When A Nurse Become A Slave
Nubi mohon saran, kritik, bahkan makiannya untuk perbaikan Nubi dalam menulis Cerita ini. Semoga lancar, rencananya Nubi akan update setiap 2 hari sekali. Oke, selamat membaca.
WHEN A NURSE BECOME A SLAVE
~~~~~~~~~~~
“Sayaaaanggg … asshh ehmmmm “, Aku tak kuasa menahan desahanku saat penis suamiku keluar masuk di lubang vaginaku.
“Arrghhh, Kok punyaaahmu gah pernnah berubaahhh?” Rapeet hhhmm truss., Tanya suamiku di tengah genjotannya.
“Iyaah donghh, siapa duluu istriih inii auuhh”, Balasku.
“Riss…maaaahh gituh lohh, aahhh” Jawab suamiku yang juga telah sampai puncaknya dengan menyemburkan jutaan sel spermanya ke dalam rahim ku, hanya saja karena aku dalam program KB, sperma itu tak akan menjadi janin nantinya.
“Aku capek sayang, tidur yuuk”, Suamiku mengajakku langsung tidur setelah Ia puas, Dasar laki – laki, maunya dipuasin tapi banyak yang tidak mau memuaskan pasangannya.
“Yuuk”, Balasku yang hanya sekedar balasan saja karena aku punya ritual rutin setiap selesai berhubungan dengan suamiku. Apalagi kalau bukan mencari kepuasanku sendiri dengan bermasturbasi. Biasanya aku melakukannya sambil membayangkan sedang bersetubuh dengan suamiku yang berubah menjadi sangat perkasa atau kadang khayalanku menjadi gila dengan membayangkan bersetubuh dengan mantan – mantanku, yang pastinya selalu bisa memuaskanku, hihihi.
Oh ya, aku lupa memperkenalkan diriku, namaku Risma Anjani, seorang perawat keturunan Jawa – China berusia 24 Tahun. Penampilanku kata kebanyakan orang cukup menarik, dengan tinggi badan 158 Cm, tubuh langsing berisi, kulit putih, payudara 34 C, rambut panjang sebahu, cukup menjadikan ku sebagai idola semasa ku kuliah dan sampai saat ini pun di tempatku bekerja aku sering diperhatikan teman kerja laki – laki. Tentu saja hal itu membuatku bangga, namun hanya pada batas normal saja tidak sampai meladeni maksud mereka.
Adalah Suamiku, Bramantyo Adi Suseno, Laki – laki tampan keturunan Jawa Tulen kelahiran Yogyakarta yang berhasil meminangku 2 Tahun lalu. Ia bekerja sebagai seorang abdi negara di Instansi Kepolisian. Memang kami belum punya momongan karena kami merencanakannya setelah target kami memiliki rumah sendiri tercapai. Oh ya, saat ini aku tinggal di rumah kontrakan tak jauh dari rumah sakit tempatku bekerja.
Kembali ke cerita, masturbasi adalah kebiasaanku setelah usia pernikahanku masuk ke tahun yang ke dua. Di tahun pertama pernikahanku, aku selalu dapat mencapai kepuasan dari suamiku, namun entah kenapa, memasuki Tahun kedua, suamiku yang tadinya bisa sampai 3 kali bercinta dalam satu malam sekarang hanya mampu sekali, itu pun tak sampai 5 menit.
Sebagai seorang wanita yang memiliki hasrat seksual, menurunnya kemampuan seks suamiku tentunya sangat mengangguku, maka jadilah masturbasi sebagai pelarianku, karena sampai saat ini aku masih menjunjung tinggi Agamaku sehingga tidak ada pikiran untuk berselingkuh yang terlintas di benakku.
Oke, cukup perkenalan ku dan kehidupan seksku yang menyedihkan. Next aku akan menceritakan tentang perjalanan seksku yang ternyataaaa hehehe masih rahasia. Ikuti saja jalan ceritanya ….
“Ahhh.. ehhm… ouuhh, aahh saaay nnngg”, Saat ini aku sedang bermasturbasi sambil membayangkan Bram sedang menyetubuhiku dengan posisi doggy style. Tentu yang kubayangkan saat ini suamiku adalah laki – laki yang sangat perkasa bukan seperti kenyataannya.
