Bibi Fioren Memaksaku Memuncratkan Sperma Ku Di Mukanya

Cerita yang ku alami ini bermula saat aku masih duduk dikelas 1 sma. Oh ya Namaku Nando, umurku sekarang 23 tahun. Ada sebuah Cerita yang sampai saaat ini masih saja terus kukenang dan selalu kuingat. yaitu sebuah kejadian cerita dewasa yang masih terus kuingat sampai saat ini. Saat sma aQu dititipkan kepada seorang Bibiku. Bibiku ini cantik dan tubuhnya mulus aduhai bikin semua pria yang liat pasti pengen segera berhubungan tubuh dengannya. Oke deh langsung aja pada inti cerita kali ini. Yuk kita simak aja gimana sih adegan seks sedarah yang saya lakukan dengan Bibiku ini ?

Bibiku namanya Fioren, dia ini seorang “Single parent” dengan tiga orang anak; dua perempuan dan satu laki-laki. Suaminya sudah meninggal karena kecelakaan mobil. Suaminya ini memang seorang pembalap lokal yang tidak terkenal namanya. Dengan tiga orang anak dan umurnya yang sudah 37 tahun, Bibiku ini masih saja kelihatan seksi. Tubuhnya terawat, karena dengan kondisi keuangannya yang mapan, Bibiku secara teratur senam. Hasilnya, walaupun dengan tiga orang anak.

 

tubuhnya tetap terawat dengan baik. Pantatnya besar dengan pinggul yang juga besar tapi pahanya selain putih dan mulus juga singset tanpa ada tumpukan lemak sedikitpun. Payudaranya lumayan besar, entah kira-kira berapa ukurannya akupun tidak tahu tapi yang jelas masih sekal tidak kendor layaknya seorang Ibu yang sudah melahirkan tiga orang anak.

Kejadiannya berawal pada saat yang tidak diduga sama sekali. Saat itu di rumah sedang tidak ada orang hanya ada Bibiku yang sedang asyik memasak untuk hidangan makan siang, kebetulan hari itu jadwal mengajar Bibiku hanya satu mata kuliah saja. Sepulang sekolah, aku menemukan Bibiku didapur sedang asyik memasak. Dengan langkah gontai karena kecapekan, aku langsung menghampiri meja makan.

“Bibi Fio, belum siap yah makanannya?” tanyaku kelaparan.

“Belum Do, sabar yah. Ini lo si Suti (pembantu Bibiku) pulang tadi pagi, jadinya ya gini nih repot sendiri” keluh Bibiku

Di dahinya terlihat cucuran keringat, belum lagi tangannya yang belepotan dengan berbagai macam bumbu yang sedang diraciknya. Kelihatan sekali kalau Bibiku tidak pernah kerja “Sekeras” ini. Walaupun begitu, entah kenapa terlihat sekali wajah Bibiku semakin cantik. Saat itu dia hanya menggunakan daster pendek yang sebenarnya tidak ketat tapi karena bentuk pantat dan pinggulnya yang besar, daster itu jadi kelihatan agak ketat dan memetakan garis dari celana dalamnya kalau dia sedang membungkukkan badannya. “Ah, seksi sekali” pikirku kotor.

“Nando bantuin ya Bibi?” tawarku.

“Boleh Do, sini!” ternyata Bibiku tidak keberatan.

Tidak ada angin tidak ada hujan, belum sampai aku mendekat, entah karena apa tiba-tiba kran air di cucian piring copot dari pangkalnya. Otomatis air yang langsung dari tandon air yang penuh menyembur dengan derasnya mengenai Bibiku yang kebetulan ada didepannya.

“Aduh Do, tolong.., gimana ini?” Bibiku dengan paniknya berusaha menutupi saluran air yang menyembur dengan tangannya.

Karena tubuh Bibiku tidak terlalu tinggi, untuk mencapai saluran itu dia harus sedikit membungkuk. Terlihat sekali dasternya yang sudah basah kuyup itu sekali lagi memetakan pantatnya yang besar. Garis celana dalamnya kini terlihat lebih jelas.

Dengan tergesa-gesa, tanpa pikir-pikir lagi aku segera mendekat dan membantunya menutup saluran air itu dengan tanganku juga. Tanpa aku sadari ternyata posisi tubuhku saat itu seperti memeluk tubuhnya dari belakang. Bisa di bayangkan, tanpa sengaja juga kontolku mengenai belahan pantatnya yang sekal. Keadaan ini bertahan beberapa lama. Hingga menimbulkan sesuatu yang kotor dipikiranku.

