik kepalaku untuk mendekat. Mendekat, mendekat, dan,

“Cuppp”

bibir kami bertemu. Ayu pun hanya diam tak bergerak. Perlahan matanya menutup. Aku mencoba peruntunganku, dengan memggerakkan bibirku. Ayu belum memberikan respon atas pagutan bibirku. Dia masih terdiam dengan kedua tangannya di pundakku. Tanganku yang semula ada di pingganganya mulai aku lingkarkan ke punggungnya.

“Emh”

Terdengar suara keluar dari mulut ayu. Lenguhan pendek itu menandakan adanya perubahan pada diri ayu. Bibirnya mulai merespon pagutanku. Tangannya mulai dia kalungkan di leherku. Bibir kami saling melumat dan tubuh kami saling merapat. Bisa kurasakan kenyalnya payudara ayu di dadaku. Dan selangkangan ayu yang merapat di selangkanganku.

“Emhhh… Cuuppp… Emhh”

Suara ayu semakin sering terdengar. Birahiku mulai naik, ditambah lagi pinggul ayu bergerak-gerak menggesek penisku. Tak tahan aku untum diam saja. Tanganku mulai aku gerakkan mengelusi punggungnya. Dari bawah, naik ke atas sampai leher. Bisa kurasakan dia memakai bra biasa, tapi tanpa kaitan. Wow, jangan-jangan kaitannya ada di depan. Membayangkannya saja membuatku tambah tegang. Ditambah payudara ayu bergerak-gerak memberikan pijatan empuk di dadaku. Rasanya semakin terhimpit si joni di bawah sana. Kuturunkan tangan kananku. Kujamah bongkahan bulat yang tadi kulihat saat ayu membungkuk. Empuk, kenyal, dan melawan. Seperti yang dia katakan tadi. Itu ungkapan yang tepat untul menggambarkan bokongnya. Satu tangan seolah kurang untuk menikmatinya. Tangan kiriku aku tugaskan juga di tempat yang sama. Kedua bongkahan bokong itu sekarang terjajah oleh kedua telapak tanganku.

“Emhhh… Cuupp… Eeemmhh”

Setiap aku remas pelan, tubuh ayu bergoyang, menggeliat seperti kegelian. Goyangan itu membuatku semakin bersemangat untuk menjamah bagian lain dari tubuhnya. Tak ingin langsung kasar, cukup remasan ringan saja dulu. Sedikit kumiringkan tubuhku ke kanan, mencoba membuat aksese untuk tangan kananku. Kunaikkan tangan kananku meyusuri paha atasnya. Agak menggerinjal dia saat jemariku memyentuh pinggir selangkangannya. Rasa hangat dan empuk di pinggiran itu membuat anganku melayang. Membayangkan bagaimana hangat dan empuknya bagian tengah dari selangkangan itu. Tanganku tak ku biarkan berlama-lama di situ, belum waktunya. Aku tugaskan dia naik, menyusuri perut ratanya. Pingganganya juga kuberikan sentuhan ringan, dia menggelinjang lagi. Tanpa ragu, aku naikkan telapak tanganku menuju puncak pendakian.

“EMHH… KAAK”

“E EH”
Ayu tersentak sadar saat telapak tanganku sukses menjamah payudaranya. Dia mendorong tubuhku menjauh. Dia berlari ke arah depan rumah. Aku terkejut bukan main. Apa yang terjadi? Apa bedanya payudara sama bokong. Yang bawah udah aku jamah, dia diam saja. Mengapa sekarang yang atas, dia malah kabur? Tapi aku segera sadar, dia bukan wanita murahan seperti yang suka aku pakai buat konten. Ah, aku jadi semakin baper sama dia. Aku berjalan keluar, kutuangkan esteh ke dalam gelas, dan kubawa dua gelas itu ke depan. Kulihat dia berdiri samping kanan teras. Melihat ke kejauhan sana, entah tebing, perbukitan, atau desa di bawah sana.

“Ayu” panggilku pelan. Dia hanya menengok kecil.

“Kakak minta maaf ya. Kakak hilap” sambungku. Dia masih diam

“Nggak papa kok kak, wajar” jawabnya kemudian

“Maksud kakak, terlepas dari yang kakak berikan tadi, kakak minta maaf. Udah nggak senonoh sama ayu” kataku lagi. Ayu memutar tubuhnya. Dia menatapku sambil bersedekap.

“Ayu cuman kaget aja kak. Ayu belum pernah nakal sama orang lain” jawabnya.

“Oh, emang nakalnya sama siapa?” Tanyaku klise

“Pacar ayu lah kak”

“DAARRR” ada petir menggelegar dalam hatiku. Ternyata dia punya pacar.

“Tapi itu dulu, waktu masih kelas dua smp. Sekarang ayu udah ditinggalin” lanjutnya

“Ha?” Lanjutan yang tak terduga.

“Ya, mentang mentang aku anak tukang jahit, sama ortunya nggak boleh pacaran sama dia. Putus deh”

“Korelasinya apa?”

“Ya kakak kan anak orang kaya, udah berpenghasilan sendiri lagi. Hehe… Ya ini sih pikiran ngelantur ayu aja sih kak”

“Huh… Kirain kenapa yuu… Mau copot jantung aku”

“Hahaha… Kok kakak takut sih, kan kita baru kenal. Aku pergi juga apa ngaruhnya sama kakak”

“Ya kan aku orangnya nggak enakan yu. Kan aku juga yang ajak kamu ke sini”

“Hahaha… Aku yang minta maaf kak, udah dorong kakak kenceng gitu”

“Syukurlah kalo gitu. Nih, minum dulu” tawarku.

“Makasih kak aldi”

kitapun menikmati es teh manis sambil menikmati hijaunya perbukitan di samping rumah. Sepertinya dia jarang piknik, tersita banyak waktunya demi bertahan hidup. Nikmatilah yu, nikmati pemandangan ini selagi bisa.

“Kak” panggilnya

“Ya”

“Kakak bisa jaga rahasia kan?” Tanyanya serius

“Rahasia apa?”

“Ya kalo aku tuh nakal”

“Hmm?”

“Aku nggak mau bikin orang tuaku malu. Makanya aku cuman berani nakal sama pacar aku sendiri. Atau yang bisa aku pegang omongannya”

“Tahu dari mana aku nggak ember?”

“Emmm… Nggak tahu sih, makanya aku nanya”

“Emang kalo aku bisa jaga rahasia, kenapa?”

“Aku tahu kakak perhatian sama aku. Aku tahu kakak pengen mesumin aku. Kan kita kenalnya dari aplikasi begituan.”

“Hahaha… Terus?”
“Atas kebaikan kakak tadi, kakak boleh kok mesumin aku”

“DAAARRRR” petir memyambar lagi di dalam hatiku. Sumpah, ini sopan banget tutur katanya. Beda banget sama yang lain. Begitu aku kasih duit, aku pancing dikit udah langsung nyosor. Tahu kan yang kaya bokep cezk republik, yang pick up girl.

“Tadinya sih aku pengen ketemu kamu emang buat begitu. Tapi, ”

“Tapi apa kak?” Potong ayu.