“Ting tong”, Suara bel tiba – tiba berbunyi, ahhh siapa sih yg bunyiin bel rumah nih? Ga tau orang lagi enak aja umpatku dalam hati.
“Sayaang, bukain pintunya dong”, terdengar suara Bram dari luar pintu. Segera aku mengenakan dasterku, hmm lebih baik ga usah pakai celana dalam dan bra dulu aja lah, siapa tau bisa ku goda Bram untuk mengambil jatahnya padaku sore ini. Ya, biarpun nantinya mungkin aku tak mencapai orgasmeku, paling tidak spermanya dapat menjadi pelumas ku bermasturbasi. Hehehe
“Iyah, sebentar”, ku bukakan pintu untuk Bram, kemudian menyalaminya, dan menundukkan kepalaku agar Bram dapat mencium keningku. Cukup berbakti bukan tampaknya? Hehe.
Aku kemudian ke dapur, menyiapkan teh hangat untuknya. Sementara dia, langsung ke kamar untuk mengganti seragamnya dengan pakaian rumah.
“Sayang, jadi hari ini shift malamnya?”, Tanya Bram yang sekarang sudah berada di sofa ruang santai sambil memainkan Ipadnya sedangkan aku ada di sampingnya juga sibuk dengan ponsel smartphoneku.
“Iya, jadi. Ga ada yang mau gantiin si Novi. Mau ga mau deh aku yang gantiin, soalnya kan awal bulan dia ada gantiin aku shift malam juga. Kenapa emangnya?”
“Ngga, nanya aja. Kalau gitu, aku nanti malam nongkrong di cafe yah. Mau ngumpul sama temen – temen game aku”. Oh ya, Bram adalah pemain game Vainglory, game seperti DOTA 2 tapi versi mobilenya gitu. Aku sendiri juga punya akun game itu, cuma ya aku bukan pemain aktif seperti Bram.
“Hmmm, game terus dimainin. Akunya dong dimainin”, godaku. Dibenakku saat ini, aku ingin dia segera menerkamku.
“Haha, sejak kapan genit?”, balasnya.
“Wajar dong genit, kan genitnya ke suamiku weekk”, aku membalasnya dengan juluran lidah dan mengedipkan sebelah mataku layaknya mimik wajah seorang yang sedang menggoda pasangannya.
“Tapi bener loh, kamu kaya’nya mulai genit sejak sering main sendiri gitu.”, timpalnya lagi yang kali ini agak menggeser duduknya mendekat ke aku. Hmm, nampaknya pancinganku sudah mulai disentuh oleh ikan satu ini.
“Ah, perasaanmu aja, dan yang tadi aku bilang, kan cuma ke suamiku genitnya.”, kali ini aku yang menggeser dudukku ke arahnya hingga tak ada selah antara kami.
Bram kemudian mengalihkan pandangannya dari layar ipadnya ke aku. Mungkin Si Samuel, Hero Vainglory favoritnya terbunuh dan menunggu waktu untuk hidup kembali.
“Kalo genitnya ke cowok lain berani ga?”, Tantangnya. Sukses membuat aku sedikit terdiam dan berpikir bagaimana rasanya kalo bersikap agak genit dengan laki – laki lain. Buat makin horni aja, mana tanggung lagi tadi.
“Berani!, asal kamu ga marah week”, lugasku.
“Haha, ga marah dong kalo genitnya di depan aku.”. Kembali aku terdiam dengan perkataannya. Nih orang serius ato bercanda.
“Ihh, emang aku murahan. Apa kata orang nanti, ada Suami di depan lalu genit ke cowok lain. Tapi ……”
“Tapi apa?”.
“Tapi aku ngerasa ketantang nih dengar omonganmu, Yang.”
“Hayoooo, pasti kamu mbayanginnya ya, iiihhh dasar ga bisa dipancing weeekk.” Giliran dia yang mengejekku sekarang.
