Ibuku korban medsos

Ini cerita pertama saya. Mohon saran dan kritik nya dari para suhu sekalian

“bahaya nak, ternyata badai Matahari Minggu depan bisa membuat kita kena kanker kulit” ibu menyodorkan handphone yang menampilkan informasi dari video toktok. Videonya singkat, dengan backsound lagu generik, dan suara naratornya seperti robot, yang aku yakin pasti pakai suara googel translate yang langsung dimasukkan ke dalam video. Aku bergidik geli. Jelas sekali ini video hoax.
Semakin maju teknologi, berita jadi muncul dengan beragam bentuk. Salah satunya lewat toktok. Dan tentunya karena siapa saja bisa upload dan edit video. Semua orang bisa bikin berita seenak udelnya. Aku kasihan pada ibu, ia tertatih mengikuti arah perubahan jaman dan seringkali tenggelam dalam lautan hoax. Aku cuma mengangguk saja. Tak mau membantah.

“Iya Bu” kataku setuju
“Nanti sore ibu beli anti UV untuk kita pakai” katanya sambil mengusap dahi ku yang berkeringat. “Sudah ganti baju sana, terus makan!” Perintah ibu.

Aku berjalan menuju kamar. Mengganti baju kuliahku. Setelah berganti baju aku menghabiskan sepiring nasi dan lauk ayam sambal kesukaanku. Setelah mencuci piring aku segera menuju ruang tamu. Ibu masih sibuk menatap layar hp. Bermain toktok

“Wah bahaya ternyata selama ini vaksin yang kita pakai ada chip nya dan bisa menyebabkan kemandulan” celetuk ibu tiba-tiba. Aku mengernyitkan dahi, menggeleng tak percaya melihat ibu yang sebegitu lugunya percaya berita dari toktok. Aku duduk di sofa tepat disampingnya. “Wahh Amerika kurang ajar, tega sekali mereka memanfaatkan keadaan saat ini untuk menghancurkan negara lain !”. Nada ibu terdengar sangat kesal, membuatku semakin bingung dibuatnya. toktok sudah membawa pengaruh buruk ke ibu.

“Udah Bu, nggak usah ditanggapi serius. Itu kan cuma konten toktok”
“Enak aja! Ini masalah serius tau, gimana jadinya nanti kalau kamu jadi mandul, terus banyak anak muda yang nggak bisa punya anak… Negara ini bisa hancur”
“Terus gimana caranya memusnahkan chip itu dari tubuh Bayu. Kan Bayu udah terlanjur di vaksin, mana udah tiga kali lagi”
” Lagian siapa suruh kamu vaksin? Kan ibu udah bilang dari kemarin-kemarin nggak usah vaksin. Bahaya, ada zat racunnya disana, eh kamu malah ngeyel! ” Balas ibu tak mau kalah
” Kalau Bayu nggak vaksin. Bayu nggak bisa kuliah tatap muka. Gimana sih Bu!” Balasku setengah kesal
” Kan kamu bisa bohong, pura-pura udah di vaksin. Bisa lah nak cari akal. Hidup itu jangan bodo-bodo amat lah”
“Lah, bodo kok ngatain orang bodo?” Tanyaku balik

“Eh kamu mau bilang ibu bodo ya?”
“Tau ah bodo!” aku bangkit dari sofa lalu kembali ke kamar. “Aku mulai berani ngelawan ibu ya? Bayu sini dulu! Dengarin ibu!” Suara ibu meninggi dari balik punggung ku. Ibu mengomel lebih banyak, tapi sudah tidak kuperdulikan. Aku menutup pintu. Berbaring di kasur.

Aku membuka aplikasi toktok. Dasar aplikasi sialan. Gara-gara aplikasi ini ibu jadi tukang halu. Gampang panikan. Sok tahu dan kepala batu. Sembari menscroll tiap konten yang ada, sebuah ide muncul. Aku jadi ingin tahu seberapa besar pengaruh informasi dari aplikasi ini kepada ibu. Toh aku juga bisa edit video. Apalagi video pendek dibawah satu menit, pake suara googel lagi. Ahhh perkara mudah. Akhirnya aku duduk di meja belajar, coba untuk membuat konten toktok hoax pertama. Aku penasaran seperti apa hasilnya.

