Skandal Menemami Mertua Menagih Hutang
HARI Sabtu, aku libur kerja. Ibu mertuaku mengajak aku pergi menagih utang ke rumah kakaknya, karena kakak ipar dari ibu mertuaku pernah minjam duit 1 juta rupiah pada ibu mertuaku sudah 2 bulan belum dibayar.
Aku punya prinsip, kalau aku berani meminjamkan uang pada orang lain, aku anggap uang yang aku pinjamkan itu sudah hilang. Dikembalikan aku bersyukur, tidak dikembalikan yo ora popo, itu menjadi urusan dia dengan Yang Di Atas.
Maka itu aku sangat selektip kalau sudah minjem duit sama orang lain, walaupun itu kakakku sendiri.
Tapi selama ini belum pernah ada sih orang yang minjem duit sama aku… he.. he..
Lagi pula aku mana ada duit untuk dipinjamkan pada orang, rumah aja aku masih numpang dengan mertua…
Aku pakai sepeda motor mengantar ibu mertuaku ke rumah kakaknya karena aku bisa melewati gang-gang kecil menghindari kemacetan lalu lintas di jalan raya.
Mula-mula ibu mertuaku duduk di belakang sepeda motorku agak menjauh dariku, mungkin supaya teteknya yang montok itu tidak menyentuh punggungku.
Tetapi untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak, tiba-tiba roda depan sepeda motorku membentur polisi tidur yang cukup tinggi, sehingga membuat ibu mertuaku yang duduk di belakang sepeda motorku panik dan secara refleks ia merangkul aku dari belakang.
Duuhhh… apalagi aku tidak pakai jaket lagi, terasa banget itu sepasang teteknya yang gede itu di punggungku.
Aku pura-pura tidak tau dan supaya buah dadanya tetap nempel di punggungku, aku sengaja membenturkan roda sepeda motorku lagi ke polisi tidur, kalau aku ketemu polisi tidur lagi, sehingga posisi duduk ibu mertuaku di belakang sepeda motorku tetap dalam posisi memeluk aku dari belakang.
Seharusnya setengah jam kami sudah sampai di rumah kakak ibu mertuaku, tetapi sengaja aku mengambil jalan memutar sehingga menambah sekitar 20 menit kami baru sampai di rumah kakak ibu mertuaku.
Turun dari sepeda motor, penisku kencang sekencang-kencangnya sehingga membuat aku harus minta izin dengan tuan rumah untuk pergi ke kamar mandi. Aku mau keluarkan air maniku karena sudah saking gak tahannya aku.
Penisku barangkali sudah gak usah dikocok, dipegang saja sudah keluar susu kental manise…
“E… Kak Johno…” kata Lizha, anak gadis dari kakak ibu mertuaku yang keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah dan tubuhnya yang mulus putih itu berbalut handuk berwarna merah. “Datang dengan siapa Kak, Tante Lily ya…?”
“Iya, Liz… sudah lama Kak Johno nggak ketemu sama lo, lo tambah cantik aza…” kataku pada gadis berusia 19 tahun ini.
“Hi.. hi..” Lizha tertawa senang. “Masa sih, Kak…?”
“Iya… lihat saja itu tetek lo, dulu kecil, sekarang… mmmm… kayak bakpaw…”
“He.. he… iya, Kak… Lizha jadi malu…”
“Kok malu… punya tetek montok kok malu, harus bangga dong…” kataku.
“Hi.. hi.. iya, Kak… Lizha tuker baju dulu ya, Kak… Kak Johno mau ke kamar mandi, ya…”
“Nggak, mau ketemu kamu. Mau ngajak kamu kencan…”
“Uhhh… nanti ketahuan sama Mbak Nadia, aku bisa diomelin Kak Nadia lho Kak, nggak mau ah… sebentar ya, Kak…”
Lizha balik ke kamar mandi. Aku menunggu Lizha keluar dari kamar mandi rasanya lamaaa..aaa… sekali. Kalau ibu mertuaku sudah dapat duit dari kakak iparnya, pasti ia akan segera mengajak aku pulang.
Sudah deh, pasti aku gak akan dapat apa-apa dari Lizha. Aku nunggu Lizha jadi was-was.
Akhirnya Lizha keluar juga dari kamar mandi. Pakaiannya, celana pendek boxer dan kaos tipis tanpa memakai BH. Pahanya putih mulus seperti singkong kupas. Di kaosnya tercetak 2 bintik kecil pentil susune.