“Ah, ga mungkin lah aku berani. Kaya cewek – cewek eksib gitu. Ga kebayang deh.”, sangkalku.
“Biasa kok kalo cewek tuh mbayangin eksib gitu, kan fantasi. Malah yang fantasinya ML sama cowok lain atau threesome gitu ada juga loh.” Jelasnya padaku yang tentu membuat aku semakin horni hihi.
“Udah ah ngomongin genit – genitnya, nanti mati melulu tuh hero kamu.”, Cegahku sebelum Ia semakin ngelantur dan sebelum fantasiku merajalela.
“Haha, kamu kali yang takut horni mbayanginnya”, ejeknya lagi dan dia pun tertawa.
Heemm, ga bisa dibiarin nih. Giliranku ambil kendali. Awas yaah.
“Emang kalo genit tuh gimana sih, ajarin dong yang disuka cowok tuh gimana.” Sekarang aku mencoba berpenetrasi dalam permainan silat lidah ini dengannya. Ku lihat Ia kembali memincingkan matanya kepadaku.
“Ya genit lah, emang mau genit gimana lagi. Ucapanmu yang mengarah ke seks lah, ato bajumu yang agak kebuka lah, atau ekspresimu yang horni gitu lah, genit lah pokoknya.” jelasnya kembali yang matanya kembali ke arah layar ipad nya.
haha, sudah mengarah ke sana kan omongannya. Kali ini akan ku buat dia menerkamku. Langsung ku naikkan dasterku ke atas hingga terlihat bulu – bulu halus vaginaku, tak lupa 2 kancing atasnya ku buka sampai belahan payudaraku terlihat.
“Kaya gini ya, sayang?”, Tanyaku sambil menggigit bibirku yang tentunya memancarkan ekspresi sedang horni, sedangkan tangan sebelah kanan mengusap – usap vaginaku, dan sebelah kiri meremas lembut payudaraku.
“What the fuck?” Seksi bangeet, yang”, ucapnya yang terkejut melihatku. Dasar cowok, matanya tak akan berkedip kalau sudah begini.
“Seksi yah? Ga sayang kalo ga dimainin? So, pilih mainin yang diipad, ato mainin yang ini?,” Godaku sambil tetap mengusap vagina dan meremas lembut payudaraku.
“Bodo deh game, yang ini aja dulu lah,” Balasnya yang langsung meraihku mendekat kepadanya.
Kami pun berciuman, awalnya lembut dan pelan. Tangannya satu meremas – remas lembut payudaraku, yang satu lagi menahan badanku dari belakang.
“Cuup …. cuupp… ehmmm hhh,” ciuman kami semakin hebat sampai menimbulkan suara, tangan Bram yang satu kini berusaha menaikkan dasterku, aku pun membantunya hingga dasterku lolos dari atas. Sekarang aku telanjang bulat.
Bram kini mengalihkan ciumannya dari bibir ke leherku, dua tangannya meremas payudaraku dan memiling putingnya. Sesekali kupingku dijilatnya, tentu aku sekarang sudah horni berat. Sebagaimana perempuan lainnya, pastinya rasa geli dicumbu ini membuat badanku seperti melemas namun bertenaga untuk meladeni pasangan bercumbunya.
“Ahhh ehm,” aku mulai mendesah menikmati cumbuan Bram.
Kini satu tangannya mulai menjelajahi perutku perlahan, dihampirinya pusarku dan digelitiknya, ciumannyaa turun perlahan ke arah putingku. Ia cium cium putingku, tak lama setelah itu ciuman ke putingku berubah menjadi jilatan – jilatan yang divariasikan dengan hisapan. Satu tangannya tetap memilin putingku.
“Yaang, ehhmmmang kamuuuh rela ahh aku genit ke ehm yang lainnh,” Tanyaku sambil mendesah padanya. Entah mengapa aku masih terbayang bila sedikit nakal dengan laki – laki selain suamiku.
“Kan udah dibilang, kalo di depan aku aja bolehnya,” jawabnya sambil memindahkan hisapannya ke payudaraku yang satu lagi.