—-

Malam hari setelah makan malam aku duduk di sofa. Seperti biasa aku melihat ibu sedang asik bermain toktok. “Bu tadi aku lihat ada berita baru soal badai matahari” kataku membuka obrolan.
“Katanya nggak percaya toktok” balas ibu ketus
“Tadinya Bu, tapi Bayu sadar kalau Bayu salah. Ibu benar ternyata kita nggak boleh menyepelekan berita yang penting” aku mencoba memenangkan Ego ibu.
“Mangkanya jadi anak itu yang nurut kata orang tua, ibu tau kok mana yang benar, mana yang salah”
“Iya Bu…” Aku mengangguk.
“Memang apa beritanya?” Tanya ibu.
“Ini loh Bu, berita nya”

Ibu melihat handphone ku. Mendengarkan berita buatanku dengan serius. Belum pernah aku merasa deg-degan seperti ini. Berita yang kubuat berisi tentang gelombang elektromagnetik tak lazim yang bisa menyebabkan radang kulit pada seseorang. Disana aku menjelaskan, bahwa pada hari ini gelombang elektromagnetik yang sampai dalam bentuk radiasi akan sampai ke bumi dan akan menyebabkan radang kulit disekitar dada, bokong dan paha dalam. Aku tambahkan keterangan bahwa penyakit ini hanya menyerang wanita berusia di atas dua puluh lima tahun. Karena di atas usia dua puluh lima tubuh wanita lebih rentan tersengat gelombang elektromagnetik itu. Sementara pada laki-laki dan anak-anak tidak akan berdampak apapun. Aku sendiri terkikik pertama kali memutar video itu. Tapi kali ini lain. Ekspresi ibu benar-benar serius. Hal ini diluar perkiraan ku

“Aduuuhh gimana nih, tadi ibu keluar rumah lagi. Aduhh gimana dong nak?”
“Nah bayu nggak tahu” aku menggeleng
“Kok kamu baru kasih tahu sekarang sih?”
“Kan Bayu baru tahu tadi” bela ku
” Lain kali kalau ada berita penting seperti ini cepat beri tahu ibu, paham?”
“Iya Bu” aku mengangguk.
“Ya sudah ibu mau minum madu dulu, biar nggak jadi sakit”
Ibu bangkit lalu menuju dapur. Memang kebiasaan ibu kalau sedang sakit pasti akan minum tiga sendok madu. Dari ekspresinya ibu tampak sangat khawatir. Aku jadi tidak enak, semoga tidak terjadi apa-apa.
—-
Pagi harinya

Aku bangun pagi itu lalu bersiap untuk mandi. Aku melihat ibu di dapur sedang masak. Tapi kali ini sikap ibu agak lain. Ibu berdiri sambil gemetaran, terlihat tidak nyaman. Tangannya tampak menggaruk-garuk bokongnya. Aku terkejut. Aku segera menghampiri ibu.
” Ibu kenapa?”
“Nggak tahu nak, pagi ini pas ibu bangun, badan ibu gatal benget. Merah loh. Nih lihat!” Ibu membuka kerah dasternya. Aku bisa melihat belahan dada ibu yang dihiasi ruam-ruam merah.
“Ini pasti gara-gara ibu kena sinar matahari kemarin. Aduhhh… Gatal banget nak. Ibu kayaknya nggak keluar rumah dulu deh beberapa hari ini”
Aku terdiam, tak percaya. Berita itu benar-benar dipercaya oleh ibu. Sampai mendatangkan gatal sungguhan. Aku menelan ludah. Dari balik kerah daster ibu dapat aku lihat belahan dada dengar ruam merah. Dua buah puting tercetak jelas dari balik kain daster ibu. Ibu seperti cuek saja sambil terus menggaruk bongkahan dada dan bokongnya. Dan saat itu juga sebuah ide baru muncul.