Huhhh…
Penisku tadi sudah mau reda ngacengnya, melihat tubuh montok Lizha seperti itu penisku ngamok lagi…
“Ngobrol di kamar Lizha yuk, Kak…” ajak Lizha. “…daripada nunggu Tante Lily ngobrol dengan Mami, pasti lama mereka…”
“Ya udah kalau gitu…” jawabku.
Di dalam kamar Lizha, “Liz… beli kopi yuk… nanti Kak Johno yang bayarin, sekalian tanya Tante Lily sama mamimu mau makan apa…” kataku pada Lizha.
Lizha pergi dari kamarnya, aku melepaskan kaosku naik ke tempat tidur Lizha berbaring.
Tak lama kemudian Lizha balik ke kamarnya. “Habis berapa, Liz?” tanyaku.
“Seratus…”
“Nih… 3 ratus.” kataku bangun duduk di tepi tempat tidur memberikan duit pada Lizha sebanyak 300 ribu rupiah.
“Hi.. hi.. thanks you, Kak….” Lizha menaruh duitnya di meja, lalu duduk di sampingku.
Aku rangkul pundak Lizha. Lizha bersandar di bahuku. Aku tidak mau nunggu lama lagi untuk mengeksekusi Lizha. Aku mencium bibirnya. Lizha sama sekali gak nolak.
Ketika ia balas ciumanku, tangan aku pun masuk ke balik kaosnya menggerayangi bongkahan toketnya yang padat dan kenyal itu. Sebaliknya, Lizha membuka kancing celana jeansku.
Akhirnya aku melepaskan celana jeans dan celana dalamku membiarkan Lizha yang sudah bertelanjang dada menghisap otte aku.
Melihat gaya Lizha menghisap otte aku, aku gak percaya kalau Lizha belum pernah menghisap otte. Lizha mengocok otte aku dengan mulutnya sehingga kepalanya naik-turun.
Sedap nian rasanya, sehingga akupun berani mencopot celana pendek Lizha dan dengan gaya 69, aku menjilat memiaw Lizha yang tembem berbau amis itu.
Memiaw Lizha mulus putih kayak memiaw anak-anak. Bedanya hanya pada bulunya saja. Memiaw Lizha berbulu halus di atasnya.
Sungguh aku sampai gak percaya kalau aku bisa mainin cewek dengan sebebas ini. Tapi kenyataannya begitu.
Aku tidak mau lama-lama memainkan memek Lizha. Segera aku membalik tubuh Lisha yang telanjang itu terlentang di kasur dan aku menindihnya. “Boleh Kak Johno masukin?” tanyaku memposisikan penisku yang ngaceng di depan lobang memek Lizha yang siap tembak.
Aku pagut leher Lizha. “Aaggggghh… Kaa..akkk…” jerit Lizha tertahan saat aku mendorong penisku yang keras sekeras batang rotan itu masuk ke liang sempit memeknya. “Perih memek Lizha, Kak… mungkin sudah robek kali… kontol Kak Johno besaa..arrr…” rengek Lizha.
“Maaf…” kataku dengan penis yang sudah menyumbat lobang memek Lizha. “Mau diteruskan…?”
“Yeah, nggak papa…” jawab Lizha membuat aku segera bergerak memompa lobang memek Lizha maju-mundur keluar-masuk.
“Lizzz… ini pesananmu sudah datang…” panggil maminya gak tau anaknya lagi enjoy dengan aku di tempat tidur.
Saat itu aku sudah gak tahan dengan jepitan vagina Lizha. Air maniku sudah hampir mau keluar dari penisku. “Iyah… sebentar, Mi… oohh.. oohh… Kaa..akk… enn..aaakk…” kata Lizha saat air mani menyembur-nyembur di dalam lobang memeknya.
Croottt… crroottt… croottt… crroottt… croottt…
Aku segera cabut penisku. Lizha buru-buru bangun mengambil tissu di meja belajar melap memeknya yang aku banjiri air mani, lalu segera memakai kembali pakaiannya.
Lisha sudah tidak perawan mungkin sudah diperawani pacarnya, karena vaginanya yang kuentot tadi tidak mengeluarkan darah, malahan ia bisa segera memakai kembali pakaiannya.
Aku tidak habis pikir, anak sebesar itu sudah tidak perawan, bagaimana rasa memeknya kalau ia sudah berumur 30 tahun?”
“Open BO aja Liz, mau nggak?” tanyaku. “Memekmu enak, lengit kenyal maknyus, pasti banyak laki-laki yang suka…” kataku sambil memakai pakaianku,
“Nggak ah…”
“Dapat duit banyak lho… nanti Kak Johno tawarin kamu ke Bos Kak Johno, mau nggak? Kalau Kak Johno yang jadi mucikari kamu, kamu aman deh…” kataku.
