Kronik
Lelah sekali rasanya menunggu sekelompok mahasiswa baru kemudian mondar – mandir meneriakkan nama kelompok yang akan aku handle esok. Hingga ku sadari lumayan banyak keringat mulai kurasakan di jilbab, punggung dan dadaku yang mulai membercak di kemeja krem yang aku kenakan hari ini. Aku sedikit malu, menyadari walaupun hari ini aku mengenakan kemeja yang agak tebal, tetapi aku yakin karena keringat dan ukuran bajuku yang sedikit nge-pas membuat bra ku sedikit nyeplak karena aku tidak memakai apapun setelah bra. Aku hanya bisa berharap bra ku yang berwarna putih ini tidak terlalu kontras dengan warna pakaianku sehingga auratku tidak terumbar terlalu parah. Sesal dan sesal, hanya itu yang aku pikirkan disepanjang jalan menuju jurusanku kembali. Aku sedikit risih ketika tadi juga beberapa mahasiswa baru yang laki – laki tampak membicarakan aku dan sepertinya mengamati buah dadaku yang agak nyeplak ini, begitu pula di sepanjang jalan menuju jurusanku. Namun perasaan kesal itu sedikit hilang dan terlupakan setelah aku bertemu teman – teman ‘ladies’ ku di jurusan kemudian kami memutuskan untuk pergi makan lalu ke toko buku untuk cuci mata, kemudian aku bersama mereka hingga sekitar pukul 7 malam dan setelah itu aku memutuskan untuk pulang dengan kendaraan umum karena uangku sedang menipis untuk pesan ojek online. Ketika aku berpamitan dengan ketiga teman-temanku, Dilla mengingatkanku; “Yaudah ya Ran, ati – ati!! Jangan lupa besok kita nonton yaa, aku traktir!!”
“Oke Dilla, ngga mungkin dong aku lupa.. Hehehe” jawabku sambil menjulurkan lidah dan tertawa kecil.
“Kamu beneran mau pulang sendiri aja? Ngga nunggu aku aja terus nebeng?” Dilla menjawab.
“Ah malesss, nanti jadi nyamuk doang, kamu palingan sama yayangmu huuu”
“Hahahah, yaudah iya ati – ati lhoo!”
“Bye ladiess!”
Aku berjalan menuju halte transjogja yang tampak sedikit senggang, dan kemudian aku menunggu sekitar 2 menit saja sebelum bis yang aku cari datang. Aku bergegas masuk yang ternyata didalam bis agak sedikit penuh sehingga aku tidak bisa duduk. Lagian paling tidak setengah jam aku sudah sampai di tujuanku, pikirku. Didepanku adalah ibu – ibu yang menggendong anak bayi yang menghadap ke aku, belakang ku terdapat bapak-bapak yang kutaksir berumur 50an dan samping kanan kiriku sepertinya mahasiswa seumuran yang mengenakan jilbab lebar. Diawal perjalanan tidak ada yang aneh, tetapi jalanan agak sedikit macet sehingga bis ini berjalan lambat. Dan seperti yang dikenal orang – orang, beberapa supir bis ini agak sembarangan kalau mengemudikannya, kadang gas dadakan, kemudian rem, yang membuatku terkadang kesusahan menahan badanku pada pegangan tangan dan menyenggol sekitarku.
Halte berikutnya, lebih banyak penumpang masuk daripada yang keluar yang otomatis membuat keadaan semakin sesak. Ini malam minggu, pantas saja ramai batinku. Hingga bis mulai berjalan lagi seperti tadi, yang membuat kami saling senggol antar penumpang yang berdiri, namun aku merasakan sedikit aneh kali ini. Pantat ku berulang kali terasa disentuh. Ini lebih terasa mirip diremas daripada tersenggol. Lalu aku mencoba melirik kebelakang, bapak – bapak yang tadi sedang sibuk menelfon rupanya. Aku kebingungan dan aku berinisiatif untuk meletakkan tas slempangku kebelakang, yang sebenarnya malah membuatku was-was akan copet, tetapi daripada aku auratku disentuh orang lain. Sentuhan yang aku rasakan masih ada, dan aneh sekali, aku merasa remasannya semakin masuk kedalam pahaku. Aku sedikit merasa geli tetapi aku perhatikan kebelakang tidak ada yang mencurigakan. Cemas dan penumpang yang padat membuat bis ini terasa semakin panas sekali, dan keringat tampak mulai muncul di badanku. Aku mencoba mengusap dahi, kemudian leherku dengan sedikit menyingkap jilbabku tetapi aku merasakan ada sentuhan juga di leherku. Aku merasa nafasku semakin memburu dan aneh. Sentuhan – sentuhan tadi mulai aku rasakan berpindah ke bagian depan pahaku. Aku tidak dapat memungkiri aku sedikit merinding dan gemetar dibuatnya. Badanku terasa lemas lama – lama, seakan akan tulangku copot. Jantungku kurasa berdegup semakin kencang. Aku perhatikan sekitar dan tidak ada yang mencurigakan, malahan aku yang menjadi pusat perhatian karena tampak mencurigakan. Kini aku merasa sentuhan tersebut berpindah ke perut, dan mengusap pelan – pelan kepinggangku. Astaga apa ini? Aku belum pernah disentuh siapapun sebelumnya di usia dewasa ini. Rasanya sungguh aneh, aku merasa risih sekali apalagi ketika aku merasa ada sesuatu menyelip diantara kancing kemejaku dan mengusap – usap pusarku. Aku merasa jantungku mau copot, dan keringatku semakin banyak. Belum selesai sampai disitu, sentuhan tersebut mulai aku rasakan berpindah ke leher, belakang telinga dan kemudian pundakku. Di saat ini aku sudah tidak tau harus berbuat apa, ketika aku merasakan tali bra ku mulai tergeser pelan – pelan berusaha terlepas dari pundakku, yang tentu saja tidak bisa karena posisi tanganku yang berpegangan agak keatas. Aku hanya mampu menggenggam pegangan semakin kencang untuk menahan badanku yang kurasa semakin lemas.