Bersambung

 

Kebohongan Berikutnya

Setelah mengetahui efek dari berita hoax yang kubuat, aku mencoba untuk membuat berita yang lebih ngaco dari sebelumnya. Sepulang dari kuliah, aku kembali membuat sebuah konten. Komentar di akun toktok ku sengaja di-mute supaya tidak merepotkan nantinya. Kemudian aku mulai mengedit berita.
—-
Setelah makan siang, aku duduk di sofa bersama ibu. Ibu masih terlihat risih dengan penyakit gatalnya. Aku mendekati ibu
“Bu ada informasi baru soal penyakit gatal ibu”
“Ah yang benar nak?”
“Iya” aku mengangguk lalu menyodorkan handphone ku lalu memutar video toktok.
“Sini ibu lihat”
Ibu kembali mengamati video itu dengan seksama. Di video itu dijelaskan bahwa cara untuk mengatasi rasa gatal adalah dengan tidak menggunakan bra karena akan menyebabkan suhu pada payudara meningkat dan membuat gatal menjadi parah. Kemudian cara menghilangkan rasa gatal adalah dengan memberikan stimulus oral kepada kedua payudara. Stimulus oral atau merangsang payudara dengan mulut akan membuat syaraf di payudara terangsang dan mengaktifkan sel kekebalan tubuh sehingga tubuh menjadi semakin kuat dalam memerangi infeksi pada kulit. Pemberian stimulus ini harus dilakukan tiga kali sehari minimal, untuk mempercepat penyembuhan jika telat penanganan akan menyebabkan kanker kulit. Aku menambahkan video dan gambar wanita yang payudaranya digerayangi oleh pria yang lebih muda. Video itu aku potong dari video porno di galeri ku, aku buat sedemikian meyakinkan sambil memberi caption bahwa praktek pengobatan ini telah dilakukan di negara-negara Barat. Berhubung video itu menampilkan aktor-aktor bule. Ibu tercengang melihat hal itu, aku memasang wajah khawatir meskipun di dalam hati aku tertawa terbahak-bahak melihat ibu yang sebegitu lugunya percaya pada berita konyol seperti itu.

Setelah video selesai diputar tiga kali ibu menarik nafas panjang. Ia mengapit batang hidungnya dengan jempol dan telunjuk nya. Ia melirikku sekilas lalu menatap handphone ku. Aku kembali degdegan. Ibu memberikan handphone kepadaku lalu berjalan ke dapur. Aku membuntuti ibu Sambil tetap memasang ekspresi cemas.
Setelah beberapa teguk air, ibu menatapku. “Ibu tidak tahu kalau penyakit ini bisa sebegitu parah”
Aku duduk di dekat ibu, mengamati air mukanya yang gelisah.
“Ibu nggak mau kena kanker kulit” ia menggigit bibirnya dengan mata berkaca. Aku merasa ini sudah berlebihan. Aku harus mengakhiri nya.
“Bu sebenar-”

“Ibu minta bantuan mu ya nak”
“Apa?!” Aku tak percaya dengan apa yang ibu katakan.
“Kalau memang cuma ini jalan keluar nya, ibu minta tolong ya. Cuma kamu orang yang bisa ibu percaya” ibu menatapku sambil menyeka gumpalan air di sudut matanya.
“Iya Bu, pasti Bayu akan bantu”
Begitu kata itu meluncur dari mulutku, ibu mulai membuka baju kaus ungunya. Menampilkan bra berenda dengan warna serupa. Setelah ibu meloloskan bra itu, tampak kedua bongkah payudara ibu. Tampak ranum dan indah. Dengan puting dan areola yang berwarna coklat kehitaman. Tapi di sela-sela payudara ibu masih terdapat ruam-ruam merah. Ibu melipat kedua tangannya di atas pahanya. Kedua payudara itu menggantung tanpa pelindung. Aku mulai menyentuhnya dengan kedua tanganku.

