Penjual Es Kelapa Muda
Jadi bagi yg merasa kentang silakan dibaca lanjutannya.
Jikalau ada yang salah kata maafkan nubi Mohon bimbingan para suhu di marih.
Selamat membaca.
Mentari nampaknya sedang membara. Cahayanya tanpa ragu menebar panas di bumi. Tak terkecuali di pinggiran kota Bandung ini.
Lalu lintas sepanjang jalan yang melintasi area pabrik-pabrik cukup ramai. Panas yang menyengat rupanya mengurangi kadar cairan di tenggorokanku. Seperti pertanda harus segera mencari tempat berteduh yang menyajikan minuman dingin.
Tanpa menghentikan laju sepeda motor, mataku menyisir tepian jalan. Hingga setelah satu kilometer aku menangkap sosok yang menantang.
Bukan menantang berduel, namun kulihat gumpalan daging bokong yang membulat yang berukuran jumbo yang nampak empuk namun kenyal dan penuh. Bongkahan itu dibalut legging tipis berwarna kelabu ditopang paha sekal dan kaki panjang bak kaki belalang. Kaki indah itu nampak seperti hanya kulit yang dicat kelabu saking ketat celana yang membungkusnya.
Saat mataku menyapu keindahan itu dari bawah perlahan ke atas nampaklah pinggang ramping dan perut datar yang menggoda. Semakin ke atas … sepasang lengan menghalangi bongkahan di bagian atas yg kuyakin tak mampu kugenggam dengan tangkupan tangan.
Lengan itu sedang membuka sebuah box pendingin. Sebuah hijab berwarna hitam menutupi kepala,leher, dan bahu.
Ingin kurengkuh gumpalan daging kenyal di atas sepasang paha itu. Hingga kulihat tulisan “Es Kelapa Muda” di jendela kaca di samping makhluk penantang kelelakianku itu. Ahhaa …
Kutepikan motor matic 110 cc milikku.
Gadis itu menoleh ke arahku saat mesin motor kumatikan. Dan mataku tak lepas pandang dari bongkahan kenyal yang berbalut legging itu.
“Mangga calik a …” (silakan duduk a). Senyum manis di wajah cantik berkulit seputih susu menyambut kedatanganku. Mojang geulis menunjuk bangku kayu di dalam warungnya.
“Es kelapa muda teh …” kuhempaskan pantatku yg panas akibat duduk terlalu lama di jok.
“Di gelas atau di batokna a?”
“Batok teh … agar alami ”
“Antosan atuh nya a “(tunggu ya a).
Si teteh dengan bujur bulat jumbo mengambil sebuah kelapa dari tumpukan yang terjejer rapi di atas dipan anyaman bambu. Lalu ia mengambil golok kemudian membelakangiku, karena posisi dudukku di dekat meja kayu.
Dengan posisi itu si teteh membelakangiku sehingga bagian belakangnya tepat berada di depanku.
Pemandangan yang tak mampu kutolak. Mataku tak sanggup kualihkan ke arah lain. Sepertinya ini lebih menyegarkan dari pada es kelapa mudanya.
Bongkahan pantat bulat, kenyal, padat dibalut kain legging tipis ketat diapit paha sekel di bagian bawah dan pinggang kecil ramping di bagias atas yang bergoyang karena si teteh berusaha melubangi bagian atas kelapa.
“Peryogi bantosan teh?” (Perlu bantuan teh).
“Eh…sawios…tiasa da…”(eh biarin bisa koq).
Si teteh kembali menekan goloknya. Tubuhnya kembali bergoyang. Hingga mataku kembali melotot, dan perlahan celanaku mulai sempit.
“Teh… saya tos haus…”(teh saya udah haus).
“Sakedap a..”(bentar a).
“Sini saya bantu…” aku langsung berdiri, kuraih golok dari tangan si teteh… haluusss….
“Punteun nya a, biasana aya si a dodoy…”(maaf ya a, biasanya ada si a dodoy).
“Siapa tuh?”
“Suami saya a …aahhh….” tak sengaja siku lenganku menyenggol benda empuk. Saat ku tengok ternyata itu payudara si teteh.
“Punteun teh..punteun pisan…”(maaf teh maaf banget).
“Iya a,teu sawios”(iya a gpp).