“Ahhh iyah deh eehm kalo di depanmu ajah berarti yahh”, Hah? Kok aku malah jawab begitu sih, bisa – bisa dia mikir aku serius mau ganjen sama laki – laki lain. Bodo ah….
Syukur lah, Ia tak meresponnya, malah sekarang hisapannya diselingi gigitan – gigitan kecil. Tangannya merayap makin ke bawah, mengelus – elus bulu kemaluanku yang terawat rapi karena selalu ku cukur.
“Ahhhhh, uuhhm teruuus yaang enaak bangehhmm banget tau”, aku meracau menikmati sentuhan – sentuhannya.
Bram serasa disemangati olehku, tangannya sudah mulai menyentuh lembut klitorisku. Disentuhnya dan ditekan lembut, perlahan mulai digesek, diputar dan ditekan ke dalam, bervariasi seperti itu.
“Sayang, aku pengen sekali ini aja aku keluar di mulutmu.”, Ia tiba – tiba memintaku seperti itu, menghentikan nikmat di payudaraku namun tak mengehentikan permainan tangannya di vaginaku.
Bukan kali ini Bram memintaku untuk mengeluarkan spermanya di mulutku, hanya saja memang aku masih jijik untuk seperti itu. Sebelumnya ia meminta untuk mengeluarkan spermanya di payudaraku dan mukaku yang sudah ku turuti pada saat aku sedang subur dan belum minum pil KB ku seperti saat ini.
“Iyaah sayang, kali ini aja yah”, aku menjawab menurutinya karena entah mengapa juga aku jadi penasaran dengan rasa sperma itu.
Kembali Bram mencumbu payudaraku, hisapannya kini diselingi cupangan lembut sampai ke samping payudaraku dan lidahnya merayap sampai ke ketiakku. Tanganku yang diangkat keatas dan dipegang oleh satu tangannya seperti terikat itu membuatnya leluasa melancarkan serangan ke seluruh bagian atas tubuhku tanpa terkecuali.
“Eehmm uuhhh, yaang tusuk dong pakai jari,” pintaku yang sudah semakin horni menerima setiap cumbuannya. Bram memang sangat lihai mencumbuku, menaikkan gairahku bahkan saat aku sedang tak ingin bercinta, tapi ya itu, Ia sekarang cepat keluarnya. Huufft.
“Ehhm”, hanya itu balasnya, mulutnya terus sibuk mencumbu payudara dan ketiakku bergantian.
Bram tak menuruti permintaanku begitu saja, ia malah mempermainkan ku. Jari nya naik turun dari klitoris ke lubang vaginaku. Hal yang tentu membuatku semakin bergairah. Aku pun mengakalinya dengan memajukan pinggulku menjemput jarinya saat menghampiri lubang vaginaku dan … akhirnya jari itu masuk sedikit ke lubang vaginaku.
“Ahhh ayookhh yaang, plisshh”, pintaku sekali lagi.
Mungkin Bram sudah merasa kasihan denganku, Ia memasukkan jarinya lebih dalam dan kemudian keluar masuk vaginaku juga dengan pelan. Bibirnya kini mulai merayap dari atas tubuhku ke perutku, pelan ia menapakinya dengan lidahnya.
Bram lalu berlutut di bawahku yang duduk mengangkang di kursi sekarang. Aku tahu dia sebentar lagi akan memberikan servis oralnya padaku. Perlahan kepalanya mendekat ke vaginaku.
“Cuuph”, bibirnya mengecup klitorisku. Bibir bawahku sekarang sudah dalam penguasaan mulut dan jarinya. Disentuhkannya dengan lidah, klitorisku. Ia mulai memainkan lidahnya, bervariasi dengan kecupan bibir. Lidahnya bergerak secara perlahan menyapu detil area luar vaginaku yang sudah berlendir dari tadi karena permainan jarinya yang sudah ditarik ke luar dan kini sudah berkolaborasi dengan tangan sebelahnya memilin putinku.
“Aahhmmm, oouuh saaaynnng, yaaang cepet njilatnya, buat aku keluaarrhhh,” aku semakin meracau sekarang, mulutku tak bisa diam diperlakukan seperti ini.