Tidak mendapat jawaban Lizha, aku lalu pergi ke kamar mandi mencuci penisku yang bau vagina Lizha, kemudian gabung ngobrol dengan ibu mertuaku dan istri dari kakak ibu mertuaku, Tante Merry seperti gak terjadi apa-apa, padahal penisku masih nyeri nyut-nyutan akibat jepitan memek Lizha yang sempit tadi.
Duduk sekitar setengah jam, kemudian kami minta izin pulang dengan meninggalkan sisa air maniku di memek Lizha, karena Lizha tidak mencuci memeknya.
Bisa-bisa aku membuat ia hamil, batinku.
Saat kubonceng ibu mertuaku pulang, ibu mertuaku yang duduk di belakang sepeda motorku langsung memelukku dari belakang.
“Nggak…”
“Memang penting ya duit itu buat Mama?” tanyaku. “Sudah, anggap hilang saja, nanti aku gantiin…” kataku.
Ohh… mendengar aku berkata begitu, ibu mertuaku memeluk aku lebih erat lagi seperti suami istri, atau orang yang lagi pacaran.
Kali ini, aku tidak muter-muter lagi ngajak ibu mertuaku pulang. Penisku masih nyeri, ditambah dengan himpitan susu ibu mertuaku, penisku ngaceng lagi.
Sesampainya di rumah, istriku belum pulang dari kantor, karena masih siang, baru jam 1. Hanya ada Iwan di rumah, adik iparku yang duduk di kelas 3 SMA.
Ia kembali ke kamarnya bermain games setelah membukakan pintu rumah untuk kami.
Ibu mertuaku mengambil handuknya masuk ke kamar mandi. Sebentar kemudian sudah terdengar suara air kencingnya menyembur-nyembur kencang ke lantai kamar mandi seperti lubang memeknya bocor.
Sementara aku pergi ke kamarku mengganti pakaianku dengan celana pendek boxer longgar agar penisku yang habis ngentot Lizha masih nyut-nyutannya itu bisa reda nyut-nyutannya, lalu aku memakai kaos singlet.
Keluar dari kamar, ibu mertuaku bukannya mandi, melainkan ia mengenakan handuk mencuci piring di dapur.
Aku pergi ke kamar mandi ingin kencing dan membersihkan mukaku, dan ohh… di belakang pintu kamar mandi…
Sebenarnya aku tidak pernah tertarik dengan ibu mertuaku, tetapi gara-gara ia memeluk aku sewaktu aku memboncenginya tadi, aku jadi terangsang padanya dan BH-nya sangat besar sampai bisa menutupi seluruh wajahku ketika kucium baunya. Mungkin nomor 40 BH ibu mertuaku.
Dan di celana dalamnya yang berbau pesing menempel 2 lembar bulu jembutnya yang rontok.
Aku semakin terangsang pada ibu mertuaku. Sehabis cuci muka dan kencing, aku pergi menemui ibu mertuaku di dapur yang sedang membersihkan bak cuci piring.
“Katanya bayarnya bulan depan…” begitu kata ibu mertuaku padaku ketika aku berdiri di sampingnya.
“Mama masih mengharap duit itu juga?” tanyaku. “Kan tadi aku sudah bilang pada Mama…” kataku.
Ibu mertuaku menatapku. Ini saatnya, kataku dalam hati, lalu aku menjulurkan tanganku meraih pinggangnya.
“Mau ngapain sih, ada Iwan juga…?” tanyanya tidak melawan.
Kucium bibirnya. “Mama belum mandi, masih kotor… kamu kayak ayam jantan saja deh, nggak sabaran, bukan nunggu Mama selesai mandi dulu kalo mau main…” katanya meletakkan pekerjaannya yang belum selesai pergi dari dapur.
Aku tidak mau menggubris ocehannya.
Ia melangkah ke kamar, aku mengikutinya dari belakang.
“Masuk…” suruhnya padaku, lalu setelah aku masuk ke kamarnya, ia menutup pintu kamar dan mengunci pintu dari dalam. “Jangan sampai ada yang tau ya, ini rahasia kita berdua…” katanya sambil melepaskan handuknya.
Oh… tubuh ibu mertuaku langsung telanjang di depanku. Kedua teteknya menggelayut di dadanya dan ketika mulutku ingin segera menerkam putingnya, “Sebentar…” katanya padaku, lalu ia mengambil handuk membersihkan teteknya dan lipatan teteknya.