Si teteh kemudian mengambil es batu di box freezer yang berada di lantai tanah.
Untuk mengambilnya ia harus agak jongkok atau… nungging?
Ya! Si teteh semok nungging sehingga pemandangan yang bikin siang yang panas makin membara!
Tubuhku serasa panas dingin. Celanaku makin sempit, apalagi saat mataku menangkap bukit di antara pangkal paha si teteh. Bukit yang nampak empuk dan berukuran setangkup telapak tanganku.
Akhirnya bisa kunikmati es kelapa muda ini.
“Silakan dinikmati a.. maaf ya jadinya aa yang harus belah kelapanya.”
“Gpp teh. Saya kan udah haus banget. Itu demi saya juga. Lagian kan teteh perempuan, harusnya itu kerjaan laki-laki teh.”
“Iya sih a. Tapi gmna lagi, a dodoy (suaminya) lagi sibuk ada proyek.”
“Proyek naon teh?”
“Pembangunan apartemen a. A dodoy kan kuli bangunan.”
“Apartemen di mana teh?”
“Eta dekat jalan tol a”
“Teteh namina saha?”(teteh namanya siapa).
Kuulurkan tanganku,
“Wiwin..” tangan putih mulus terjulur. Kugenggam erat. Haluus… putih… muluss..
“Heri…”
— bersambung lagi —
Maaf ya para suhu dan warga semprot, ane hrs beli token listrik dl neh. Nanti dilanjut lagi ya, harap bersabar.
“Si aa mah, harusnya saya yg nawarin duduk, kan saya yg punya warung ” teh wiwin tertawa renyah.
“Yaa biarin atuh teh ” kami tertawa bersama.
Duh nikmatnya jadi bangku, bisa diduduki bongkahan empuk padat.
“Manis ga a es kelapanya?”
“Manis banget teh,”
“Koq pake banget, kan ngga saya kasih gula a,”
“Gimana ga manis banget, minumnya sambil ngeliatin teteh …”
“Iihh…si aa gombal”
“Auww…” teh wiwin nyubit pahaku. Sakit tapi nikmat. Ngajak cubit-cubitan rupanya.
“Sakit teh…”
“Bongana ngagombal… awewe geus boga salaki geus boga budak digombalin,”(makanya kenapa ngegombal cewek udah punya suami udah punya anak koq digombalin)
“Ya saya mah kan jujur teh, teteh manis dan bikin seger,”
“Tuh kan…gombal lagi…”
“Wiiin….!”
Tetiba muncul seorang ibu-ibu masuk ke warung teh wiwin. Sial! Mengganggu saja!
“Eh ema, naon ma?”
“Budak teh balik jam sabaraha?”(itu anak pulang jam berapa)
“Jam tilu ma,”(jam tiga mah)
“Gera jemput atuh,”(segera jemput)
“Kana naon ma? Kan eweuh motorna,”(Naik apa mah kan ga ada motornya)
“Nginjeum atuh. Tah ka si ujang,”
“Si ujang keur ka Tasik ceunah,”
“Naon ka Tasik?”
“Jemput ceu Titin,”
“Kana angkot weh,”
“Kana angkot mah dua kali naek ma,jaba ngetem,”
Wah… tiba-tiba ide itu muncul. Kapan lagi kan, iseng-iseng berhadiah.
“Ku saya weh ma,” aku pun ikut nimbrung percakapan mereka.
Si ema menoleh,”Asep saha?”(asep : panggilan untuk lelaki yang muda/lebih muda).
“Saya…”
“Wargi abdi ma …”(sodara saya ma) teh Wiwin menyela,
“Oh kitu. Geura jemput atuh si Thomas,”
“Thomas siapa teh,” kulirik teh Wiwin,
“Anak saya …” teh Wiwin agak berbisik.
Buseet! Keren nama anaknya. Kaya nama bule.
“Naha dulur maneh teu nyaho ngaran budak maneh wiwin?”(kenapa saudaramu tidak tahu nama anak kamu wiwin)
“Hilap atuh ma,”
Akhirnya teh wiwin kubonceng menuju sekolah dasar tempat Thomas belajar.
Dalam obrolan di perjalanan baru kuketahui Si ema ternyata mertua teh wiwin.
Perjalanan yang akan sangat berarti… untuk mengetahui lebih dalam …
—– bersambung —-