“Aahhh, yaaang jilatin klitnya ajaaa, lubhaangnya biar ditusuk pakehmmm jarii,” tambah lagi permintaanku.
Bram kini langsung menurutinya, lidahnya terus menjilati klitorisku, jarinya sudah keluar masuk di lubang vaginaku, menggesek – gesek dindingnya, memberikan sensai geli nikmat di sekujur badanku. Tak lama lagi pasti aku akan mencapai orgasmeku bila Bram terus menyerangku seperti ini.
“Ahhh ahhhhh cepettiiin yaaannng, akuu dahh mauhhmm sampee nihh oouuchh ahh,” benar saja, 5 menit Bram memainkan lidah dan jarinya di vaginaku, aku mencapai batasku pinggulku begerak tidak karuan menjemput orgasmeku,
“Aahhh aahhhh ooh uuuhmm,” aku mendesah kuat mungkin setengah berteriak, pinggulku ku lentingkan mengikuti irama gelombang orgasme yang datang. Mungkin Bram akan merasa jarinya terjepit dinding vaginaku karena berkontraksi kuat.
“Haah haaaah haaah,” nafasku tidak teratur karena gelombang kepuasan yang ku rasakan cukup hebat itu. Aku menyandarkan kepalaku ke sofa, mencoba mengumpulkan tenaga kembali sebelum memulai giliranku memuaskan Bram. Ku lihat sofa itu ada bagiannya yang basah, pasti karena liur bram dan lendir di vaginaku.
Bram kini membuka baju dan celana pendeknya, menyisakan celana dalamnya. Terlihat penisnya yang masih bersembunyi itu sudah tegang berdiri. Penis Bram ukurannya seperti ukuran rata – rata orang Asia, pernah kami mengukurnya sehingga aku tahu ukuran panjangnya 13,5 Cm, dengan diameter 4 Cm. Cukup panjang dan tebal sebenarnya untuk mengisi ruang di vagina ku, hanya saja kemampuannya yang tak seperti dulu lagi itu yang kusayangkan.
“Bentar dulu, yang. Aku masih ngatur nafaas nih haah haah,” aku memintanya bersabar sedikit. Masih terasa rasa ngilu nikmat di sekujur badanku setelah orgasmeku tadi.
“Oke, bentar yah aku ambil sesuatu dulu,” ucapnya sambil berlalu ke kamar. Entah apa yang dia ambil itu.
Tak sampai bermenit – menit, Bram kembali sambil membawa 1 buah botol obat yang ternyata aku tahu dari labelnya adalah viagra, obat kuat yang terkenal itu.
“Dapat dari mana tuh?”
“Dikasih tau temen, aku ada cerita masalahku, eh dia nyaranin nyoba ini,”. Jawabnya.
Bram kemudian meminum 1 buah pil viagra itu. Aku tak tahu apakah akan berhasil, tapi yah semoga saja.
“Sini! It’s My Turn, Baby!,”
Bram pun mendekat ke arahku, ditariknya tanganku agar aku dapat berdiri. Kami pun berpelukan mesra, kembali bibir kami bertemu, berpagutan, dan saling melumat dan bertukar liur. Tanganku merayap ke dadanya, mencari puting susunya yang kecil itu. Begitu dapat, ku gelitik putingnya. Birahi Bram tampak semakin tinggi.
“Cuuphss ehmmm, cup,” pagutan kami berbunyi tanda kami berdua sangat bergairah dalam pergumulan kami ini. Bram semakin ganas menciumiku, namun aku menghentikannya, ku ganti sasaranku ke dadanya, lidahku merayap di dadanya. Tanganku mengelus – elus penisnya dari luar celana dalamnya.
Dalam benakku masih terpikirkan seandainya aku sedikit nakal di depan laki – laki lain. Selama ini, aku menyadari aku selalu diperhatikan oleh laki – laki walaupun penampilanku selalu sopan, bahkan terkadang tatapan mereka seperti ingin memakanku, mungkin sudah nasib wanita yang punya paras cantik seperti aku. Aku sendiri sebenarnya ada kebanggaan diperhatikan seperti itu. Namun karena celetukan Bram tadi, membuat aku menjadi penasaran bagaimana rasa “nakal” itu dan kali ini nafsuku lebih berbeda dari biasanya, sedikit lebih tinggi.