Setelah itu ia naik ke tempat tidur berbaring terlentang. Aku membuka lebar pahanya dan mencium memeknya. “Ahhh… tadi Mama kencing nggak bersihin…” katanya. “Kalo mau jilat bersihin dulu pakai tissu.” suruhnya.
Aku tidak menggubris ibu mertuaku. “Ouuu…uughhhhh…” kemudian ia mendesah panjang saat aku mulai menjilat belahan memeknya. “Sesstt… ouughhh… sayang, enak banget…! Jilat kelentitnya sayang, biar Mama keluar… Mama masturbasi 2 hari yang lalu nggak keluar… jangan harap Papamu bantu Mama keluarin, Papamu nggak bisa… terpaksa Mama masturbasi…” racaunya sambil kujilat naik-turun memeknya.
Pelan-pelan bibir memek ibu mertuaku menjadi tegang dan belahan memeknya terbuka lebar, sehingga tampak liang surganya yang berlubang bolong ternganga berwarna kemerahan.
Aku masukkan 2 jariku ke lubang memek ibu mertuaku merogoh rahimnya sambil kujilat biji kelentitnya yang juga sudah sangat tegang.
“Ouugghhh…. ouuughhhh….” lenguhnya dengan kedua tangan ke belakang mencengkeram kuat ujung bantal bantal kepala yang dibaringinya. “Sebentar lagi… sebentar laggg…. ooougghhhhhhh….. ougghhhhh….” erangnya, kemudian pantatnya naik dari kasur, “Arrŕrggghhhhhhh…..”
“Huhhhh…”
Bukk… ibu mertuaku jatuh terjerembab ke kasur dengan tubuh lemas dan napas yang tersendat-sendat seperti ia sedang menghadapi sakratul maut.
Tok… tok… tok…
“Maa… tasnya mana…” tanya Iwan.
Aku sangka ibu mertuaku tidak bisa bangun, tetapi ia masih bisa bangun juga mengambil tasnya.
Dan dengan telanjang ia membawa tasnya membuka sedikit pintu kamar mengeluarkan pada Iwan yang menunggu di depan pintu. “Nih… ambil sendiri, Mama nggak pakai apa-apa lagi telanjang…”
Setelah tasnya diambil Iwan, ibu mertuaku mengunci kembali pintu kamar, lalu naik ke tempat tidur memegang penisku yang tegang, kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.
Lumatan mulut ibu mertuaku pada penisku yang tadi terasa nyeri nyut-nyutan menjadi sangat nikmat. Dan dengan posisi 69 ibu mertuaku di atasku, kujilat anusnya. Kumasukkan jariku ke lubang anusnya. Kukorek lubang sempit berwarna coklat berbentuk bergerigi itu.
Dari anusnya, aku jilat vaginanya lagi. Kukorek-korek lubang vaginanya yang basah dengan jari.
Tak lama kemudian, ia sudah tidak kuat mengemut penisku, napasnya mendengus-dengus. Akhirnya ibu mertuaku orgasme sekali lagi.
Segera kumasukkan penisku ke lubang vaginanya. Belum 1,5 jam pulang dari rumah kakak ibu mertuaku, aku sudah ngentot 1 perempuan lagi.
Perempuan itu, adalah ibu mertuaku sendiri. Tidak kusangka…
Langsung kugenjot lubang vagina ibu mertuaku keluar-masuk. “Ohhh… John…oooo… ooohh…” rintih ibu mertuaku. “Menantu gila, mertua dientot…”
“Tapi Mama senang, kan…”
Kuhisap lehernya. Kuremas teteknya. Genjotanku pada lubang vagina ibu mertuaku semakin menggila. Plak… plok…! Plak… plok…! Plak… plok…! Plak… plok…!
“Oohhh… oohhh… oohhhh… memek Mama sobek deh, Johnooo… ohh…! Ohh…! Ohh…! Ohh…!”
Kuakhiri entotanku dengan menyiramkan air maniku yang hangat ke rahim ibu mertuaku dengan mendorong penisku sedalam-dalamnya.
Crroottt… crroott… crroott… crroottt… tembakan air maniku sangat kencang. Ibu mertuaku sampai menutup matanya rapat-rapat seakan-akan malu.
“Sudah…! Bangun…!” dorong ibu mertuaku. “Awas, ya…” ancamnya.