“Aduh Do gimana ini?” tanya Bibiku tanpa bisa bergerak.

“Duh gimana ya Bibi, aku juga bingung.” kataku mengulur waktu.

Saat itu, karena gesekan-gesekan yang berlebihan di kontolku, aku jadi tidak bisa menahan gairah untuk merasakan tubuhnya. Pelan-pelan aku melepas satu tanganku dari saluran air itu, pura-pura meraba-raba disekitar cucian piring, mencari sesuatu untuk menutup saluran air itu sementara. Tanpa sepengetahuannya aku justru melepas celanaku berikut juga celana dalamku. Memang agak susah tapi akhirnya aku berhasil dan dengan tetap pada posisi semula kini bagian bawahku sudah tidak tertutup apa-apa lagi.

“Wah, nggak ada yang bisa buat nutup Bibi. Sebentar Nando carikan dulu yah”

Kini niatku sudah tidak bisa ditahan lagi, pelan-pelan aku melepas peganganku di saluran air.

“Pegang dulu Bibi” kataku sedikit terengah menahan gairah.

“Yah, gih sana cepetan, Bibi sudah pegal nih” sungut Bibiku.

Kemudian tanpa pikir panjang, secepat kilat aku menyingkap dasternya, kemudian secepat kilat juga berusaha untuk melorotkan celana dalamnya yang entah warnanya apa, karena sudah basah kuyup oleh air, warna aslinya jadi tersamar.

“Ehh.. apa-apan ini Do, jangan gitu dong!?” tanpa sadar Bibiku melepas pegangannya disaluran air untuk menahan tanganku yang masih berusaha melepaskan celana dalamnya. Air menyembur lagi.

“Auhh.. ohh” suara Bibiku jadi tidak jelas karena mulutnya kemasukan air. Tanpa sadar juga Bibiku berusaha untuk menutup saluran air dengan tangannya lagi, otomatis tanganku sudah tidak ada yang menahan lagi.

“Kesempatan” pikirku, dengan satu sentakan celana dalam Bibiku melorot sampai diujung kakinya.

“Auwch.. duh Do jangan, aku ini Bibimu, jangann..” Mohon Bibiku.

Kepalang tanggung, aku langsung jongkok. Aku lalu menyibak pantatnya yang besar dan mencari liang senggamanya. Kudekatkan kepalaku, kujulurkan lidahku untuk mencapai vaginanya.

“Auwchh.. Do.. ahh..” jilatan pertamaku ternyata membuatnya bergetar tanpa bisa beranjak dari tempat semula, kalau bergerak air pasti akan menyembur lagi.

Lidahku semakin leluasa merasakan aroma dari vaginanya, semakin kedalam membuat Bibiku bergetar hebat. Entah kenapa sudah tidak ada lagi bahasa tubuhnya yang menunjukkan penolakan, yang ada kepalanya semakin menggeleng-geleng tidak keruan. Kecari klitorisnya, memang agak sulit, setelah dapat kuhisap habis, dua jariku juga ikut menusuk liang vaginanya. Tidak terkira jumlah lend*r yang keluar, tak lama kemudian, terasa pantatnya bergetar hebat.

“Ahh..hh Don.. ahh aouhh..” dengan erangan keras, rupanya Bibiku sudah mencapai orgasme. Tubuhnya langsung lunglai tapi tanpa melepas pengangannya dari saluran air.

“Aduh aku belum apa-apa” pikirku.

Langsung aku berdiri, kusiapkan senjataku yang sudah mengacung dengan keras. Dengan dua tanganku aku coba menyibakkan kedua belahan pantatnya sambil kudekatkan kontolku kevaginanya. Kudorongkan sedikit demi sedikit. Begitu sudah betul-betul tepat dimulut liang kenikmatannya, tanpa ba-bi-bu langsung kulesakkan dengan kasar.

“Ahh sakit Do.. pelan.. auh” kepala Bibiku langsung melonjak keatas, tanpa sengaja pegangannya di saluran air terlepas. Air menyembur dengan deras. Kepalang basah, begitu mungkin pikir Bibiku karena selanjutnya dia hanya berpegangan dipinggiran cucian piring. Sudah tidak ada penolakan pikirku.

Kudiamkan sebentar kontolku yang sudah masuk hingga pangkalnya didalam vag|na Bibiku, ku nikmati benar-benar bagaimana ternyata vag|na yang sudah mengeluarkan tiga orang manusia ini masih saja nikmat menggigit. Sensasi yang sangat luar biasa sekali. Pelan-pelan kutarik, kemudian kudorong lagi.