“Cklk”
Aku mendengar itu dan jantungku seakan benar – benar copot, ketika kusadari itu adalah kaitan bra ku yang berukuran 34B. Punggungku terasa diusap – usap dengan lembut yang membuatku memejamkan mata antara takut dan menunggu apa yang akan dilakukan ‘makhluk itu’ selanjutnya. Sentuhan itu aku rasakan berpindah pelan – pelan kearah perutku kembali, kemudian ketiak mulusku yang membuatku menggigit bibir kemudian pundak, lalu kearah depan dan leher. Anehnya tubuhku merespon dengan mengangkat kepalaku seakan – akan memberi ruang untuk dibelai lebih leluasa. Aku gemetar ketika aku merasakan sentuhan itu berpindah ke daguku, lalu pipiku, dan . . bibirku. Aku merasakan dibelai – belai di bibirku, kemudian seperti dengan jarinya yang tidak terlihat, aku merasa bibirku berusaha dibuka, dan aku malah melemas dan membuka bibirku. Wajahku seperti mati rasa, dan bibirku seakan – akan tersengat listrik jutaan volt yang membuatku tidak bergerak ketika kurasakan ada sesuatu yang basah menyentuh bibirku. Oh, aku semakin memejamkan mataku erat – erat seakan menikmati momen ini, momen yang sangat aneh ini. Saat sentuhan basah itu sedang menerjang bibirku, bagian atas buah dadaku kurasakan disentuh dan mulai membelai lembut turun mencoba menyelinap diantara braku.
“Akh” aku tidak mampu menahan desahanku yang tertahan pelan hingga akhirnya keluar dengan sendiri. Aku semakin deg – deg an berharap sekitarku tidak memperhatikan, tetapi aku masih memejamkan mataku. Sentuhan basah itu mulai tidak kurasakan lagi di bibirku, dan aku mulai membuka mata pelan – pelan mengamati sekitar dengan cemas. Rupanya semua orang sedang sibuk dengan gadgetnya, aku sedikit bersyukur. Tetapi belaian di buah dadaku tadi aku rasakan mulai membuatku geli dan terangsang? Ah aku tidak tau perasaan apa ini, yang aku tau perasaan aneh itu semakin muncul ketika belaian itu semakin mendekati putingku. Aku menggigit bibirku kembali, tenggorokanku terasa kering. Aku sangat cemas saat ini, ketika aku merasakan sekaligus belaian di buah dadaku dan pusarku. Apalagi sentuhan di perutku ini kurasakan mulai turun pelan kearah pahaku. Aku berusaha menelan ludah tapi aku merasa tenggorokanku semakin kering. Sentuhan tersebut aku rasakan berada didalam celanaku, tepat diluar celana dalamku. Berpindah – pindah dari paha kanan, lalu kiri, terkadang naik dan turun diusap memutari celana dalamku. Tapi kini lebih membuat perasaanku lebih campur aduk saat sentuhan tersebut aku rasakan menyentuh langsung kulitku dibalik celana dalamku. Aku tidak dapat berkonsentrasi, aku bahkan tidak dapat berpikir apa – apa saat ini. Sentuhan tersebut tidak liar, tapi juga tidak memberiku ampun. Entah mengapa aku berharap saat ini juga putingku merasakan sentuhan itu, karena aku rasa putingku menegang saat ini. Dan apalagi bagian atas kemaluanku tanpa henti dibelai dengan lembut dan semakin lama semakin turun. Aku yakin sekali baru saja rambut kemaluanku yang tipis merasa dijambak pelan – pelan yang membuatku semakin tidak karuan. Sentuhan itu juga pelan – pelan turun, dan aku tau sedikit lagi akan menyentuh vaginaku lalu.
“Sardjito, sardjito !!” teriak salah satu personel transjogja mengagetkanku dan sentuhan itu tiba – tiba hilang dan segera setelah itu aku bergegas turun dari bis, dan keluar dari halte lalu berjalan kearah kosanku.