“Kamu cewek baik-baik, yang mungkin kesepian. Jadi deh nakal di dunia maya”

“Wah wah wah, kakak ini manager pabrik apa ahli nujum? Tepat banget tebakannya”

“Suek, ahli nujum”

“Hahaha” dia tertawa lepas. Manis banget dia kalau begitu. Terasa lain dari cewek-cewek yang pernah aku kerjai. Tidak ada aura memikatnya. Beberapa saat kita terdiam.

“Kak” panggilnya.

“Ya”

“Jangan anggap aku cewek baik baik kak. Nanti kecewa”

“Kenapa?”

“Ya aku punya birahi”

“Semua cewek punya kali”

“Punya fantasi gila” lanjutnya

“Segila apa?”

“Segila ngomong vulgar tanpa batas”

“Cuman sama aku kan?”

“Ya, sementara begitu”

“Itu masih kategori cewek baik baik. Banyak yang nggak tahu tempat, nggak pandang sama siapa”

“Masa sih?”

“Nggak usah mikirin anggapan aku. Yang penting, tetaplah jadi ayu yang sekarang. Jangan asal lampiasin birahi. Kalo soal biaya sekolah, aku bisa bantu. Jangan jajakan tubuhmu sembarangan kaya lonthe”

“Kak”

ayu memeluk tubuhku serta merta. Tangisnya pecah di pundakku. Ah, sepertinya dia punya beban berat dalam hidupnya. Aku jadi ingin menyambangi rumahnya.

“Kalo udah kaya gini, kakak jadi ragu kalo ayu bisa ngomong vulgar” celetukku tiba-tiba.

“Kata siapa?”kilah ayu tanpa melepas pelukan

“Coba ngomong!” Tantangku.

“Kak, kakak jembutnya lebat ya?” Kata ayu pelan setengah berbisik.

“Ha?”

“Ketinggalan tuh tadi di sempak”

“Mana ada, orang sempak udah di cuci juga”

“Terus itu jembut siapa hayo?” Abis ngewek ya”

“Hahaha… Iya itu jembutku. Kadang e
mang ada yg rontok” jawabku.

“Sempak kakak kok melar sih depannya. Isinya seberapa gede?”

“Apanya?”

“Itunya”

“Apanya?”

“Kontolnya” jawab ayu malu malu. Jawaban yang membuat birahiku naik kembali.

“Hahaha… Pegang aja sendiri” kataku.

“Jangan di sini lah kak, takut dilihat orang. Tapi kayaknya sih gede. Ngganjel nih di selangkangan”

“Ya udah, masuk yuk” ajakku.
Ayu pun melepas pelukannya dan mengikuti langkahku masuk ke dalam rumah. Tanpa aku sadari tiba-tiba ayu memeluk tubuhku dari belakang. Tangannya melingkar di bawah ketiakku, bertemu di perut. Erat sekali, seolah aku ini pacar yang sudah lama dia nantikan kehadirannya.

“Ayu, kenapa?” Tanyaku bingung

“Kangen, lama nggak meluk cowok” jawab ayu.

“Ya, aku tahu sih rasanya jomblo setahun lebih. Hahaha… Nggak ada yang dipeluk”

“Nggak ada yang dipegang juga”

“Pegang apa?” Tanyaku sok bingung. Kudengar dia tersenyum geli. Tak ada jawaban, hanya tangan kirinya bergerak ke bawah. Ke bawah, ke bawah,

“Sssttt” desisku

“Ohh… ” Pekik ayu lirih. Dia seperti terkejut.

“Ini kontol kak?” Tanya ayu kemudian.

“Emang apa lagi. Nggak keliatan apa?” Tanyaku konyol

“Aku merem kak” jawabnya

“Kenapa merem?”
“Aku suka gini kak. Megang kontol dari belakang sambil merem. Makin berasa gatelnya”

“Oh ya?”

“Iya…. Uuuhh… Gedenya kak… Kok kontol bisa segede ini sih kak?” Tanyanya sambil tangannya mengelusi seluruh permukaan penisku, bahkan bola pelernya pun dia elusi.

“Sssttt…. Emang punya mantanmu seberapa?”

“Kecilan kak, nggak segede ini. Kepala kontolnya juga… Sssttt… Bikin gatel bener deh kak… Oooohhh” jawab ayu. Tubuhnya menggeliat, payudaranya menggesek dan memijat punggungku. Sayang masih terhalang bh nya. Selangkangannya juga menggesek-gesek pantatku.

“Apanya yang gatel sayang?” Pancingku dengan kata sayang.

“Semuanya kakakku sayang… ”

“Apanya?”

“Perlu di absen? Oke. Pentil tokedku kak, mulai gaceng, kaya kontol kakak. Itilku juga udah keras rasanya kak”

“Mana, belum kerasa pentilnya”

“Ooohhh… Sssttt… Ya kan kehalang bh kak. Ssstttt… ”

“TAK” suara gesperku di lepas.

“Brek” suara celana tiga per empatku lolos sudah dari pinggangku. Tinggallah aku hanya memakai sempak.

“Curang ya kamu, masa aku dibugilin, kamu masih lengkap” protesku

“Hehe… Nanti aku kasih semuanya kak. Ijinin aku mainin si otong dulu ya kak, pliiisss” jawab ayu.

“Iya”

“Uuuhhh… Kaaak, seksi kayaknya kalo kakak sempakan doang kaya gini” kata ayu.

Dia masih memainkan tangannya diluar kain sempakku. Aku suka memakai sempak yang agak ketat, berasa pas dan aman kalau lagi tegang. Kalau pakai yang standarnya, malah kelihatan menggembung sekali. Alhasil, kalau lagi tegang penuh begini, palkonnya suka mengintip keluar.

“Uuuhhhh… Kaaak, keker banget kontolnya. Gila… Pasti kelojotan nih yang kakak ewek”
komentar ayu saat dia masukkan tangannya ke dalam sempakku. Kini telapak tangannya bersentuhan langsung dengan batang penisku. Aku jadi sedikit bergoyang saat jemarinya memainkan palkonku.

“Kak, pengen lihat” rengeknya, seolah aku membatasi ijinnya.

“Silakan” jawabku singkat.

Ayu melepaskan pelukannya, dia bergerak ke depanku. Matanya tak lepas sedikitpun dari selangkanganku. Membuat si joni berkedut. Terlebih dia langsung berlutut di depan selangkanganku. Melihat dengan seksama setiap mili batang kejantananku. Tangannya mengelusi lagi batang yang dia elus dengan merem tadi. Joni berkedut-kedut tak karuan. Satu hal yang yang aku lupa, dia masih memakai jilbabnya. Sebengal-bengalnya aku, aku masih mengerti batasan. Ini termasuk penghinaan.

“Tunggu” kataku menghentikan tangan ayu.

“Kenapa kak, kakak mau bugilin aku juga?” Tanya ayu sambil tersenyum.

“Buka jilbabmu sayang, pliiss” jawabku.

“Kenapa kak? Bukannya cowok lebih sange sama cewek berjilbab? Lebih bikin penasaran gitu”

“Nakal boleh, tapi jangan menghina Tuhan. Kecuali ayu udah jadi istriku, itu lain cerita” jawabku.

Ayu terdiam, dia merasa bersalah dengan ucapannya barusan. Seketika raut wajahnya berubah. Seolah birahi yang sebelumnya membara kembali padam. Dia berdiri ke dinding belakang arah ke dapur, tempat meja belajarku berada. Dia lepas jilbabnya di sana. Amboi, rambutnya lurus sebahu, dipotong model polwan. Tapi dia malah diam di sana. Aku hampiri dia.