“Nafsu banget kaya’nya, yang?”, tanya Bram.
“Apple to Apple, kamu buat tadi aku puas sekarang giliranku. Dah kubilang kan, It’s My Turn!,” Balasku.
Bram tak menjawab lagi, Ia hanya menikmati gelitikan lidahku di kulit dadanya dan tak ketinggalan putingnya kadang ku emut. Tanganku sudah di dalam celana dalamnya, memijit – mijit Penis Bram.
“Ukkhhh”, Bram tiba – tiba menekan kepalaku ke bawah, posisi kepalaku sekarang tepat di depan Penisnya. Aku mengerti maunya, ku turunkan celana dalamnya perlahan. Penisnya mencuat tegak, ehmm gimana ya penis viagra ini.
“Cupph”, ku cium lubang keningnya. Kepalanya ku basahkan sedikit, dengan lidahku. Perlahan ku masukkan Penis itu ke dalam mulutku, maju mundur memberi sensasi kocokan pada Penisnya. Tak hanya itu, tanganku juga ikut mengurut batangnya. Aku cukup lihai memberikan service oral, ya setidaknya itu yang dikatakan oleh Bram, dan mantan – mantanku yang pernah merasakannya. Dulu ketika bersama mantan – mantanku, service oral ini lah yang kuandalkan untuk mengerem nafsu mereka karena aku tak ingin perawanku hilang bukan oleh Suamiku.
“Aahh”, Bram sedikit mengerang menikmati permainanku. Ada kepuasan sendiri melihat mimik wajah Bram keenakan seperti itu.
“Ehhjnnaak, yanngh?” Tanyaku di tengah kesibukanku mengoral penisnya.
“Bangethhh”, jawabnya.
Aku terus memberikannya stimulan – stimulan, tak sekedar menghisap penisnya, sesekali ku ratakan jilatanku di batang penisnya. Kantung spermanya tak luput dari seranganku.
Tiba – tiba Bram menolak kepalaku, Ia menarikku ke atas. Dipeluknya tubuhku dan kembali bibirku dicumbu. Perlahan Ia membawaku duduk di sofa. Kedua kaki ku ditarik ke atas, hingga membentuk seperti huruf V. Ia cium sekali lagi vaginaku, meninggalkan sedikit liurnya untuk menambah pelumas penetrasinya. Kemudian, aku merasakan kepala penisnya sudah di depan lubang vaginaku, dicari posisi yang pas dan dengan sekali percobaan, Penisnya memasuki lubang vaginaku, memenuhi ruang di dalamnya.
Sejenak Bram mendiamkan penisnya, sementara kami asyik berciuman. Kadang leherku menjadi sasaran Bram.
“Shhhh aahhh”, aku kembali mendesah, merasakan gesekan kulit penis Bram dan dinding vaginaku. Bram kini melakukan penetrasinya, batang penisnya keluar masuk vaginaku. Aku mencoba menambah kenikmatanku sendiri, tanganku satu ku gunakan memainkan klitorisku.
“Shsshhh ahh, gillaah, viagrah bissaah ehmmm lebiih krsshh, yangg”, aku memuji penis Bram yang lebih keras dari biasanya, pasti karena pengaruh viagra yang Ia minum tadi.
“Shiit, ceepttinn yanghh ouuvhh”, aku meracau setengah teriak, menahan setiap gelombang kenikmatan pergumulan kami ini.
“Ahhh…. ahhh.., shhh.,, ehmmm ahhhh”
“viaaagrhh, viagraah, iniihh gilaa”
Aku tak dapat berhenti mendesah dan meracau setiap kali menerima hujaman Penis Bram. Sudah lama aku tak merasakan nikmat seperti ini dari Bram, ya walaupun itu karena bantuan viagra. Bram kali ini tak ragu berpenetrasi dengan irama cepat, biasanya dengan irama cepat hanya butuh 1 menit lebih sedikit Ia akan memuntahkan spermanya.