“Aahh..” suara desahan ibu terdengar
“Sakit Bu?”
“Geli” jawab ibu sambil menggeleng.
“Maaf ya Bu”
Aku kembali menggerayangi kedua payudara ibu dengan tanganku. Kuusap gundukan daging kenyal itu, jemariku memelintir kedua putingnya. Bisa kulihat ibu memejamkan matanya, menggigit bibirnya. Tampak gelisah.
Puas aku menyentuh nya aku mulai menjilati satu permukaan kulitnya, dimulai dari dada sebelah kanan. Dari kulit perlahan kujilat sampai ke puting. Kuhisap perlahan sambil kugigit pelan.
“Aahhh..” desahan dan nafas berat itu dapat dengan jelas kudengar.
Dari dada kanan aku pindah ke dada kiri. Terus kulakukan berulang. Sesekali aku membenamkan wajahku di antara gundukan payudara nya. Mencium aromanya yang nikmat. Kembali kuhisap puting ibu. Kuhisap sepuas hatiku. Sensasi nyaman dan erotis begitu memabukanku. Aku bisa ketagihan menetek lagi pada ibu jika begini ceritanya. Saat kuhisap puting kanan, jemariku sibuk bermain dengan puting kiri. Begitu sebaliknya, sehingga tak terasa sekujur payudara ibu jadi sangat basah oleh air liurku. Tapi meski begitu aku tetap menghisapnya. Tak perduli.

Setelah kurasa cukup aku melepaskan wajahku dari gundukan payudaranya. Aku melihat wajah ibu yang memerah. Bibirnya basah. Matanya tak berani beradu pandang denganku. Aku kembali ke posisi duduk.
“Ibu mau istirahat dulu ya” katanya lirih sambil kembali memasang bra dan mengenakan kaus nya. Kemudian ibu beranjak dan menghilang dari balik pintu kamar. Aku terdiam. Semua jadi sedikit canggung.

—-
Besok pagi

Akhirnya setelah satu hari yang canggung itu, aku sampai di hari yang baru. Begitu keluar kamar aku menemukan ibu sedang menata makanan di meja. Menyadari kehadiranku ibu berbalik menghadap ku.
“Kulit ibu nggak gatal lagi loh” katanya sambil mengusap dadanya.
“Syukur lah Bu”
“Iya, lega banget rasanya. Terima kasih ya nak sudah bantuin ibu.”
“Ah biasa aja lah Bu”
“Eh itu hal yang luar biasa loh, kalau nggak ada kamu entah bagaimana nasib ibu. Mungkin gatal ibu jadi tambah parah”
Aku tersenyum mendengarnya
“Sudah, kamu mandi sana lalu sarapan!”
“Siap” aku bergegas menuju kamar mandi.
—-
Setelah kejadian itu ibu selalu meminta bantuan kepadaku, sebagaimana yang kami tahu, aku harus menstimulasi payudara ibu minimal tiga kali sehari. Waktu yang kami sepakati adalah saat setelah sarapan pagi, setelah makan siang dan malam sebelum tidur. Terkadang sore juga sih, tapi itu opsional. Selama seminggu aku selalu membantu ibu. Menghilangkan rasa gatalnya.

Selama seminggu itu juga ibu selalu didatangi oleh teman-temannya. Ibu-ibu satu komplek, mereka memang selalu akrab apalagi ibu yang terkenal pandai bergaul, tentunya kabar bahwa ibu sakit mengundang simpati mereka untuk datang menjenguk. Aku tidak ambil pusing dengan hal itu sampai suatu ketika tanpa aku sadari, berbagai hal jadi semakin runyam.

Pagi itu saat akan mengisi bensin eceran aku mendatangi warung mbak melati. Dia ibu muda di komplek ini, sekaligus teman ibuku. Saat aku turun dari motor aku masuk ke dalam warung, aku hendak memanggil pemilik warung tetapi kemudian dari dalam warung mendengar desahan.
“Aahh iya sayang.. teruss… Hisap… jilat sayangg.. ahhh.. hhhmm… Anak bunda pintar”
Aku yang terkejut dan penasaran segera mengendap-ngendap menuju asal suara. Di dalam warung itu ada lorong, aku mengendap-endap menyusurinya. Dari balik dinding kayu aku dapat mengintip ke ruang penyimpanan, lebih tepatnya gudang. Dari celah itu aku dapat melihat mbak melati dengan terengah-engah mendesah. Aku bisa melihat mbak melati bersama Doni, anak tirinya yang sudah beranjak dewasa sedang berbaring di atas tikar, dengan Doni yang asik menggerayangi payudara mbak melati.
” Ahhh enak… Sayang .. teruss…”
Mbak melati belingsatan sementara Doni terus menjilat dan menghisap payudara wanita ayu tersebut. Aku mengusap wajahku, tak percaya dengan apa yang kulihat.
“Permisi beli rokok mbak” tiba-tiba suara pria tua dari arah depan mengangetkan ku. Aku berjalan cepat kembali ke beranda.