“Kenapa sayang?” Tanyaku. Tanganku menyibak rambut yang menutupi telinga kirinya.

“Aku lebih buruh dari lonthe ya kak?”

“Siapa bilang?”

“Lonthe nggak ada yang berjilbab”

“Kan kamu bukan lonthe”

“Tapi aku mesum pake jilbab”

“Itu hilap aja sayang. Lihat aku” pintaku. Kini ayu menghadap ke arahku dan menatap wajahku.

“Kalo kamu belum siap, nggak papa. Kita pulang yuk” ajakku.

“Kak, kakak marah?”

“Nggak”

“Bener?”

“Iya”

“Aku boleh tanya nggak?”

“Bukannya dari tadi nanya mulu”

“Hmm?”

“Oke, boleh”

“Di belakang, ada rumah lagi nggak?”

“Enggak, bukit, jauh ada juga”

“Aku pengen ke sana kak, ngadem”

“Hayu” jawabku.

Aku menunjukkan jalan menuju belakang rumah. Melewati dapur dan kamar mandi. Setibanya di belakang rumah, ayu tampak lebih rileks. Wajahnya tak setegang tadi. Dia rentangkan tangannya dan menghirup nafas panjang. Seulas senyum tersungging di bibirnya.

“Kak, kita keliatan nggak sih, dari seberang?” Tanya ayu

“Enggak, kamar bapak yang keliatan. Makanya aku santai sempakan doang” jawabku.

“Oh, bagus kalo gitu”

“Kenapa emang?” Tanyaku. Ayu tak langsung menjawab. Dia malah menempel ke pagar dan tersenyum penuh arti.

“Peluk ayu dong kak, kaya titanic” jawabnya.

Dia merentangkan tangannya lagi. Aku mendekatinya, lalu kupeluk dia seperti yang dia minta. Aku tahu dia memejamkan matany. Nafasnya terdengar panjang. Seolah dia menikmati sekali momen ini.

“Kak” panggilnya

“Ya”

“Bukain rok aku dong” pinta ayu.

“Buat apa?”

“Biar adil. Sama-sama bugil bawah. Hehe” jawabnya selengehan.

“Tetep merem ya” pintaku.

“Emang itu yang aku pengen kak. Dibugilin sambil merem”

Kulepas pelukanku perlahan, dan aku mundur selangkah. Aku tahu dimana letak kancing rok itu, mudah dilepas. Aku bersimpuh sebelah kaki. Kunikmati sejenak pemandangan indah di depan mata. Sepasang bongkahan bulat daging kenyal nan semok. Cukup semok untuk pinggang rampingnya.

“Kaaak… Jangan dielus dulu”

larang ayu saat aku mengelus kedua betisnya. Tapi dia tidak mencegah sama sekali. Kulanjutkan elusan itu naik mengikuti gembungan bulir padi. Naik ke paha jenjangnya, terasa berdesir darahku menahan birahi. Sampailah tanganku di puncak pendakian. Bokong yang tadi aku remas tanpa melihat, sekarang terpampang jelas. Bagaimana dia mengekerut saat aku remas.

“Kreek”

“Krieeeeettt”

Dua sistem pengait rok itu sudah sepenuhnya aku lucuti. Tapi berbeda dengan celanaku tmyang memang kegedean, rok itu tak serta merta jatuh dengan sendirinya. Dia tetap diam pada tempatnya. Hanya turun beberapa mili. Dengan kedua tanganku aku menarik rok itu perlahan. Dan, mili demi mili, aku bisa melihat secarik kain berwarna merah muda menyembul diantara kemeja putih. Itulah celana dalamnya. Warna yang kalem, tapi masih terlihat kontras dengan kulitnya.

“Waaw”

gumamku lirih. Aku yakin ayu pasti tersenyum mendengarnya. Untuk ukuran anak orang kurang mampu, dia tergolong istimewa. Kulitnya putih bersih, seperti kulit anak orang kaya. Bulat sempurnya, itu yang bisa aku katakan tentang bokongnya.

“Breek”

setelah lolos dari bokongnya, seketika rok itu jatuh ke tanah. Menyisakan sepasang kaki jenjang yang membuat kepalaku pusing menahan birahi.

“Eits, jangan dulu kak” cegah ayu saat aku hendak menarik turun sempaknya. Aku berdiri menghadapnya.

“Kita mesum lagi yuk kak. Kita cipokan lagi. Sekarang kakak bebas mau grepein apa juga. Tapi dengan syarat” lanjut ayu

“Apa syaratnya?”

“Aku juga boleh grepein semua bagian dari tubuh kakak” jawab ayu.

“Emang mau grepein apa sayang?”

“Ya, kontol lah yang utama, terus bokong, dada, punggung, paha, semuanya. Hehe”

“Grepein kontolku seenak mungkin ya. Aku konak liat bokong ayu” kataku.

“Kakak juga, jangan lupa jamah toked sama memek ayu. Ayu juga konak liat kontol kakak” jawab ayu.

“CUPP”

Tanpa basa-basi lagi, aku sosor langsung bibir tipis ayu. Ayu langsung menyambut dengan panasnya. Keningnya berkeringat lagi, padahal hawa di sini dingin. Luar ruangan lagi. Tanganku tak lagi malu-malu untuk bergerilya. Langsung aku menelusupkannya ke balik kemeja putih seragamnya. Naik ke atas, membelai setiap mili punggungnya. Rasanya hangat dan lembut. Seperti cowok yang baru kenal cewek, aku menikmati setiap mili sentuhan kulitku dengan kulit punggung ayu. Atu pun sudah tidak pasif seperti tadi. Tangannya langsung menjamah keseluruhan bidang punggungku. Sesekali dia menjamah tengkukku. Aku merasa dia sempat tersenyum saat tanganku memelusuri bagian belakang bh nya. Ya, aku lupa kalau bh nya punya kaitan di depan. Gagal lah upayaku melucuti penutup sagu ini. Tanganku aku tugaskan untuk turun. Kali ini tak lagi takut-takut, tak lagi dari luar penutup.

“Emh”

Terdengar lenguhan kecil keluar dari mukut ayu. Sebuah senyum kecil juga tersungging menyertainya. Ya, aku meremas bokongnya langsung tanpa penghalang. Penisku berkedut tak karuan saat aku merasakan lembutnya kulit bokong ayu. Aku meremas-remad dan melebarkannya seperti roti sobek. Aku yakin, apa yang tersembunyi di belahannya akan terlihat kalau aku ada di belakang bokong itu.

“Sssttt… Emmmhh”

Ayu mendesis kegelian bercampur sensadi nikmat, saat aku memainkan jemariku. Kugunakan jari tengah kananku untuk menyusuri belahan bokongnya dari atas hingga menemukan belahan lainnya. Belahan yang kurasakan lebih sempit, lebih tembem, tapi lepek oleh cairan kental.

“Aww”

Ayu memekik kecil, terkejut saat jari tengahku aku colekkan di pertemuan dua belahan itu. Aku mengambil cairan kental itu dan membawanya untuk melumasi belahan pantatnya.