“Ouuhh ehmmm shh ahh ahh hmmmm”
“Haaah haaaahhhss hahsshh”
“Plooockss ploockks plaackkks”
Desahanku, deru nafas Bram, dan bunyi pertemuan selangkangan kami memenuhi ruangan ini. Lebih 5 menit kami di posisi ini, aku merasakan klitorisku sudah sangat membengkak, sangat sensitif sekali bila menerima sentuhan bahkan bila itu hanya dari bulu penisnya Bram. Tak lama lagi pasti orgasme keduaku akan hadir.
“Ahhhh ahhsshmm, aku nyaampeeh yaaanggh”, aku berteriak seiringan dengan orgasmeku yang datang. Sendi – sendiku serasa dilolosi. Sekujur tubuhku terasa menggeli bersentuhan dengan kulit Bram. Sudah lama aku tak mendapat orgasme dari proses penetrasi seperti ini, rasanya ada tiga kali aku menyemburkan cairanku tadi.
Bram sudah merasa cukup mendiamkanku dengan orgasmeku. Ia mencabut penisnya, seketika Ia membalikkan tubuhku. Aku memahaminya, Ia menginginkan posisi doggy style kali ini. Aku pun menahan badanku dengan memegang pundak sofa, sedangkan lututku ku tahan kuat di sofa. Meskipun rasa lemas masih terasa, aku sangat bersemangat menyambut penis Bram dari belakangku.
Bram tak mengenal istilah perlahan lagi kali ini, begitu penisnya masuk ke dalam vaginaku, Ia memompanya dengan cepat. Satu payudaraku yang menggantung diremasnya dari belakang, sementara satu tangannya lagi meremas – remas pantatku.
“Ahhhh ahhh ehmmm ouuchh”, seperti aku mendesah, kadang meracau berbicara menahan nikmat yang diberikan Bram.
“Plaaak”, Bram menampar pantatku cukup kuat. Sedikit perih, namun cukup nikmat terasa. Aku membalasnya dengan teriakan yang cukup kuat.
“Hushhh, jangghans kuat kuat ngedesahnya”, Bram memperingatiku, takut – takut suara kami terdengar tetangga. Memang rumah yang kami kontrak ini modelnya couple, satu dindingnya berbagi dengan tetangga.
“Aabiishhh enaakh bang ehnmmm banget, yaang”, aku menjawabnya sambil sedikit menoleh ke belakang.
Bram menarik tangan kiriku, aku mengikutinya. Badan kami berdua cukup rapat sekarang dengan aku memunggunginya. Saat Bram memelankan penetrasinya, aku menurunkan kedua kaki ku ke lantai. Kini, aku juga berdiri. Bram langsung menyerang payudaraku, diremas dan dipilinnya puting ku yang merah kecoklatan. Ia pun melanjutkan penetrasinya.
“Eheeemmm fuck meee harderr, Honeey”
“Ahhh shhhhh, ouuchhh”
“Cupphs slurppp slurp”
Aku dan Bram saling meladeni. Tak hanya Bram yang menggoyangkan pinggulnya, aku juga mengimbanginya sesuai irama pompaannya. Kami sambil berpagutan, sedikit sulit rasanya bila di posisi ini.
“Ganti lagiih yah”, Bram mengisyaratkan ingin berganti posisi, namun tanpa memelankan pompaannya. Kami berputar, kali ini pompaannya sedikit memelan. Bram perlahan menggiringku, Ia duduk di sofa, sedangkan aku yang di depan mengikutinya.
“My Turn”, aku beritahu Bram, kalau aku yang ingin memegang kendali kali ini.
“Cepeet”, Bram mengiyakannya dan nampak Ia tak sabar.
Aku menggoyang pinggulku pelan, mencoba mencari titik – titik geli di vaginaku sendiri. Ku coba memeras penis Bram sebelum ku naik turunkan tubuhku, sedikit permainan untuknya. Bram sepertinya tak sabar, Ia angkat tubuhku lalu diturunkan kembali, berikutnya aku yang melanjutkannya. Bram pun membantu dengan menekan pinggulnya ke atas dan ke bawah, selaras dengan gerakan naik turun yang aku lakukan.