Setelah melayani pembeli mbak melati menghampiriku menuju ke mesin pengisi BBM mini.
“Berapa liter yu?”
” 2 liter aja mbak”
“Ok”
Jemarinya menekan tombol kemudian ia memasuk selang ke dalam lubang tangki motor matic ku. Saat sedang mengisi aku melihat mbak melati seperti menggaruk dadanya.
“Kenapa mbak? Gatal?”
“Iyaa… Beberapa hari ini gatal terus. Kayaknya beberapa hari ini mbak nggak keluar rumah dulu deh”
“Loh kenapa mbak?”
“Biar nggak makin gatal, kan ibu mas Bayu sakit gara-gara itu juga kan?”

Aku terkejut. Bukan tentang fakta bahwa ibu cerita soal sakitnya. Tapi fakta bahwa apa yang ibu katakan bisa mempengaruhi orang lain. Sebegitu hebat nya kah cara ibu berbicara? Sehingga teman-temannya terpengaruh dan mengalami hal yang sama. Setelah mengisi bensin aku memacu motorku. Di sebrang jalan ibu-ibu penjual gado-gado terlihat menggaruk-garuk tubuhnya, di tokoh baju ada ibu-ibu yang juga sedang menggaruk tubuhnya dengan wajah tak nyaman. Begitu pun di pekarangan rumah, di beranda ruko, dan di pinggiran jalan sambil membawa belanjaan. Aku tahu mereka semua teman-teman ibuku. Dan aku curiga kalau mereka semua sudah terpengaruh oleh hoax melalu ibu ku.

 

Berjemur

Siang hari begitu terik menyengat kulit. Membuat beberapa orang enggan keluar rumah. Apalagi ibuku. Ia lebih suka berdiam diri di rumah jika siang dan baru berani keluar jam empat sore. Aku yang ada jadwal kuliah akan selalu diingatkan ibu untuk pakai krim anti uv. Beliau khawatir sekali jika aku pergi meninggalkan rumah siang hari. Hari ini begitu pulang, ibu seperti biasa menyambut dan menyuruhku makan. Setelah makan kami masuk ke kamar. Ibu membuka bajunya, menyodorkan payudaranya.

Aku dengan sigap langsung melahap gundukan payudara itu. Kami membaringkan tubuh di kasur. Dengan khusyuk jengkal demi jengkal daging kenyal itu kujilati dan kuhisap. Ibu menggeliat menahan rangsangan di dadanya.
“Aahhh…. Hhmmm.. aaahhh..” suara nafas dan desahan ibu terdengar jelas.
“Enak banget Bu teteknya coba masih ada susunya, bayu nggak akan minum air lagi, cukup minum air susu ibu aja”
Ibu menjewer telingaku
“Aduuhh sakit”
“Ada-ada aja mana bisa lah” celetuk ibu.
Aku kembali fokus menetek kepada ibu. Sementara ibu memainkan handphone nya, membuka pesan grup atau menonton toktok. Biasa lah, ibu kembali tenggelam dalam konten2 toktok yang murahan itu.
“Nak kok akun yang kamu kasih tahu kemarin.. belum update berita lagi ya?”
“Orangnya mungkin masih netek kali Bu” jawabku ngasal. Ibu tampak tak perduli dengan jawabanku.
“Padahal ibu nunggu-nunggu loh update soal penyakit ini, soalnya nggak ada satupun berita yang membahas kecuali di akun ini”
Aku tertawa dalam hati. Ya jelas lah mana mungkin ada yang bahas, beritanya aja ngarang. Aku semakin meningkat kan sedotanku di puting ibu. Setelah setengah jam, aku yang telah puas bermain dengan payudara ibu akhir melepaskan wajahku darinya.
Kondisi payudara ibu basah dengan tanda cupang dimana-mana. Ibu sepertinya tidak ambil pusing. Siapa yang akan lihat kecuali kami berdua. Ayah jauh di Hongkong sana jadi TKI. Mana mungkin akan tahu hal ini.
Aku mensejajarkan tubuhku di sisi ibu. Mencium wajahnya. Kemudian berbicara pelan di dekat telinga nya.
“Tunggu aja Bu, nanti beritanya pasti update kok. Kan kasus ini sangat penting, nggak mungkin di tinggal begitu aja.”
“Huuftt.. iya deh, ibu tunggu sebentar lagi mungkin beritanya update” katanya sambil mematikan handphone dan menaruhnya di atas bantal kepala.
“Makasih yang sayang udah bantu in ibu.” Ibu tersenyum lalu mengelus kepala ku. Aku menganggu setuju. Aku bangkit lalu duduk di pojok kasur sambil tetap memandang ibu dan payudara montoknya.
“Kalau ibu perlu bantuan panggil aja ya Bu, nggak usah sungkan”
Ibu mengangguk. Ia memiringkan tubuhnya berisitirahat. Tanpa mengenakan atasan sama sekali. Aku kembali ke kamar, bersiap meng-upload berita baru. Tentunya dengan informasi yang lebih nyeleneh.
—-
Sore harinya pukul lima sore aku melihat ibu yang kembali gelisah sedang duduk di sofa.
“Nak, sudah lihat berita hari ini?”
“Belum Bu? Udah update ya”
Ibu mengangguk tapi ekspresi nya gusar sekali. Aku menghampiri nya lalu dengan tampak seolah tak tau apa-apa aku duduk disampingnya.
“Kenapa gelisah begitu sih Bu?”
“Coba kamu lihat beritanya!” Begitu ibu bicara begitu aku menatap layar handphone nya.