“PLAK”

“Emh”

Aku melenguh kecil mendapat kejutan dari ayu. Dia menampar bokongku cukup keras. Pastilah suaranya nyaring. Kondisinya sepi begini. Dia tidak mau kalah, dia mainkan tangannya di kedua bongkahan bokongku. Di remas-remasnya seperti tukang pijat. Cara dia meremas seperti cara orang mengurut. Aku curiga, sepertinya dia bisa mengurut juga. Kalau benar, boleh juga itu. Diurut sama anak baru gede.

“Emh”

Suara ayu terdengar lagi diantara kecipak pagutan kami. Pinggulnya meliuk-liuk dan dan menekan ke depan saat aku putar-putar telunjukku di bibir sun hole nya. Sama sekali aku tak mendapat akses untuk menyapa bagian dalamnya. Otot sun hole nya dia kerutkan negitu kuatnya. Gesekan-gesekan antar selangkangan kini hanya terhalang satu kain bernama sempak. Yang aku yakin punya ayu sudah lepek oleh lendir birahinya.

“Emh”

Hanya itu saja suara yang kembali terdengar. Aku keluarkan kedua tanganku dari balik sempak ayu. Aku gerakkan keduanya ke atas tanpa ragu. Tak langsung kusentuh puncak gunung kembarnya sebagaimana awal tadi. Tapi kancing bajunya yang aku sasar terlebih dahulu. Dia tersenyum merasakan penutup atasnya akan dilucuti. Dia mengambil start lebih dulu. Memanfaatkan kerenggangan tubuh kami, dia menelusupkan tangannya ke kaosku. Dimana jaket yang tadi aku pakai sudah aku tanggalkan. Dia langaung menjamah dadaku tanpa basa basi. Sedikit menggelinjang aku saat pentilku di pilin bersamaan tanpa permisi.

“Sreet… Preekkk”

Seiring senyum yang kembali tersungging, penutup puncak kembarnya sukses aku lucuti. Tapi aku tidak buru-buru meremas puncak kembar yang sudah aku taklukkan. Seperti biasa, aku suka menyentuhnya dari pinggir. Ukurannya sedang, tidak terlalu menonjol, tapi bulat. Serasi dengan bentuk bokongnya.

“Kaakk… Sssttt”

Untuk pertama kalinya setelah lebih dari lima menit berlalu ayu bisa mengeluarkan suara penuh. Ya, aku mengalikan pagutan bibirku dari bibirnya. Kucium keningnya untuk beberapa saat. Selama itu pula ayu menghentikan aktivitasnya. Kuturunkan ciumanku ke kedua matanya yang masih terpejam. Lalu menyamping ke telinga kirinya.

“Emh…. Sssttt”

Ayu mendesis kegelian. Jemarinya mencakar dadaku saat aku sapu belakang telinganya dengan lidahku. Dia masih tak bergerak saat sapuan lidahku mengarah ke bawah dan menuju leher depannya.

“Kakaaaak”

Aku mulai menjamah puncak kembarnya, tapi bukan dengan tangan. Ya, anda benar, dengan lidah. Aku buat putaran mengelilingi payudara kirinya. Mulut ayu menganga merasakan setiap mili sentuhan lidahku. Kuputar sekali sampai kembali di tengah, lalu ke payudara kanannya. Begitu terus, membentuk angka delapan. Kedua tanganku aku tugaskan untuk turun kembali. Aku sentuhkan telapak tanganku di kedua pahanya bergantian. Membentuk huruf “U” terbalik dengan melewati perutnya. Sesekali aku sentuhkan telunjukku di bagian dalam selangkangannya, tapi belum sampai puncaknya yang menggembung. Kulakukan itu perlahan, perlahan, perlahan, dan sangat kunikmati. Rupanya ayu juga menikmati setiap sentuhanku. Dia lupa dengan aktivitasnya. Dia diam sama sekali tak bergerak.

“HAAAAHH… KAKAAAAAKKK”

Dia memekik kencang saking terkejutnya. Ya, tanpa permisi aku lahap pentil kirinya dan langsung aku sedot. Bersamaan dengan itu, aku telusupkan kedua jari tengahku di belahan bokong dan selangkangannya. Dan langsung berputar-putar di lubang anal dan sekitaran kelentitnya. Tubuhnya menegang bagai tersengat listrik. Sempat limbung, tapi tertahan pagar rumah.

“Ssstttt… Kakak kakak kakak kakak…
Oooohhh… Ssssstt”

Dia mendesis dan melenguh, tak kupedulikan jambakan tangannya di rambutku. Cakaran di punggungku juga kurasakan sebagai pelengkap kenikmatan mengerjai remaja ini. Batang penisku terasa hangat karena menempel di paha ayu. Aku sempat berpikir saat menjilati pentil ayu. Apa pentil ini jarang dijamah sehingga kecil begini. Berbeda dengan cewek lain. Sekalipun seumuran dengannya, tapi pentilnya sudah membesar. Bisa jadi memang bawaannuya begini. Tapi kalau memang jarang sekali di mainkan, wah, menang banyak aku. Tidak rugi aku keluar duit banyak.

“KAKAAAAAAKKK”

Ayu memekik kencang saat aku caplok pentil kanannya. Tangan kananku berasa tersiram cairan hangat nan kental dari arah puncak selangkangannya. Tubuhnya sempat menegang hingga jari kiriku tertahan di belahan bokongnya. Tubuhnya menggelosor setelah beberapa kali mengejang. Dengan sigap aku bopong dia dan aku bawa kembali ke dalam rumah. Kuletakkan dia di meja makan yang belum sempat terangkut kemarin. Kulihat nafas ayu masih memburu seperti baru finish sprint. Matanya masih terpejam, tapi tangannya menggenggam erat tanganku. Seolah takut aku tinggal sendiri. Dengan sabar aku tunggu sampai gejolak di tubuhnya mereda. Entah mengapa, untuk pertama kalinya, aku lebih suka memandangi wajah cewek yang aku kerjai daripada menikmati kemolekan tubuhnya. Kesannya adem, bukan sekedar birahi semata.

“Kak” panggilnya. Senyumnya manis sekali.

“Iya” jawabku tersenyum pula.
“Kakak hebat banget sih bisa bikin aku ngicrit secepet ini” pujinya.

“Kamu yang hebat sayang”

“Kok aku?”

“Iya. Karena ayu nggak jaim. Ayu nggak malu-malu buat ngomong vulgar. Itu yang sangat membantu ayu buat nyampe dipuncak tertinggi” jawabku.

“Hehe… Nakal banget ayu ya?”

“Hahaha”

“Eh, si kontol gede belum belum crot ya” kata ayu sambil membelai batang penisku.

“Iya” jawabku singkat

“Duh kacian. Sini kak naik. Copot sempaknya, aku selomotin” pinta ayu.

“Ayu juga copot sempak ya”

“Bugil dong, mau diapain hayo, memek ayu”

“Pengen liat, pengen jilat. Kan belum liat tadi”

“Tapi udah pegang-pegang, kakak”

“Yah, nggak boleh ya” kataku sambil pura-pura lemes, seperti bocah tidak dibolehkan main.

“Hahaha… Ya udah, nih sempak ayu. Mau dicium juga apa kak?” Kata ayu melepas sempaknya. Kuterima sempak itu lalu kubawa ke hidung.