“Oohh.. Do enak, terus sayang..yang cepat aouhh.. ahh.. terus sayang” pantatnya bergoyang melaDo arah dari kocokanku.

“Nah gitu Do, ouhh.. ya gitu teruuss..” Pinta Bibiku.

Aku terus mengocokkan kontolku dengan cepat. Sebentar kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat.
“Yang cepat Do, Bibi sudah mau keluar lagi.. ouhh.. terus” kepalanya semakin menggeleng-geleng tidak karuan.

“Cepatt.. cepatt truss.. ouchh.. Bibi kelluaarr.. aghh” Orgasmenya telah sampai dibarengi dengan kepalanya yang melonjak naik, tangannya mencengkeram pinggiran cucian piring dengan erat.

“Cabut dulu Do.. Bibi linuu..” pinta Bibiku, karena merasakan aku yang masih mengocoknya dari belakang.

“Akan Nando cabut, tapi janji nanti diteruskan ya Bibi?” kataku.

“Iya, tapi sekarang dari depan aja yah” janji Bibiku.

Cerita 18 Tahun Keatas |Cerita Sex | Cerita Dewasa | Cerita Mesum | Hot Story | Cerita Ngentot | Artikel Porno | Tubuhnya kemudian berbalik. Wajahnya sudah awut-awutan dan basah kuyup. Kemudian dia duduk diatas cucian piring sambil menghadapku. Aku mendekat, langsung kucari bibirnya dan kemudian kami berpagutan lama. Sambil kami berciuman, satu tangannya membimbing kontolku kearah liang vaginanya. Tanpa disuruh dua kali kudorongkan pantatku dibarengi dengan masuknya juga kontolku.

“Ahh.. oohh..” erang Bibiku, ciuman kami terlepas.

 

“Kocokkan yang cepatt Don..” pinta Bibiku sambil pahanya semakin dilebarkan.

“Begini Bibi..” Kataku sambil mengocokkan kontolku dengan cepat.

 “Gila kamu Don.. kuaatt sekalii kamuu..” sambil satu tangannya menarik satu tanganku, kemudian ditaruhnya di bagian atas vaginanya. Aku tahu mau maksudnya.

“Yahh yang ituu.. teruss Don.. ohh enakk.. Do teeruss..” rintih Bibiku ketika sambil kontolku mengocok vaginanya tanganku juga memelintir klitorisnya.

“Ohh Do, Bibi hampir sampai..” tubuhnya mulai bergetar agak keras.

“Aku juga hampir sampai Bibi.. ohh punya Bibi eenakk..” aku mulai tidak bisa mengendalikan lagi, orgasmeku tinggal sebentar lagi.

“Dikeluarin dimana Bibi?” tanyaku minta ijin.

“Udah nggak usah mikirin itu, ayoo teruss.. didalemm jugaa nggakk Papa”

“Ayoo..Bibi udah diujung nihh Don..”

“Ouhh.. enakk.. cepatt Don.. yangg cepatt” rintih Bibiku.

“Goyang Bibi, kita barengan ajaa.. oghh” orgasmeku sudah diujung.

Semakin kupercepat kocokanku, Bibiku juga mengimbangi dengan menggoyang pantatnya. Sambil berpegangan pada belakang pantatnya, kukeluarkan air maniku.

“Aku keluarr Bibie.. aughh..” sambil kubenamkan dalam-dalam.

“Bibi juga Don.. oughh akhh.. gilaa.. uenakknya..” erangnya sambil jemarinya mencengkeram bahuku.

Akhirnya kami berdua terkulai lemas. Kudiamkan dulu kontolku yang masih ada didalam vaginanya. Kulirik ada sedikit lelehan air mani yang keluar dari vaginanya. Seperti tersadar dari dosa, Bibiku mendorong badanku.

“Kamu nakal Do, berani sekali kamu berbuat ini” sungut Bibiku.

“Tapi Bibi juga menikmatinya kan?” belaku.

Tanpa berkata apa-apa, dia kemudian turun, meraih celana dalamnya kemudian berlalu kekamar mandi. Aku berusaha mengejarnya tapi dia sudah lebih dulu masuk kamar mandi kemudian menguncinya.

“Bibi air di tandon tadi sudah habis loh” candaku dari luar kamar mandi tapi tidak ada balasan dari dalam.