Di video itu aku menambahkan backsound yang nggak creepy untuk untuk memancing rasa waspada penonton. Kemudian video dibuka dengan informasi soal gelombang panas dan efek buruknya pada tubuh. Kemudian setelah membeberkan efek buruk berupa kanker kulit yang sangat rentan menyerang semua orang di bulan-bulan ini, apalagi saat ini badai Matahari sedang berkecamuk di tata surya. video langsung berpindah ke informasi cara menetralkan efek dari radiasi matahari yaitu dengan cara berjemur di atas cahaya bulan. Baik bulan sabit atau bulan purnama. Dijelaskan bahwa cahaya yang dipantulkan dari bulan punya efek seperti antikanker yang dapat menghilangkan zat kanker. Sinar bulan juga mengaktifkan mekanisme anti-depresan pada tubuh sehingga jika tubuh mengalami stress berjemur di atas cahaya bulan akan menghilangkan stress dan meningkatkan fokus yang berguna untuk memecahkan masalah. Cara berjemur adalah dengan berada di luar ruangan, membiarkan sinar bulan langsung mengenai kulit. Oleh karena itu untuk mendapatkan khasiatnya seseorang mesti berjemur dibawah sinar bulan tanpa busana selama satu jam. Pada video itu ditambahkan gambar-gambar wanita yang tentu saja aku ambil dari situs dan forum dewasa. Gambar itu berisi wanita-wanita telanjang dengan berbagai macam tempat dan pose telanjang di malam hari. Tentu saja foto itu berasal dari orang-orang yang suka melakukan eksibisionisme. Yaitu dengan bertelanjang di tempat-tempat umum untuk mendapatkan sensasi seksual yang abnormal. Aku menambahkan informasi bahwa berjemur dibawah sinar bulan sangat baik untuk setiap orang tak peduli usia dan jenis kelamin. Efeknya sama. Videopun ditutup dengan jadwal rotasi bulan pada bumi. Dan menegaskan bahwa hari ini adalah malam bulan purnama, dan momentum yang pas untuk berjemur di bawah sinar bulan.
Setelah video berakhir kami saling berpandangan. Ada keraguan di wajah ibu.
“Menurut kamu gimana nak?”
” Kayaknya nggak ada cara lain Bu” aku mengangkat bahu sambil menghela nafas berat.
“Kamu mau telanjang gitu malam-malam?”
“Sebenarnya berat Bu. Bayu nggak mau lah tetapi demi kesehatan akan Bayu lakukan”
“Ibu takut kalau nanti di lihat orang, apa kata mereka nanti” jelasnya lirih. aku menggenggam tangan ibu yang dingin.
“Ibu nggak usah khawatir kan pagar belakang rumah lumayan tinggi, aku juga akan menemani ibu. Kalau ada yang berani ngintip akan Bayu hajar”
Ibu tertunduk lesu. Aku merangkul bahu ibu. Mencium wajahnya.
“Tenang Bu, Bayu disini untuk jagain ibu”
Ibu menggangguk setuju. Aku tersenyum, malam ini akan jadi malam spesial.
—-
Malam pun datang, dengan cahaya bulan dan bintang menghiasi langit. Dari balik jendela aku bisa melihat cahaya bulan purnama. Aku dengan celana boxer lebarku bersandar di dinding rumah sambil memeluk karpet tidur. menunggu ibu keluar dari kamar.
Pintu pun terbuka, ibu muncul sambil mengenakan sarung. Aku menelan ludah sambil menatap tubuh ibu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Kenapa?” Tanya ibu
“Enggak kenapa-kenapa” balasku sambil membuang pandangan. Ibu berjalan mendekati ku
” Ayo cepat, cepat mulai nanti cepat selesai”
“Ok Bu”