“Pejuh ayu banyak juga ya, kentel lagi” komentarku.

“Eh kak, kok dijilat?” Tanya ayu kaget.

“Emm… Gurih yu”

“Hmm dasar kakak. Ya udah sini naik. Kakak dibawah ya”

“Miring aja gimana?”

“Boleh. Eh tapi sempak ini buat ayu ya?”

“Buat apa?”

“Buat dipake lah. Kan punya ayu basah kak”

“Hahaha… Iya sayangku. Yang bersih juga ada kok” jawabku.

“Uuuhh, nggak nyangka bisa dapet kontol lagi. Perkasa gini lagi” komentar ayu mendapati penisku di depan wajahnya. Aku tiduran di sebelah ayu, dengan posisi terbalik. Saat aku miringkan badanku,

“Waw” komentarku singkat.

Bulunya masih sangat jarang, lembut lagi. Seolah segan untuk tumbuh di situ. Kebanyakan cewek yang aku pakai, bulunya sudah lebat. Hanya dicukur habis agar tdak mengganggu. Ayu sempat melihat ke bawah dan tersenyum melihatku terpesona dengan selangkangannya.

“Tahan kak”

pintanya dengan mengarahkan tangan kiriku ke kakinya. Dia menekuk kaki kirinya hingga pahanya hampir bersentuhan dengan pinggangnya. Aku tahan kakinya di belakang lututnya.

“Sssttt… Yuu” desisku.

Kulihat ayu sudah memulai aksinya. Sejenak perhatianku tersita pada wajah polos yang tadi dibalut jilbab putih. Ayu menjilati palkonku seolah yang dia jilat itu es krim dia tampak senang menjilati setiap lelehan cairan precum yang keluar dari lubang kencingku.

“Mmmhhh… Sssttt”

Lidah itu menyapu ke bawah secara zig-zag. Terasa nikmat di sekujur penisku. Kuangkat kaki kiriku agar ayu mudah menjangkau buah zakarku. Geli-geli nikmat saat kantong soermaku digelitik ujung lidahnya.

“Emh”

Tanpa permisi dia caplok bola pelerku dengan mulutnya. Geli campur mules merasakan bola pelerku dijilati di dalam mulut. Tapi agak berkurang saat tangan kiri ayu memberikan kocokan pada batang penisku. Kubiarkan dia bersenang-senang drngan mainannya. Aku juga mau bersenang-senang dengan mainanku.

“Sssttt… Eemmhh”

Gantian dia yang mendesis. Rasa asin dan aroma khas orgasme langsung terasa di kedua indraku, saat aku jilat belahan gunung empuk bernama vagina ini. Bibirnya tembem tanpa warna hitam sedikitpun. Hanya putih dan kemerahan.

“Oohhh… Kaaakk aldiii”

Namaku disebut ayu dalam kenikmatan saat bibir vaginanya aku emut dan aku belai dengan lidah. Satu per satu aku emut dan aku belai. Tidak lama hanya beberapa saat. Sungguh berbeda rasanya. Kujilati bibir vagina itu membentuk lingkaran, menyapu hampir semua area selangkangan ayu.

“KAAKK”

Ayu memekik kaget saat merasakan ada yang mencoba menerobos lubang pantatnya. Tapi bukan tak boleh, sepertinya dia hanya terkejut saja. Karena setelahnya aku dibiarkan saja menjilati dan menusuk-nusuk kecil lubang pantatnya dengan lidah.

“Aaaaaahhhhh… Yuuu… Sssttt”

Aku melenguh saat merasakan ada sesuatu di selangkanganku. Saat aku lihat ke bawah, kulihat ayu tersenyum dengan batang penisku tersumpal di mulutnya. Hebat juga dia bisa memasukkan penisku hampir semuanya. Rasanya basah dan hangat.

“Slop slop slop slop” dia mulai memainkan penisku

“Ah ah ah ah… Yuuu”

Aku keenakan dihisapin mulut ayu. Sesekali dia kombinasikan dengan jilatan di palkon, kocokan, dan deepthroath. Ini yang spesial. Beberapa kali dia mencoba memasukkan sepenuhnya penis aku, tapi tidak bisa. Nyaris saja, tapi keburu dia kehabisan nafas. Dan buatku, ini nikmat sekali. Jepitan di tenggorokannya membuat birahiku semakin meninggi. Aku lampiaskan birahiku dengan menggoyangkan pinggulku maju mundur. Dan ayu tidak protes mulutnya aku genjot. Serta tak kulupakan hidangan yang tersedia di depan mata. Rasanya semakin memabukkan saat melihat vagina tembem nan kemerahan, mengkilat karena basah. Aku sibakkan bibir vagina itu, dan betapa terkejutnya aku saat melihat lubang di balik bibir itu masih sangat kecil. Kelingkingku pun sepertinya bakal kesulitan masuk. Sejenak kusingkirkan pikiran itu. Langsung aku sosor vagina yang memabukkan itu. Kami saling jilat, saling rangsang.

“Emh emh emh emh”

suara ayu semakin cepat dan meninggi. Secepat kocokan mulutnya di oenisku yang semakin intens. Aku tahu, ayu akan mendapat orgasmenya yang ke dua. Aku ingin merasakan orgasme bersama remaja ini.

“Ayu ayu ayu ayu… ”

“Slok slok slok slok”

“Emh emh emh emh”

kami saling memacu, puncak pendakian birahi kami sudah semakin dekat. Aku percepat kilikan jariku di kelentit ayu. Berharap pertahanan vagina ini segera runtuh. Penasaran aku, bagainana rasanya disemprot vagina remaja polos.

“Eeeeeeeemmmhhhh”

peganganku lepas saat kaki ayu memberontak kuat dan menegang. Kepalaku terjepit di selangkangannya. Hangat, memabukkan, meski kekurangan ruang bernapas.

“Srooootttt….”

“Eeeemmmmhhhh”

meski aku sudah tahu dia akan orgasme, tapi ini pengalaman pertama aku dijepit sedemikian rupa. Dan wajahku tersemprot lendir birahinya tanpa bisa aku mengelak. Ternyata momen ini justru memantik rasa gatal yang teramat sangat di sekujur penisku. Dan dengan sekali sentak,

“OOOOHHHH”

“CROOOOOT…. ” tak mampu lagi aku menahan laju spermaku.

“EEEMMMHHH”

“Glek”
terdengar ayu seperti meneguk air. Dan memang benar, tak lain dan tak bukan, yang dia teguk adalah air maniku.

“SEERRRR… SEEEERRR”

beberapa semprotan lain masih kurasakan mengguyur wajahku. Aku tersenyum merasakan pengalaman gila ini. Biasanya aku yang memberikan semprotan itu ke wajah lawan mainku. Sekarang aku yang disemprot.

“OOOOHHH”

“CROOOT”

“GLEK”

seperti janjian, masing-masing kelamin kami masih menembakkan beberapa semprotan lendir birahi. Dan setiap tembakan spermaku, selalu tak bisa dibendung ayu. Langsung masuk ke tenggorokannya. Tak ada yang bisa dia lakukan selain menelannya. Untuk beberapa menit lamanya kami saling belit. Memaksimalkan setiap kedutan kenikmatan di kelamin masing-masing. Sampai akhirnya ayu mengendurkan belitannya di kepalaku. Akupun melakukan hal serupa. Sejenak kami saling melempar pandang dan senyu.