“Ehmmss ahhh shhhss ahh”, aku mendesah karena permainanku sendiri. Aku percepat gerakanku, diikuti Bram. Aku kini bersiap menjemput orgasmeku yang ketiga. Bram menegakkan badannya, Ia raih dua payudaraku yang bebas untuk diremasnya. Membantuku mempercepat orgasme yang ku tunggu.
“Aashh, yaang nyampeee nih aku dikit lagiih, tambahhhs kuat sodokannya dong”, aku memintanya.
“Aduuuuhhhh, kok berhenti sih”, Jeritku. Aku tak percaya, Bram menghentikan gerakanku tiba – tiba dengan menahan pinggulku. Sial makiku dalam hati.
Rupanya itu tak berlangsung lama, Bram menaikkan tubuhku, Penisnya terlepas namun kemudian memutar tubuhku menghadapnya.
“Aku ingin lihat mukamu kalo nyampe” ucapnya pelan lalu coba menciumku. Aku tersenyum, dan menjemput ciumannya. Penisnya kembali ke di dalam vaginaku lagi. Aku melanjutkan aksiku sambil tetap berciuman dengannya.
“Ahh shhss” kami saling mendesah begantian menikmati permainan kami sendiri.
Lama tak mencapai orgasmeku lagi, aku meminta beganti posisi lagi, kembali ke posisi awal di mana aku berada di bawah. Namun bukan lagi di sofa, kami pindah ke karpet bulu yang ada di ruangan itu. Bram tak perlu waktu lama untuk memulai lagi pompaannya.
“Aashhh ahhh, shiitt enak bangett nihhhh rasanyahh”, racauku saat hampir mencapai orgasme ketiga, vaginaku terasa sangat geli bergesekan dengan kulit penis Bram.
“Ahhhhaass aku nyampeeeh, yaang”, kembali sendi – sendiku serasa dilolosi. Badanku menegang, namun ditahan oleh Bram.
“Ahahhaahh, auuhh sttopp duluuh ahhh “, aku tak mampu menahan teriak, Bram tetap tak mau mengehentikan pompaannya, Ia seperti mengejar sesuatu.
Benar saja, kepala penis Bram terasa membesar tanda tak lama lagi Ia akn mencapai batasnya. Bram mempercepat penetrasinya, memberi rasa teramat geli bagiku yang belum selesai dengan orgasme ketiga tadi. Bram tiba – tiba menekan kuat penisnya, terasa sampai ke ujung vaginaku, namun cepat – cepat ditariknya kembali hingga tercabut. Ia bergerak maju sambil mengocok sendiri penisnya yang diarahkan ke wajahku, tepatnya dimulutku. Aku yang ingat permintaannya tadi membuka mulutku, siap menerima semburan spermnya.
“Crotttss crootss croootss crootts”
“Hhaaaah haahh huuhh”, Bram ngos – ngosaan setelah menembakkan spermany ke dalam mulutku. Ada empat semburan, tiga kali semburan kuat sehingga tepat masuk ke dalam mulutku, satu lagi hanya menyentuh bibir dan daguku.
Ia lalu duduk di sampingku yang masih berbaring dengan mataa terpejam, meresapi nikmat – nikmat yang masih tersisa. Sperma Bram masih ku biarkan di dalam mulutku, terasa asin gurih dengan baunya yang khas.
“Yang, buka mulutnya. Aku mau liat, kamu telen yah”, Kata Bram. Aku menurutinya, ku buka mulutku dan sedikit kumainkan dengan lidahku.
“Glek”, aku menelan sperma itu tanpa pikir lagi.
Aku puas kali ini, perlahan tenagaku kembali lagi. Ku lihat jam menunjukkan waktu setengah 6. Siaal, aku harus cepat – cepat berkemas, jam 7 waktu shift malamku mulai. Segera ku tinggalkan Bram ke kamar mandi, tentu dengan satu kecupan di bibirnya.
Bersambung