Kami keluar rumah, sampai di halaman belakang. Halaman belakang berlantai semen tapi sering berdebu, agak kotor. Makanya aku membawa tikar. Aku menghamparkan tikar. Aku menatap bulan purnama diatas sana. Cerah tanpa awan. Begitu aku melirik ibu, ternyata ibu sudah menanggalkan dan melipat sarungnya. Kedua tangan ibu yang menggenggam sarung menutup area kemaluanya. Ibu terlihat gelisah.
“Gimana ini?” Ibu setengah panik bertanya padaku. “Ya berjemur lah Bu, apalagi?” Aku segera meloloskan boxerku. Menampakkan batangku yang mengeras di hadapan ibu.
Ibu tampak tegang. “Ahh udah deh nggak jadi, ibu malu” ibu berjalan ke dalam rumah. Aku segera menggenggam lengan ibu.
“Udah tanggung Bu, kenapa masuk lagi. Kan Bayu udah bilang kalau akan jagain ibu”
“Ibu nggak siap telanjang bareng kamu”
“Sebentar aja Bu, kan ibu bilang semakin cepat mulai semakin cepat selesai” aku menatap ibu mencoba meyakinkannya. Ibu terdiam. Aku mencoba menarik lengannya kembali ke arah tikar yang sudah ku hampar.
“Ayo Bu lepaskan sarungnya kita berjemur!” Aku menarik pelan sarung dari tangan ibu. Awalnya sedikit ada perlawanan, akhirnya sarung itu lepas. Aku bisa melihat bulu-bulu halus di selangkangan ibu. Aku menelan ludah. Aku mencoba mengambil inisiatif dengan tidur telentang terlebih dahulu. Dari sini aku bisa leluasa melihat tubuh indah ibu. Ibu celingak-celinguk seperti bingung lalu perlahan duduk lalu dengan perlahan merebahkan badannya di sampingku. Nafas berat itu terdengar.
“Santai Bu, releks. Tarik nafas!” Kami menarik nafas. “Hembuskan!” Kami pun membuang nafas perlahan. Aku melirik ibu disamping. Ibu masih berbaring dengan kedua telapak tangan menutupi kemaluan. Wajahnya memerah. Nafasnya membuat gundukan payudara itu naik turun. Sangat menggairahkan. Membuat batangku berkedut ngilu. Kami terus mengatur nafas. Aku membimbing ibu. Tarik dan hembuskan. Begitulah yang kami lakukan di menit-menit awal. Setelah Iima menit mengatur nafas, aku menghampiri payudara ibu. Batang ku mengenai telapak tangannya.
“Loh kok main nyosor sih?” tangan ibu menyingkir begitu bersentuhan dengan batangku.
“Bayu pengen bantu ngobatin ibu. Biar gatalnya bisa hilang total. Mumpung masih terang bulan” alasanku sambil mulai menetek. Dengan nafas berat dan sedikit mendesah ia mengalungkan kedua lengannya ke kepalaku. Membuatku semangat untuk menggerayangi payudaranya. Tubuh kami begitu dekat menempel. Sesekali ku gesek batangku di kulit paha ibu. Ibu mendesah
“Ehh jangan kebablasan ya!”
Enggak Bu, tenang aja” kataku sambil terus menjilati puting ibu yang tegang. Terus berganti ku jelajahi setiap inci gundukan itu, dari kanan ke kiri lalu kembali lagi. Sampai keduanya basah dengan air liurku. Beberapa cupang kudaratkan disana. Seperti penanda bahwa bibirku pernah singgah disana.
“Aahhh kamu makin jago ya Sekang, pelan-pelan aja, ngilu soalnya” kata ibu.
Setelah beberapa lama aku melepaskan bibirku dari puting ibu mendaratkan pipi kananku diantara dadanya. Aku bisa merasakan detak jantungnya. Aku merasakan gairah yang tidak bisa ku ungkapkan. Aku berdiam diri disana untuk beberapa lama.
—-
Aku terbangun mendengar kokokan ayam. Pelan-pelan aku membuka mata. Masih gelap rupanya. Aku sadar sekarang masih berada di atas payudara ibu. Lengan kiri ibu melingkar di atas pundakku. Aku menggesernya pelan. Kemudian aku duduk sambil mengusap mataku. Bulan masih disana, menjadi saksi perbuatan tabu kami berdua. Kulihat ibu masih tertidur sambil mendengkur pelan. Ku amati dengan seksama tiap jengkal tubuhnya yang montok. Aku bergerak menyentuh pahanya yang sejajar. Ku geser perlahan sehingga kedua paha itu melebar. Dan tampaklah kemaluan ibu yang selama ini membuat ku penasaran. Warnanya coklat kehitaman dengan bulu halus disekitarnya. Tumbuh dengan rapi. Ini momen yang langka. Harus diabadikan. Aku bangkit dan perlahan membuka pintu, masuk untuk mengambil handphone di kamar. Ketika sampai di dekat pintu belakang aku mengaktifkan kamera. Dari sini aku bisa melihat sosok wanita montok yang tidur telentang tanpa sehelai benang. Begitu menggoda. Kalau saja tidak ada tembok dan ibu tidur sembrono begini pasti sudah digilir satu persatu sama orang ronda.