“Hahahaha”

kami tertawa geli mengingat kelakuan kita barusan. Kami terlentang bersebelahan. Tangan ayu masih enggan untuk lepas dari penisku. Dia masih memberikan kocokan lembut di batang penis yang masih tegang itu.

“Kak” panggilnya beberap menit kemudian. Aku yang terpejam sontak membuka mata.

“Iya” jawabku. Dia sudah duduk menghadapku.

“Mau cicipin pejuh aku nggak?” Tanyanya sambil menyeka lendir vaginanya dengan jari.

“Suapin” pintaku.

“Nih, aakk”

katanya seperti menyuapi anak kecil. Kuterima dan kunikmati setiap suapan yang diberikan ayu. Sampai bersih muka aku diseka dia. Aku turun dari meja untuk mengambilkan minum untuk ayu. Masih minuman yang sama, es teh. Ayu duduk di tepi meja. Tubuh bugilnya mengkilat diterpa sinar mentari senja.

“Makasih kak” katanya saat menerima es teh dariku.

“Ahh, seger rasanya” lanjut ayu sambil tersenyum. Aku ikut tersenyum melihat senyuman itu.

“Yu, aku boleh nanya nggak?” Tanyaku.

“Boleh. Nanya apa kak?”

“Ayu, masih perawan ya?” Tanyaku to the point. Ayu terdiam sesaat

“Hahaha… Jadi tadi kakak ngukur lubang memek aku ya?”

“Hehe, ya gitu deh”

“Hmm… Jadi ceritanya si otong pengen nyoblos memek ayu ya? Hayo ngaku!” Kelakar ayu sambil menunjuk penisku. seolah penisku bisa diajak bicara.

“Ya cowok mana yu, yang nggak mau ngewek sama kamu. Apalagi udah bugil begini” jawabku. Ayu terdiam, tapi senyumnya masih tersungging tipis. Dia menatap lekat mataku, seolah mencari sesuatu di kelopak mataku.

“Ayu udah nggak perawan kok kak” jawabnya lirih.

“Ha, serius? Kok masih sempit banget sih?”

“Ya karena ayu emang belum pernah diewek”

“Hmm?”

“Gara-gara gobloknya mantan aku kak. Dibilangin jangan colok-colok, nekat”

“Oh, i see”

“Iya kak, dia punya fantasi kaya di bokep. Pengen bisa bikin aku orgasme pake jari. Aku bilang aku masih perawan, dia nggak dengerin. Katanya selaput dara tuh dalem, nggak bakal kena sama jarinya. Padahal kan beda cewek beda juga bentuk tubuhnya, ya nggak kak”

“Iya sih, bentuk selaput daranya juga beda”

” Itu. Nah, kan bener. Selaput dara aku cetek. Baru masuk setengah udah robek”

“Sakit?”

“Sakit lah kak, orang robek”

“Ya tinggal intercourse kan”

“Ogah, enak di dia. Semua semuanya diturutin. Sama-sama sakit, mending sekalian pake kontol kan kak. Ini pake jari. Dasar jembut” rutuk ayu. Galak juga ternyata dia. Tapi aku malah geli melihat dia marah-marah.

“Ya udah, pulang yuk” ajakku.

“Kok pulang?”

“Yu, kamu tuh sama aja masih perawan. Aku jadi ngerasa nggak pantas ngambilnya”

“Kenapa nggak pantas kak?”

“Ya aku ngasih apa sama ayu?”

“Ya ampun kak, masalah perawan ilang tu bukan urusan aku dapet apa. Tapi aku nyaman apa enggak. Lagian, mendingan kakak, belum dapet apa-apa juga udah ngasih duit. Lah mantan aku boro-boro kak. Kaya juga pelit, ngasih juga perhitungan banget. Bagus deh dia pergi, nggak rugi banyak, ayu”

“Jadi, boleh nih kakak ambil perawan ayu?”

“Hehe, tapi dengan syarat”

“Apa?”

“Ayu butuh kerjaan kak, kak aldi ada sodara nggak, yang butuh tenaga lepas?”

“Kalo lepas sih, belum ada gambaran yu. Tapi kalo kerja rumahan, ada” jawabku

“Pembantu gitu kak?” Tanya ayu antusias.

“Ya gitu deh, kamu harus tinggal di rumah”

“Boleh, rumah siapa kak?”

“Rumah ortu. Lagi butuh”

“Masukin aku kak, pliiiss” pinta ayu sambil memohon.

Aku jadi terpesona sungguhan ini. Kebanyakan cewek bayaran, lebih suka dunia esek-esek. Cepat, banyak duitnya. Tapi ayu, malah mau jadi pembantu. Berarti dia memang tidak ada niatan untuk jadi cewek bayaran. Ini mutiara terpendam.

“Kak” tegurnya.

“Ehh” aku terkejut, buyar sudah lamunanku.

“Kok malah bengong sih? Bisa kan kak, bisa ya, pliis”

“Tiiit tiiit tiiit tiiit”

suara ponselku berbunyi. Aku tinggalkan sejenak ayu dengan pengharapannya. Ternyata mama yang telepon.

“Halo ma” sapaku sambil berjalan menghampiri ayu lagi.

“Kamu dimana al?” Tanya mama. Suaranya lantang, karena memang aku nyalakan pelantang suaranya.

“Lagi di rumah lama ma, lagi beresin kamar” jawabku.

“Udah beres belum?”

“Belum ma, tinggal baju-baju sih, sama bongkar ranjang”

“Oh, ya udah, baju-bajunya aja dikardusin. Pakde masih nganter kayu, kayaknya malem baru bisa bantuin. Kalo udah dikardusin, balik aja dulu sini”

“Oh, kirain udah jalan”

“Belum. Abis itu pulang aja ya, nggak usah nungguin”

“Ya ma”

“Eh, request mama kemarin gimana al, udah dapet?”

“Ada ma, masih sekolah tapi”

“Oh, rajin nggak? Kenal dimana?”

“Adek kelas ma, mbak vela juga tahu kok” jawabku. Ayu mengernyitkan dahi.

“Oh, kalo ada urusan sama vela berarti butuh dong?”

“Itu dia ma, jarang kan ada anak sekolah mau jadi pembantu. Mana cantik lagi orangnya”

“Hmm, anak mama mirip banget sama papanya. Bisa aja nemuin yang cantik diantara yang cantik. Tapi bukan soal cantiknya sayang. Buat apa cantik kalo nggak cekatan. Harus bisa masak, nyuci segala macem” sejenak aku memandang wajah ayu. Dia memberikan jempolnya tanda dia bisa semuanya.

“Mama ngobrol aja dulu sama dia, kalo cocok ya di hire” jawabku.

“Ya udah, coba aja dulu besok sueuh ke rumah ya”

“Yes mam” jawabku mengakhiri obrolan telepon dengan ibu.

“Makasih kak”

kata ayu sambil memelukku. Aku terkejut mendapatkan pelukan tak terduga. Ini baru mau di tes, sudah senang begitu. Benar-benar butuh ini anak. Aku jadi merasa menjadi superhero buat dia.

“Buktikan kalo ayu memang bisa. Jangan sia-siain kesempatan ini ya” pesanku.

