Jalan Terus

Kita yang punya mimpi ini
Jangan lepaskan diriku sendiri
Kita jalan terus
Entah apa nanti
Jangan berhenti percaya cinta
Jangan berlari dari cinta

Petang hari, jelang adzan Maghrib berkumandang, lembayung langit menghiasi jalan beraspal yang padat merayap oleh ragam bentuk kendaraan yang tiada habisnya, di Salemba Raya, sekitaran Matraman. Ketika semua orang sudah saling berjibaku dan rindu mengalahkan segalanya, apapun akan diusahakan demi bertemu orang yang dicintai dimanapun berada. Senggol sana, senggol sini, terobos lampu merah yang dianggap sekatan, keringat bau tak peduli, begitulah cerita keseharian di jalan ini, jalan yang penuh sesak oleh debu tiada kenal waktu. Jalan cinta, karena memang yang melaluinya semata-mata demi cinta, bekerja buat keluarga.

Bagaimanapun, tidak semua dari mereka dewasa pekerja yang lelah usai menguras pikiran dan tenaga. Lihat, ada seorang bujang, mahasiswa baru, yang sedang berdiri di depan trotoar Sekolah Menengah Atas Negeri, sekolah unggulan di daerah Jakarta Pusat. Dengan pakaian hitam putih, mirip pelamar kerja, ia selesai pulang dari orientasi kehidupan kampus (OSPEK) di Depok, tak perlu disebut nama kampusnya, karena memang si anak muda ini tak mau diagung-agungkan, macam Habibie muda yang jenius.

Lalu-lalang orang yang melintas di dekat si anak muda ini, memperhatikan jeli ia sedang menanti siapa. Padahal, nyaris tak ada lagi jam pulang sekolah di Jakarta ini berbarengan dengan jam pulang orang kantoran. Apalagi, tak ada kampus di dalam area sekolah itu, kecuali nun jauh di sana ada kampus para calon dokter.

Aneh, memang aneh, tak ada hal yang mengharu biru. Tak ada pengemis menggendong bayi. Tak ada gempa yang berakibat gedung sekolah rubuh. Tak ada orang tua lemah dengan kaki lumpuh dibiarkan. Tak ada pula yang meringis kesakitan. Mengapa anak muda ini menitikkan air mata? Apa yang buat dia sedih? Terlampau letih berdiri? Saat OSPEK ia disiksa dan dijahili?

Padahal, di rumahnya ia patut berbahagia sebagai seorang bujang yang tak mempunyai kekasih.

oOo​

“Aah Fajar, ayo kamu bikin mama basah sayang.., kamu kalau gini gak sedihkan?”

“Eurhhh Ayo maa, dikit lagi….!”. Di rumah, si anak muda bernama Fajar tak lagi bersedih, nafsunya begitu membara saat menyetubuhi ibu kandung sendiri.

Ibunda Fajar sengaja membolehkan anaknya memasuki dirinya, tanpa sepengetahuan sang suami. Oleh karena Fajar kerap bersedih, itu mengapa ibunda rela berbuat tak wajar dalam kehidupan keluarga, supaya Fajar terhibur. Sedangkan, Fajar masuk fakultas ekonomi di kampus bergengsi tiada lagi bernilai karena Fajar tampak mulai tampak kehilangan semangat menempuh hidup barunya sebagai mahasiswa. Ibunda pun bingung apakah penyebab sesungguhnya fajar selalu tampak murung? Menangis di dalam kamar. Ia menduga dengan fajar boleh menyetubuhinya akan menyelesaikan masalah. Tidak sama sekali malahan.
Dengan dibantu adik fajar, Niko, yang duduk dibangku kelas 2 SMA, ibunda fajar mencoba mencari tahu penyebab sang anak terlihat depresi.

Ada apa dengan fajar?