Ku foto tiap inci tubuh ibu. Dari jauh dan dekat. Wajahnya, Bibirnya, payudara, perut, pinggul dan belahan kemaluannya. Semuanya ku foto. Agar pemandangan ini abadi. Setelah puas aku yang tak tahan mengocok batangku tepat di depan kemaluan ibu. “Aahhh… Ibuu .. enakknya kalau bisa ngentot ibuu .. ahhhh…. Ibu bodo banget sih… Bisa-bisanya mau disuruh telanjang sama aku… Pokoknya akan aku entot kamu Bu.. ahhh… Marni kamu akan kubuat enak.. aku buat enak kamu marnii… Ahhh…” Air mani meluncur dari batangku. Berkali-kali ia memancar. Aku menarik nafas menikmati gelombang orgasme. Air maniku meluncur membasahi kemaluan dan perut bagian bawah. Aku lemas. Aku kembali memeluk ibu. Membenamkan wajahku di gundukan payudara itu. Begitu nyaman. Sehingga aku kembali tak sadar.
—-
“Bayu bangun nak.. heeii!” Aku merasa pundak ku di guncang. Aku membuka mataku. Ibuku masih disana. Duduk, dengan kain sarung melilit tubuhnya. Aku mengucek mataku. Langit sudah terang.
“Loh udah pagi” kataku
“Iya lah, kamu ada kuliah lagi kan? Udah cepat mandi sana”
Aku langsung duduk. Menghela nafas.
“Bolos aja ya Bu” kataku
“Enak aja. UKT mu mahal. Kuliah emang pake daun? Cepat sana mandi”
“Iyyaaa” aku menguap lalu berjalan lemas sambil membawa handphone. Meninggalkan ibu yang sedang menggulung tikar seorang diri. Kubuka layar handphone, di galeri ibu masih telanjang disana. Disorot cahaya bulan.

Bersambung