“Copy that” jawab ayu sambil memberikan hormat.

“Gokil. Udah kaya film barat gayanya. Hahahah”

“Film apa kak, bokep?”
“Hahaha… Bokep” kami tertawa lalu terdiam untuk beberapa saat.

“Yu, pake lagi dong seragammu” pintaku.

“Beneran pulang kita kak?” Tanya ayu setengah kecewa.

“Enggak, aku pengen liat kamu pake seragam lagi. Tapi jangan pake beha” jawabku.

“Oh… Kakak suka ya aku pake rok span gitu?”

“Iya, seksi banget tahu”

“Hahaha… ”

Ayu tertawa sambil berlalu. Dia berjalan sambil memakai kemeja putihnya. Dan segera hilang di balik pintu. Aku kembali ke ruang tengah dan mengambil kursi belajarku. Kubawa kembali ke dapur, tempat meja makan itu berada. Aku masih sempat memposisikan kursi mengahadap pintu belakang, dan duduk sebelum ayu kembali. Beberapa saat kemudian, ayu masuk dengan seragam lengkap, minus jilbab. Rambutnya terbang dihembus angin sepoi-sepoi. Jalannya mantap, berlenggak lenggok, bak peragawati. Berjalan menghampiriku dengan dada terbusung. Semakin dekat, semakin dekat, semakin jelas terlihat. Kancing kemejanya dia kancingkan semua, tapi menonjolkan apa yang ada di dalamnya. Tanpa bh, pentil payudaranya terlihat membayang, warna coklat kemerahannya kontras dengan warna putih yang menutupi. Saat sudah sangat dekat denganku dia berhenti. Dia membungkuk mendekatkan payudaranya ke wajahku. Sesaat kemudian dia menegakkan kembali tubuhnya dan bergerak ke kanan, ke arah kitchen set. Bukan seperti model catwalk, dia malah berlagak seperti seorang chef. Dia ambil wajan, sothel, serok, dan telenan. Dia tata peralatan itu di meja beton dan di kompor. Lalu dia membungkuk mencari sesuatu di dalam lemari di bawah kompor. Pemandangan dari belakang dia hendak masak saja sudah mengundang birahi, apalagi membungkuk seperti itu. Sungguh, bulat dan montok bongkahan bokong itu. Entah apa yang dia cari, apakah hanya pura-pura saja. Lalu dia berjongkok sembari memasukkan kepalanya ke dalam lemari. Seperti mencari sesuatu di kedalaman sana. Bokongnya bergerak maju mundur, meski sangat pelan. Dan setelah mendapatkan sesuatu, dia seperti mencari lagi di kedalaman lemari. Sembari mencari, dia gerakkan bokongya naik turun layaknya reverse cowgirl. Beberapa saat kemudian da keluar dari lemari. Dia kembali menungging sambil membereskan bahan-bahan yang dia dapat. Penisku tegang sempurna melihat bokong itu membulat sempurna. Dia bawa bahan-bahan itu ke atas meja. Aku tahu itu tidak akan jadi masakan. Tapi aku senang dengan usahanya itu. Sambil berlagak seolah meracik bumbu, dia goyang-goyangkan pinggulnya seperti sedang mendengarkan musik dangdut. Aku tak tahan lagi. Aku bangkit mendekati ayu.

“AWW”

Ayu memekik kaget saat aku remas bokong semoknya. Dia membawa tanganku ke payudaranya. Aku meremas-remas payudaranya sementara dia masih terus bergoyang.

“Sayang, pinjem memeknya ya” kataku berbisik di telinganya.

“Sssttt… Aahh… Buat apa sayang?” Respon ayu.

“Buat muasin kontol aku sayang”

“Masih kurang puas apa, aku selomotin”

“Kurang sayang. Itu baru makanan pembuka. Intinya belum”

“Ambil sayang, pake aja. Saat ini memekku punya kamu seorang. Kakak yang ngontolin aku, apa kakak pengen dimemekin?” Tanyanya semakin menggoda.

“Aku pengen ngontolin kamu sayang. Kakak pengen ngegagahin ayu. Mau nggak ayu digagahin kakak?”

“Mau kak al sayang. Gagahin ayu. Pake
memek ayu, ayu lonthemu kakak”

“Sssttt”

Aku tak taham lagi. Aku tarik roknya ayu naik sampai bokongnya. Aku naikkan kaki kanannya ke meja beton. Sejenak aku elus vagina tembemnya, ternyata sudah becek lagi. Cairan pelumasnya pun kental dan banyak. Tak perlu lagi aku berikan lumasan buatan.

“KAKAAK”

ayu memekik kaget bercampur sakit. Lucky strike, sekali hit langsung tepat sasaran. Palkonku sudah terbenam nyaris semuanya. Aku diamkan beberapa saat agar otot-otot vagina ayu menyesuaikan diameter penisku.

“KAAAAKKK”

sempit tapi licin, itulah gambaran liang peranakan ayu. Peretnya sangat membetot palkonku. Tapi mungkin karena licin, sekali dorong langaung setengah batangku masuk. Bukan maksudku buru-buru, tapi aku kelepasan. Rasanya seperti tidak pengen berakhir. Jepitannya kuat tapi lembut kontraksi otonya menciptakan kedutan kedutan kecil yang nikmat.

“KAAAKKAAAAAAAAAAAKKKK…. EEEEERRRGGGHHH”

Amblas sudah penisku di dalam liang senggama ayu. Liang paling sempit yang pernah aku masuki. Aku diamkan sejenak agar ayu terbiasa dengan benda asing yang memyumpal liang kawinnya. Tak ada darah, benar apa yang dikatakannya tadi. No problem, bukan darahnya yang aku kejar. Ya g penting keset dan menjepit.

“Kak” panggil ayu

“Ya” jawabku

“Goyang dong” pintanya.

“Udah nggak sakit sayang?”

“Masih sedikit sih, tapi gatal, pengen digaruk”

“Di garuk pake apa sayang?” Godaku.

“Pake kontol, kakak” jawab ayu mendesah di telingaku.

“AAAHH” lenguhnya kemudian.

Aku memompakan penisku dengan tempo lambat. Sembari cek ombak, apakah liang senggamanya sudah siap sepenuhnya atau belum. Tanganku tak henti bermain di payudaranya. Sedang tapi mengkal, enak buat diremas-remas. Sesekali ayu menarik kepalaku untuk ciuman. Andai ada kamera di bawah selangkangan kami. Pasti sangat mengundang birahi pergerakan kelamin kami di posisi ini.

“Ah ah ah ah… Kakak” panggil ayu di sela lenguhannya.

“Emh emh emh iya sayang”

“Enak kak?”

“Enak banget sayang. Memek ayu ngebetot banget rasanya” jawabku.

“Ah ah ah ah… Kontol… Jembut… Peler…. Turuk…. Itil… Ah ah” racau ayu.

“Itil kecil… Pentil mungil… ” Sahutku

“Pejuuuhhh… Ooohhh… Terus kak… Kencengan kak… Pentilku kak… Pilin… Yes yes”

“Nyesel nggak memeknya dijebol kontol kakak?”