“Pih… leher Mama kenapa?” tanya istriku membuat aku kaget. “Dicipok sama siapa sampai merah gitu…”
Untung istriku tidak memperpanjang pertanyaannya. Sampai seminggu kemudian…
Nomor hape Tante Merry masuk ke hapeku. “John… ini Tante Mer…”
“Ya Tan, ada apa, ya?” tanyaku dengan jantung berdegup.
Apakah kubuat Lizha hamil, tanyaku dalam hati sampai Tante Merry meneleponku.
“Maaf… kamu punya duit, nggak?” tanya Tante Merry.
Wahh… habis pinjam dengan ibu mertuaku nggak bayar, pinjam sama aku pula, batinku.
“Banyak nggak perlunya?”
“Sejutaan gitu deh, buat bayar ibu mertuamu… nanti Tante bayar pakai apa gitu… tapi jangan di rumah, ya… di hotel… telepon Tante kalau kamu bisa di hotel mana, nanti Tante kesana…”
Bagaimana kujawab Tante Merry yang mau open BO untuk aku?
Aku pulang kerja, aku mampir ke rumahnya. Wanita paruh baya ini yang membuka pintu rumahnya menyambutku.
“Terpaksa, John… habis bagaimana? Ibu mertuamu nagih terusss…, Tante ngomong belum punya duit ia kagak percaya! Kalau Tante ada, masa Tante gak mau bayar sih, John…? Terpaksa Tante jual diri Tante sama kamu buat bayar utang si srigala betina itu… memang ia wanita baik-baik? Ia pernah selingkuh sebelum kamu nikah dengan Nadia, tau nggak…???”
“Sudah, ini duit Tante pakai aja, nggak usah pikirin macem-macem…” kataku.
“Joo..ohn…” desah Tante Merry merapatkan tubuhnya ke tubuhku.
“Mmmmh… Tante…” kukecup bibirnya yang pucat kering itu sejenak.
Usianya 46 tahun, lebih tua 1 tahun dari ibu mertuaku. Ibu mertuaku umurnya 45 tahun.
Tante Merry menuntun tanganku ke payudaranya. “Ayo, John…”
Lama kelamaan imanku runtuh. Di atas sofa ruang tamu itu Tante Merry berbaring telanjang dan kujilat vaginanya. Lubang vagina Tante Merry tidak sebasah lubang vagina ibu mertuaku, tetapi bulu jembutnya lumayan rimbun.
Tidak lama kemudian tubuh Tante Merry pun bergetar hebat. Aku segera memasuki lubang vagina Tante Merry menyetubuhinya.
Tidak ingat lagi aku dengan Lizha, apalagi ibu mertuaku, karena setelah aku menyetubuhinya ia menghindari aku. Ngajak ngomongpun susah sekarang.
Tapi aku tidak kurang akal. Aku menyuruh Tante Merry meneleponnya ingin membayar utang.
Benar saja. Sabtu berikutnya, pagi-pagi ibu mertuaku kulihat sudah mandi. Aku pulang ke rumah setelah mengantar Nadia ke stasiun kereta, ia langsung menghampiri aku.
“John, nganter Mama ke rumah Merry, ya…” kata ibu mertuaku.
“Mau ngapain? Mama mau nagih utang lagi…?”
“Katanya mau bayar… tiga hari yang lalu ia telepon Mama…”
“Bener mau bayar…?”
“Bener…! Kali ini ia gak bohong Mama…”
Kupeluk ibu mertuaku. “Johnoo..ooo…” desah ibu mertuaku memanggil namaku. “Mamah rindu…”
Beberapa menit kemudian, sebelum berangkat ke rumah Tante Merry, aku dan ibu mertuaku sudah telanjang bulat bergumul di tempat tidur.
Dengan posisi 69, aku dan ibu mertuaku saling melumat kelamin dengan sepenuh napsu seperti tidak ada hari esok.
“Mama lagi subur, John. Ayo cepat setubuhi Mama. Mama ingin anak dari kamu…” rengek ibu mertuaku.
Croott… crroott… crroott… crroottt… crroott…
Aku sangka ibu mertuaku membohongi aku bahwa ia hamil sudah 3 minggu. Ternyata benar sewaktu ibu mertuaku menunjukkan hasil USG-nya padaku.
Dokter mengizinkan ia hamil pada usia 45 tahun, karena janin di rahimnya sehat. Belum dapat anak dari Nadia, istriku, aku dapat anak dari ibunya… sembilan bulan kurang 10 hari ibu mertuaku melahirnya seorang anak laki-laki yang sehat dengan berat badan 2550 gram.
ASI-nya banyak dan lancar, tentu saja aku ikut ngisap setiap hari… he.. he…