“Enggak…enggak… Ayu nggak nyesel kak… Ayu rela… Enak banget ternyata ngewek kak”

“Oh oh oh… Emang enak, makanya dibilang surga dunia”

“Iya… Iya… Iya… Kaaakkk”

“Iya sayang”

“Duduk yuk, biar ayu yang goyang”

“Jangan dulu sayang”

“Emh emh emh… Kenapa kakak sayang?”
“Memek kamu masih peret banget. Bisa cepet muncrat kalo ayu yang goyangin”

“Nggak papa kakak. Ayu juga pengen cepet ngocrot lagi”

“Kenapa emang?”

“Pengen ngerasain, ngocrot waktu di sumpel kontol” jawabnya.

“Ya udah hayu”

aku melepaskan pelukan dan penisku dari tubuh ayu. Aku diposisikan ayu duduk di kursi. Dia mengangkat roknya kembali dan mengangkangiku. Dengan gerakan erotis, dia buka kancing demi kancing kemeja putihnya. Terpampanglah payudara yang tadi aku remasi. Langsung aku sosor tanpa menunggu dia duduk. Tanpa mempedulikan tingkahku, ayu memposisikan batang penisku tepat di tengah-tengah selangkangannya.

“AAAAAAAAAHH”

kami melenguh bersamaan. Perlahan tapi pasti, ayu melahap seluruh batang penisku di laiang surganya. Sepertinya setiap wanita mempunyai insting untuk bergoyang. Tanpa diajari, dia sudah bisa meliuk-liukkan pinggulnya. Membuatku merem melek keenakan.

“Ah ah ah ah ah lontheeee” lenguhku.

“Kenapa kak lonthenya?”

“Turuknya enak”

“Turuk apa bawuk kak?”

“Ah ah ah ah… Turuk bawuk tempek itill… Ssshhh”

“Ah ah ah ah… Jembuut… Jembut jembut jembut… Jembuuuttt”

“Kenapa jembutnya sayang?”

“Jembutnya bikin geli… Jembutnya bikin gatel… Jembutnya bikin sange kakak… Kakak juga bikin sange”

“Maksudnya?”
“Emh emh emh emh… Kakak jembuuuttt… ”

Tak henti-hentinya kata-kata vulgar mewarnai setiap genjotannya. Aku merasa bagai raja sedang dimanja selir. Tak perlu aku bergerak, kenikmatan itu datang dengan sendirinya. Lendir pelumas ayu semakin banyak yang meluber keluar. Seiring menit demi menit yang sih berganti.
“Kak” panggil ayu.

“Ya” jawabku

“Muncratin dulu yuk. Besok kalo pengen kita kenthu lagi” ajaknya

“PLAAKK”

“AWW” kutampar kedua pantatnya

“Dasar kimpet cilik. Ya udah hayu, genjot yang semangat” jawabku.

“Jangan ditahan kak, kipet cilikmu udah nggak tahan… ”

“Apanya?”

“Kimpet kak… Kimpet, bawuk, turuk, memek… Oh oh oh oh… Kimpetku keenakan kak disupel kontol gede… Ooohhh… Kontol peli kontol peli… Jembut jembut”

“Itil silit itil silit pentil toket kimpet cilik lontheee”

“Ah ah ah ah ah”

“Plok plok plok plok plok” aku berinisiatif ikut mengocok dari bawah.

“Jembut jembut jembut jembut… Kontol jembut kontol jembut… Kakak jembut”

“Plok plok plok plok plok”

“Ah ah ah ah JEMBUUUUUUUUTTT”

“NYUUTTT” vagina ayu membetot sangan kuat
“SREEEEETTTT”

“KIMPET ITIL TUROOOOOKKKK”

“JEMBUUUUTTT”

“CROOOOOOT”

“SEEERRRR”

“EMMMGGHHH”

“KAAAAAAKKK”

“CROOOOTTTT”

“SEEEERRRR”

Luar biasa, puncak birahi yang benar-benar membuat lupa. Tak sempat sedetikpun aku mencabut pusakaku. Jepitan vagina ayu terlalu nikmat untuk kutahan. Tak ayal, spermaku meledak di dalam liang peranakannya. Liang tempat semua cowok ingin menusukkan penisnya. Meledak bercampur lendir birahi ayu yang lebih dulu menerjang bagai banjir bandang. Aku tahu resikonya, dan aku tak ingin lari dari ini. Ayu terkulai lemas di dadaku. Tak peduli vaginanya becek tak karuan. Mungkin bulu jembutku pun juga susah lepek. Biarlah, biarlah dia nikmati dulu orgasme pertamanya dalam persetubuhan. Sekilas kulihat, matanya terpejam. Begitu nikmatnyakah sampai dia terlelap tidur? Entah mengapa ada perasaan bahagia nan damai saat memeluknya. Apakah “hari biru” itu sudah dekat? Apakah ini pertandanya? Dan apakah dengan dia “hari biru” itu akan kumulai? Ah, mataku jadi ikutan berat. Berat, berat, berat, dan gelap.

“Kak” sebuah suara membangunkanku.

“Eh, jam berapa ini?”

“Setengah empat kak” jawab ayu manis. Dia susah berpakaian rupanya, bahkan sudah mandi segala.

“Ayu udah mandi?”

“Udah kak, meskipun mandi bebek”

“Hahaha… Iya nggak ada sabun ya”

“Mandi gih kak, biar seger” saran ayu.

“Ah, bener juga. Abis itu kita cari makan”

“Langsung pulang aja kak, ayu”

“Loh, nggak lapar?”

“Ibu biasanya masak. Sayang kalo nggak dimakan”

“Oh, oke deh”

Aku pun bergegas mandi. Tak memakan waktu lama, karena memang hanya guyuran saja. Langsung aku antar ayu pulang. Niatnya sih mau anter sampai rumah, tapi ayu menolak. Dia tidak mau ditanya macam-macam sama orang tuanya. Jadi aku turunkan dia di jalan besar tempat bis dan angkot suka ngetem.

“Aku pulang ya yu”

“Iya, makasih buat hari ini”
“Sama-sama. Ayu nggak nyesel kan kenal sama kakak?”

“Ya enggak lah, ayu seneng malah”

“Haah.. syukur deh”

“Hahaha, segitunya takut ayu marah”

“Hehe”

“Salam buat mama-papa”

“Siap”

“Satu lagi, buat mbak vela” kata ayu sambil tertawa meledek

“Eits, cuma aku yang boleh panggil dia mbak. Ati-ati dijewer kalo dia sampe denger ayu panggilnya mbak”

“Hahaha… Iya, bercanda. Salam buat ibu vela ya”

“Nah, itu baru bener. Pulang ya. By”

“By”

Aku larikan motor maticku dilepas senyuman dan lambaian tangan. “Blue day”, hanya sebuah ramalan. Setiap manusia pasti akan menikah, dan pasti akan meninggalkan dunia lamanya. Termasuk aku. Aku yakin aku akan mendapatkan seorang pendamping yang akan menemaniku menjalani hari baru. Aku mampir pompa bensin untuk refuel. Tapi sebelum itu,

“Hai gaess… Kayaknya video yang aku janjiin nggak bisa tayang. Ada kedekatan antara TO sama keluarga aku. Dan itu sangat beresiko. Dengan berat hati, aku minta maaf. Jangan ditimpuk bata ya. Yang udah DP, aku bisa kasih video ekslusif yang belum aku tayangin, atau deposit dulu untuk TO yang selanjutnya. Mighty dragon, out”